Minta komentar dan vote ya untuk menambah semangat author
Anak lelaki itu mengambil ponsel lain di kantongnya dan menghubungi seseorang. Ponsel yang tadi terhubung dengan ibunya masih belum terputus hanya saja tak ada suara, tapi Shane masih terus memanggil nama ibunya hingga ponselnya yang lagi satu juga terhubung. "Iya baru saja menelponku! Cepat cari lagi, aku khawatir, aku tak ingin ia melakukan hal itu lagi." Mata Shane tampak memerah saat berbicara dengan seseorang entah siapa diujung sana. Ia terlihat sangat panik dan gusar saat memerintah orang itu untuk segera mencari ibunya. "Aku melacak lokasinya masih di sekitar sana, gedung dua puluh satu!" Suara Shane nyaris tercekat saat ia mengatakan pertanyaan selanjutnya, "ia tidak mencoba bunuh diri lagi kan?" "Ibuku masih hidup kan?" Helena membeku di tempatnya mendengar itu. Kemudian kenangan Helena tentang hal itu seakan terganggu dengan suara tawa kecil. Namun sebelum ia sepenuhnya sadar, Helena ingat setelah hari ia mendapati Shane menelpon ibunya itu, Shane tak masuk sekolah selama
“Tangkap wanita ular ini! Dia memperdayai kita selama ini! Usir segera dari tempat ini, dari pulau ini sebelum ia membuat kerusakan lainnya,” cecar Matilda sambil menuding Helena dengan jari telunjuknya. Helena mengerutkan dahinya, masih tak mengerti. Di samping Matilda, kepala desa dan beberapa warga desa tampak melihat Helena dengan pandangan menghakimi. “Ada apa ini, Nyonya Matilda?”“Berhenti bersikap polos, Helena! Aku tahu kau menipu kami selama ini!” serang Matilda lagi.Primrose berlari ke depan rumahnya ketika mendengar ada keributan. “Mama ada apa ini?” tanyanya dengan wajah mungil menggemaskan tampak kebingungan.“Masuklah, Pim,” perintah Helena. Ia berharap Tatiana segera datang, tapi yang datang malah segerombolan warga desa di pulau Rhee. Kepala desa menggeleng-geleng melihat Helena. “Padahal kau memiliki anak sekecil ini Helena, kenapa kau berbuat buruk pada pulau kami?”“Aku? Berbuat buruk?”“Astaga ia masih berusaha bersikap polos dan tak tahu apapun. Apa perlu kam
Beberapa jam yang lalu, Shane Digory mengendarai mobil Lamborghini Huracan hitamnya sendirian tanpa sopir. Ia berkendara dalam diam, tak ada alunan musik atau suara penyiar radio di dalam mobil itu. Shane Digory memang suka keheningan terutama ketika berkendaraan jauh, hal itu membantunya lebih berkonsentrasi.Lampu merah menghentikan laju kendaraannya, daun maple yang berguguran di sisi kiri dan kanan jalan membuat kota yang Shane datangi sekarang tampak begitu indah. Pria bersurai abu gelap itu berkendara kurang lebih satu jam ke salt lake, kota kecil dan tenang tak sebesar Diggory Valley. Kota tempat ibunda Shane Digory dimakamkan. Shane Digory mengetatkan coat panjang dari brand terkenal yang menutupi tubuh jenjangnya ketika turun dari mobil. Angin dingin memainkan rambut abu gelapnya dengan perlahan, membuat penampilan pria itu semakin tampan. Ia memandang muram pada kuburan umum yang berada di depannya. Ibu Shane Digory, Maria tak dikuburkan di makam keluarga Digory yang mewah
"Kau tahu kan artinya? Ia bisa saja menemukan seorang wanita yang pernah ia tiduri memiliki anak yang serupa dengannya.""Jika itu terjadi, wanita bodoh itu tak mungkin diam saja kalau sudah dihamili oleh multimiliuner sekelas Shane Digory. Kau tahu media massa akan ramai memuat wajah Shane dengan sumber wanita yang mengaku-aku memiliki anak Shane."Athena menghempaskan pintu balkon dan hendak kembali ke kamar. "Aku tahu kau berbohong dan sedang menjelek-jelekkan Shane, Brian." Dari dalam kamar wanita yang ditaksir mati-matian oleh Brian Scoot semenjak masa sekolah itu kembali berteriak. "Asal kau tahu saja Brian, seberapapun kau mencoba, kau tak akan bisa mengalahkan Shand Dogory dari segi apa pun."Athena kemudian meninggalkan apartemen mewah tempat ia bercinta itu begitu saja, tanpa pamit pada Brian Scoot."Sialan! Shane Digory sialan!" umpat Brian yang mengalamatkan amarahnya pada sahabatnya sedari sekolah itu. Ucapan caci maki itu hanya bisa ia katakan di belakang Shane Digory, d
