Hah? Livy merasa bingung. Apakah dia seharusnya berterima kasih kepada Preston lebih dulu? Sebenarnya, dia tidak terlalu memperhatikan hal itu. Ini karena kantor Bendy lebih dekat, jadi dia langsung kemari.Preston juga menyadari bahwa nada bicaranya tadi agak aneh. Dia mengubah nada bicaranya menjadi lebih dingin dan memerintah, "Ikut aku ke kantor.""Oh, baik." Livy mengikuti Preston dengan patuh.Setelah mereka masuk, Preston tidak mengatakan apa pun. Dia hanya memandang dokumen di mejanya tanpa melirik Livy.Apa maksud pria ini? Livy tidak bisa memahami mood Preston. Dia curiga dirinya dipanggil hanya untuk berdiri diam sebagai hukuman.Setelah ragu sejenak, Livy akhirnya bertanya, "Pak, apa ada tugas untukku?""Ingat untuk pulang tepat waktu malam ini," ujar Preston tiba-tiba."Hah?" Livy masih bingung.Preston memandangnya dari ujung kepala hingga ujung kaki dan berkata, "Sepertinya kamu kurang suka dengan pakaian yang ada di rumah. Jadi, malam ini aku akan membawamu memilih paka
"Semua pakaian di lemari disiapkan untukmu. Bukan karena aku meremehkan pakaianmu yang sederhana, tapi karena aku adalah suamimu. Apa salahnya kalau aku membeli pakaian untuk istri sendiri?" tanya Preston dengan suara rendah. Dia mengangkat dagu Livy agar mereka saling menatap.Entah itu hanya perasaannya atau bukan, tetapi Livy merasa dirinya melihat sedikit kelembutan di mata Preston yang biasanya dingin.Dengan gelisah, Livy mencengkeram ujung bajunya dan membalas dengan suara lirih, "Tapi, semua barang itu terlalu mahal. Aku nggak bisa membalasmu dengan sesuatu yang setara."Preston tidak peduli dan berkata dengan santai, "Nggak masalah. Kamu bisa pakai uangku untuk membelikanku sesuatu, itu juga dianggap hadiah. Lagian, aku punya banyak uang. Harga bukan masalah untukku."Orang kaya memang selalu seenaknya."Jadi, Livy, apa kamu bisa meluangkan waktumu malam ini?" Preston kembali ke topik utama.Livy tetap merasa pemborosan seperti itu tidak perlu, jadi menjawab, "Pakaian di lemar
Situasi Zoey saat ini jelas tidak menyenangkan. Grup Sandiaga terlalu besar sehingga tidak bisa dihindari adanya diskriminasi di tempat kerja.Apalagi Zoey, yang langsung ditempatkan di departemen iklan tanpa pengalaman sebelumnya. Ditambah lagi insiden semalam, hari-harinya di departemen itu tentu tidak akan mudah."Terserah kamu. Sekarang aku nggak punya kemampuan untuk membantumu," ujar Livy dengan dingin.Zoey terdiam cukup lama sebelum tiba-tiba tertawa sinis dan berkata, "Livy, aku tahu apa yang kamu inginkan! Sebagai istri Preston, kamu pasti sangat ingin mendapatkan hati Preston, 'kan?"Livy tidak bisa menyangkalnya. Dia memang cukup menyukai Preston. Lagi pula, wanita mana yang tidak ingin mendapatkan hati pria seperti Preston setelah berada di sisinya?"Gimana kalau kita buat kesepakatan?" Zoey tiba-tiba berkata, "Aku akan membantumu mendapatkan hati Preston dan menghancurkan Sylvia. Sebagai gantinya, kamu harus bantu aku mendapatkan posisi tetap di Grup Sandiaga dan memperke
