Share

117. Pengakuan Alex

last update Last Updated: 2024-11-18 23:43:21

"Alex, apa masalahmu dengan Aini sudah selesai?" tanya Bu Asma sambil menata gelas teh di meja. Sorot matanya tajam namun penuh kasih, khas seorang ibu yang tak ingin melihat anaknya dirundung masalah. Sudah terlampau lama Alex dan Aini mengulur waktu. Seharusnya, kemarin putranya dan Aini menikah.

Alex menghela napas panjang. Ia menatap ibunya sejenak sebelum mengalihkan pandangan ke jendela, di mana hujan rintik-rintik mulai membasahi kaca. "Belum, Ma," jawabnya pelan.

"Belum? Kamu sudah mendekati Aini? Kamu sudah membujuknya? Kamu sudah minta maaf padanya?! cecar bu Asma dengan satu kali tarikan napas. Nada suara Bu Asma meninggi, meski ia berusaha menahan emosinya. "Apa yang terjadi sebenarnya? Kamu tidak pernah cerita ada masalah apa sebenarnya kamu dengan Aini?"

Alex terdiam, rahangnya mengeras. Ia memainkan cincin pertunangan yang melingkar di jarinya. "Pernikahan kami mungkin saja batal." Suara itu sangat pelan, terdengar seperti berbisik.

Kata-kata itu jatuh seperti palu me
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (8)
goodnovel comment avatar
Eli Mirza
blg atuh msih istri dhuha
goodnovel comment avatar
Siti Aisyah
kok sering bersambung sih? pas seru" nya baca lanjutan nya udah gk ada gk seperti pertama kali aku baca ............
goodnovel comment avatar
Cut Zanah
pilihan yg sulit .........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   118. Aini Diusir

    Aini duduk di samping tempat tidur bu Asma yang baru saja melewati masa kritis di rumah sakit. Ruangan itu sunyi, hanya terdengar bunyi monitor medis dan sesekali napas berat wanita paruh baya itu. Wajah wanita berusia lima puluh sembilan tahun terlihat sedikit lebih segar, namun matanya tetap menyiratkan kelelahan. Ia memandang Aini dengan penuh kasih, merasa yakin bahwa Aini adalah calon menantu yang tepat untuk Alex."Aini," suaranya serak, tetapi penuh harapan. "Kamu tahu kan, aku ingin kamu dan Alex segera menikah. Aku ingin melihat kalian bahagia."Aini menggenggam tangan bu Asma berusaha menyampaikan kabar yang menggantung di hatinya selama ini. Ia telah menunda-nunda, berharap ada waktu yang lebih tepat. Namun, saat ini, ia tahu bahwa ia tak bisa menunggu lagi."Ma." Aini memulai dengan hati-hati. "Saya sangat menyayangi Mama seperti mama saya sendiri. Sudah banyak hal baik yang Mama lakukan untuk saya dan anak-anak, saya gak akan bisa membalasnya." Bu Asma semakin erat mengge

    Last Updated : 2024-11-19
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   119. Diam-diam Rujuk

    Maria berdiri di balkon kamarnya sambil menatap lalu-lalang kendaraan bermotor yang tidak terlalu banyak. Di ujung sebelah kanan, nampak bukit-bukit kecil yang terlihat samar karena tertutup kabut. Sebuah ponsel tergeletak di meja di depannya, layar menyala menunjukkan panggilan yang tak berjawab lagi. Ia menghela napas panjang, menggigit bibirnya untuk menahan rasa kecewa.“Dhuha, angkatlah sekali saja, Nak,” gumamnya pelan, seolah berharap anaknya itu bisa mendengar.Sudah tiga hari ini Maria mencoba kembali menelepon Dhuha, anak semata wayangnya yang sudah tidak pernah menerima telepon darinya. Terkadang nomornya diblokir, kadang tidak. Terdengar langkah mendekat. Viona, adik iparnya, muncul dari dalam kamar membawa dua cangkir kopi. Wajahnya tampak ceria seperti biasa, tapi Maria tahu, Viona selalu memperhatikannya dengan mata yang penuh pengertian.“Masih belum diangkat?” tanya Viona sambil meletakkan kopi di meja.Maria menggeleng pelan. “Dhuha seperti melupakan bahwa aku adal

    Last Updated : 2024-11-19
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   120. Kesalahan Dhuha

    Dhuha membalikkan badan untuk menutup pintu mobil, sebuah suara yang sangat dikenalnya membuat langkahnya terhenti."Dhuha?"Ia membeku. Suara itu—lembut tapi penuh kekuatan—adalah suara yang telah lama ia rindukan sekaligus hindari. Dengan perlahan, Dhuha berbalik dan melihat wanita yang berdiri tak jauh darinya. Wanita itu mengenakan baju sederhana berwarna biru, rambutnya tersisir rapi, tapi mata itu… mata yang penuh dengan air mata.“Mama?”Maria, ibunya, berdiri kaku di tempatnya. Matanya merah, bibirnya bergetar, dan air mata perlahan mengalir di pipinya. Langkah Maria cepat menghampiri putranya. "Kamu pulang ke Indonesia... dan tidak bilang sama Mama?"Dhuha tidak tahu harus berkata apa. Lidahnya terasa kelu. “Ma, aku…”“Kamu bahkan tidak datang ke rumah! Kamu langsung ke sini, ke restoran ini?” Nada suara Maria meninggi, membuat beberapa orang di parkiran melirik mereka.“Ma, aku baru sampai. Aku mau…”Maria melangkah maju dengan amarah yang jelas terlihat di wajahnya. “Kamu b

    Last Updated : 2024-11-20
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   121. Sebuah Ide dari Hakim

    "Bagaimana bisa mami Maria ke sini? Ah, itu maksudnya, pasti mamaku yang membawa mami ke restoran Aini. Mami suka kulineran. Tapi.... ck, semua jadi rumit gini ya. Terus gimana?"Dhuha mengangguk pelan, tatapannya kosong menatap gelas teh di depannya yang belum tersentuh sejak tiba di kafe ini. "Aku bahkan sempat berdebat dengan mama dan kami menjadi pusat perhatian, meskipun...” Ia menggantungkan kalimatnya, menelan kekesalan yang tertahan di tenggorokannya.“Meskipun apa?” desak Hakim.“Meskipun hasilnya tetap sama,” jawab Dhuha, suaranya lirih namun sarat frustrasi. “Dia tidak akan pernah merestui hubungan kami. Dia bahkan bilang, aku lebih baik melupakan Aini kalau ingin hidup tenang dan hidup penuh berkah dari restu orang tua."Hakim mengangkat alis. “Dan lo diam aja saat mami ngomong gitu? Lo tetap tidak bisa membela Aini di depan mami! Ini udah empat tahun Dhuha. Lo ganti aja baju pake daster! Jangan cemen lah!"“Itu bukan masalah percaya atau tidak, Hakim,” sahut Dhuha cepat,

    Last Updated : 2024-11-21
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   122. Jangan Gantung Hubungan

    "Aini, aku mohon, jangan terus seperti ini," suara Alex menggema lembut di restoran yang masih sepi. Meja-meja kayu yang tertata rapi, aroma kopi hangat, dan wangi rempah dari dapur tidak cukup untuk menenangkan ketegangan di udara. Pria itu duduk di depan Aini, matanya penuh harap, namun juga lelah.Di depannya aroma secangkir kopi begitu menggoda, tetapi wanita yang kini duduk di depannya mengambil semua perhatiannya. Aini menghela napas panjang, tangannya sibuk membersihkan meja meskipun meja itu sudah bersih. "Alex, berapa kali harus aku bilang? Aku tidak bisa.""Kamu bisa kalau kamu mau, Aini. Ini bukan soal kamu tidak mampu, ini soal kamu tidak mau mengambil langkah untuk kebahagiaanmu sendiri. Sudah empat tahun Aini. Awalnya kamu sudah setuju dan sempat menerima lamaranku'kan?""Sudah cukup, Mas. Masih terlalu pagi membicarakan masalah hati," balas Aini, kali ini dengan nada tegas. Ia menatap Alex, wajahnya yang cantik memancarkan kesedihan yang dalam."Aku sudah lelah dengan

    Last Updated : 2024-11-21
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   123. Bukan Kamu, juga Kamu

    Hujan gerimis menemani gerakan Aini yang tergesa. Masih pagi dan semua sedang bersiap memulai hari. Meskipun dalam keadaan cuaca hujan seperti ini, biasanya pengunjung restoran lebih sepi, tetapi tidak menyurutkan semangat Aini dan tim yang siap memanjakan lidah pelanggan."Ibu mau keluar?" tanya Rina yang sedang mengepel ruangan Aini. "Iya, saya keluar sebentar. Ada keperluan. Nanti saya balik lagi kok. Mudah-mudahan cepat selesai." Aini melirik jam di tangannya. Masih jam delapan tiga puluh pagi. Masih ada waktu dua jam lagi untuk menuntaskan rasa penasarannya. Perasaan cemas menggelayuti hati sejak Alex meninggalkan restorannya dengan wajah merah padam dan langkah penuh amarah. Dia tahu betul sifat Alex yang impulsif, dan pikirannya langsung melayang kepada satu orang: Dhuha.Aini meraih ponselnya, menekan nomor Hakim—sepupu Dhuha yang kebetulan tinggal tak jauh dari apartemen sepupunya."Ri, bisa keluar sebentar?""Oh, bisa, Bu. Udah selesai semua." Aini mengangguk. Begitu pintu

    Last Updated : 2024-11-22
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   124. Apa Ada Orang yang Sengaja?

    Kilatan lampu biru dan merah dari dua mobil pemadam kebakaran memantul di jalan basah yang diterpa gerimis. Di depan restoran yang kini hanya menyisakan dinding yang menghitam, Aini berdiri terpaku, tubuhnya gemetar. Asap tebal masih mengepul dari dalam, dan aroma hangus yang menyengat menusuk hidungnya.“Aku tidak percaya...,” gumam Aini dengan suara parau. Tatapannya kosong menatap reruntuhan mimpinya. Tapi perlahan, rasa tidak percaya itu berubah menjadi jeritan yang meledak dari dadanya.“Tidak!” teriak Aini histeris, lututnya hampir goyah. Hakim dengan sigap memegang bahunya, tapi Aini meronta. “Biarkan aku masuk! Aku harus memastikan semuanya! Kim, restoranku. Ya Allah, ya Allah!"“Mbak, tidak bisa! Itu berbahaya!” seru Hakim, mencoba menahan gerakan liar Aini.“Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini?!” tangisnya semakin menjadi.Di dekat mereka, dua karyawan Aini, Rina dan Ani, menangis sambil memeluk satu sama lain. Begitu melihat Aini, keduanya berlari menghampiri, lalu

    Last Updated : 2024-11-22
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   125. Kamu Gak Takut Sama Saya?

    Anton memandangi jalanan yang meluncur cepat dari balik kaca mobil. Hembusan angin dari AC yang menyentuh kulitnya terasa dingin, sama seperti perasaan yang masih membeku di hatinya. Ia baru saja pulang dari rumah sakit setelah beberapa minggu berjuang melawan amnesia ringan yang membuat sebagian ingatannya kabur. Hari ini, ia dijemput oleh keluarganya—ibu, bapak, dan putranya yang berumur empat tahun, Aris.Aris duduk di kursi belakang, sibuk mengaduk-aduk sekantong kecil keripik yang tadi dibelikan neneknya di rumah sakit. Bocah itu tak henti-hentinya berbicara, meskipun sebagian besar ceritanya hanya berupa ocehan polos khas anak kecil. Sesekali, Anton tersenyum samar dan mengacak rambut Aris."Bapak, itu helikoptel, ya?" tanya Aris sambil menunjuk ke langit biru di luar jendela."Helikopter atau capung, tuh?" balas Anton dengan suara yang lemah namun mencoba bercanda."Helikopteo, lah! Masa capung segede itu, Pak!" jawab Aris sambil tertawa kecil, membuat semua orang di mobil ikut

    Last Updated : 2024-11-23

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   303. Masalah Pagi Hari

    Pagi itu seharusnya berjalan seperti biasa—sarapan bersama, mengantar Aris ke sekolah, dan Anton berangkat kerja. Namun, suasana rumah justru dipenuhi suara tangisan keras dari anak berusia lima tahun itu."Aku mau ke rumah Ibu!" Aris merengek sambil menarik ujung kausnya. Matanya yang sembab menunjukkan betapa kerasnya ia menangis sejak bangun tidur.Amel memijat keningnya, mencoba bersabar menghadapi rengekan anak sambungnya. Ia sudah berusaha menjadi ibu yang baik bagi Aris, tetapi setiap kali anak itu menyebut nama Luna, ada rasa kesal yang menggelitik perasaannya."Aris, Nak, kamu harus sekolah dulu. Setelah itu, kita lihat nanti," ujar Amel, berusaha menenangkan."Tidak! Aku mau ke rumah Ibu sekarang!" Aris berteriak.Amel menghembuskan napas panjang. "Aris, sudah cukup. Bunda tidak suka kalau kamu berteriak seperti itu. Sekarang bersiaplah untuk sekolah."Aris menggeleng keras. "Aku nggak mau sekolah! Aku mau ke rumah Ibu! Aku udah lama gak ketemu ibu, Bunda. Waktu itu ibu saki

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   302. Keberanian

    "Aini! Mama!" Dhuha refleks menangkap tubuh ibunya yang hampir jatuh ke lantai. Wajah Maria pucat, napasnya tersengal.Aini yang juga panik langsung berjongkok di samping suaminya. "Mas, kita harus bawa Mama ke rumah sakit!"Dhuha mengangguk cepat. Tanpa membuang waktu, ia mengangkat tubuh ibunya ke dalam gendongan. Aini berlari lebih dulu untuk menekan tombol lift.Saat pintu lift terbuka, mereka masuk dengan tergesa. Dhuha terus memegangi tubuh Maria yang lemas dalam dekapannya, sementara Aini mencoba menenangkan dirinya sendiri. Meski ia kesal dengan Maria, tapi bagaimanapun wanita itu adalah ibu mertuanya.Begitu sampai di basement, Dhuha langsung membawa Maria ke kursi belakang mobil. Aini dengan cepat masuk ke kursi pengemudi dan menyalakan mesin."Aku yang nyetir, Mas. Kamu fokus ke Mama," ucap Aini cepat."Sayang, kamu gak papa?" Aini mengangguk cepat. Dhuha tak membantah. Ia terus mengecek denyut nadi dan suhu tubuh Maria. "Ma, bertahan, ya," bisiknya.Maria hanya mengerang

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   301. Jangan Ganggu Suamiku

    "Monic, kenapa suara kamu lemes gitu, Sayang? kamu sakit?""Iya, Tante, saya lagi sakit. Gak bisa bangun dari ranjang. Sayang bibik yang bisa nemenin di apartemen mendadak pulang kampung.""Ya, ampun, Sayang, kasihan sekali kamu. Berarti sekarang kamu sendirian?""Iya, Tante, uek! uek!""Ya ampun, b-begini, mungkin Tante akan ke sana minta dianter Dhuha.""Jangan, Tante, Tante masih sakit.""Tante udah enakan kok, kamu jangan sungkan."Suara lirih itu keluar dari ponsel Maria, membuat hatinya tergerak. Monic adalah gadis yang sangat ia harapkan menjadi menantu. Menikah dengan Dhuha, tetapi putranya malah memilih Aini, mantan istrinya. Maria keluar dari kamarnya. Dhuha baru saja selesai meeting melalui zoom karena hari ini ia WFA."Dhuha, kamu bisa antar Mama ke apartemen Monic? Dia sakit," pinta Maria kepada putra tunggalnya yang sedang duduk di ruang tamu, menikmati teh sore bersama Aini.Dhuha terdiam sejenak, menatap mamanya yang baru saja pulih dari sakitnya sendiri. "Ma, Mama ka

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   300. Pilih Aku atau Dia

    Anton terdiam, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tidak menyangka Amel akan berkata sejauh itu.“Amel, jangan seperti ini. Aku—”“Kamu pikir aku tidak serius?” potong Amel dengan suara dingin. “Aku sudah cukup bersabar, Mas. Aku sudah berusaha memahami. Tapi aku bukan wanita bodoh yang akan membiarkan suaminya terus terikat dengan masa lalunya.”Anton mengusap wajahnya, merasa buntu. Ia tahu Amel berhak marah, tapi bukan seperti ini caranya."Amel, aku mencintaimu. Aku nggak mau kehilanganmu," ucap Anton dengan nada putus asa.“Tapi kamu juga nggak bisa meninggalkan Luna, kan?” Amel mengejek. “Setiap dia butuh kamu, kamu selalu ada di sana. Kamu nggak pernah benar-benar melepaskan dia, Mas. Apa sebenarnya kamu masih punya perasaan dengannya?"Anton terdiam. Dalam hati, ia tahu ada kebenaran dalam ucapan Amel.Amel tidak menunggu lebih lama. Setelah menutup telepon, ia segera mengambil tas dan menyambar kunci mobilnya. Amarah membakar hatinya. Ia harus menyelesaikan ini,

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   299. Tanggung Jawab

    Amel masih terpaku dalam diam. Pikirannya terus berkecamuk, seolah ada dua suara yang beradu di kepalanya. Satu suara ingin mempercayai Anton, ingin mencoba memahami situasinya. Tapi suara lainnya terus meneriakkan ketakutan terbesar yang selalu berusaha ia abaikan—bahwa dirinya hanyalah pelarian, bahwa Anton akan kembali pada Luna, bahwa semua janji dan harapan yang ia bangun dengan Anton akan runtuh begitu saja.Hakim, yang masih duduk di sampingnya, menatap adiknya dengan penuh pemahaman. Ia mengerti apa yang dirasakan Amel, tapi ia juga tahu bahwa membiarkan rasa cemburu dan sakit hati menguasai pikiran hanya akan memperburuk keadaan."Kamu nggak bisa terus seperti ini, Mel," ucap Hakim lembut. "Kalau memang kamu sayang sama Anton, kalau kamu percaya sama dia, kamu harus bicara langsung. Tatap matanya, dengarkan penjelasannya. Jangan biarkan ketakutanmu merusak pernikahan kalian."Amel menghela napas panjang. "Mas nggak ngerti... Ini bukan cuma soal percaya atau nggak. Ini soal pe

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   298. Maju Kena, Mundur Kena.

    Anton menatap layar ponselnya yang kini gelap setelah Amel menutup telepon dengan kasar. Dadanya terasa sesak. Ia tahu Amel marah—bukan hanya marah, tapi juga kecewa dan merasa dikhianati. Namun, meninggalkan Luna dalam kondisi seperti ini? Itu bukan pilihan.Ia mendesah panjang, menatap Aris yang masih menunggu jawaban darinya. Mata polos anak itu dipenuhi kebingungan."Bapak,di perut Ibu beneran ada adiknya Aris, ya?"Anton menelan ludah. Ia berjongkok, menyamakan tinggi dengan putranya, lalu menggenggam tangan kecilnya dengan lembut."Iya, Nak," jawabnya pelan. "Ibu hamil, dan kamu akan punya adik." Ia terpaksa mengatakan hal ini pada Aris, karena putranya terlanjur mendengar ucapan dokter tadi. Aris terdiam, seakan mencoba memahami kata-kata ayahnya. Perlahan, ia menatap perut ibunya yang masih tertutup selimut."Adiknya Aris siapa?" tanyanya polos.Anton tersenyum tipis. "Kita belum tahu. Nanti kalau sudah lahir, baru bisa kita beri nama."Anak itu tampak berpikir sebentar sebel

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   297. Hati-hati dengan Mantan

    “Ibu, kok perut Ibu buncit? ada adiknya ya?”Luna yang sedang duduk di sofa, mengelus perutnya refleks, menatap anak lelakinya, Aris, dengan senyum tipis. Bocah lima tahun itu baru saja tiba di apartemennya untuk menghabiskan akhir pekan bersama. Namun, ketajaman mata anak sekecil itu ternyata bisa menangkap perubahan pada tubuhnya.“Ibu cuma kekenyangan, Sayang,” Luna berusaha mengelak, mengacak rambut Aris pelan.“Tapi perut Ibu gendut banget. Apa Ibu gemuk?,” protes Aris, mendekatkan wajahnya ke perut Luna, seakan ingin mendengar sesuatu dari dalam sana. “Apa ada adik di dalamnya?”Luna menelan ludah, menahan debar yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Ia belum siap menghadapi pertanyaan seperti ini, apalagi dari Aris yang masih polos.“Aris, Ibu cuma makan kebanyakan tadi. Makanya perut Ibu begini,” katanya, mencoba terdengar santai.Namun, ekspresi Aris masih penuh selidik. Ia memiringkan kepala kecilnya, lalu mengangkat bahu. “Ya udah. Tapi kalau nanti Ibu perutnya makin sakit, bil

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   296. Tidak Perlu Menjadi Sempurna

    Aku mengambil piring dim sum yang diulurkan Pak Alex, uap panasnya masih mengepul, dan aroma jahe yang khas tercium samar. Hatiku masih berdebar dengan apa yang baru saja terjadi. Aku sudah menerima lamarannya di hadapan keluarganya, tapi aku masih butuh waktu untuk benar-benar menyesuaikan diri dengan semua ini.“Terima kasih, Pak,” ucapku pelan.Pak Alex tersenyum, lalu duduk di sebelahku di sofa ruang keluarga. Lampu temaram memberikan suasana hangat di ruangan ini. Dari kamar anak-anak, terdengar suara Intan yang bergumam dalam tidurnya. Aku tersenyum kecil, membayangkan bagaimana nanti kehidupanku akan berubah sepenuhnya setelah pernikahan ini.Malam ini pak Alex memutuskan untuk menginap di rumah bu Asma karena ingin menemani mamanya. Lagian, saudara masih pada asik bercakap-cakap. Tentu pak Alex tidak mungkin pulang begitu saja. Aku tersenyum melihat ke arah pintu masuk rumah besar bu Asma. Sebentar lagi, aku bukan hanya pengasuh cucunya, tapi aku akan menjadi menanti beliau .

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   295. Jika Dia Bahagia, maka Aku Pun Juga

    POV ZitaAku masih berdiri di ruang tamu, memandangi punggung Pak Alex yang baru saja masuk ke kamar setelah pembicaraan kami. Hatiku masih berdebar kencang, seakan tak percaya dengan keputusan yang baru saja aku ambil.Menikah lagi.Itu adalah sesuatu yang tidak pernah aku pikirkan sejak pernikahan pertamaku berakhir dengan begitu banyak luka. Aku sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak terjebak dalam hubungan yang bisa menyakitiku lagi. Aku ingin hidup tenang, cukup dengan pekerjaanku dan anak-anak Pak Alex yang sudah seperti keluarga bagiku.Tapi Pak Alex…Dia datang dengan tawaran yang berbeda. Bukan dengan janji-janji manis, bukan dengan rayuan. Hanya dengan kejujuran dan rasa tanggung jawab yang bisa aku lihat dari caranya memperlakukan anak-anaknya.Aku kembali duduk di sofa, menatap ke arah tanganku yang saling menggenggam.Apakah aku melakukan kesalahan?Aku menggeleng pelan, mencoba menepis keraguan yang mulai mengusik. Aku sudah memikirkannya selama berhari-hari. Aku s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status