Malam Tanpa Noda
Bab 142Lily berada di dapur. Membuat sesuatu untuk dijual atau dititip ke warung. Wanita berkacamata itu menguleni adonan dalam wadah.Fian hanya menatap istrinya dari kejauhan. Televisi 14 inci berada tepat di depan laki-laki itu.
Dua jam Lily berada di dapur. Pekerjaannya sudah selesai. Masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya yang berkeringat.
Lily mengikat dua rambutnya dan Mengepangnya. Memoles wajah manisnya dengan bedak baby.
"Kamu mau ke mana?" tanya Fian memandang penampilan istrinya.
"Aku mau keliling," ucapnya.
"Keliling ngapain?"
"Dagang donat keliling." Mengambil keranjang berisi donat dan gula halus.
"Terus aku. Kamu tinggal?"
"Kamu sudah besar. Bisa jaga diri. Masa aku harus awasi terus. Aku mau cari uang untuk kita makan. Apa kamu mau kelaparan?"
Lily menyodorkan tangannya dan mencium tangan Fian takz
Malam Tanpa NodaBab 143Fian keluar kamar, menghampiri istrinya di dapur. Lily mendengar langkah kaki mendekat. "Fian, kamu mau ke mana?" tanya Lily heran. Baru saja memasak air dan nasi. Fian sudah rapi. "Mau cari kerja," ungkapnya merapikan kerah kemejanya. "Kerja apa di kampung begini?" "Kerja apa saja. Kamu bilang sudah tak punya uang?" Fian menyadari perannya sebagai suami. Hampir seminggu lebih tinggal di rumah ini belum pernah memberikan nafkah lahir. Fian juga sadar ia belum melakukannya. Entah mengapa lelaki itu begitu takut memulainya. Keinginan dan hasrat itu ada hanya saja keberanian yang belum terkumpul."Tapi, di sini gak ada kantor. Letak perkantoran sangat jauh. Apa kamu punya ongkos?" "Jangan jauh-jauh. Aku lihat ada pasar di sana dan toko. Mungkin mereka butuh." "Toko yang ada di persimpangan jalan?" Fian menganggukkan kepala. Ia m
Malam Tanpa Noda Bab 144 Lily terus melangkah, perutnya keroncongan." Ah, lapar. Aku tak bawa uang," ungkapnya. Mengelus perut ramping yang tertutup kaos putih. Ia sudah berjalan sejauh ini. Suara azan Isa terdengar di mesjid. Tanpa sengaja melihat sosok laki-laki mirip Fian. Lily berlari menghampiri lelaki yang duduk di pinggir jalan dekat mesjid. "Fian, kamu dari mana saja. Aku cariin," ucapnya lantang tanpa melihat sekeliling.Lelaki itu mendongakkan kepala menatap Lily." Ada apa, Mbak?" Ternyata bukan Fian. Lily salah orang."Maaf, Mas. Aku kira suamiku. Maaf." "Masa suami sendiri gak ngenalin." Lelaki itu pergi meninggalkan Lily. "Maaf, Mas!" Lily menundukkan kepala." Lebih baik aku pulang saja." Karena tak membawa dompet, Lily berjalan kaki menuju rumahnya. ---Lily masuk dengan tubuh gontai. Mengambil air minum di dapur
Malam Tanpa NodaBab 145Sepasang mata memperhatikan pergerakkan Fian. Ia meneteskan air mata."Kasihan, badannya kurus dan kulitnya gelap. Apa dia sanggup hidup seperti itu?" ucap Airi kepada suaminya."Biarkan saja dulu. Dia harus ingat siapa dia dulu agar tak merendahkan orang lain dan seenaknya saja." "Tapi, Fian bukan lelaki seperti itu. Mengapa dia berubah?" "Karena ia terlalu nyaman menjadi lelaki sombong. Kita harus tegas. Kalau dia tak memaki Office Boy di kantor gak mungkin ini terjadi." "Sampai kapan Fian hidup seperti itu. Kasihan mantu Bunda, Lily." "Kamu jangan khawatir, Lily gadis yang hebat. Aku lihat dari matanya. Dia bisa membuat Fian berubah." "Apa kamu sudah bilang dengan mandor kuli itu?" "Sudah, tenang saja. Aku minta kepadanya agar menjaga Fian dari gangguan preman pasar. Mereka juga sudah papa ancam." Airi melihat anaknya mengangkat karung
Malam Tanpa NodaBab 146 Seperti biasa Fian akan pergi ke pasar untuk menjadi kuli panggul. Lily sudah rapi akan berangkat ke kampus. "Kamu mau pergi?" tanya Fian memandang penampilan Lily. "Iya, aku sudah masak untuk bekalmu. Jangan lupa dimakan," pesan Lily dengan senyum manis. Setiap hari Lily akan menyiapkan bekal Fian. Tak perlu lagi membeli makanan di luar. Suami Lily sudah terbiasa hidup di kampung. Fian memilih berjalan kaki, seperti hari sebelumnya."Mas Fian, mau kerja ya?" tanyak salah satu ibu-ibu kampung tersebut. "Iya, Bu. Mari saya berangkat dulu," ucap Fian sopan. "Sarapan dulu Mas. Ada lontong sayur, mau?" "Gak usah, Bu. Terima kasih," ungkap lelaki itu. "Jangan panggil Ibu. Panggil nama aja. Saya masih muda kok, Mas. Lihat wajah saya glowing. Sintia saja." "Bukannya nama Ibu Atik?" "Ganti nama biar
