Mobil Adrian kembali melenggang di jalanan yang ramai lancar siang hari itu. Tidak ada percakapan sama sekali. Yang Adrian pikirkan hanyalah cepat mengantarkan ayah mertuanya sampai ke kantor, karena seperti yang orangtua itu bilang, ada urusan penting yang harus diurus, kan?
Selain itu, entahlah, Adrian masih merasa canggung jika hanya berdua saja di dalam mobil bersama Arya Satya, karena ini kali pertama mereka sedekat ini. Apa memang sesama laki-laki memang begitu? Tapi, kenapa saat dia bersama Tristan biasa-biasa saja?
Adrian masih bergelung dalam pikirannya, ketika suara ayah mertuanya itu menyentaknya. "Naomi terlihat akrab dan bahagia sekali ya bersama ibu mertuanya." Orangtua itu berucap sambil melirik Adrian dan tersenyum hangat.
"Oh? Ah iya." Sejenak dia seperti orang bodoh tapi berusaha menetralisir kebodohan itu, dan tampil sebagai suami yang pengert
BRAK!Mobil Adrian menabrak gerobak cilor beserta penjualnya, walhasil ia mengerem mendadak dan kepalanya membentur stir. Untuk beberapa saat, kepalanya yang pusing karena perasaan bersalah tadi tidak terasa lagi. Tapi, perlahan ada cairan merah yang mengalir di pelipisnya.Astaga!Dalam sekejap, mobilnya sudah dikerumuni orang-orang yang hendak menolong, menolongnya juga penjual cilor yang terjatuh ke aspal. Sepertinya penjual itu tidak sampai terluka, cuma rugi tidak bisa berjualan saja.Ah, Adrian masih sempat mengeluarkan sepuluh lembar uang merah pada penjual cilor sebagai ganti rugi. Sebelum akhirnya, dia dibawa ke rumah sakit dengan sepeda motor oleh seseorang. Sementara mobilnya diantar ke rumah dengan jasa derek.Tak lupa juga, Adrian menelpon Tristan agar menjemputnya di
"Sebenarnya kamu ada masalah apa sih, Mas? Cerita dong sama aku."Naomi sudah melepas ciumannya. Kini ia sedang berusaha mengulik informasi tentang apa yang terjadi dengan suaminya, ada masalah apa, penyebabnya apa. Barangkali ada kaitannya dengan berkas yang tersimpan di lemari itu.Naomi tidak kepikiran kalau Adrian adalah pelaku penabrakan bundanya. Bagaimana mungkin? Ia malah berpikir mungkin saja Mas Adrian-nya sedang mengusut masalah tabrakan yang menyebabkan bundanya meninggal. Mas Adrian ingin mencari pelakunya."Aku nggak ada masalah apapun kok, Sayang. Mungkin karena belakangan ini aku susah tidur, kan, kamu tahu sendiri aku sibuk, terus kamu juga kecelakaan kemarin, aku jadi kepikiran." Adrian menghela nafasnya sembari berusaha membentuk senyuman.Ia tidak mungkin jujur dengan Naomi soal masalah yang sedang dia pikir
"Gimana caranya aku mencari tahu soal berkas itu ya? Kenapa Mas Adrian menyimpannya?"Seminggu setelah Adrian kecelakaan, pria itu sudah pulih dan berangkat kerja seperti biasa. Meninggalkan Naomi sendirian di rumah. Tadinya Naomi ingin ikut menemani sang suami ke kantor, barangkali ada yang dibutuhkan, Naomi bisa bantu-bantu atau sekedar duduk menyaksikan suaminya bekerja. Akan tetapi, Adrian melarang keras dengan alasan tak ingin Naomi kecapean.Naomi pun menurut saja. Walhasil, ia tak punya kerjaan, mau bantu memasak dan berberes di rumah juga Bi Inah tidak membolehkan. Dia jadi kepikiran deh soal berkas yang disimpan Adrian di laci lemari."Apa aku tanya Tristan aja, ya? Dia mungkin tahu sesuatu," pikirnya seraya mengerjap-ngerjap bola mata. Tak lama, seperti ada bola lampu menyala di atas kepala, dia tersenyum cerah.Ia lalu mem
Adrian baru pulang dari meeting ketika Tristan juga pulang dari menemui Naomi, tapi tentu saja dia tidak tahu hal itu. Yang membuat Adrian heran, kenapa asisten pribadinya itu baru pulang jam segini, dia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 5 sore, padahal Tristan lebih dulu pergi untuk urusan kantor.Adrian akhirnya menemukan jawaban ketika dirinya menghampiri Tristan yang baru keluar dari mobil."Kenapa jam segini baru pulang? Lalu, apaan itu?" Dia menunjuk ke bibir Tristan dengan senyum meledek.Tristan yang tidak menyadari betapa wajahnya yang sangat tampan itu jadi sedikit belepotan di bagian bibir, langsung ambil posisi berkaca dari spion mobilnya. Setelah melihatnya, Tristan berdecak sebal atas keteledorannya sendiri. Bisa-bisanya dia tak sadar.Bodoh banget sih aku.