"Apa! Uhuk!" Shane langsung tersedak sesuap es krim strawberry yang baru ditelannya. "Bagaimana kau mengambil kesimpulan seperti itu?" tanya setelah puas terbatuk-batuk dan meminum seteguk air putih. "Semua orang yang berkata begitu; seperti ‘panggil aku papa mu’, atau ‘anggap saja aku papa mu’ akan berakhir dengan mengatakan ‘aku naksir mama mu’," jelas Primrose sambil menaikan kedua pundaknya, kemudian melanjutkan makan es krim strawberrynya dengan santai. "Oh karena itu Pim menarik kesimpulan seperti begitu," komentar Shane setelah mendengar penjelasan Primrose. “Pim memang enggak mau punya Papa baru?” tanya Shane dengan hati-hati. Entah kenapa jantung Shane berdegup lebih kencang ketika melontarkan pertanyaan itu. Primrose melihat Shane sekilas sebelum menjawab, "kuharap kau tak ingin menjadi papa ku selamanya." Gadis mungil itu kemudian mencubit roti coklatnya dan menelannya sambil bertepuk tangan. "Ini enak." Ada perasaan sesak di dada Shane saat Primrose berkata begitu. "Ken
Primrose bernyanyi sepanjang waktu sambil menggandeng tangan ibunya di perjalanan balik menuju apartemen kecil tempat mereka tinggal. “Kau senang sekali, ada apa?”“Kan Pim memang ceria,” jawab Primrose sambil mengayunkan tangannya dengan kencang. “Soalnya tadi di sekolah, Pim ditraktir orang tampan.” Gadis kecil itu tidak bermaksud berbohong, toko es krim itu masih berada di area sekolah -menurut Primrose-.“Ada anak lelaki tampan ya? Kau pasti senang berteman dengannya.” Helena bertanya lagi sambil tertawa kecil. ‘Apa anak-anak kecil sekarang lebih cepat dewasa? Terutama para gadis?’Primrose langsung tercekat mendengar pertanyaan lain dari ibunya. ‘Apa mama akan marah kalau aku bilang pergi dengan suamiku? Tunggu siapa nama pria tampan itu?’“Ma… apa mama ingat pria tampan di pulau yang matanya seperti puding karamel?” Helena menautkan alisnya. “Siapa?” Ia mulai mengingat-ingat lelaki dengan manik coklat.“Yang tampan itu loh, Ma,” imbuh Primrose.“Siapa maksudmu?” Helena masih t
Sepanjang perjalanan balik ke Digory Valley, Shane banyak memikirkan tentang mantan istrinya. Ada perasaan aneh yang menggelenyar di dada lelaki tampan itu, ketika ia melihat seorang lelaki menyentuh rambut Helena. Semacam perasaan tak terima. 'Tapi Helena bahkan bukan milikku.'Walau begitu beberapa hari terakhir ini Shane begitu senang bertemu dengan Primrose dan juga Helena -walau secara harfiah tidak benar-benar bertemu Helena-. Dan beberapa kali pertemuan Shane dengan gadis mungil yang serupa dengannya itu membuat hari-hari CEO tampan itu menjadi sangat menyenangkan dan berwarna. Hari-hari Shane biasanya hanya diisi dengan kerja, kerja dan kerja.Shane Digory bahkan rela menyempatkan tiga jam setiap hari ketika waktu kantor hanya untuk bertemu Primrose, dan memata-matai Helena.‘Bagaimana jika Helena sudah menemukan pria lain? Pria yang akan menjadi ayah baru bagi Pim, dan suami untuknya?’“Haa…” Shane menghembuskan napas dengan berat sebelum menelpon Jasper setelah berkendara b
Melihat ketiga orang itu pergi menjauh dari jarak pandangnya, Shane langsung bangkit dari tempat duduk dan melangkahkan kakinya mengikuti mereka.Helena tertawa kecil saat Martin menceritakan kelucuan yang dilakukan anak-anak didiknya hari ini. "Tapi Pim hebat bisa cepat menghafal yang Pak Guru ajarkan," ucap Martin sambil mengusap puncak kepala Primrose."Pak Guru juga pintar mengajar," balas Helena membalikan pujian Martin.Martin menatap teduh pada Helena. Ia sudah lama memperhatikan orang tua muridnya itu, tapi Martin tak ingin mengganggu Helena yang tampak senang menyendiri. Perlahan Martin mendekati wanita itu, mencoba akrab dengan Primrose tentu saja ia menggunakan privilege nya sebagai pengajar di sekolah itu. “Mama, Pim dapat peralatan sekolah. Semua teman-teman Pim juga dikasih dari sekolah ! Gratis!” Pim memberikan bingkisan besar yang dipeluknya sedari tadi. “Gambarnya penyihir merah muda bulan.”Helena merasa bersyukur melihat bingkisan itu. ‘Ah maafkan mama sayang yang