“Oh...jadi Fathan mengadu soal itu?”“Itu bukan hal yang penting, tapi sikap kekanakanmu, yang perlu kamu perbaiki, kita bukan anak ABG ‘kan!”tegas Rania.Lalu denagn langkah lebar meninggalkan Faiz. Yang masih terpaku menatap kepergian Rania.Rania sudah sampai di Harafa Hospital, dan langsung menuju ruangannya, tiba-tiba seorang staf menemuinya.“Bu Rania, lima menit lagi ada rapat , seluruh devisi. Ibu diminta datang oleh Pak Fathan.”“Baik, saya akan hadir,”balas Rania.Lalu Rania bergegas mempersipkan rapat dadakan itu, ia melangkah masuk ke ruang meeting, disana sudah ada beberapa staf setiap devisi. Semuanya menunggu kedatangan Fathan. Tak lama kemudian yang ditunggu datang, pria dengan pakaian rapi berkemeja warna biru tua itu melangkah masuk dengan sangat berwibawa, ditatapnya wanita yang tersenyum ke arahnya, siapa lagi jika bukan Rania, tapi Fathan tampak dingin, hanya tersenyum tipis, tanpa ekpresi.Fathan duduk di kursi miliknya, ia memulai rapat. Sekitar satu jam rapat
Mobil yang di kendarai Fathan melaju menuju tempat wisata dunia fantasi, Abel memang terlihat senang, tapi ia merasa canggung. Setibanya disana, Haralina menggandeng tangan Abela, dan berjalan menyusuri area wisata itu, sementara Fathan, mengikuti dari belakang. Beberapa wahana, sudah mereka nikmati, Abela terlihat kelelahan, lalu Fathan, mengajaknya istirahat, dan membeli makanan ringan dan es krim. Mereka duduk bertiga layaknya keluarga kecil yang bahagia.Tiba-tiba dua orang reporter datang dan langsung merekam kebersamaan Fathan“Selamat siang Pak Fathan, bukankah Anda Bu Harafa, istri Pak Fathan, yang dinyatakan hilang dalam kecelakaan itu? Jadi anda belum meninggal?” Cerocos seorang reporter wanita.Fathan yang melihat itu geram, tapi sebaliknya, Haralina, tersenyum, dan menyambut ramah reporter .“Saya selamat dari kecelakaan, dan hilang ingatan selama dua tahun, dan saat ini ingatan saya pulih, oleh karena itu saya kembali kerumah suamiku,” jawab Haralina pelan namun tegas.“
Rania melangkah keluar menuju pintu, tiba-tiba tangannya di tarik Fathan.“Berhenti, biar aku yang keluar, kamu perlu waktu untuk meredam emosimu, tapi kamu harus tahu, aku menikahimu itu karena aku menginginkanmu berada disampingku, selamanya,” ucap Fathan.Perlahan Fathan melepas tangannya dari lengan Rania, wanita yang saat itu sedang marah, hanya diam membisu, batinnya terkoyak.Fathan melangkah lebar menuju pintu, dan ia pun pergi, Rania masuk ke dalam kamar, tenggelam kembali dalam tangisnya.Fathan keluar dari lift dan tanpa disangka, ia disambut pukulan keras mengenai perutnya.Dug! “Kamu lelaki pengecut, bisa-bisanya menikahi Rania, padahal masih beristri!” gertak Faiz.Safa kualahan menenangkan Papahnya. ”Pah..sudah Pah.”Fathan tak mau mengalah, ia meninju wajah Faiz, perkelahian dua pria tertubuh tegap berlangsung sengit, hingga dua security turun tangan melerai Faiz dan Fathan.“Jangan campuri urusan piribadiku Pak Faiz, atau kamu akan menyesal, telah berurusan denganku!”
