Euuugh. Adrian melenguh panjang disertai geliat tubuhnya. Ia berbalik menghadap ranjang di samping lalu merabanya. Kosong? Ke mana Naomi? Sontak matanya terbuka lebar menengok ke sana ke mari. Jantungnya dalam sekejap berpacu kencang, seperti habis lari keliling lapangan. Pikiran-pikiran aneh pun muncul di benak. Apa Naomi pergi karena marah padanya?
Bersamaan dengan itu, dari dalam kamar mandi terdengar suara jeritan yang memanggilnya. Naomi. Terpontang-panting Adrian bangun berlari menuju kamar mandi.
ARGGHHH! MAAAS!
BRAK.
Bunyi pintu kamar mandi yang dibanting keras oleh Adrian, namun apa pedulinya. Yang penting, dia cepat sampai pada sang istri.
"Naomi, kamu kenapa, Sayang?"
Naomi tampak baik-baik saja, tapi kenapa dia menjerit barusan? Dia juga tidak ter
"Kok kecil sekali ya, Dok? Kayak upil. Dokter pasti salah nih." Interupsi Adrian sembari menunjuk layar monitor berbentuk segi empat di samping ranjang.Jadi, siang harinya di hari yang sama setelah tahu Naomi hamil, Adrian dengan hati yang riang gembira membawa istrinya menemui dokter kandungan lagi. Di rumah sakit yang sama dengan kemarin.Dokter menunjuk bahwa titik hitam kecil dalam layar monitor itu adalah bayi mereka. Naomi juga kaget, tapi dia masih berusaha mempercayainya. Dokter tidak mungkin salah, kan? Apalagi spesialis kandungan, masa tidak bisa membedakan mana titik biasa sama bayi dalam perut.Naomi mendongak memandang Adrian yang menatapnya tanpa dosa. Dia juga tak salah, kan, bertanya seperti itu? Namanya juga orang tidak tahu.Tapi, jangan menyamakan dengan upil juga kali. 
Adrian ke kantor seperti biasanya, meninggalkan Naomi sendirian di rumah. Tapi, Naomi tidak perlu khawatir lagi, karena ia sudah membeli banyak makanan kemarin. Adrian sampai kebingungan menatanya dalam lemari pantri. Beneran, seperti orang berjualan saja."Mau makan apa ya?" Naomi membuka lemari pantri dan mengamati satu persatu makanan ringan hingga berat yang kemarin dia beli. Telunjuknya ditaruh di dagu serta kedua bola matanya bergerak-gerak menimbang makanan mana yang enak dimakan."Semua tampak enak. Yang mana satu yang mau aku makan?" Ia berbicara sendiri dalam kebingungan. Tidak ada makanan, pengen makan. Giliran udah punya makan sebanyak ini, jadi bingung mau makan yang mana. Gimana sih? Naomi jadi kesal sendiri. Tanpa sadar ia menghentakkan kakinya ke lantai."Bagaimana Nyonya? Apa sekarang sering mual dan muntah-muntah lagi?" Saking kesalnya, Naomi j
"MAAAS!"Suara jeritan dari dalam kamar, sontak membuat Adrian dan Bi Inah saling pandang. Seketika, pemikiran soal Naomi sangat menyebalkan melesat dari kepalanya, berganti menjadi kaget, bingung dan cemas bercampur satu."Itu Nyonya kenapa ya, Tuan?" tanya Bi Inah harap-harap cemas."Aku juga nggak tau, Bik. Ayo kita lihat." Layaknya seorang superhero dalam film-film laga, Adrian melompat dari sofa, tapi karena tidak berhati-hati dan terburu-buru, ia jatuh terjerembab ke lantai.GEDEBUK. Seperti nangka busuk.Bi Inah berjongkok untuk membantu Adrian berdiri, baru kemudian mereka bersama menuju ke kamar. Adrian sungguh malu pada Bi Inah, tapi itu tidak penting untuk sekarang ini."Sayang, kamu kenapa?" Adrian mengabsen setiap jengkal tubuh Naomi,
"Mas, ketemu es potongnya?"Adrian sudah cukup lelah dan kesal karena ulah Tristan, yah walaupun bukan salah pria itu sepenuhnya, lalu sekarang kepulangannya tidak disambut sama sekali. Naomi lebih mementingkan es potong yang dia bawa.Astaga! Apakah ini cobaan memiliki istri yang sedang hamil? Ini baru berjalan beberapa Minggu, bagaimana dengan minggu-minggu selanjutnya? Atau bisa jadi, Adrian akan menghadapi ini setiap hari? Ampun deh."Ketemu dong, Sayang. Adrian gitu loh." Dan anehnya, kesal bagaimanapun, Adrian masih membanggakan dirinya di hadapan Naomi dengan cengiran yang lebar. Dasar. Perbuatan sama ucapan tidak singkron sama sekali."Makasih ya, Mas. Kamu memang suami terbaik deh." Entah itu pujian atau asal sebut, tapi Naomi tidak mempedulikan Adrian. Dia berpaling setelah mendapati sang suami membelikan banyak
