Malam Tanpa Noda
Bab 145Sepasang mata memperhatikan pergerakkan Fian. Ia meneteskan air mata."Kasihan, badannya kurus dan kulitnya gelap. Apa dia sanggup hidup seperti itu?" ucap Airi kepada suaminya."Biarkan saja dulu. Dia harus ingat siapa dia dulu agar tak merendahkan orang lain dan seenaknya saja.""Tapi, Fian bukan lelaki seperti itu. Mengapa dia berubah?""Karena ia terlalu nyaman menjadi lelaki sombong. Kita harus tegas. Kalau dia tak memaki Office Boy di kantor gak mungkin ini terjadi.""Sampai kapan Fian hidup seperti itu. Kasihan mantu Bunda, Lily.""Kamu jangan khawatir, Lily gadis yang hebat. Aku lihat dari matanya. Dia bisa membuat Fian berubah.""Apa kamu sudah bilang dengan mandor kuli itu?""Sudah, tenang saja. Aku minta kepadanya agar menjaga Fian dari gangguan preman pasar. Mereka juga sudah papa ancam."Airi melihat anaknya mengangkat karungMalam Tanpa NodaBab 146 Seperti biasa Fian akan pergi ke pasar untuk menjadi kuli panggul. Lily sudah rapi akan berangkat ke kampus. "Kamu mau pergi?" tanya Fian memandang penampilan Lily. "Iya, aku sudah masak untuk bekalmu. Jangan lupa dimakan," pesan Lily dengan senyum manis. Setiap hari Lily akan menyiapkan bekal Fian. Tak perlu lagi membeli makanan di luar. Suami Lily sudah terbiasa hidup di kampung. Fian memilih berjalan kaki, seperti hari sebelumnya."Mas Fian, mau kerja ya?" tanyak salah satu ibu-ibu kampung tersebut. "Iya, Bu. Mari saya berangkat dulu," ucap Fian sopan. "Sarapan dulu Mas. Ada lontong sayur, mau?" "Gak usah, Bu. Terima kasih," ungkap lelaki itu. "Jangan panggil Ibu. Panggil nama aja. Saya masih muda kok, Mas. Lihat wajah saya glowing. Sintia saja." "Bukannya nama Ibu Atik?" "Ganti nama biar
Malam Tanpa NodaBab 147 "Fian!" panggil Lily. Ketika gadis itu berada di dalam kamar mandi. Lampu padam suasana mencekam. Hanya suara air yang menetes dari kran." Fian!" Meraba-raba mencari pintu kamar mandi. Lily mencari handuk yang ia gantungkan disamping pintu. Memakai dengan cepat dan menekan knop pintu. "Fian!" panggil Lily. Jantungnya berdegup kencang. Ia takut dengan kegelapan di dalam kamar mandi. Entah mengapa ruangan itu sangat berbeda. Lily terduduk di dinding. Ia tak menemukan suaminya. Padahal, lelaki itu sudah pulang ke rumah. Angin berhembus menerma kulitnya. Sepertinya, Fian keluar rumah tanpa menutup pintu. "Bagaimana ini, aku gak mungkin keluar. Tubuhku hanya terbalut handuk," ucapnya.Padahal, baju bersih ada di dalam kamar mandi karena panik Lily tak sempat memgambilnya. "Lily," panggil Fian. Di tangannya membawa lilin yang sudah ia nyalak
Malam Tanpa NodaBab 148Fian terdiam melihat pemandangan yang jarang dilihat. Handuk Lily terperosot ke lantai. Tubuh istrinya yang belum pernah ia rasakan terpapar jelas di mata. Mengiurkan dan mengoda iman. Tatapan mereka bertemu hingga senter dalam genggaman Fian terjatuh.Ingin sekali Fian memeluk tubuh Lily dan membawa ke atas ranjang. Sesak sangat sesak.Lily langsung meraih handuk coklat yang tergeletak di lantai. Tangan Fian hampir saja menahan jemari lentik istrinya dan berkata," Jangan kau tutupi tubuhmu.""Astaga," ucap Fian menelan salivanya. Gundukan Lily terlihat jelas dan menantang. Bagian itu membuat dirinya berfantasi liar.Wajah Lily tersipu malu. Mendorong tubuh Fian keluar kamar." A-aku mau ganti baju."Fian berdiri di depan pintu kamar setelah pintu tertutup kencang menimbulkan bunyi keras. Pikirannya masih terbayang-bayang benda tersebut."Astaga sebesar itu m
Malam Tanpa Noda Bab 149Lily jarang datang ke kampus. Sibuk mencari rezeki padahal kelulusan akan tiba. "Lily!" panggil teman Lily, Cika dan Desi."Hai!" Mereka berpelukan erat."Akhirnya, kamu kuliah lagi. Kecapean apa malam pertama terus," ledek Desi."Bagaimana rasanya sakit gak atau enak?"Lily terdiam , bingung mau jawab apa.Kedua sahabatnya tak tahu kalau Lily dan Fian di usir dari rumah Airi."Eh, aku tak tahu," cetus Lily. Menampilkan gigi putihnya."Jangan-jangan kamu masih perawan?" Lily menganggukkan kepala.Desi dan Cika saling berpandang tak percaya."Kalian berbulan-bulan sudah menikah dan kau masih perawan. Astaga kuat sekali Fian menahan hasrat. Apa dia tak menginginkanmu?" "Jangan-jangan Fian impoten!" Chika menutup mulutnya. "Bisa jadi. Masa tak ingin icip-icip. Apalagi masih te
Malam Tanpa Noda Bab 150 "Lihat baik-baik gambar kuli panggul itu. Dia adalah Fian. Perhatikan wajah lelaki itu. Fian Mahendara menjadi kuli di pasar." Semua orang menatap ponsel masing-masing.Ceri mengirim foto dan video Fian ketika sedang bekerja di pasar ke grup kampus."Fian sekarang menjadi sial. Setelah, menikahi Lily gadis buruk rupa. Dia pikir akan kaya raya setelah menikahi keluarga Mahendra.""Sebarkan sebanyak-banyaknya agar mereka tak tertipu dengan Fian Mahendra."Lily mengepalkan tangannya. Ia sudah tak tahan lagi. Bangkit dari duduknya dan menghampiri Ceri dengan cepat.Melayangkan tangan ke wajah mulus wanita yang telah menghina Fian, suaminya. "Kurang ajar kamu! Berani nampar gua!" Menyentuh pipi kanannya. "Kamu yang kurang ajar! Berani menghina suamiku!" Lily tak kalah sangarnya. Melayangkan ke arah pipi satunya."Alah, suami tuka
Malam Tanpa NodaBab 151Airi dan Drian berlari di lorong rumah sakit. Wajah mereka panik. Drian menghampiri bagian resepsionis menanyakan keberadaan Putra.Hujan lebat sejak pagi. Putra tetap melakukan perjalanan ke puncak untuk menemui kliennya.Mobil Putra tergelincir dan menabrak truk. Hampir saja terjatuh ke jurang kalau saja tak ada warga sekitar yang menolong mereka."Atas nama Putra Mahendra," ucap Drian. Mengandeng Airi, tangannya dingin, wajahnya berderai air mata.Kabar ini sangat mengejutkan bagi mereka. Putra berangkat dengan wajah berseri-seri dan bahagia. Mencium pipi Airi berkali - kali. Seolah ingin pergi jauh.Mereka berada di depan ruangan. Airi bergegas masuk ke dalam."Kak Putra ...." Berbagai alat menancap di tubuh Putra. Tak sadarkan diri hingga tiga jam.Pihak rumah sakit kesulitan mencari identitas korban. Dompet Putra berserta surat-surat penting berada di
Malam Tanpa Noda Bab 152Mana mungkin dalam satu jam semua habis terjual." Lily menatap punggung suaminya dan terkekeh. Apakah Fian akan berhasil menjual semua donat dalam waktu satu jam. Perjalanan dari rumah ke pasar saja tiga puluh menit."Tidak mungkin bisa," cibir Lily. Fian melangkah dengan percaya diri. Ia yakin bisa menjual semua delapan boks donat dalam waktu satu jam lirih lelaki itu. "Donat! Donat sultan!" teriak Fian lantang. Segerombolan ibu-ibu duduk di depan warung. Melihat Fian dengan wajah tampan dan memesona. Mereka menelan salivanya. "Oh, my god. Oppa!" teriak bu Atik dengan hati berbunga-bunga. Ia merapikan rambutnya dengan jari jemari. Teman-temannya juga tak kalah. Mereka berlari masuk ke rumah masing-masing memakai pakaian tersexy dan berdandan ekspres. "Mas Fian!" panggil bu Atik manja. Suami bu Atik menatap istrinya dari teras. Hatinya memanas meli
Malam Tanpa NodaBab 153Lily memasak nasi goreng. Ia tersipu mengingat kejadian semalam. Hatinya lega dan senang. Bunyi sodet dan penggorengan mengema di dapur. Fian datang dengan wajah kusut. Rambutnya acak-acakkan. Jalannya tak bersemangat. Lily memberikan kopi hitam dan lima buah pisang goreng yang ia beli di depan gang. "Sarapannya," sapa Lily. Tersenyum manis menyambut suaminya. Fian masih tak menjawab ucapan istrinya. Ia mengambil satu buah pisang goreng dan menggigitnya. "Aduh, panas!" Meletakkan pisang ke atas piring. "Ditiup dulu. Jangan langsung hap!" Terkekeh. Fian masih cuek dan tak mempedulikannya. Ia merajuk karena kajadian semalam. "Fian, aku mau ke kamar mandi," izin Lily. Satu jam menunggu istrinya. Akhirnya, Lily masuk ke kamar. Senyum terbit di bibir Fian. Fian menepuk kasur di sampingnya."Sini, duduk di sini."
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal