Dengan langkah lebar, dan raut wajah memendam amarah, Fathan menuju kamar perawatan Faiz. Saat itu Faiz sendiri didalam kamar, karena Larasati pergi ke kantin rumah sakit untuk sarapan.Brak! Pintu dibuka kasar, kemudian ditutup kembali dan dikunci, Faiz terkejut, tapi ia tak heran, jika Fathan datang dalam keadaan marah.“Baguslah, Rania, sudah memberimu pelajaran, aku harap setelah ini kamu sadar, jika Rania sudah muak denganmu!”gertak Fathan.Faiz tersenyum getir, seraya menahan pening di kepalanya. ”Fathan, entah apa yang terjadi denganku, aku semakin mengilai Rania, disaat kami sudah terpisah, rasanya aku tak pernah akan menyerah, walau nyawa di ujung tanduk sekalipun,” balas FaizPernyatatan Faiz membuat geram Fathan.”Aku bisa saja menyuntikmu dengan obat mematikan, jadi jangan coba-coba kamu mengancamku atau bahkan mendekati Rania, aku sudah bilang, jika kamu ingin mendapatkan Rania kembali langkahi dulu mayatku!”“Lenyapkan aku sekarang, ini kesempatanmu mumpung aku tak ber
Pagi hari terjadi keributan di dapur rumah sakit, beberapa staf dapur bagian penyimpanan bahan makanan menjerit.“Ada tikus! Di ruang persedian bahan makanan, tolong!”jeritannya mengundang beberapa staf lainnya untuk melihat apa yang terjadi. Ada beberapa tikus sedang berlarian, di antara persedian bahan makanan, beberapa cleaning service berlomba –lomba menangkapnya.Kejadian itu terdengar oleh Rania, ia bergegas menuju ruang persedian makanan, dan terkejut dengan apa yang dilihatnya sekitar sepuluh tikus tertangkap.“Ada tikus di ruang penyimpanan bahan, aku ingin bicara dengan staf yang bertangung jawab pada kebersihan ruang penyimpanan, untuk datang ke kantorku!”perintah Rania tegas.Rania berdiri dan kini dihadapanya ada 3 karyawan yang bertanggung jawab.“Kanapa bisa terjadi seperti ini? Dari mana datangnya tikus –tikus itu?”tanya Rania dengan nada marah.“Saya juga tidak tahu Bu Rania, baru kali kejadian seperti itu.”“Aku ingin memeriksa cctvnya!” Rania melangah cepat men
Satu hari berlalu, kejadian kemarin masih menjadi tranding topik dimedia sosial, juga di kalangan staf dan para medis. Dewan direksi dan pemegang saham, ingin menindak lanjuti kejadian itu, dan mendesak Fathan mengadakan rapat darurat. Atas desakan para dewan dan pemegang saham, akhirnya Fathan mengadakan rapat. Hadir disana juga Rania dan Haralina, kedua wanita yang sama cantiknya itu saling bertatap sinis, kini Rania, bisa melihat dengan jelas, jika dirinya berusaha disingkirkan dari Harafa Hospital.“Kami ingin Bu Rania, mengundurakn diri dari Harafa Hospital , kejadian di ruang penyimpanan persediaan makanan, tetap tanggung jawab Bu Rania, dan dalam hal ini, ia lalai melaksakan tugasnya!”tegas Fahri dengan lantang, berusaha memojokan Rania.“Aku setuju dengan Pak Fahri, Bu Rania harus keluar dari Harafa Hospital,”timpal Haralina semakin tajam menatap RaniaTerlihat beberapa dewan direksi lainnya menyetujui usul dari Fahri dan Haralina.“Aku sudah menbentuk team penyelidikan,
“Anton...jadi ia datang Ke rumah sakit di jam satu kurang dan keluar tiga puluh menit kemudian dengan terburu-buru,” gerutu Fathan.“Nah itu yang aku curiga Pak Fathan, Pak Anton kepala devisi keamanan, kerja di jam delapan pagi sampai jam lima sore, kenapa ia datang di jam satu dini hari, dengan penampilan yang mencurigakan, dan lihat waktu keluar dari pintu lift, barang yang tadi dibawa masuk sudah tidak ada ditanganya, jika Anda perhatikan kantung palstik yang dibawa itu bergerak-gerak, apa itu tikus?”“Bisa jadi, tapi aku yakin, seandainya ia pelakunya , pasti ada seseorang yang menyuruhnya,”gumam Fathan.“Ya Pak Fathan, untunglah waktu itu saya masuk shif malam, jadi tak sengaja, kamera dashbord mobil, manangkap Pak Anton.”“Terma kasih, Anda bisa merahasiakan hal ini, sampai aku menangkap pelaku sesungguhnya, karena aku yakin, Anton, hanya seoarang kaki tangan,”pinta Fathan“Baik, Pak Fathan, saya bisa merahasiakan hal ini.”Dokter wanita itu pun pergi. Meninggalkan ruangan
Harafa semakin hari semakin jauh dari sifatnya yang dulu, dua tahun hilang ingatan, kebiasaannya berubah, itulah yang dipikirkan Fathan. Pria bertubuh tegap dan berparas tampan itu kembali melangkah menuju tempat tidurnya, berlahan dibaringkannya tubuhnya di atas ranjang, rasa rindu pada Rania semakin membuncah, hampir satu minggu Rania tidak bisa dihubungi.Pagi menyapa kota Jakarta, Fathan sudah terlihat duduk di kursi makan. Abela juga terlihat menuruni tangga dan sudah berpakaian rapi.“Mau kemana Sayang?” tanya Fathan.“Pah, Abel, bosan, liburan sekolah di rumah terus, Abel, janjian sama teman, mau main ke rumah teman bolehkan?” izin Abela.“Boleh, nanti biar Papah yang antar kamu,” balas Fathan.“Tidak usah, Mas, biar aku saja yang antar Abel, sekalian aku mau berbincang pada Abel,“ suara Haralina mengalihkan perhatian Fathan dan Abel. ”Tapi nanti aku agak terlambat masuk kantor ya,” lanjutnya lagi.“Tidak apa-apa, yang penting Abela sampai di rumah temannya dengan selamat,” ba
Rania dan Fatma memanggil taksi, waktu menunjukkan pukul sembilan malam.Setelah duduk di jok belakang, Rania menunjukkan alamat yang ditulisnya tadi pada sopir taksi. Taksi melewati jalanan yang sepi, kanan dan kirinya hanya ada persawahan, tampak memasuki pedesaan, tak lama memasuki kawasan perumahan dengan mayoritas rumah adat Bali, taksipun berjalan pelan. Jalanan sangat sepi, karena sudah malam.“Kita sudah sampai di alamat,” ujar sopir menghentikan taksi di sebuah rumah kecil, tampak tak berpenghuni, karena di dalam gelap, lampu depan juga gelap, Rania dan Fatma turun dari mobil.“Pak, tunggu kami,“ pinta Rania pada sopir.Lalu Rania dan Fatma mendekati rumah tersebut, hingga sapaan seorang pria membuatnya kaget.“Kalian mencari siapa?” tanya seorang pria muda.“Hemmm, kami mencari Haralina,” jawab Rania ragu.“Harali...dia sudah pergi, tidak ada di rumah, dua bulan .”“Apa Anda tahu kemana perginya?” tanya Fatma.“Ahh... malas banget kalau bicara mengenai Harali, apa dia memin
Beberapa jam kemudian, sampailah Rania, Fatma dan Safa di Jakarta, ketiganya langsung menuju rumah sakit tempat Fathan dirawat. Tapi sampai disana Rania kecewa.“Jadi pasien sudah dipindahkan Ke Harafa Hospital, siapa yang minta dipindahkan?”“Bu Harafa dan Pak Bastian, mereka istri dan adik dari pasien.”Jantung Rania hampir copot, ia tak bisa membiarkan Harafa palsu mendekati Fathan.“Bu Fatma, aku rasa kita harus bicara dengan Bastian, tentang Haralina,” Rania terlihat cemas.“Bastian, akhir-akhir ini tidak mendukungmu di Harafa Hospital, apa dia akan percaya,” balas Fatma juga terlihat bingung.“Mamah coba dulu saja, dengan menunjukkan foto-foto wanita itu, setidaknya kak Bastian, akan mengawasi gerak–gerik wanita yang mengaku Bu Harafa,” saran Safa.“Safa benar, aku harus bicara dengan Bastian.” Akhirnya Rania memutuskan berbicara secara langsung dengan Bastian,. sedangkan Safa dan Fatma memilih pulang.Sementara itu di Harafa Hospital, Fathan masih belum sadar, setelah beberap
Sementara itu, Haralina terlihat kesal, dihadapannya duduk Anton, dengan muka kesal juga.“Aku sudah berusaha memindahkan Fathan ke Harafa Hospital, supaya kita lebih mudah melenyapkannya, tapi kenapa kamu, tidak bisa berbuat apapun, kau ‘kan, kepala devisi keamanan!” bentak Haralina.“Semua sudah diambil alih oleh polisi, hanya Dokter dan Perawat tertentu yang boleh masuk, dan di dalam kamar, sudah terpasang cctv, yang diawasi langsung oleh pihak kepolisian,” ungkap Anton.Ck!..Haralina berdecak kesal. “Kita harus bagaimana, jika Fathan, sembuh, usaha kita menyabotase mobilnya akan sia-sia,” gerutu Haralina.“Aku rasa, kita segera bertindak, manfaatkan kekuasaanmu, kita akan kuras semua harta di Hafara Hospital, seperti kamu menguras perhiasan Pak Fathan, dari rumahnya,” saran Anton.“Kamu benar, aku harus bisa, aku akan alihkan dana ke rekeningmu, setidaknya, jika Fathan telah menceraikanku, aku sudah kaya raya, aku yakin, setelah dia menceraikanku, dia juga akan mengeluarkan ak
Empat bulan berlalu, usia kandungan Nayla memasuki bulan kedelapan, saat ini ia sedang menatap Bastian yang sedang sibuk dengan ponselnya sambil menyerutup secangkir kopi, pria yang mengenakan kaos dan celana pendek itu sedang duduk santai di kursi balkon.Perlahan Nayla mendekati Bastian, tubuh kurusnya semakin terlihat lemah, selama empat bulan ini, ia berhasil menyembunyikan sakitnya.“Kak Bastian, bisa kita bicara?”Bastian sesaat menoleh ke arah Nayla, yang dengan pelan menghempasakan tubuhnya di kursi samping Bastian.“Bicara saja,”celetuk Bastian tanpa menatap Nayla“Aku ingin, menjual saham dua puluh persen Harafa Hospital padamu,”ucap Nayla, pelan.Bastian menghentikan tatapannya ke ponsel, dan beralih menatap Nayla“Kamu serius mengatakan itu?”“Aku sangat serius,”jawab Nayla.“Tanya syarat apapun?”Nayla menggeleng.”Tanpa syarat, milikilah saham itu, aku sudah tidak berminat lagi dengan Harafa Hospital, yang terpenting bagiku, kamu akan menjadi ayah yang baik untuk anaku.
Akhirnya Bastian, menikahi Nayla, sebagai rasa tanggung jawabannya pernikahan yang hanya dilakukan di kantor Urusan Agama, dan hanya disaksikan Fathan dan Rania, tidak ada senyum, bahagia, semua tampak tegang, apalagi Bastian, ia masih kesal, dengan pernikahan yang terkesan mendadak.“Kalian akan tinggal dimana?” tanya Fathan.“Aku tetap tinggal di aparteman, jika Nayla mau, dia bisa tinggal bersamaku,” jawab Bastian bernada ketus.“Aku sekarang istrimu, jadi aku akan tinggal bersamamu, perutku ini akan semakin besar, jika tidak tinggal bersama, nanti di kira aku tidak punya suami,“ ucap Nayla, mengamit lengan Bastian, tapi dengan kasar Bastian, melepaskan tangan Nayla, dari lengannya.“Nayla, jangan bertindak ceroboh, jika kamu mempunyai niat jahat percayalah itu akan sia-sia, karena kami tidak akan memberikan celah itu,”tegas Rania.“Tante Rania, aku sudah cukup dewasa, untuk menentukan nasibku,”sahut Nayla.Lalu Rania dan Fathan meninggalkan Bastian, dan Nayla. Selanjutnya Bastian
Pernyataan Fathan didukung oleh para pemegang saham yang lainnya, Bastian menatap sinis Nayla, tapi sebaliknya, Nayla menatap penuh kehangatan.Rapat pun selesai, Nayla mengejar Bastian yang berjalan cepat menuju ruangannya.“Kak Bastian!” panggil Nayla, mempercepat langkahnya.“Aku tak ingin bicara denganmu, gara-gara tingkahmu, Dinda marah padaku,”ucap Bastian, sambil terus berjalan.“Kak Bastian tidak bisa mengabaikan aku begitu saja,”sarkas Nayla, bergerak cepat menghadang langkah Bastian.Terlihat Fathan mengeryitkan dahi, melihat tingkah Nayla, yang menurutnya aneh, lalu Fathan mendekati Bastian dan Nayla yang tampak bersitegang.“Ada masalah apa kalian?”tanya Fathan membuat Bastian salah tingkah.“Hemm... tidak ada masalah Kak Fathan,”sahut Bastian.“Iya Pak Fathan tidak ada masalah, aku hanya ingin mengajak Bastian, makan siang,”dalih Nayla.“Iya Kak, kami akan makan siang dulu,”pamit Bastian, lalu menarik Nayla, menjauh dari Fathan.Setelah jauh dari Fathan, pria yang berk
“Apa maksud perkataanmu Nay, sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”tanya Dinda.“Lebih baik, Tante tanya sendiri, pada Kak Bastian, aku pamit dulu,”jawab Nayla, meraih tas kecilnya, dan beranjak pergi meninggalkan rasa penasaran di hati Dinda.Dinda menjadi tidak tenang, wanita berusia 26 tahun, itu berjalan meninggalkan kafe dengan rasa penasaran yang semakin membuncah, haruskah ia menanyakan pada Bastian, tentang perkataan Nayla, atau lebih baik diam, menunggu Bastian untuk menjelaskannya.Dengan langkah lebar, Dinda menuju ruang kerjanya, satu ruangan di tempati beberapa staf administrasi.“Dinda, aku tadi lihat , Pak Bastian, berbicara di kafe dekat rumah sakit, bersama seorang gadis belia, tampaknya mereka bicara serius, dan tegang, dan aku lihat, Pak Bastian, pergi meninggalkan gadis itu tanpa makan terlebih dahulu,”ujar teman Dinda satu ruangan.“Tadi aku juga bertemu, dengan Pak Bas, disana, katanya baru saja bertemu temannya, membicarakan masalah pekerjaan,”jawab Din
Bastian, ada dibelakang setir, pikirannya kembali pada kejadian semalam, ia tak habis pikir, kenapa malam kemarin hawa panas tiba-tiba menyergap tubuhnya.“Apa aku salah minum ya, aku hanya minum, wine merah sedikit, tapi seperti minum obat perangsang,”gumam Bastian, menjalankan mobilnya menuju apartemen pribadinya.Sesampainya di apartemen, Bastian mencharge ponselnya, Bastian duduk disofa, desahan kesal, keluar dari bibirnya, pikirannya tertuju pada gadis belia yang direnggut kesuciannya, dan ia kini merasa berdosa sekali. Lalu pikiranya beralih pada Dinda, wanita yang dicintainya, sekaligus kekasihnya, semalam ia belum sempat menyapa Dinda, hingga akhirnya terjebak satu malam dengan Nayla.Sementara itu, Nayla masih dikamar hotel, wajahnya ditatapnya di cermin, dan tersenyum kecil, menginggat kejadian yang begitu indah bersama pria yang bernama Bastian, walau tidak ada rasa cinta, tapi semalam adalah pengalaman pertama, dan ia menyerahkan kesuciannya pada pria yang baru ditemui s
Bastian menatap lekat gadis didepannya itu. ”Jadi Fahri, melepaskan saham dua puluh persen itu padamu, kamu masih sangat muda.”“Anda pasti terkejut, dan penasaran, bagaimana bisa saham itu jatuh ketangan saya, jika Pak Bastian, tidak keberatan, aku akan bercerita, sambil berdansa, apa Anda bersedia?” pinta Nayla.“Tentu saja,” jawab Bastian, lalu mengulurkan tangan dan disambut oleh Nayla, keduanya sudah menari di lantai dansa, Nayla, tampak bahagia, dengan mesra telapak tanganya bertumpu pada dada Bastian.Rania seketika, menghentikan gerakkan kakinya, matanya menajam ke arah Bastian dan Nayla.“Ada apa Ran?” tanya Fathan.“Lihatlah Mas, Bastian bersama Nayla,” balas RaniaTatapan Fathan beralih pada jari yang menujuk kearah Bastian.“Nayla, kapan dia bebas, kenapa bisa ada dipernikahan kita, bukannya tamu yang datang harus menunjukkan undangan?”“Beberapa hari yang lalu, aku menemui Kinan, dan memberikan dia undangan pernikahan kita, tapi aku tak menyangka, undangan itu dipakai N
Satu bulan kemudian, Rania sudah sehat dan aktif lagi di Harafa Hospital.Persiapan pernikahan Fathan dan Rania sudah dilakukan, undangan pernikahan Fathan dan Rania sudah tersebar, sebuah ballroom hotel berbintang sudah dipesannya untuk acara resepsi pernikahan yang sangat mewah dan megah. Fathan juga sudah mendaftarkan pernikahan secara hukum.Binar bahagia selalu berbinar di wajah Rania.Ranai memegang sebuah undangan, ia berniat memberikannya pada Kinan, walau ia tahu, Kinan tidak bisa datang, tapi setidaknya memberitahukan dia, bahwa dirinya telah berbahagia bersama Fathan. Kini Rania melajukan mobilnya berjalan ke arah rumah tahanan. Beberapa menit kemudian sampailah ia ditempat yang dituju. Rania menunggu disebuah ruangan untuk pengunjung.Setelah menunggu beberapa saat, munculah wanita yang satu tahun ini tidak pernah ditemui, wajah cantik Kinan, memudar, kulitnya berubah kusam, dan pipinya terlihat tirus, sebaliknya dengan Rania, telihat segar dan cantik dengan balutan baju
Fathan semakin geram, melihat tingkah Faiz, sementara mobil semakin terbakar. Dengan cepat Fathan berlari ke arah pintu mobil sebelah, dan menendang kaca jendala, hingga pecah, kemudian dipukulnya Faiz , hingga lelaki itu terkapar entah mati entah pingsan, tapi pegangan tangannya terlepas dari kaki Rania, dengan cepat Fathan kembali ke posisi Rania, dan menarik tubuh Rania, untuk keluar. Akhirnya Fathan berhasil, membawa tubuh Rania keluar dari mobil, baru saja beberapa langkah, terjadi ledakan besar pada bangkai mobil Faiz.Dhuar!...dan bersamaan dengan itu, dua mobil ambunlance dan mobil polisi datang ke lokasi kecelakaan.Beberapa menit kemudian, Fathan dan Rania sudah terbaring di brankar rumah sakit Harafa Hospital, dokter sudah memeriksa keadaan Rania dan Fathan, keduanya masih tak sadarkan diri.Sesaat kemudian, Fathan tersadar dari pingsanya.dan tatapannya menangkap seorang perawat yang tengah membetulkan letak infusnya.“Suster, bagaimana keadaan Rania?”tanya Fathan.“Bu Ran
Di rumah Larasati, wanita itu sibuk mempersiapkan pesta kecil untuk pernikahan Faiz dan Rania, hanya tetangga terdekat yang diundang, wanita yang berusia 60 tahun, itu terlihat semringah, ia berharap rujuknya Faiz dengan Rania, akan membawa kebahagian bagi putranya, yang beberapa bulan ini tampak murung, dan tak bergairah untuk hidup. Berbanding terbalik dengan Safa, sejak kepergian Faiz dari rumah, ia justru terlihat gelisah, ia tahu saat ini hanya ada dua kemungkinan, Faiz menikahi Rania, dan membebaskan Abela, atau Faiz, tidak jadi menikahi Rania, dan papahnya itu ditangkap polisi.Bagi Safa, keduanya sangat menyakitkan, ia berdiam diri di kamar, hingga ketukan pintu terdengar.“Safa, keluarlah, bantulah Oma,”suruh Larasati“Iya Oma.”Safa membuka pintu dan mendapati Larasati di depan pintu.”kamu kenapa sih, malah murung, sebentar lagi Papah dan mamahmu datang, kita harus sambut mereka.”“Iya Oma,”Jawab Safa datar, lalu keluar kamar.***Sementara itu, Fathan sudah stay dijalan,