Waktu terus berjalan. Masya, kakak tiri Naomi memilih berlutut di hadapan Naomi, alih-alih mendekam di penjara. Adrian pun berjanji akan mencabut tuntutan setelah Marsya mendapat maaf dari Naomi sendiri.Lalu hari ini, Naomi, dengan ditemani Adrian dan Arya Satya mendatangi kantor polisi setempat di mana Marsya ditahan sementara. Mama Miranda dan Ricko juga ada di sana.Suasana canggung dan hening mendominasi, hingga suara lantang Adrian memecah keheningan."Apa yang kau tunggu, Marsya? Jika ingin terbebas dari hukuman penjara minimal 15 tahun, minta maaflah pada Naomi dengan setulus hatimu!"Marsya menggeram, tampak buku tangannya memutih. Dasar tidak tahu malu. Dia yang bersalah, malah dia yang marah tidak terima karena diperlakukan seperti ini oleh Adrian.Sialan kamu, Naomi!&
Adrian menjadi sangat kepikiran. Pasalnya, saat pulang dari kantor polisi kemarin, Naomi dengan serius bilang ingin menanyakan sesuatu padanya. Tapi, entah kenapa, sampai 10 menit Adrian menunggu, istrinya itu urung bertanya. Bikin Adrian makin penasaran aja, kan?Kira-kira, Naomi bertanya soal apa ya?Adrian sama sekali tak kepikiran kalau Naomi akan bertanya soal berkas di laci lemari itu karena dia tidak sadar berkas tersebut sudah tidak ada lagi di tempat. Naomi mengambilnya. Tapi, dia tak punya firasat sama sekali.Adrian juga tak kepikiran kalau barangkali Tristan mengadu pada Naomi. Tristan tidak mungkin berkhianat darinya, kan? Akan tetapi, bagaimana dengan fakta kalau kemarin Tristan habis makan pancake stroberi? Apa itu cuma kebetulan belaka? Ah, semoga sajalah."Hai Ad, lama tidak bertemu. Kamu makin tampan saja, ya." Regina tiba-tiba menerobos masuk ruangannya, membuat lamunan Adrian buyar.
"Nyonya, dari mana saja? Kenapa pulang-pulang, Nyonya menangis seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi?"Bi Inah berlari tergopoh menyambut kepulangan Naomi, setelah setengah jam tadi beliau khawatir karena Naomi pergi tanpa mengabarinya. Bi Inah baru saja hendak menelpon Tuan Adrian."Aku baik-baik aja kok, Bik.""Baik-baik aja gimana, Nyonya? Menangis begini kok. Apa lebih baik Bibik hubungi Tuan Adrian?"Naomi menggeleng lemah. Dia tahu betapa Bi Inah sangat menyayanginya dan khawatir akan yang terjadi padanya sekarang. Namun, sebagai seorang yang menyayanginya, seharusnya Bik Inah tidak mengadu hal ini pada Adrian. Suaminya itu tidak boleh tahu dulu kalau tadi Naomi ke kantor dan mendengar semua pembicaraannya dengan Regina."Jangan telpon Mas Adrian ya, Bik." mohon Naomi dengan tatapanny
"Sayang, Naomi, kamu baik-baik saja?" Adrian membantu istrinya itu duduk karena dilihatnya Naomi seperti seorang yang sangat kecapean.Tidak. Adrian tidak membangunkan Naomi. Mana mungkin dia setega itu membangunkan istrinya yang sedang tidur pulas. Tapi, yang membuatnya mengerut kening adalah kenapa Naomi terlihat lelah, lalu bekas air mata di pipinya itu, apa wanitanya itu habis menangis?Sebenarnya, Adrian menunggu Naomi bangun tidur selama hampir setengah jam. Selama itu pula dia melihat perubahan wajah istrinya yang tertidur. Sebentar Naomi terlihat merungut, mungkin dalam mimpinya sedang mengomeli seseorang, entah siapa, sebentar terlihat mencebik seperti tengah kecewa, sebentar juga dia terlihat ngos-ngosan seperti seorang yang berlari.Apa sebenarnya yang Naomi mimpikan dalam tidurnya? Rasa penasaran Adrian makin bertambah ketika Naomi mendadak memundurkan tub