“Aku akhiri rapat ini. Dan aku jamin, masalah pribadiku dan kembalinya Harafa tidak akan menganggu reputasi rumah sakit ini,” tegas Fathan.“Pak Fathan, rumah sakit ini bernama Harafa Hospital, alangkah baiknya, jika Bu Harafa juga ikut terlibat dalam manajemen rumah sakit,” saran dari seorang pemegang saham .“Harafa tidak akan terlibat dalam manajemen , rumah sakit ini aku dirikan satu tahu yang lalu, tidak ada andil sedikitpun dari Harafa, aku memberi nama ‘Harafa’ untuk mengenang keberadaanya, jadi tidak ada sangkut pautnya dengan manajemen rumah sakit ini, aku sudah berkompeten dan berpengalaman di bidangku. Aku tahu kemampuan seseorang yang bisa membawa Harafa Hospital, pada puncak kejayaan, jadi aku ingin kalian menghargai, diriku sebagai pemilik dan direktur rumah sakit,”tegas FathanLalu Fathan mengakhiri rapat, walau ada beberapa dewan direksi dan pemegang saham yang masih ragu dengan masalah yang dihadapi Fathan, tapi akhirnya mereka menerima keputusan Fathan.Sementara i
Abel, bikin mami terkejut,”ujar Haralina“Mami, yuk kita naik prahu, “ajak Abela.“Boleh, yuk...”Haralina, bangkit dari duduknya , dan keluar kamar, lalu berjalan menuju samping rumah, terlihat Abela, sudah berjalan mendekati Danau. Sebuah perahu kecil, ada ditepi danau.“Awas hati-hati Abel,”ujar Haralina.“Iya Mami.”Abela berjalan pelan, menuju perahu, tapi naas ia terpeleset, dan kecebur di danau, secepat kilat Haralina , masuk kedalam air dan berenang menyelamatkan Abela.Napas keduanya terengah-engah, sampai ditepi Danau.“Abela, kamu bikin jantungku mau copot,”gertak Haralina kesal“Maaf Mami.”Abela juga terlihat shock, bukan karena ia tercebur, tapi ia melihat keanehhan pada wanita yang berada disampingnya itu.“Mami sudah nggak mood lagi naik perahu, sekarang kamu ganti baju, dan masuk ke dalam kamar, saja,”suruh Haralina, dengan baju yang basah kuyub juga.Abel berjalan pelan menuruti perintah Haralina, gadis berusia sepuluh tahun itu, bergegas masuk kedalam rumah, membe
Fathan mengusap rambut Abela. ”Jangan dipikirkan, seseorang bisa berubah, apalagi kita berpisah dari Mami Hara dua tahun,” jawab Fathan menenangkan hati putri kecilnya itu.Tapi dalam hati, Fathan sangat terganggu dengan pernyataan Abela, mungkinkah Harafa berubah sedratis itu dalam waktu dua tahun.Fathan mengajak Abel, untuk makan malam bersama, lalu keduanya keluar kamar dan menuju ruang makan, sampai disana terlihat Haralina sudah selesai makan.“Maaf Mas, aku makan duluan, soalnya sudah lapar banget, oh... ya aku tidur dimana?”“Kamu tidur di palvilium tamu, biar Bi Surti yang mengantarmu,”suruh Fathan dengan tegas.“Okay, aku bisa tidur dimana saja, asalkan dekat dengan Abel,”balas Harlina, lau mencium pipi Abela.Haralina lalu melangkah pergi mengikuti Bi Surti, yang akan menunjukkan palvilium tamu, yang terletak didepan rumah utama.“Nyonya Hara, apa perlu aku siapkan susu hangat sebelum tidur?”“Tidak, aku tidak suka susu, siapkan saja air mineral dan minuman soda, ada ‘kan?”
