Kalimat ini benar-benar kejam saat memarahi seorang pria. Chloe sama sekali tidak menjaga harga diri Stanley. Sungguh tajam dan mematikan. Bagaimanapun, pria paling pantang kemampuan ranjangnya dicela.Wajah Stanley sontak memucat, lalu akhirnya menjadi suram. Namun, karena ada orang lain di tempat itu, dia merasa malu untuk marah. Dia hanya bisa menenangkan Chloe dengan nada memelas."Ya sudah, aku tahu kamu cuma main-main di luar untuk membuatku kesal. Aku sudah menyadari kesalahanku dan aku nggak akan melakukannya lagi. Kalau kamu nggak enak badan, aku akan menemanimu selama dua hari ke depan dan menjadi pelayan pribadimu, oke?"Ugh .... Livy hampir muntah mendengarnya. Untung saja dia sedang lapar, jadi perutnya kosong. Kalau tidak, dia pasti sudah muntah karena mual."Nggak perlu repot-repot. Oh, mantan pacarmu masih ada di sini. Sepertinya dia juga sakit. Pak Stanley, kalau kamu peduli dan menanyakan kabarnya, mungkin kalian bisa balikan lagi," sindir Chloe yang kembali menyerang
Setelah masuk ke mobil, Remis si sopir tampak merasa bersalah. "Maaf sekali, Nyonya. Ini semua salahku.""Ini bukan salahmu. Kamu juga korban dalam kejadian ini. Gimana kondisimu?" tanya Livy dengan nada penuh perhatian.Remis memang terkena imbas karena dirinya. Dengar-dengar dia sempat dipukul keras di kepala, hingga mengalami gegar otak ringan.Awalnya, Keluarga Sandiaga berniat memberi cuti untuk Remis. Namun, dia merasa bersalah pada Livy. Setelah tahu Livy kembali bekerja, dia langsung mengajukan diri kepada Preston agar tetap mengantar-jemput Livy, bahkan melaporkan setiap kali berangkat."Nggak apa-apa, Nyonya. Aku kuat dan sehat. Sekarang sudah jauh lebih baik!" jawab Remis sambil tersenyum."Bagus kalau begitu." Livy mengangguk, lalu mulai mengantuk. Karena jalanan di malam hari cukup sepi, mereka hanya butuh sekitar 20 menit untuk sampai di vila.Livy yang kelelahan ingin langsung tidur, tetapi tetap memaksa dirinya untuk mandi. Saat tubuhnya terendam air hangat, rasa kantuk
Kata-kata ini tidak terdengar seperti nada menyalahkan, melainkan penuh kasih sayang.Livy tertegun mendengarnya. Dia tidak bisa menahan diri untuk menoleh ke arah pria yang begitu dekat dengannya. Jantungnya berdegup cepat. Dengan sedikit canggung, dia mengalihkan topik pembicaraan, "Bukannya malam ini kamu ada acara makan malam?"Apalagi, Livy tahu Preston pergi bersama Sylvia malam ini. Livy pun mengira Preston tidak akan pulang malam ini."Ya, makan malamnya sudah selesai. Memangnya sekarang sudah jam berapa?" Preston meliriknya dengan ekspresi datar.Livy menjawab dengan ragu, "Jam 11 lebih?""Sekarang sudah jam 1 lewat. Livy, kalau aku nggak pulang malam ini, apa kamu akan merendam dirimu di bak mandi sampai mengembang?"Nada suara Preston terdengar seperti menyalahkan, tetapi jelas menyiratkan kekhawatiran dan ketidakberdayaan.Malam ini adalah pesta ulang tahun Xavier. Preston berencana menghabiskan malam dengan suasana yang meriah, tetapi seorang pengawal yang diam-diam menjag
"Tadi ... tadi pas pulang kerja," jawab Livy dengan agak gugup, khawatir Preston tidak percaya. Dia buru-buru menambahkan, "Waktu keluar dari lift, aku nggak sengaja kejepit di pintu.""Bodoh sekali. Aku jadi penasaran, gimana caranya kamu bisa diterima di Grup Sandiaga?" Preston menatapnya tajam, seperti ingin menembus pikirannya.Livy menggigit bibirnya. Apakah Preston sedang meragukan kecerdasannya? Dia bisa bergabung dengan Grup Sandiaga tentu karena kemampuannya!Di antara para lulusan seusianya, Livy termasuk salah satu yang terbaik. Namun, tentu tidak semua orang secerdas Preston. Bagaimanapun Livy berusaha, dia tahu dirinya tidak akan bisa menyaingi Preston.Kecerdasan adalah bawaan lahir. Walaupun kerja keras bisa membantu, tetap saja, usaha tidak bisa dibandingkan dengan bakat.Livy ingin membantah, tetapi mengingat pria di hadapannya adalah bosnya, dia menahan diri untuk tidak berbicara lebih jauh.Setelah Preston selesai mengoleskan obat ke semua luka di tubuhnya, Livy buru
Malam itu, Livy tidur dengan nyenyak. Ketika dia bangun, Preston tepat berada di sampingnya dan mengobati luka di tangannya dengan teliti.Melihat Livy terbangun, Preston mengingatkannya dengan nada datar, "Usahakan jangan terlalu banyak menggunakan tangan kiri. Selain itu, pergi ke departemen keuangan untuk laporkan ini sebagai cedera kerja."Fasilitas di Grup Sandiaga sangat baik. Jika dianggap sebagai cedera kerja, bukan hanya biaya pengobatan yang akan diganti, tetapi Livy juga akan mendapatkan 3 hari cuti."Oke, terima kasih." Membayangkan bisa libur 5 hari karena masih ada akhir pekan, Livy pun tersenyum penuh harapan.Setelah selesai menangani luka Livy, Preston pergi ke rumah sakit dulu. Sementara itu, Livy sarapan dan diantar oleh Remis ke perusahaan.Di perusahaan, tatapan para rekan kerja masih terlihat aneh. Namun, hari ini tatapan mereka bercampur dengan rasa simpati dan makna lain yang sulit dipahami."Livy, dasar kamu ini." Salah satu rekan kerjanya menghela napas panjan
Duar! Otak Livy seakan-akan berhenti bekerja. Bendy gay? Dan sering datang mencarinya hanya untuk menjadikan dia mak comblang? Demi mengklarifikasi hubungan mereka, Bendy sampai berkorban sejauh ini? Ini benar-benar membingungkan ...."Livy, kita termasuk teman dekat lho. Kasih tahu sedikit dong, siapa pria itu sebenarnya?" Ivana semakin penasaran, antusiasme terpancar jelas dari matanya."Uh ... soal itu, aku tetap nggak bisa bilang. Sudahlah, kita kerja dulu. Nanti kamu boleh pilih mau makan apa." Livy buru-buru mengganti topik pembicaraan.Ivana segera mengangguk dan terpaksa berhenti bertanya. "Aku pilih yang sering aku bilang itu ya. Enak banget! Oh ya, tanganmu kenapa?""Cuma kejepit di lift, nggak apa-apa." Livy mencatat makanan yang diinginkan Ivana. Setelah mengobrol sesaat lagi, mereka mulai fokus bekerja.Sepanjang pagi, ponsel Livy terus berbunyi. Semua pesan itu adalah makian dari Zoey. Salah satu pesan kebetulan terlihat oleh Ivana.Ivana langsung merasa geram dan berkata
Hah? Livy merasa bingung. Apakah dia seharusnya berterima kasih kepada Preston lebih dulu? Sebenarnya, dia tidak terlalu memperhatikan hal itu. Ini karena kantor Bendy lebih dekat, jadi dia langsung kemari.Preston juga menyadari bahwa nada bicaranya tadi agak aneh. Dia mengubah nada bicaranya menjadi lebih dingin dan memerintah, "Ikut aku ke kantor.""Oh, baik." Livy mengikuti Preston dengan patuh.Setelah mereka masuk, Preston tidak mengatakan apa pun. Dia hanya memandang dokumen di mejanya tanpa melirik Livy.Apa maksud pria ini? Livy tidak bisa memahami mood Preston. Dia curiga dirinya dipanggil hanya untuk berdiri diam sebagai hukuman.Setelah ragu sejenak, Livy akhirnya bertanya, "Pak, apa ada tugas untukku?""Ingat untuk pulang tepat waktu malam ini," ujar Preston tiba-tiba."Hah?" Livy masih bingung.Preston memandangnya dari ujung kepala hingga ujung kaki dan berkata, "Sepertinya kamu kurang suka dengan pakaian yang ada di rumah. Jadi, malam ini aku akan membawamu memilih paka
"Semua pakaian di lemari disiapkan untukmu. Bukan karena aku meremehkan pakaianmu yang sederhana, tapi karena aku adalah suamimu. Apa salahnya kalau aku membeli pakaian untuk istri sendiri?" tanya Preston dengan suara rendah. Dia mengangkat dagu Livy agar mereka saling menatap.Entah itu hanya perasaannya atau bukan, tetapi Livy merasa dirinya melihat sedikit kelembutan di mata Preston yang biasanya dingin.Dengan gelisah, Livy mencengkeram ujung bajunya dan membalas dengan suara lirih, "Tapi, semua barang itu terlalu mahal. Aku nggak bisa membalasmu dengan sesuatu yang setara."Preston tidak peduli dan berkata dengan santai, "Nggak masalah. Kamu bisa pakai uangku untuk membelikanku sesuatu, itu juga dianggap hadiah. Lagian, aku punya banyak uang. Harga bukan masalah untukku."Orang kaya memang selalu seenaknya."Jadi, Livy, apa kamu bisa meluangkan waktumu malam ini?" Preston kembali ke topik utama.Livy tetap merasa pemborosan seperti itu tidak perlu, jadi menjawab, "Pakaian di lemar
Astaga, situasi macam apa ini?Telinga Livy terasa panas membara. Tanpa bisa dikendalikan, pikirannya mulai dipenuhi gambaran-gambaran yang tidak senonoh.Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak membalas pesan mesum dari Preston. Dia mengalihkan perhatiannya kembali ke pekerjaan dan mulai mencari informasi tentang Mathias.Informasi tentang pria itu cukup terbatas di internet. Katanya, dia adalah pria paruh baya yang merintis usahanya dari nol dan dikenal memiliki cara bicara yang baik.Namun, ada juga beberapa rumor negatif yang menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun, dia diam-diam berselingkuh dari istrinya dan memiliki banyak wanita di luar.Livy tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Yang bisa dilakukan hanya mempersiapkan diri, mempelajari berbagai hal tentang musik, catur, kaligrafi, dan lukisan.Meskipun dia tahu usahanya mungkin tidak terlalu berpengaruh, setidaknya itu lebih baik daripada tidak mempersiapkan apa pun.Setelah sibuk sepanjang sore, Livy akhirnya tiba di r
"Livy, ke mana saja tadi? Kenapa lama sekali tanpa bilang apa-apa ke kami? Jangan-jangan kamu malas-malasan?"Pria paruh baya itu berdiri dengan perut buncitnya. Meskipun gemuk, dia tetap berusaha memakai jas seperti orang lain. Namun, penampilannya malah seperti agen asuransi yang sedang mengalami krisis paruh baya.Livy mengerutkan keningnya sedikit dan menjelaskan, "Pak Preston mencariku, ada beberapa hal yang harus disampaikan.""Oh, ternyata Pak Preston ...." Umay menyipitkan matanya, tampak sedikit mengejek. "Ya, wajar saja Pak Preston masih memperhatikanmu. Bagaimanapun, dulu kamu bekerja di bawahnya.""Tapi, aku harap wanita sepertimu nggak langsung berpikir macam-macam hanya karena seorang pria bersikap baik sedikit kepadamu. Ingat, Pak Preston sudah punya istri. Lebih baik kamu realistis saja dan pertimbangkan untuk ....""Kak Umay, sebenarnya ada urusan apa mencariku?" Melihat pria menyebalkan di depan berbicara semakin tidak sopan, Livy buru-buru memotong ucapannya."Nggak