"Pak?" Preston kembali merasa terganggu dengan panggilan itu.Namun, Livy tidak mengubah panggilannya dan menjawab dengan tegas, "Ini masih dalam area perusahaan, sudah seharusnya aku memanggilmu Pak.""Pandai sekali menjawab." Preston mendengus, lalu memberi instruksi kepada sopir di depan. "Masuk dari pintu belakang mal.""Baik, Pak."Jarak mal dari perusahaan tidak jauh, hanya dua blok. Sebelum turun dari mobil, Livy masih sangat berwaspada dan mengenakan maskernya dengan hati-hati."Ini pintu belakang dan toko sudah kukosongkan. Kamu nggak perlu terlalu khawatir." Preston takut wanita ini sesak napas karena memakai masker."Oh." Livy menjawab singkat, tetapi tetap tidak melepaskan maskernya. Dia mengikuti di sisi Preston dengan patuh.Tatapan Preston tertuju padanya dan memancarkan sedikit kekesalan. Saat ini, Livy yang memakai kardigan rajut tampak sangat patuh seperti kucing kecil yang manis. Wanita itu berdiri tenang di sisinya.Pada saat seperti ini, Preston bisa sepenuhnya mem
Orang-orang bilang, memakai pakaian yang sama itu bukan masalah. Namun, siapa yang terlihat jelek yang akan merasa malu.Meskipun Livy merasa dirinya terlihat cantik dengan pakaian ini, dibandingkan dengan Sylvia yang memang merupakan seorang putri keluarga kaya, penampilannya terasa kurang mencolok."Preston, ternyata benaran kamu," sapa Sylvia sambil tersenyum lembut. "Tadi kudengar dari orang mal kalau lantai ini disewa. Aku sempat berpikir apa mungkin kamu ada di sini. Siapa sangka, kita langsung bertemu."Jadi, lantai ini sudah disewa? Lantas, kenapa Sylvia masih bisa naik ke sini? Pertanyaan ini hanya berputar sebentar di kepala Livy sebelum dia mentertawakan diri sendiri karena pertanyaan itu. Orang lain mungkin tidak bisa masuk, tetapi Sylvia berbeda. Bagi Preston, Sylvia selalu menjadi pengecualian."Hm, aku menemaninya membeli pakaian," sahut Preston dengan tenang."Oh, begitu." Pandangan Sylvia tertuju pada Livy, senyumnya semakin lembut. "Bu Livy, ini pasti Preston yang pil
"Livy, apa aku pernah bilang kalau kamu sangat buruk dalam berbohong?" Preston menatap wanita di depannya. Nada bicaranya terdengar ambigu, entah marah atau ada maksud lain.Livy yang tidak bisa menebak suasana hati Preston, hanya bisa menjelaskan dengan canggung, "Aku ... aku nggak akan begini lagi. Aku cuma nggak tahu harus gimana berinteraksi dengan Bu Sylvia.""Kalau kamu merasa aku salah, kamu bisa pergi menemaninya sekarang dan menghiburnya. Aku nggak masalah kalau makan hotpot sendiri, lalu pulang.""Nggak perlu, Sylvia bukan orang yang mudah merajuk." Usai berbicara, dia menggandeng Livy masuk ke restoran hotpot.Livy yang mengikuti di belakang merasa agak jengkel. Jadi, maksud Preston adalah dirinya yang mudah merajuk?Ketika makan hotpot, Livy pun kehilangan semangat. Paket makan berdua yang dipesan, pada akhirnya tidak dimakan habis."Kenapa nggak makan?" tanya Preston yang sudah selesai makan dan mengelap mulutnya.Livy tidak ingin menjelaskan bahwa dia kehilangan selera ma
Segera, Livy menghabiskan sisa makanan, lalu berdiri dan meninggalkan restoran. Saat keluar dari restoran, dia kebetulan melewati sebuah restoran barat.Dari jendela kaca transparan, Livy bisa langsung melihat ke dalam. Di tempat duduk dekat jendela, ada dua orang, yaitu Sylvia dan Preston.Sylvia tampak anggun dan duduk di sisi Preston. Keduanya terlihat begitu serasi. Tanpa sengaja, pandangan Sylvia bertemu dengan Livy.Namun, Sylvia segera mengalihkan pandangannya, seperti sengaja menunjukkan sesuatu padanya. Dia bahkan mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Preston.Gerakan itu begitu mesra, bahkan Livy yang merupakan istri sah tidak pernah menyentuh Preston seperti itu. Sementara itu, Preston tidak menunjukkan tanda-tanda menolak.Hah, dia benar-benar terlalu naif. Livy berpikir, dua hari terakhir ini, Preston merawatnya dengan lembut dan menemaninya belanja, itu berarti Preston sudah mulai punya perasaan untuknya.Sekarang setelah dipikir-pikir, mungkin Preston hanya merasa b
Livy agak terkejut, "Konser Rayn?""Iya! Bukannya kamu suka dia sejak kuliah? Dia sudah satu tahun nggak mengadakan konser. Kali ini, aku berusaha keras dapatin tiketnya. Jadi gimana? Ada waktu, 'kan?" Charlene menjelaskan dengan antusias."Tentu saja ada!" Livy menjawab dengan cepat, "Setelah pekerjaanku selesai minggu depan, aku punya libur panjang lima hari. Charlene, gimana kalau kita liburan bersama?"Dulu, Livy dan Charlene memiliki kebiasaan bepergian bersama setiap tahun, meskipun keduanya tidak punya banyak uang. Tahun ini, mereka masing-masing sibuk dengan urusan sendiri, sehingga belum sempat pergi liburan."Setuju! Nanti aku atur ulang jadwalku. Ngomong-ngomong, gimana kalau aku ajak beberapa pria tampan?" Charlene tertawa dengan usil.Livy sangat mengenal sifat Charlene yang santai dalam hal hubungan asmara. Selama bertahun-tahun, jumlah pacar Charlene bahkan tidak bisa dihitung. Meskipun Livy menyukai cara Charlene yang bebas dan tidak terikat pada satu hubungan, dia send
Tadi dia ... sudahlah.Preston berdeham pelan, lalu sedikit mengubah topik pembicaraan. "Soal barbeku itu, akhir pekan ini kamu bawa aku ke sana.""Hah?" Livy tampak terkejut dan buru-buru mengingatkan, "Tempat itu cukup terpencil dan semua mejanya di luar ruangan. Aku takut kamu bakal kurang nyaman makan di sana.""Kamu bisa makan, kenapa aku nggak bisa?" balas Preston dengan santai."Baiklah."Lagi pula, Preston yang minta sendiri. Jangan sampai nanti setelah diajak, dia malah menunjukkan ekspresi tidak senang. Itu pasti akan membuat Livy kesal.Sambil menuangkan segelas air lagi untuk dirinya sendiri, Livy menyadari tatapan yang dilayangkan Preston kepadanya. Dengan sigap, dia juga menuangkan segelas air untuk pria itu.Preston menerima air putih yang diberikan Livy, lalu tiba-tiba berkata, "Aku dengar kamu berhasil mengamankan kerja sama ini hanya dalam 5 hari.""Mm ... sebenarnya masih banyak yang belum aku pahami, jadi butuh waktu cukup lama. Tapi, ya sudahlah, setidaknya ini lan
Ryan berbicara dengan pelan, tetapi kata-katanya mengandung makna menyindir jika didengar dengan lebih saksama. Namun, kata-kata itu juga terdengar sedang mengeluh. Ryan sedang mengeluh padanya?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Livy langsung menepis pemikiran itu dan berpikir itu pasti hanya sekadar mengeluh biasa saja. Ryan bisa mengajak seseorang dengan mudah, tetapi dia malah menolak undangannya tiga kali. Oleh karena itu, wajar saja jika Ryan mengeluh."Maaf, aku benar-benar agak sibuk," jelas Livy dengan suara pelan."Nggak masalah, aku sudah memaafkanmu," kata Ryan sambil tersenyum dan tatapannya terlihat santai, seolah-olah bisa menarik perhatian siapa pun yang melihatnya."Selesai!"Setelah mengambil beberapa foto lagi, Hesti segera mengembalikan ponselnya pada Ryan dan berkata dengan semangat, "Tuan Ryan, kamu dan Livy benar-benar terlihat sangat serasi, aku sampai nggak tahan untuk mengambil beberapa foto lagi.""Nggak masalah, terima kasih," kata Ryan sambil kembali menge
Hesti mencengkeram tangan Livy dengan begitu bersemangat sampai meninggalkan bekas.Livy yang merasa lucu menepuk tangan Hesti dan berkata, "Aku juga nggak begitu yakin. Tapi, dia sepertinya hanya ingin keluar untuk bersantai, kita pura-pura nggak mengenalnya saja.""Benar! Sebagai penggemar yang baik, kita nggak boleh mengganggu idola," kata Hesti yang berusaha menahan kegembiraannya. Namun, saat memesan makanan, dia tetap terus menatap Ryan dan tidak berkedip sedikit pun. Setelah selesai memesan makanan, dia memilih meja yang sangat dekat dan terus menatap Ryan."Livy, bolehkah ... aku foto sekali saja? Aku benar-benar sangat senang, aku janji hanya satu foto saja," kata Hesti, lalu diam-diam mengeluarkan ponselnya.Namun, begitu kamera diarahkan pada Ryan, dua pengawal sudah mendekat dari kejauhan. Pada saat yang bersamaan, kilatan kamera ponsel pun menyala dan terlihat begitu jelas di tengah kegelapan malam. Restoran bakaran yang memang sepi tiba-tiba dikepung oleh dua pengawal yan
Livy terlihat bingung, tidak mengerti apa maksud perkataan Sherly. Dia ingin mengusir Sherly? Sejak kapan dia melakukan hal ini?Livy mengernyitkan alis dan menjawab, "Bu Sherly, aku nggak mengerti apa yang kamu katakan."Sherly langsung berkata, "Livy, soal malam itu, sebenarnya aku juga terpaksa. Itu semua karena Gavin tertarik padamu. Dia bilang ada seorang wanita cantik dari Grup Sandiaga di pesta itu, jadi dia menyuruhku pergi ke pesta itu untuk memberimu obat.""Aku benar-benar nggak punya pilihan, aku juga nggak bisa menyinggungnya. Aku minta maaf, aku mohon padamu. Aku rela kehilangan posisiku, aku akan menyerahkan posisiku padamu ...."Cara bicara Sherly makin kacau dan bahkan terus memohon dengan nada yang sangat putus asa, membuat Livy langsung tidak tahu bagaimana harus merespons. Meskipun pada akhirnya dia baik-baik saja, dia tetap merasa perbuatan Sherly padanya sungguh keterlaluan. Dia sulit untuk memaafkan Sherly tanpa perasaan dendam sedikit pun.Selain itu, Livy juga
Melihat Hesti masih terus sibuk bergosip, Livy tidak tahu harus bagaimana menjawab. Dia juga tidak mungkin mengaku wanita yang dirumorkan sakit-sakitan adalah dia sendiri. "Aku nggak terlalu memperhatikan."Hesti menganggukkan kepala dengan kecewa. "Baiklah. Aduh. Aku sebenarnya sangat penasaran wanita seperti apa yang bisa menaklukkan Pak Preston, dia pasti sangat luar biasa."Livy berpikir sebenarnya tidak juga, dia hanya seorang wanita biasa saja.Setelah mengobrol dengan Hesti sebentar lagi, Livy kembali ke mejanya. Namun, entah mengapa, sikap rekan-rekan kerjanya sepertinya jauh lebih ramah dibandingkan sebelumnya. Dia juga tidak mendapatkan tugas-tugas aneh dan disuruh membeli kopi lagi, bahkan Darren juga memberikannya beberapa dokumen secara khusus."Livy, ini daftar mitra bisnis yang sering bekerja sama dengan Grup Sandiaga, aku berencana membawamu bertemu dengan mereka nanti. Tapi, mereka ini hanya mitra kecil. Kalau mitra yang besar, kamu juga tahu mereka sudah ditangani mas
Suka? Suka siapa? Suka Preston? Pikiran Livy langsung menjadi kacau.Namun, saat melihat tatapan Preston yang sulit ditebak maksudnya, Livy langsung menggelengkan kepala sambil menggigit bibirnya dan segera memalingkan kepalanya. "Sayang, aku nggak mengerti apa yang kamu katakan. Siapa pun pasti akan menyukai wajahmu yang begitu tampan ini, suka melihat wajahmu."Bagaimanapun juga, tidak banyak wanita yang sanggup menolak wajah tampan seperti ini."Yang aku maksud bukan hanya wajahku saja," kata Preston sambil mencengkeram bahu Livy untuk memaksa Livy terus menatapnya. Jika tidak menyukainya, Livy tidak mungkin akan bereaksi seperti ini."Livy, apa kamu punya perasaan lain padaku?" tanya Preston lagi dengan penuh tekanan.Livy membuka mulutnya, tetapi dia merasa sangat gelisah sampai tidak tahu harus bagaimana menjawab. Dia memang menyukai Preston, tetapi Preston sudah menegaskan sejak awal bahwa hubungan mereka hanya saling menguntungkan saja. Jika Preston tahu perasaannya yang sebena