Setelah rapat usai, Fathan kembali ke ruangannya, beberapa jam lagi akan diadakan konfrensi pers, untuk meredam kekacauan, yang menimpa Harafa Hospital, tapi Fathan cemas, ini berarti hubungannya dengan Rania semakin rumit.Fathan menghubungi Fadil, sang pengacara. “Pak Fadil, datanglah ke kantorku, sekarang kita perlu bicara!” perintah Fathan.“Baik Pak , 30 menit saya akan sampai di kantor Bapak,” balas Fadil.Kemudian Fathan berlanjut menghubungi Rania, tak lama ponselpun terhubung.“Ran, bagaimana keadaanmu?”“Kenapa masih menanyakan keadaanku Mas, kamu tahu betapa hancurnya diriku. Lihat anggapan publik, terhadapku, aku seperti wanita rendah, dan saat bersembunyi karena takut di hujat,” gertak Rania.“Sabar Ran, kamu harus percaya padaku, ini tak akan lama.” Fathan menghela napasnya.”Nanti sore aku akan membuat pernyataan pada media, apa yang aku katakan nanti, itu hanya untuk meredam, gosip yang bereder, dan demi Harafa Hospital,” lanjut Fathan lagi.“Terserah, apa yang ingin
“Mamah!” teriak Safa.”Papah kenapa?”“Safa cepat panggil ambulance, Papahmu terluka, ia banyak keluar darah!”suruh Rania, dengan nada gemetar.Safa meraih ponsel, dan melaksanakan perintah ibunya. Faiz masih tak berdaya, rupanya pecahan vas yang terbuat dari kaca merobek kulit kepala Faiz.Safa dan Rania gemetar saling berpelukan menatap nanar tubuh yang berlumuran darah itu, tak lama petugas ambulance datang dan segera menangani Faiz.Safa dan Rania mengikuti ambulance, menuju Harafa Hospital, setelah sampai disana, Faiz langsung ditangani team dokter.“Pasien banyak kehiangan darah,”ucap dokter.Rania dan Safa terduduk lemas, hanya bisa menunggu di depan ruang UGD“Mah..apa yang terjadi? Mamah melukai Papah?”tanya Safa bernada sedih.“Papahmu, ingin melecehkan Mamah, Safa. Aku reflek ingin melindungi harga diriku,”jawab Rania. Sambil berdiri dan berjalan mondar –mandir.”Aku sudah bilang padamu ‘kan, jangan pernah bercerita apapun tentang masalah Mamah, jika kamu ingin bertemu Papahm
Empat bulan berlalu, usia kandungan Nayla memasuki bulan kedelapan, saat ini ia sedang menatap Bastian yang sedang sibuk dengan ponselnya sambil menyerutup secangkir kopi, pria yang mengenakan kaos dan celana pendek itu sedang duduk santai di kursi balkon.Perlahan Nayla mendekati Bastian, tubuh kurusnya semakin terlihat lemah, selama empat bulan ini, ia berhasil menyembunyikan sakitnya.“Kak Bastian, bisa kita bicara?”Bastian sesaat menoleh ke arah Nayla, yang dengan pelan menghempasakan tubuhnya di kursi samping Bastian.“Bicara saja,”celetuk Bastian tanpa menatap Nayla“Aku ingin, menjual saham dua puluh persen Harafa Hospital padamu,”ucap Nayla, pelan.Bastian menghentikan tatapannya ke ponsel, dan beralih menatap Nayla“Kamu serius mengatakan itu?”“Aku sangat serius,”jawab Nayla.“Tanya syarat apapun?”Nayla menggeleng.”Tanpa syarat, milikilah saham itu, aku sudah tidak berminat lagi dengan Harafa Hospital, yang terpenting bagiku, kamu akan menjadi ayah yang baik untuk anaku.
Akhirnya Bastian, menikahi Nayla, sebagai rasa tanggung jawabannya pernikahan yang hanya dilakukan di kantor Urusan Agama, dan hanya disaksikan Fathan dan Rania, tidak ada senyum, bahagia, semua tampak tegang, apalagi Bastian, ia masih kesal, dengan pernikahan yang terkesan mendadak.“Kalian akan tinggal dimana?” tanya Fathan.“Aku tetap tinggal di aparteman, jika Nayla mau, dia bisa tinggal bersamaku,” jawab Bastian bernada ketus.“Aku sekarang istrimu, jadi aku akan tinggal bersamamu, perutku ini akan semakin besar, jika tidak tinggal bersama, nanti di kira aku tidak punya suami,“ ucap Nayla, mengamit lengan Bastian, tapi dengan kasar Bastian, melepaskan tangan Nayla, dari lengannya.“Nayla, jangan bertindak ceroboh, jika kamu mempunyai niat jahat percayalah itu akan sia-sia, karena kami tidak akan memberikan celah itu,”tegas Rania.“Tante Rania, aku sudah cukup dewasa, untuk menentukan nasibku,”sahut Nayla.Lalu Rania dan Fathan meninggalkan Bastian, dan Nayla. Selanjutnya Bastian