Livy tertegun. Preston ... apa maksudnya?Preston kembali berkata, "Dia cuma keponakanku, sedangkan kamu adalah istriku."Oh, jadi begitu. Livy mengerti sekarang. Bagi Preston, statusnya sebagai istri memang sedikit lebih tinggi daripada status seorang keponakan. Namun, hanya sebatas itu. Hanya karena saat ini, dia masih menjadi istri Preston."Lebih baik nggak usah," ujar Livy setelah berpikir sejenak. "Aku juga jarang punya waktu untuk memakai tas seperti ini. Kalau cuma disimpan di rumah, rasanya akan terbuang sia-sia.""Biarkan saja terbuang sia-sia," kata Preston dengan tidak acuh. Baginya, uang seperti ini hanyalah jumlah kecil. Jika istrinya menyukai sesuatu, dia akan membelinya tanpa peduli apakah benda itu akan terpakai atau tidak."Tapi ...." Livy masih ingin berkata sesuatu, tetapi Preston sudah menariknya ke dalam pelukan."Aku memberikan hadiah untuk istriku, tapi kamu malah menolaknya berulang kali? Kamu pikir aku miskin sampai nggak sanggup membelikanmu sesuatu sekecil i
"Mana mungkin!" Livy buru-buru melambaikan tangannya. "Di departemen sekretaris masih ada banyak senior. Kamu juga termasuk salah satu senior buatku. Jangan bicara seperti itu.""Ya, ya, aku paham." Ivana buru-buru menutup mulutnya, lalu melanjutkan, "Aku serius kali ini. Pak Preston mencarimu, dia suruh kamu ke atas.""Kenapa kamu yang mencariku?" Livy sedikit terkejut. Biasanya kalau ada urusan seperti ini, Bendy yang datang menemuinya.Ivana menjawab, "Sepertinya Pak Bendy ada urusan mendadak. Dia cuma sempat mampir sebentar ke departemen sekretaris untuk menyampaikan pesan. Sudahlah, Livy, cepat naik ke atas. Siapa tahu Pak Preston berubah pikiran dan mau memindahkanmu kembali ke departemen sekretaris!"Tidak mungkin, 'kan? Semalam Preston sudah mengatakan bahwa dia tidak akan memindahkannya kembali sebelum misinya selesai.Dengan penuh rasa penasaran, Livy segera mengetuk pintu kantor Preston."Masuk."Saat mendorong pintu, Livy melihat Preston sedang tidak bekerja. Pria itu memeg
"Hah?" Livy sempat mengira dirinya salah dengar. Namun, saat melihat Preston menunggu dengan ekspresi seperti ingin dilayani, dia yakin bahwa dirinya tidak salah dengar.Membantu dia mandi? Dia menatap laki-laki di hadapannya dengan mata membelalak.Sebagian besar pakaiannya sudah terlepas, memperlihatkan tubuh ramping dengan garis otot yang tegas. Di bawah cahaya lampu, sosok itu terlihat begitu mencolok hingga membuat jantungnya berdebar.Ditambah lagi dengan wajah Preston yang dingin, tegas, dan sempurna, semuanya memberikan dampak visual yang sangat kuat.Sejak kejadian itu, sebenarnya sudah beberapa hari berlalu sejak terakhir kali mereka melakukannya. Seorang wanita ... juga memiliki kebutuhannya sendiri.Livy berdeham, mencoba menahan rasa malu yang merayap di hatinya. Dia terus mengingatkan diri sendiri bahwa dia masih membutuhkan bantuan pria ini.Sambil menggigit bibirnya, dia mulai membuka kancing kemeja Preston. Sesudah itu, dia bergerak turun ke celana. Ketika tiba giliran
Preston masih punya sedikit kendali atas dirinya sendiri. Lagi pula, setelah 2 hari berturut-turut, tubuh Livy pasti masih butuh waktu untuk beristirahat dengan baik."Kalau begitu ... 6 juta?" Dengan berat hati, Livy menambahkan 2 juta lagi. Wajahnya pun terlihat tegang. "Benaran nggak bisa lebih lagi? Bonusku sedikit banget."Terakhir kali, dia hanya mendapat 1 juta. Itu bahkan tidak cukup untuk membayar satu hidangan Preston."Beberapa hari lagi, bagian keuangan akan mentransfer sisa bonusmu yang sebelumnya. Jadi, kamu nggak bakal sampai kekurangan uang. Lagi pula, bukannya aku sudah kasih kamu kartu? Punya uang tapi nggak dipakai. Kamu bodoh ya?" Nada suara Preston terdengar agak pasrah.Bonus sebelumnya? Livy kaget dan baru teringat. Dia buru-buru bertanya, "Masalah dengan Sherly itu ulahmu ya?"Meskipun kemungkinan besar jawabannya adalah iya, dia tetap ingin memastikan. "Hmm, aku menyuruh Bendy menyelidikinya.""Bonusmu ternyata disalahgunakan oleh Sherly, jadi aku meminta bagia
Jantung Livy seakan-akan berhenti berdetak sejenak. Dia awalnya hanya ingin bertingkah manja untuk mencari jalan pintas, tetapi Preston malah menanggapinya dengan serius.Setelah tertegun sesaat, Livy tiba-tiba merasa dirinya seperti seorang badut. Benar juga, mereka ini pasangan suami istri macam apa?Mereka bukanlah pasangan dalam arti yang sesungguhnya. Jadi, Preston sama sekali tidak punya kewajiban untuk berbagi rahasia bisnis dengannya. Bisa jadi, dia justru sedang menjaga jarak dan tidak ingin berbagi dengannya."Kenapa diam?" Melihat Livy termenung, Preston semakin kesal dan kembali bertanya, "Apa kamu punya sedikit perasaan untukku?""Kenapa nggak? Tentu saja punya." Livy tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba marah. Tadi, dia sempat mengira Preston tersinggung karena dirinya terlalu percaya diri, tetapi sekarang kenapa justru bertanya soal perasaan?Apakah dia ingin Livy membujuknya? Livy tidak yakin. Atau Preston sedang menguji perasaannya yang sebenarnya?Pada akhirnya, L
Tadi dia ... sudahlah.Preston berdeham pelan, lalu sedikit mengubah topik pembicaraan. "Soal barbeku itu, akhir pekan ini kamu bawa aku ke sana.""Hah?" Livy tampak terkejut dan buru-buru mengingatkan, "Tempat itu cukup terpencil dan semua mejanya di luar ruangan. Aku takut kamu bakal kurang nyaman makan di sana.""Kamu bisa makan, kenapa aku nggak bisa?" balas Preston dengan santai."Baiklah."Lagi pula, Preston yang minta sendiri. Jangan sampai nanti setelah diajak, dia malah menunjukkan ekspresi tidak senang. Itu pasti akan membuat Livy kesal.Sambil menuangkan segelas air lagi untuk dirinya sendiri, Livy menyadari tatapan yang dilayangkan Preston kepadanya. Dengan sigap, dia juga menuangkan segelas air untuk pria itu.Preston menerima air putih yang diberikan Livy, lalu tiba-tiba berkata, "Aku dengar kamu berhasil mengamankan kerja sama ini hanya dalam 5 hari.""Mm ... sebenarnya masih banyak yang belum aku pahami, jadi butuh waktu cukup lama. Tapi, ya sudahlah, setidaknya ini lan
Ryan berbicara dengan pelan, tetapi kata-katanya mengandung makna menyindir jika didengar dengan lebih saksama. Namun, kata-kata itu juga terdengar sedang mengeluh. Ryan sedang mengeluh padanya?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Livy langsung menepis pemikiran itu dan berpikir itu pasti hanya sekadar mengeluh biasa saja. Ryan bisa mengajak seseorang dengan mudah, tetapi dia malah menolak undangannya tiga kali. Oleh karena itu, wajar saja jika Ryan mengeluh."Maaf, aku benar-benar agak sibuk," jelas Livy dengan suara pelan."Nggak masalah, aku sudah memaafkanmu," kata Ryan sambil tersenyum dan tatapannya terlihat santai, seolah-olah bisa menarik perhatian siapa pun yang melihatnya."Selesai!"Setelah mengambil beberapa foto lagi, Hesti segera mengembalikan ponselnya pada Ryan dan berkata dengan semangat, "Tuan Ryan, kamu dan Livy benar-benar terlihat sangat serasi, aku sampai nggak tahan untuk mengambil beberapa foto lagi.""Nggak masalah, terima kasih," kata Ryan sambil kembali menge