Malam Tanpa NodaBab 147 "Fian!" panggil Lily. Ketika gadis itu berada di dalam kamar mandi. Lampu padam suasana mencekam. Hanya suara air yang menetes dari kran." Fian!" Meraba-raba mencari pintu kamar mandi. Lily mencari handuk yang ia gantungkan disamping pintu. Memakai dengan cepat dan menekan knop pintu. "Fian!" panggil Lily. Jantungnya berdegup kencang. Ia takut dengan kegelapan di dalam kamar mandi. Entah mengapa ruangan itu sangat berbeda. Lily terduduk di dinding. Ia tak menemukan suaminya. Padahal, lelaki itu sudah pulang ke rumah. Angin berhembus menerma kulitnya. Sepertinya, Fian keluar rumah tanpa menutup pintu. "Bagaimana ini, aku gak mungkin keluar. Tubuhku hanya terbalut handuk," ucapnya.Padahal, baju bersih ada di dalam kamar mandi karena panik Lily tak sempat memgambilnya. "Lily," panggil Fian. Di tangannya membawa lilin yang sudah ia nyalak
Malam Tanpa NodaBab 148Fian terdiam melihat pemandangan yang jarang dilihat. Handuk Lily terperosot ke lantai. Tubuh istrinya yang belum pernah ia rasakan terpapar jelas di mata. Mengiurkan dan mengoda iman. Tatapan mereka bertemu hingga senter dalam genggaman Fian terjatuh.Ingin sekali Fian memeluk tubuh Lily dan membawa ke atas ranjang. Sesak sangat sesak.Lily langsung meraih handuk coklat yang tergeletak di lantai. Tangan Fian hampir saja menahan jemari lentik istrinya dan berkata," Jangan kau tutupi tubuhmu.""Astaga," ucap Fian menelan salivanya. Gundukan Lily terlihat jelas dan menantang. Bagian itu membuat dirinya berfantasi liar.Wajah Lily tersipu malu. Mendorong tubuh Fian keluar kamar." A-aku mau ganti baju."Fian berdiri di depan pintu kamar setelah pintu tertutup kencang menimbulkan bunyi keras. Pikirannya masih terbayang-bayang benda tersebut."Astaga sebesar itu m
Malam Tanpa Noda Bab 149Lily jarang datang ke kampus. Sibuk mencari rezeki padahal kelulusan akan tiba. "Lily!" panggil teman Lily, Cika dan Desi."Hai!" Mereka berpelukan erat."Akhirnya, kamu kuliah lagi. Kecapean apa malam pertama terus," ledek Desi."Bagaimana rasanya sakit gak atau enak?"Lily terdiam , bingung mau jawab apa.Kedua sahabatnya tak tahu kalau Lily dan Fian di usir dari rumah Airi."Eh, aku tak tahu," cetus Lily. Menampilkan gigi putihnya."Jangan-jangan kamu masih perawan?" Lily menganggukkan kepala.Desi dan Cika saling berpandang tak percaya."Kalian berbulan-bulan sudah menikah dan kau masih perawan. Astaga kuat sekali Fian menahan hasrat. Apa dia tak menginginkanmu?" "Jangan-jangan Fian impoten!" Chika menutup mulutnya. "Bisa jadi. Masa tak ingin icip-icip. Apalagi masih te
Malam Tanpa Noda Bab 150 "Lihat baik-baik gambar kuli panggul itu. Dia adalah Fian. Perhatikan wajah lelaki itu. Fian Mahendara menjadi kuli di pasar." Semua orang menatap ponsel masing-masing.Ceri mengirim foto dan video Fian ketika sedang bekerja di pasar ke grup kampus."Fian sekarang menjadi sial. Setelah, menikahi Lily gadis buruk rupa. Dia pikir akan kaya raya setelah menikahi keluarga Mahendra.""Sebarkan sebanyak-banyaknya agar mereka tak tertipu dengan Fian Mahendra."Lily mengepalkan tangannya. Ia sudah tak tahan lagi. Bangkit dari duduknya dan menghampiri Ceri dengan cepat.Melayangkan tangan ke wajah mulus wanita yang telah menghina Fian, suaminya. "Kurang ajar kamu! Berani nampar gua!" Menyentuh pipi kanannya. "Kamu yang kurang ajar! Berani menghina suamiku!" Lily tak kalah sangarnya. Melayangkan ke arah pipi satunya."Alah, suami tuka
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal