"Halo, assalamualaikum, Nuri.""Halo, wa'alaykumussalam, Mas.""MasyaAllah, belum juga selingkuh, saya udah dipanggil, Mas. Jadi makin semangat ini. Jadi, kapan kita check in?""Ha ha ha ... ngaco! Selingkuh yang saya maksud, selingkuh bohongan.""Loh, selingkuh bohongan itu gimana maksudnya, Nuri? Gini deh, apa kita bisa bicara? Kapan kamu ada waktu? Kita ketemu di rumah mama aja untuk membicarakan teknis perselingkuhan kita, setelah itu, baru kita ketemuannya di hotel atau villa, gimana?""Mas, kita bukan mau bikin acara seminar, jadi gak perlu pake teknis."Kali ini, Dika yang tertawa."Oke, kapan jadinya kita mau bertemu? Apa saya ke warung baso kamu lagi?""Gak bisa, Mas, saya gak jualan. Nanti saya alasan deh, kita ketemu di rumah mama aja, sore jam empat. Gimana?""Ya udah, oke."Dika melompat kegirangan setelah menutup panggilannya dengan Nuri. Hati mana yang tidak bahagia dan gegap gembira, karena Nuri sebentar lagi, akan dekat dengannya. Dia sendiri juga tidak mengerti kenap
"Nuri, kamu jangan kurang ajar! Itu mertua kamu, Nuri! Ada apa sih dengan kamu ini? Gak bisa, masuk! Masuk dan jangan pernah keluar!" "Mas, sakit!" Nuri terseret-seret mengikuti langkah lebar milik suaminya. Tangannya dicengkeram kuat, sehingga rasa sakit dan pedih begitu terasa. Belum lagi pipi yang masih terasa pedas. Air mata pun kini turun membasahi pipinya. Nuri tidak percaya suaminya melakukan ini padanya. Daniel yang ia kenal dulu, bukanlah Daniel yang kini menjadi suaminya."Mas, sakit! Aduh," rengek Nuri saat kakinya tersandung karpet menuju dapur. "Mau apa membawa saya ke sini, saya mau keluar, saya mau belanja bahan baso. Mas, hentikan!" Daniel tidak peduli, memaksa Nuri masuk ke kamar produksi baso milik wanita itu. "Mas, tas saya!"Blam!Terlambat. Nuri sudah dikurung dalam kamar produksi baso oleh Daniel, tanpa peduli dengan permohonan wanita itu. Nisa yang sedang sibuk di dapur, tentu saja begitu terperanjat melihat majikan lelakinya begitu tega dengan istrinya. Maji
"Luna, Papa bilang tolong sopan!" Daniel meninggikan suaranya. "Wanita ini juga tidak sopan karena merebut suami orang!" Luna berlari masuk ke kamarnya. Namun, tiba-tiba langkahnya berhenti. Kamar produksi Nuri ia pandangi lama. Jika bundanya di dalam sana, pastilah wanita itu berteriak minta tolong. Lalu ke mana Nuri?Luna bergegas masuk ke kamar. Ia mengambil ponsel untuk menelepon Nia."Halo, Mbak Nia, apa Mbak Nia tahu, bunda saya di mana?" "Eh, itu ... Non, ini ...""Mbak, bilang di mana bunda saya!" "Mm... dimasukkan ke kamar produksi oleh Pak Daniel. Memangnya belum keluar, Non?""Astaghfirullah, papa benar-benar keterlaluan! tapi di kamar produksi baso gak ada suara Mbak. Harusnya bunda berteriak minta tolong.""Ya Allah, barangkali pingsan, Non. Dari pagi belum makan. Pagi awal dimasukin sempat teriak, tapi sejam kemudian berhenti. Cepat lihat, Non! Khawatir Bu Nuri kenapa-napa. Pasti ada di CCTV, Non. Non harus percaya kalau saya gak bohong.""Oke, makasih Nia." Luna pun
Mendidih hati dan kepalanya begitu mengetahui bahwa Daniel sudah menikah dengan Angel. Dari mana ia tahu tentang Angel, padahal Nuri tidak pernah bercerita atau mengeluh apapun tentang rumah tangganya? Tentu saja dari mamanya. Bu Widya banyak mengetahui masalah yang sedang dihadapi Nuri, termasuk saat suaminya Nuri tanpa sengaja tidur dengan wanita bernama Angel.Dika tidak bisa tidur semalaman, karena ingin segera mengunjungi Nuri. Ia benar-benar khawatir pada mantannya itu. Sebuah penyesalan merasuk di hatinya, kenapa baru sekarang ia mati-matian mengkhawatirkan Nuri? Ke mana saja ia dulu? Harusnya Nuri bisa ia pertahankan sambil terus belajar mencintai wanita itu. ***"Dika, kamu lihat HP Mama gak?" tanyq Bu Widya sambil sedikit berjongkok; mencari ponsel di kolong kursi."Ada sama Dika, Ma. Sebentar, Dika ambilkan!" Pria itu kembali masuk ke kamar untuk mengambil ponsel mamanya. "Tumben kamu pinjam ponsel Mama? Kamu gak ada pulsa?" tanya Bu Widya heran sembari menerima ponselnya
"Siapa, saya dengar seperti ada tamu di depan?" tanya Daniel pada Nia."Oh, orang nanya alamat Pak Lukman, blok C, Pak." "Oh, kirain siapa? Tadi pagi, Angel berangkat jam berapa?" tanyanya lagi sambil mulai menyendokkan selai di atas roti."Bu Angel berangkat jam enam, Pak, katanya mau keluar kota." Daniel mengangguk. Istri keduanya itu memang kemarin sudah ijin tentang perjalanannya ke Malang untuk urusan kerjaan dan wanita itu pula sempat sungguh-sungguh tidak berangkat bila dirinya sebagai suami tidak mengijinkan."Pak, maaf, saya nanti ijin ke kamar Bapak untuk mengambilkan baju Bu Nuri ya," ucap Nia sembari meletakkan kopi susu di atas meja makan untuk Daniel."Oh, iya, bawakan sedikit saja. Nuri gak lama di rumah sakitnya," jawab Daniel membolehkan. "Baik, Pak, terima kasih." Nia pun kembali melanjutkan kegiatan menjemur pakaiannya di halaman belakang. Sementara itu, Bu Widya dan Dika sudah berada di rumah sakit, tempat Nuri dirawat. Keduanya berada di kamar VIP, menunggu wan
"Halo, halo, putus-putus suaranya, Bu." Fitri langsung menutup panggilan dari Daniel."Siapa,Fit?" tanya Bu Widya."Suaminya Mbak Nuri. Pak Daniel, Bu. Tapi saya bilang suaranya putus-putus." Bu Widya menatap Nuri dengan penuh iba. "Ma, saya bawa ke tempat lain saja bagaimana? Kalau Mas Daniel menemukan saya di sini, saya pasti dipaksa tinggal di rumahnya dan saya pasti dikurung lagi. Saya gak mau, Ma. Mas Dika, tolong saya." Nuri sudah menangis sesegukan dengan tubuh gemetar. Ia takut pada Daniel dan semua orang di rumah itu. Hanya Luna saja yang membelanya, tetapi Luna hanyalah remaja yang tidak mungkin ia libatkan dalam masalahnya."Ma, gimana kalau?" belum lagi Dika meneruskan ucapannya, Bu Widya sudah masuk ke dalam kamar, lalu keluar lagi sambil memberikan kunci rumah."Bawa Nuri ke villa kita yang di Bogor." Bu Widya juga membawakan totte bag untuk Dika."Ini pakaian ganti, daster Mama. Barangkali bisa kamu pakai sebelum kamu membeli pakaian." "Ma, terima kasih." Nuri berdiri
Dika memandangi wajah Nuri yang tidur dengan begitu lelap. Garis hitam di bawah mata dapat ia lihat dengan jelas karena mereka duduk berdekatan. Dika menyalakan lampu dalam mobil untuk memastikan penglihatannya. Garis hitam itu nampak pekat, seperti orang yang banyak pikiran dan masalah.Pria itu memadamkan kembali lampu dalam mobil. Ia meneruskan perjalanan. Dika merasa perutnya lapar, sehingga memutuskan untuk berhenti di restoran cepat saji untuk membeli ayam."Mas, mau ke mana?" tanya Nuri yang tiba-tiba saja terbangun karena mendengar suara buka pintu."Alhamdulillah, yuk, makan dulu!" Dika berbalik, lalu membukakan pintu untuk Nuri. Wanita itu masih menggeliat. Meluruskan otot kaki dan tangannya yang kamu karena lama tidur di mobil. "Tapi saya gak lapar, Mas aja yang makan." Nuri menggeleng tanpa semangat. "Kalau gak mau makan, saya antar ke rumah Daniel!" Ancaman Dika ternyata berefek pada Nuri. Wanita itu melompat keluar dari mobil karena merasa trauma dengan nama Daniel. "
"Siapa bilang mau tidur satu ranjang. Di sebelah sana ada sofa. Mas Dika tidurnya di sana saja!" Nuri menunjuk sofa panjang yang nampak sudah lama, tetapi sepertinya masih empuk. Pria itu menyeringai, lalu kemudian ia mengangguk. Mana bisa juga ia sembarangan pada Nuri, mereka harus menikah lagi agar ia bisa menyentuh mantan istrinya itu."Ya sudah, kamu istirahat duluan. Saya mau ngecek ruangan yang lain," kata Dika hendak berbalik meninggalkan Nuri."Mas di sini saja dulu, saya gak mau sendirian." Nuri melirik ke kanan dan ke kiri dengan takut. "Ya sudah kalau begitu, saya rebahan di sofa aja deh." Dika mengalah. Ia berjalan ke arah sofa dan langsung menghempaskan tubuhnya di tempat empuk itu. Nuri pun berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar. Aroma pekat bangkai tikus menyeruak saat pintu kamar mandi itu ia buka lebar "Mas, ada bangkai tikus!" Teriak Nuri sambil berlari menghampiri sofa. Dika bangun untuk melihat apa yang dikatakan oleh Nuri. Benar saja, ada bangkai ti
"Mas ada apa?" tanya Nuri yang menghampiri suaminya di balkon kamar. Pria itu baru saja menerima telepon dan wajahnya menjadi murung. Nuri memeluk tubuh suaminya. Angin malam membuat udara sangat sejuk, sehingga berpelukam adalah hal yang paling tepat dilakukan saat ini. "Mas, ada apa?" tanya Nuri lagi saat suaminya tak juga bersuara menjawab pertanyaannya. "Harimau Sumatera kena virus di lidahnya. Jadi gak mau makan. Diam saja. Padahal sudah ada dokter hewan khusus menangani harimau itu. Harimau itu satwa langka, jika ia mati, makan perlahan spesiesnya bisa punah. Harimau Sumatera ada dua di kebun binatang. Satu jantan dan satu betina, baru saja mau dikawinkan, penjantan sakit. Saya harap Leora bisa sembuh.""Namanya Leora?" tanya Nuri. Dika mengangguk. Wajah suaminya dan gaya bicara suaminya berubah amat sangat serius. Ia menjadi sosok yang berbeda jika sudah bicara tentang passion dan kegemarannya."Maaf ya, suasana bulan madu kita jadi seperti ini," kata Dika tidak semangat. "G
Perut pengantin keroncongan. Tidur delapan belas jam membuat lambung keduanya berteriak tidak tahan lapar. Masih dengan piyama saja, Nuri pergi turun ke bawah untuk makan, sedangkan Dika masih dengan beskap, hanya bagian atas diganti dengan kaos biasa.Semua diambil oleh sepasang pengantin itu. Ada jus, buah potong, es krim, makan berat, aneka kue, dan desert lainnya. Nuri sengaja memakai totte bag yang berisi kotak bekal. Jika tidak habis, bisa ia bawa ke kamar."Sayang, udah jam sebelas. Ayo, cepat makannya! Kita belum mandi dan bersiap untuk pergi ke Taman Safari. Ada mobil dari kantor nanti yang jemput. Kalau jam dua belas kita belum check out, kita bisa kena tegur petugas hotel. Mobil kantor jemput jam setengah dua belas," kata Dika mengingatkan Nuri yang masih asik menikmati es krim."Ck, Mas, kita jadi terburu-buru gini. Ampun deh! Kagak mirip pisan sama honeymoon. Ya sudah, ayo, kita naik deh!""Mandinya berdua aja ya, biar cepat," bisik Dika lagi sambil membantu istrinya mema
"Sudah, jangan menangis, Angel. Ini sudah takdir," ucap Daniel menenangkan istrinya yang masih saja sesegukan. Ia baru kembali dari menguburkan jenazah bayinya yang ia kubur di halaman rumah. Luna pun meneteskan air mata karena sedih. Ada rasa kehilangan dan kecewa karena ia tidak punya adik, padahal ia sangat inginkan adik dari papanya. Ia ingin rumahnya ramai dengan tawa dan canda anak kecil. Namun, semua mimpinya terpaksa ia kubur."Ini salah Papa. Papa gak peka sebagai suami," suara serak Luna membuat Daniel dan Angel menoleh serentak."Apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Daniel dengan wajah sedih. "Luna bilang, Papa gak aware sama Tante Angel. Papa selingkuh dari Bunda Nuri, tapi dengan Tante Angel pun Papa gak sepenuhnya peduli padahal jelas Tante Angel lagi hamil anak Papa; adik Luna. Tante udah ngeflek seminggu lalu, tapi Papa cuek dan gak pentingin bayi Papa. Papa kalau seperti ini terus, gak akan ada wanita yang tahan hidup dengan Papa. Luna kecewa sama Papa! Luna jadi takut
"Kenapa Angel?" Daniel terbangun saat merasakan istri yang tidak di sebelahnya terus saja bergerak gelisah. "Perut saya gak enak, Mas." Angel melangkah masuk ke kamar mandi. Daniel berbalik sambil memeluk guling, melanjutkan mimpinya yang sempat terhenti karena perut istri yang mulas.Suara pintu kamar mandi terbuka. Daniel dapat mendengarnya, begitu juga suara langkah sang Istri yang tidak lama kemudian terdengar suara laci lemari dibuka. Daniel menoleh ke belakang."Kenapa?" tanya Daniel."Flek, Mas." Angel memakai celana dalam yang bersih. "Mas, antar saya ke dokter yuk! Saya takut kenapa-napa. Ini flek, kemarin enggak, kemarin lusa flek. Sehari flek sehari nggak. Saya jadi penasaran kenapa.""Mungkin karena kamu lelah aja. Udah tidur aja. Nanti juga berhenti fleknya. Ini hari kamis kan, kalau Sabtu masih flek, kita ke dokter. Aku ngantuk banget." Daniel kembali memejamkan matanya, sedangkan Angel masih gelisah. Ia memang ikut berbaring, tetapi ia tidak juga bisa memejamkan mata
"Bang, ngebut ya," kata Nuri berpesan pada sopir ojek online. "Siap, Bu, tapi Ibu jangan kaget kalau saya ngebut ya," balas pengemudi ojek itu yang mungkin usainya sekitar empat puluh tahunan. "Nggak kok, kita emang harus cepat, soalnya ada pelakor di rumah saya. Kalau bisa cepat, maka saya akan kasih dua ratus ribu buat Abang, gimana?" "Wah, mau ada perang dunia kayaknya nih. Okelah, Bu, pegangan ya. Pasti saya bisa cepat, Bu." Motor pun melesat cepat, sehingga hampir saja Nuri jatuh terjengkang, jika ia tidak memegang jaket pengemudi itu. Pria itu membuktikan ucapannya. Hanya sepuluh menit saja ia di jalan dengan tampilan akhir amat berantakan. Wajahnya lengket dan mulutnya tidak bisa mengatup karena banyaknya masuk angin ke dalam mulutnya. Biasanya jika naik ojek online ,maka ia akan membutuhkan waktu setengah jam lebih lima menit, tetapi bersama ojek online ajaib ini rasanya baru naik sudah sampai."Makasih banyak atas bantuannya, Bang. Saya jadi sampai tepat waktu." Nuri memb
Tiga Bulan BerlaluNuri menguap lebar di depan kertas sketsa yang sejak pagi ia corat-coret, tetapi tidak menemukan kecocokan pada design gaun pesta tersebut. Sudah sejak lama Bu Celine memintanya menggambar menggunakan tablet atau laptop, tetapi karena ia tidak mahir dengan dua alat itu, ia hanya menggunakan pensil khusus dan juga kertas gambar untuk membuat design.Bosnya baik, begitu juga dengan teman-teman di kantor pusat dan juga team butik yang sering ia jumpai. Mereka dapat menerimanya dengan baik, selama tiga bulan ia bekerja. Satu buah sketsa dihargai lima belas juta dan jika berhasil dilirik oleh rumah model, maka akan diberikan bonus. Untuk gaji pokok Nuri mendapatkan upah delapan juta dan jika ia saat berhasil membuat design menarik pasaran, maka uang lima belas juta itu ikut masuk ke rekeningnya. Hoam! Sekali lagi Nuri menguap. Ini sudah jam sebelas malam. Matanya mengantuk, tubuhnya sudah penat, tetapi idenya seperti tidak tuntas. Oleh karena itu, Nuri memutuskan ke da
"Ada apa, Ma? Tumben siang-siang Mama ke sini?" tanya Daniel dengan wajah masamnya. Bu Cici menghela napas panjang, lalu memilih duduk di kursi menemani putranya yang tengah memberi makan ikan koi di kolam belakang."Mama cuma pengen ketemu anak Mama, masa gak boleh? Gimana urusan kamu sama Nuri?" tanya Bu Cici to the point. Ia tidak ingin Daniel keburu pergi karena kehadirannya."Udah selesai, Ma. Nuri selingkuh dengan mantannya.(kayaknya bakal jadi judul baru penulisnya nih)." Daniel ikut duduk di kursi kosong di sebelah Bu Cici."Maksud kamu, Dika?" tanya Bu Cici memastikan."Iya, Ma. Daniel dan Nuri sudah selesai. Hamya perlu menalaknya. Sudah saya lakukan kemarin. Jadi, Mama jangan tanya apapun lagi soal Nuri pada saya. Kami sudah selesai." "Hm, bagus kalau begitu. Kamu jadi bisa fokus pada Angel. Apa kabar istri kamu itu? Mama gak lihat, tapi mobilnya ada di depan." "Ada di kamar, Ma. Angel lagi kurang sehat. Maunya tidur terus. Angel ambil cuti dua Minggu hanya untuk rebahan
Hatinya begitu membuncah gembira karena beban yang menahan di dadanya beberapa bulan ini, akhirnya terlepas juga. Daniel menalak ya lewat pesan yang ia baca dari screenshot yang dikirimkan Bu Widya. Ini adalah penyemangat baginya yang akan melakukan interview. Hari pertama yang ia harapkan bisa merubah takdirnya di masa depan."Permisi, saya Nuri yang akan interview hari ini? Apakah saya bisa bertemu Bu Soraya?" tanya Nuri dengan begitu ramah pada dua petugas wanita muda yang berjaga di meja resepsionis."Oh, baik, Mbak. Silakan tunggu di kursi ya. Saya lapor ke atasan saya dulu." Resepsionis yang berambut hitam pekat itu mengangkat gagang teleponya. Nuri menunggu dengan sabar dengan detak jantung yang tidak beraturan. Tanyanya dingin dan juga sedikit berkeringat. Ia gugup. Ini pertama kalinya ia melamar pekerjaan seumur hidup karena sejak dahulu ia hanya menemani ibunya di rumah sambil belajar menjahit."Mbak Nuri, silakan naik ke lantai dua ya. Bisa naik lift. Nanti ada ruangan HRD
Nuri sudah berada di depan rumah mertuanya; Bu Cici. Ini adalah salah satu cara agar Daniel bisa melepasnya karena setelah foto dirinya berpelukan dengan Dika hanya ceklis satu saja di ponsel Daniel. Nuri berharap banyak ibu mertuanya bisa membantunya."Assalamualaikum," seru Nuri dari balik pagar. Ini sudah salam kedua dan tidak ada orang yang keluar dari dalam rumah besar itu. Rumah yang berada di tengah kota Depok dan termasuk perumahan elit. Rumah yang posisinya berada di hock menjadikan rumah itu sangat besar. Tidak ada respon dari sisi kanan rumah, Nuri berjalan ke arah kiri. Ada sebuah mobil terparkir di sana yang tertutup cover berwarna silver."Assalamualaikum," seru Nuri sekali lagi. Terdengar suara anak kunci diputar. "Wa'alaykumussalam, cari siapa, Mbak?" tanya wanita muda yang mirip ART."Bu Cici-nya ada, Mbak? Saya Nuri, istri Daniel.""Oh, Bu Nuri, a-ada, Bu. Mari masuk. Nyonya lagi yoga di ruangan atas, sebentar saya panggilkan ya. Mari masuk lewat depan aja, Bu." Nur