"Katanya Mas Adrian kamu mau ikutan, kok nggak jadi?"
Naomi dan Desy sudah berada di salah satu cafe baru yang terlihat nyaman dan bersih. Namun Desy yang heran karena tidak adanya Adrian, bertanya-tanya sambil celingukan ke sama ke mari. Barangkali suami dari sahabatnya itu terlambat datang karena ada urusan.
Memanyunkan bibirnya, Naomi menjawab pertanyaan Desy dengan satu helaan nafas. Tadinya dia sudah mengikhlaskan Adrian memilih pergi ke luar kota selama 2 hari, sekarang saat Desy bertanya lagi, dia kok kembali kesal ya?
"Mas Adrian nggak jadi ikut, dia berangkat ke luar kota tadi pagi, ada urusan penting katanya," ketus Naomi.
Desy tampak mengangguk disertai mulutnya yang membulat. Lalu, matanya ikutan bulat ketika makanan pesanan mereka berdatangan. Mereka memesan banyak makanan, karena sebagai permintaan maaf, Adrian me
"Naomi, apa masih sakit?" Desy yang melihat Naomi meringis bertanya dengan wajah yang pucat.Sumpah demi apapun, Naomi yang jatuh, dia yang shock. Bagaimana tidak, Naomi sedang mengandung, bagaimana kalau terjadi apa-apa dengan sahabatnya itu? Habislah Desy."Aku nggak apa-apa, kok. Kamu jangan panik gitu." Naomi masih bisa bilang tidak apa-apa, sambil mengusahakan senyum manis, padahal dia lebih terkejut bukan main tadi. Pikirannya cuma satu, jangan sampai kandungannya kenapa-kenapa.Perih pada lututnya tak seberapa, dibanding dengan rasa khawatirnya pada nyawa yang akan hadir di dalam perutnya.Bagaimana kalau sampai Adrian tahu? Ia yakin seratus persen, suaminya itu akan meninggalkan pekerjaan dan secepatnya balik ke Jakarta menemuinya. Dan mungkin juga, Adrian akan memarahinya habis-habisan, Naomi tidak akan bisa ke m
"Tris, tolong kamu cari tahu, siapa orang yang membuat Naomi celaka saat di mall."Tentu saja Adrian tidak akan tinggal diam. Siapa pun yang berani melukai istrinya, entah itu unsur kesengajaan atau tidak, tetap akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan jika memang yang dibilang Naomi benar kalau Marsya adalah pelakunya, Adrian tak segan-segan menjebloskan wanita itu ke penjara.Kamu berhadapan dengan orang yang salah, Marsya."Baik, Tuan." Tristan pun langsung beredar dari ruangan Adrian untuk kemudian menjalankan tugasnya.Tristan juga marah pada orang yang mencelakai Naomi. Makanya dia harus segera mencari bukti dengan mendatangi mall tempat Naomi kecelakaan kemarin.Tidak butuh waktu lama untuk seorang Tristan mendapatkan salinan CCTV saat kejadian. Uang memang bisa membuat segal
"Bi, di mana Naomi? Di mana menantu saya?" Seperti katanya kemarin, Mama Nawang akan kembali ke Jakarta, menjenguk menantunya. Padahal belum genap 3 hari sejak dia pulang kemarin.Wanita yang selalu tampil modis walaupun sudah mau kepala lima itu bahkan tak menghiraukan lelah yang mendera setelah 2 jam perjalanan dengan mobil. Dia lebih mengkhawatirkan kondisi menantunya yang sedang hamil itu."Nyonya Naomi sedang istirahat di kamar, Bu."Tergesa-gesa beliau menaiki tangga menuju lantai dua rumah anaknya itu dan langsung meluru ke kamar. Namun, baru saja tiba di depan kamar, pintu yang terbuat dari kayu jati itu dibuka dari dalam."Loh, Mama? Kok ada di sini?" Naomi memandangi mama mertuanya dari atas hingga bawah, barangkali saja dia cuma sedang bermimpi."Dear, kamu sudah baik-baik saj
Adrian sudah diberitahu mamanya kalau sedang dalam perjalanan ke Jakarta, makanya pas jam makan siang, ia memilih untuk kembali ke rumah. Makan siang bersama istri dan mamanya."Tris, mau ikut makan siang di rumah nggak?" Tumben-tumbenan Adrian berbaik hati menawarkan Tristan, biasanya dia juga cuek. Suasana hatinya sedang baik hari ini, mukanya lebih banyak tersenyum.Tentu hal ini membuat kening Tristan mengernyit heran dan seolah tahu keheranan itu, Adrian melanjutkan bicaranya. "Ada mamaku di rumah, barangkali kamu mau ketemu." Karena kemarin kan Tristan tidak jadi menginap di rumah mamanya di Bandung.Sejurus kemudian, Tristan pun membulatkan mulutnya. "Oh, iya terima kasih, Bos. Tapi sepertinya tidak bisa. Sampaikan saja salam saya ke beliau."Lalu, dengan gayanya yang nggak banget, Adrian menyahut "Oke!" Sampai Tristan t
Mobil Adrian kembali melenggang di jalanan yang ramai lancar siang hari itu. Tidak ada percakapan sama sekali. Yang Adrian pikirkan hanyalah cepat mengantarkan ayah mertuanya sampai ke kantor, karena seperti yang orangtua itu bilang, ada urusan penting yang harus diurus, kan?Selain itu, entahlah, Adrian masih merasa canggung jika hanya berdua saja di dalam mobil bersama Arya Satya, karena ini kali pertama mereka sedekat ini. Apa memang sesama laki-laki memang begitu? Tapi, kenapa saat dia bersama Tristan biasa-biasa saja?Adrian masih bergelung dalam pikirannya, ketika suara ayah mertuanya itu menyentaknya. "Naomi terlihat akrab dan bahagia sekali ya bersama ibu mertuanya." Orangtua itu berucap sambil melirik Adrian dan tersenyum hangat."Oh? Ah iya." Sejenak dia seperti orang bodoh tapi berusaha menetralisir kebodohan itu, dan tampil sebagai suami yang pengert
BRAK!Mobil Adrian menabrak gerobak cilor beserta penjualnya, walhasil ia mengerem mendadak dan kepalanya membentur stir. Untuk beberapa saat, kepalanya yang pusing karena perasaan bersalah tadi tidak terasa lagi. Tapi, perlahan ada cairan merah yang mengalir di pelipisnya.Astaga!Dalam sekejap, mobilnya sudah dikerumuni orang-orang yang hendak menolong, menolongnya juga penjual cilor yang terjatuh ke aspal. Sepertinya penjual itu tidak sampai terluka, cuma rugi tidak bisa berjualan saja.Ah, Adrian masih sempat mengeluarkan sepuluh lembar uang merah pada penjual cilor sebagai ganti rugi. Sebelum akhirnya, dia dibawa ke rumah sakit dengan sepeda motor oleh seseorang. Sementara mobilnya diantar ke rumah dengan jasa derek.Tak lupa juga, Adrian menelpon Tristan agar menjemputnya di
"Sebenarnya kamu ada masalah apa sih, Mas? Cerita dong sama aku."Naomi sudah melepas ciumannya. Kini ia sedang berusaha mengulik informasi tentang apa yang terjadi dengan suaminya, ada masalah apa, penyebabnya apa. Barangkali ada kaitannya dengan berkas yang tersimpan di lemari itu.Naomi tidak kepikiran kalau Adrian adalah pelaku penabrakan bundanya. Bagaimana mungkin? Ia malah berpikir mungkin saja Mas Adrian-nya sedang mengusut masalah tabrakan yang menyebabkan bundanya meninggal. Mas Adrian ingin mencari pelakunya."Aku nggak ada masalah apapun kok, Sayang. Mungkin karena belakangan ini aku susah tidur, kan, kamu tahu sendiri aku sibuk, terus kamu juga kecelakaan kemarin, aku jadi kepikiran." Adrian menghela nafasnya sembari berusaha membentuk senyuman.Ia tidak mungkin jujur dengan Naomi soal masalah yang sedang dia pikir
"Gimana caranya aku mencari tahu soal berkas itu ya? Kenapa Mas Adrian menyimpannya?"Seminggu setelah Adrian kecelakaan, pria itu sudah pulih dan berangkat kerja seperti biasa. Meninggalkan Naomi sendirian di rumah. Tadinya Naomi ingin ikut menemani sang suami ke kantor, barangkali ada yang dibutuhkan, Naomi bisa bantu-bantu atau sekedar duduk menyaksikan suaminya bekerja. Akan tetapi, Adrian melarang keras dengan alasan tak ingin Naomi kecapean.Naomi pun menurut saja. Walhasil, ia tak punya kerjaan, mau bantu memasak dan berberes di rumah juga Bi Inah tidak membolehkan. Dia jadi kepikiran deh soal berkas yang disimpan Adrian di laci lemari."Apa aku tanya Tristan aja, ya? Dia mungkin tahu sesuatu," pikirnya seraya mengerjap-ngerjap bola mata. Tak lama, seperti ada bola lampu menyala di atas kepala, dia tersenyum cerah.Ia lalu mem