Pernyataan Fathan didukung oleh para pemegang saham yang lainnya, Bastian menatap sinis Nayla, tapi sebaliknya, Nayla menatap penuh kehangatan.Rapat pun selesai, Nayla mengejar Bastian yang berjalan cepat menuju ruangannya.“Kak Bastian!” panggil Nayla, mempercepat langkahnya.“Aku tak ingin bicara denganmu, gara-gara tingkahmu, Dinda marah padaku,”ucap Bastian, sambil terus berjalan.“Kak Bastian tidak bisa mengabaikan aku begitu saja,”sarkas Nayla, bergerak cepat menghadang langkah Bastian.Terlihat Fathan mengeryitkan dahi, melihat tingkah Nayla, yang menurutnya aneh, lalu Fathan mendekati Bastian dan Nayla yang tampak bersitegang.“Ada masalah apa kalian?”tanya Fathan membuat Bastian salah tingkah.“Hemm... tidak ada masalah Kak Fathan,”sahut Bastian.“Iya Pak Fathan tidak ada masalah, aku hanya ingin mengajak Bastian, makan siang,”dalih Nayla.“Iya Kak, kami akan makan siang dulu,”pamit Bastian, lalu menarik Nayla, menjauh dari Fathan.Setelah jauh dari Fathan, pria yang berk
“Apa maksud perkataanmu Nay, sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”tanya Dinda.“Lebih baik, Tante tanya sendiri, pada Kak Bastian, aku pamit dulu,”jawab Nayla, meraih tas kecilnya, dan beranjak pergi meninggalkan rasa penasaran di hati Dinda.Dinda menjadi tidak tenang, wanita berusia 26 tahun, itu berjalan meninggalkan kafe dengan rasa penasaran yang semakin membuncah, haruskah ia menanyakan pada Bastian, tentang perkataan Nayla, atau lebih baik diam, menunggu Bastian untuk menjelaskannya.Dengan langkah lebar, Dinda menuju ruang kerjanya, satu ruangan di tempati beberapa staf administrasi.“Dinda, aku tadi lihat , Pak Bastian, berbicara di kafe dekat rumah sakit, bersama seorang gadis belia, tampaknya mereka bicara serius, dan tegang, dan aku lihat, Pak Bastian, pergi meninggalkan gadis itu tanpa makan terlebih dahulu,”ujar teman Dinda satu ruangan.“Tadi aku juga bertemu, dengan Pak Bas, disana, katanya baru saja bertemu temannya, membicarakan masalah pekerjaan,”jawab Din
Bastian, ada dibelakang setir, pikirannya kembali pada kejadian semalam, ia tak habis pikir, kenapa malam kemarin hawa panas tiba-tiba menyergap tubuhnya.“Apa aku salah minum ya, aku hanya minum, wine merah sedikit, tapi seperti minum obat perangsang,”gumam Bastian, menjalankan mobilnya menuju apartemen pribadinya.Sesampainya di apartemen, Bastian mencharge ponselnya, Bastian duduk disofa, desahan kesal, keluar dari bibirnya, pikirannya tertuju pada gadis belia yang direnggut kesuciannya, dan ia kini merasa berdosa sekali. Lalu pikiranya beralih pada Dinda, wanita yang dicintainya, sekaligus kekasihnya, semalam ia belum sempat menyapa Dinda, hingga akhirnya terjebak satu malam dengan Nayla.Sementara itu, Nayla masih dikamar hotel, wajahnya ditatapnya di cermin, dan tersenyum kecil, menginggat kejadian yang begitu indah bersama pria yang bernama Bastian, walau tidak ada rasa cinta, tapi semalam adalah pengalaman pertama, dan ia menyerahkan kesuciannya pada pria yang baru ditemui s
Bastian menatap lekat gadis didepannya itu. ”Jadi Fahri, melepaskan saham dua puluh persen itu padamu, kamu masih sangat muda.”“Anda pasti terkejut, dan penasaran, bagaimana bisa saham itu jatuh ketangan saya, jika Pak Bastian, tidak keberatan, aku akan bercerita, sambil berdansa, apa Anda bersedia?” pinta Nayla.“Tentu saja,” jawab Bastian, lalu mengulurkan tangan dan disambut oleh Nayla, keduanya sudah menari di lantai dansa, Nayla, tampak bahagia, dengan mesra telapak tanganya bertumpu pada dada Bastian.Rania seketika, menghentikan gerakkan kakinya, matanya menajam ke arah Bastian dan Nayla.“Ada apa Ran?” tanya Fathan.“Lihatlah Mas, Bastian bersama Nayla,” balas RaniaTatapan Fathan beralih pada jari yang menujuk kearah Bastian.“Nayla, kapan dia bebas, kenapa bisa ada dipernikahan kita, bukannya tamu yang datang harus menunjukkan undangan?”“Beberapa hari yang lalu, aku menemui Kinan, dan memberikan dia undangan pernikahan kita, tapi aku tak menyangka, undangan itu dipakai N
Satu bulan kemudian, Rania sudah sehat dan aktif lagi di Harafa Hospital.Persiapan pernikahan Fathan dan Rania sudah dilakukan, undangan pernikahan Fathan dan Rania sudah tersebar, sebuah ballroom hotel berbintang sudah dipesannya untuk acara resepsi pernikahan yang sangat mewah dan megah. Fathan juga sudah mendaftarkan pernikahan secara hukum.Binar bahagia selalu berbinar di wajah Rania.Ranai memegang sebuah undangan, ia berniat memberikannya pada Kinan, walau ia tahu, Kinan tidak bisa datang, tapi setidaknya memberitahukan dia, bahwa dirinya telah berbahagia bersama Fathan. Kini Rania melajukan mobilnya berjalan ke arah rumah tahanan. Beberapa menit kemudian sampailah ia ditempat yang dituju. Rania menunggu disebuah ruangan untuk pengunjung.Setelah menunggu beberapa saat, munculah wanita yang satu tahun ini tidak pernah ditemui, wajah cantik Kinan, memudar, kulitnya berubah kusam, dan pipinya terlihat tirus, sebaliknya dengan Rania, telihat segar dan cantik dengan balutan baju
Fathan semakin geram, melihat tingkah Faiz, sementara mobil semakin terbakar. Dengan cepat Fathan berlari ke arah pintu mobil sebelah, dan menendang kaca jendala, hingga pecah, kemudian dipukulnya Faiz , hingga lelaki itu terkapar entah mati entah pingsan, tapi pegangan tangannya terlepas dari kaki Rania, dengan cepat Fathan kembali ke posisi Rania, dan menarik tubuh Rania, untuk keluar. Akhirnya Fathan berhasil, membawa tubuh Rania keluar dari mobil, baru saja beberapa langkah, terjadi ledakan besar pada bangkai mobil Faiz.Dhuar!...dan bersamaan dengan itu, dua mobil ambunlance dan mobil polisi datang ke lokasi kecelakaan.Beberapa menit kemudian, Fathan dan Rania sudah terbaring di brankar rumah sakit Harafa Hospital, dokter sudah memeriksa keadaan Rania dan Fathan, keduanya masih tak sadarkan diri.Sesaat kemudian, Fathan tersadar dari pingsanya.dan tatapannya menangkap seorang perawat yang tengah membetulkan letak infusnya.“Suster, bagaimana keadaan Rania?”tanya Fathan.“Bu Ran
Di rumah Larasati, wanita itu sibuk mempersiapkan pesta kecil untuk pernikahan Faiz dan Rania, hanya tetangga terdekat yang diundang, wanita yang berusia 60 tahun, itu terlihat semringah, ia berharap rujuknya Faiz dengan Rania, akan membawa kebahagian bagi putranya, yang beberapa bulan ini tampak murung, dan tak bergairah untuk hidup. Berbanding terbalik dengan Safa, sejak kepergian Faiz dari rumah, ia justru terlihat gelisah, ia tahu saat ini hanya ada dua kemungkinan, Faiz menikahi Rania, dan membebaskan Abela, atau Faiz, tidak jadi menikahi Rania, dan papahnya itu ditangkap polisi.Bagi Safa, keduanya sangat menyakitkan, ia berdiam diri di kamar, hingga ketukan pintu terdengar.“Safa, keluarlah, bantulah Oma,”suruh Larasati“Iya Oma.”Safa membuka pintu dan mendapati Larasati di depan pintu.”kamu kenapa sih, malah murung, sebentar lagi Papah dan mamahmu datang, kita harus sambut mereka.”“Iya Oma,”Jawab Safa datar, lalu keluar kamar.***Sementara itu, Fathan sudah stay dijalan,