"Loh, mama? Kok datang ke mari nggak bilang-bilang dulu sih?"Naomi yang baru keluar dari kamar karena hendak mencari makan dibikin kaget luar biasa. Bagaimana tidak kaget? Pas ia berdiri di ujung tangga, rupanya ada mama mertuanya yang sedang berbual dengan Bi Inah di ruang makan.Naomi pun berlari-lari kecil menghampiri mama mertuanya itu yang juga sudah melihat dan tersenyum ke arahnya."Halo dear, kenapa? Nggak senang ya mama datang mendadak ke mari?" Ya mendadak, kayak orang mau inspeksi aja. Keduanya berpelukan, layaknya orang yang sudah lama tidak berjumpa.Menggeleng manja setelah pelukan erat itu lepas. "Bukan begitu, Ma. Kalau aku tahu mama mau datang, kan aku bisa minta Bi Inah siapkan masakan yang banyak."Mata bening Mama Nawang menatap dalam seolah bisa berbicara. Dia juga menggeleng p
Naomi tersenyum lebar. Dia baru saja bertelepon dengan sang ayah, Arya Satya, membagikan berita bahagia tentang kehamilannya. Sesuai dugaan, ayahnya sangat senang mendengar dan memberinya ucapan selamat. Ayahnya juga janji akan mengunjungi Naomi di rumahnya dalam waktu dekat.Setelah ayah, Naomi menscroll layar ponselnya mencari nama Desy. Sahabatnya itu juga harus tahu berita baik ini. Naomi akan meminta hadiah juga."Halo Des, kamu tahu nggak apa yang akan sampaikan sama kamu?" Pertanyaan Naomi terdengar aneh, dia juga menyadarinya dan cekikikan di ujung telepon membuat Desy yang mendengarnya ikutan bingung."Kamu ngomong apa sih, Naomi?" Pasti di rumahnya kening Desy berkerut-kerut saking bingungnya."Aku juga nggak sabar ingin meminta hadiah dari kamu." Lanjut Naomi dengan antusias."Ihhh, kamu
"Mama pulang dulu ya, Dear. Kapan-kapan kita ketemu lagi."Naomi memasang tampang sedih lalu memeluk erat mama mertuanya. Dia bahagia sekali selama 3 hari Mama Nawang di rumah. Wanita itu mengajarkan Naomi banyak hal padanya, menjadi istri yang pandai menyenangkan suami, memasak makanan kesukaan suami, melayani suami di ranjang, cara menjadi ibu yang baik. Kan sebentar lagi Naomi akan jadi ibu yang sesungguhnya.Pokoknya Naomi akan kangen dengan sosok Mama Nawang bahkan belum satu jam sejak dia pulang nanti."Mama sering-sering ke mari, ya. Janji?!" rengeknya seperti anak kecil."Iya, Mama janji. Jangan sedih dong." Mama Nawang mencubit gemas pipi menantunya, hingga meringis manja."Bi Inah, titip mereka semua ya, Adrian, Elang, Naomi dan calon cucu saya." Mama Nawang berpindah kepada Bi
"Katanya Mas Adrian kamu mau ikutan, kok nggak jadi?"Naomi dan Desy sudah berada di salah satu cafe baru yang terlihat nyaman dan bersih. Namun Desy yang heran karena tidak adanya Adrian, bertanya-tanya sambil celingukan ke sama ke mari. Barangkali suami dari sahabatnya itu terlambat datang karena ada urusan.Memanyunkan bibirnya, Naomi menjawab pertanyaan Desy dengan satu helaan nafas. Tadinya dia sudah mengikhlaskan Adrian memilih pergi ke luar kota selama 2 hari, sekarang saat Desy bertanya lagi, dia kok kembali kesal ya?"Mas Adrian nggak jadi ikut, dia berangkat ke luar kota tadi pagi, ada urusan penting katanya," ketus Naomi.Desy tampak mengangguk disertai mulutnya yang membulat. Lalu, matanya ikutan bulat ketika makanan pesanan mereka berdatangan. Mereka memesan banyak makanan, karena sebagai permintaan maaf, Adrian me