Tanpa mempertimbangkan sudah berapa banyak nyawa yang telah dihabisi Gavin dan hanya bagi Livy sendiri saja, Gavin adalah pria yang hampir saja merenggut nyawanya."Aku nggak begitu mengerti urusan seperti ini. Sayang, kamu saja yang menanganinya," kata Livy yang tidak mungkin memaafkan Gavin begitu saja di depan Fabian. Menurutnya, pilihan terbaik adalah menyerahkan masalah ini pada Preston."Pak Preston, aku mohon padamu. Anakku memang bersalah. Tenang saja, aku akan membuangnya ke luar negeri dan nggak akan kembali mengganggumu selama sepuluh tahun ke depan. Bisakah kamu memaafkan Keluarga Soedjono dan mengampuni nyawanya?" kata Fabian yang terus memohon pada Preston dengan air mata mengalir di wajahnya, menunjukkan dirinya adalah ayah yang baik.Namun, Preston hanya menatap Fabian dengan dingin dan berkata dengan cuek, "Pak Fabian, manusia nggak boleh serakah. Antara Keluarga Soedjono atau Gavin, kamu harus memilih salah satu."Fabian langsung tertegun sejenak, lalu menoleh ke arah
Setelah diam-diam melirik Preston, Livy meneguk habis dua gelas air dingin dan mengganti filmnya dengan tegas.Preston langsung menatap Livy dan berkata, "Kenapa? Filmnya masih belum berakhir."Livy berkata dengan canggung, "Aku tiba-tiba nggak ingin menontonnya lagi. Sayang, bagaimana kalau kita jalan-jalan di luar?"Saat ini, cuaca di luar sangat dingin. Livy tidak percaya sisa obat yang terakhir ini akan membuatnya terangsang lagi setelah terkena angin dingin.Namun, begitu mendengar perkataan itu, Preston langsung menatap Livy dengan ambigu. "Sepertinya semalam kamu masih belum lelah, jadi sekarang masih punya tenaga untuk jalan-jalan."Livy berpikir bagaimana mungkin dan secara refleks menggigil. Meskipun Preston tidak lelah setelah berhubungan selama dua hari berturut-turut, kakinya sudah gemetar. Namun, justru karena begitu, dia baru merasa tubuhnya tidak kuat dan ingin jalan-jalan di luar. "Aku hanya merasa terlalu pengap di rumah. Sayang, bagaimana kalau aku pergi jalan-jalan
"Mengadu apa?" Livy tertegun. Dia hanya merasa bahwa Preston pasti salah paham lagi."Aku nggak tahu apa yang kamu salah pahami kali ini, tapi aku sama sekali nggak mengatakan apa pun pada Ayah. Kalau kamu nggak percaya, ada rekaman di ruang tamu. Kamu bisa memeriksanya!"Meskipun Livy sudah terbiasa dengan kenyataan bahwa Preston sering salah paham padanya, saat mengatakan ini, dia tetap ingin menangis.Matanya memerah, tetapi dia tetap menatap Preston dengan keras kepala. Bibir merahnya sedikit bergetar, lalu air mata mulai jatuh.Melihat itu, Preston merasa gusar. Dengan kesal, dia menghapus air mata di sudut mata Livy dan menggerutu, "Kenapa kamu cengeng sekali? Kamu ini terbuat dari air atau apa?""Bukan begitu." Livy menggeleng dengan cepat, tetapi wajahnya masih ditahan oleh tangan Preston. Jari-jari kasar pria itu menyapu sudut matanya."Kamu yang selalu salah paham padaku." Suaranya terisak karena menangis. Dia terdengar seperti kelinci kecil yang sedang ditindas, membuat siap