Setelah berpikir demikian, Zoey kembali membusungkan dadanya dengan percaya diri. Dia sangat yakin dengan keseksiannya, banyak pria yang tertarik pada tubuhnya."Kamu nggak ngerti ucapanku?" Ketika melihat Zoey masih tidak pergi, Preston mulai kehabisan kesabaran. "Aku nggak keberatan kalau harus panggil satpam kemari.""Jangan, Pak. Aku ... aku akan pergi sekarang!" Begitu mendengar kata satpam, Zoey langsung teringat kejadian memalukan sebelumnya. Tangannya terkepal erat. Ekspresinya terlihat malu dan canggung.Zoey buru-buru berbalik dan berjalan keluar. Namun, dia tidak lupa mengedarkan tatapan tajam kepada Livy sebelum pergi.Setelah Zoey pergi, Livy melihat kotak hadiah yang masih ada di atas meja dan mengambilnya dengan ragu. Begitu dibuka, desain gelangnya memang sangat pas dan pasti disukai oleh Preston.Ternyata, Zoey cukup pintar dalam memilih hadiah untuk pria. Pantas saja, dia punya banyak penggemar."Pak, apa aku harus kembalikan cufflink ini kepada Zoey?" tanya Livy.Pre
"Harus aku yang pilih?" Preston mengernyit, lalu langsung menarik Livy ke pelukannya. "Kamu sekretaris sekaligus istriku. Livy, memilih hadiah seharusnya bukan hal yang sulit."Suara berat Preston terdengar sangat menggoda. "Selain itu, kalau benaran ingin memberi hadiah dengan tulus, kamu nggak seharusnya nanya ke orangnya. Kamu harusnya kasih kejutan. Ya, 'kan?""Ya, benar." Lagi pula, Livy akan memakai kartu Preston. Seharusnya tidak salah jika dia memilih hadiah yang lebih mahal, 'kan?"Pelan-pelan saja pilihnya. Dalam waktu dekat ada ulang tahun perusahaan. Kuharap sebelum acara itu, kamu sudah beli hadiahnya," ucap Preston sambil bermain dengan tangan kecil Livy.Kata orang, jika wanita hidup susah saat kecil, tangan mereka akan kasar dan banyak kapalan. Akan tetapi, tangan Livy tidak seperti itu. Tangannya halus dan cantik, juga sedikit berdaging. Saat dicubit, terasa sangat nyaman.Livy mengangguk dan mulai berpikir keras. Ketika melihat Livy mulai berpikir dengan serius, Prest
Ketika Livy kembali ke ruangannya, tangannya terasa sangat pegal. Untungnya, Preston masih punya hati nurani. Dia memberi Livy waktu setengah jam untuk makan siang.""Wah, Livy, kamu kerja di ruangan Pak Preston sejak tadi?" Ivana melirik Livy yang terlihat sangat lelah. Nada bicaranya terdengar agak kesal. "Kenapa Pak Preston begini sih? Kenapa nggak kasih kamu istirahat di siang hari? Ini namanya menyiksa karyawan!"Livy segera membantah, "Nggak kok, aku nggak kerja ....""Nggak kerja?" Ivana langsung meraih tangan Livy dan terlihat sangat bersemangat.Seketika, jantung Livy berdetak kencang. Mampus, dia salah bicara."Aku hampir lupa Pak Bendy dan Pak Preston di lantai yang sama. Sebenarnya kamu kencan sama Pak Bendy, 'kan?" Ekspresi Ivana dipenuhi rasa penasaran. Dia mengejapkan matanya dengan nakal.Kenapa lagi-lagi melibatkan Bendy? Livy tidak tahu harus menjawab apa. Dia terbata-bata saat menyahut, "Bukan ... aku ... sebenarnya ....""Aku ngerti." Nada bicara Ivana tedengar naka
"Bu Livy." Sherly tiba-tiba berjalan mendekati mereka, membuyarkan lamunan Livy. Karena terkejut, Ivana langsung menutup mulutnya dan mulai memasang ekspresi serius seolah-olah sedang bekerja."Bu Sherly, ada apa?" tanya Livy dengan bingung.Sherly menyerahkan sebuah dokumen kepada Livy dan berkata, "Begini, perpindahan jabatan Erick terjadi terlalu cepat, masih ada beberapa hal yang belum selesai dikoordinasikan. Sebelumnya, kamu dan Erick yang menangani ini, jadi nggak masalah kalau kamu yang menyelesaikannya, 'kan?"Memintanya untuk menemui Erick? Livy tentu ingin menolak. Sejak terakhir kali dia dijebak oleh Erick, dan setelah mengetahui bahwa Erick meninggalkan perusahaan, dia bahkan sudah memblokir kontak pria itu. Sekarang, jangankan bekerja sama, berbicara saja Livy merasa canggung.Di sampingnya, Ivana yang menyadari situasi itu berkata, "Bu Sherly, sekarang Bu Livy bekerja sama dengan Hesti dari divisi lapangan. Setahu saya, Hesti dan Erick pernah menjadi rekan kerja, mungkin
Setelah memikirkan semuanya, Livy memutuskan untuk segera pulang ke rumah setelah jam kerja. Namun, baru saja dia bersiap pergi, sebuah dokumen tiba-tiba dilemparkan ke mejanya oleh Zoey."Kak, ini dokumen yang aku kerjakan hari ini. Tolong periksa apakah ada yang perlu diperbaiki," kata Zoey sambil mengedipkan mata dengan polos, menghentikan langkah Livy.Dengan nada kesal, Livy menjawab, "Sekarang sudah waktunya pulang. Akan kuperiksa besok."Dia benar-benar tidak punya energi untuk menghadapi Zoey sekarang. Sejak siang, Livy tidak sempat istirahat, ditambah sore harinya penuh dengan pekerjaan yang membuat pikirannya tegang. Yang diinginkannya saat ini hanyalah pulang ke rumah dan beristirahat.Namun, Zoey tidak membiarkannya pergi. Dia menggigit bibir bawahnya seolah-olah dia sedang dianiaya. "Kak, aku benar-benar ingin lulus masa percobaan. Tolong bantu aku. Lagian, aku ini adik kandungmu. Kamu nggak mau orang lain bilang kamu bahkan nggak mau bantu adik kandungmu sendiri, 'kan?"L
Bendy menunjuk ke arah luar. "Bu Livy, sekarang ini nggak banyak orang di kantor. Pak Preston sedang menunggu Anda di sana untuk pulang bersama."Livy terkejut mendengarnya, tetapi tidak banyak membuang waktu. Dia mengikuti arah yang ditunjukkan oleh Bendy. Di pinggir jalan, sebuah Porsche Cayenne yang tidak asing terparkir dengan tenang.Setelah memastikan tidak ada rekan kerja di sekitar, Livy segera membungkuk dan masuk ke dalam mobil. Dia duduk diam di kursi dengan tenang.Preston tampaknya masih sibuk meninjau beberapa dokumen di tangannya. Sementara itu, Livy mengambil ponselnya dan mulai bermain. Namun, di layar ponselnya, pesan-pesan mengganggu dari Erick terus berdatangan.[ Livy, jangan marah soal malam itu. Aku cuma khilaf sesaat. Aku sebenarnya mau bertanggung jawab. Aku benar-benar berniat menikahimu .... Semua itu karena aku terlalu suka padamu. Tapi aku nggak nyangka, Bendy datang dan suruh orang untuk memukulku sampai babak belur. Aku dirawat di rumah sakit selama beber
Livy menarik kembali tangannya dengan cepat dan sedikit menjauh ke sisi lain."Pak Preston, jangan salah paham. Aku .... Kamu selesaikan dulu pekerjaanmu. Bukannya masih ada setumpuk dokumen yang harus diperiksa?" ujarnya, seolah-olah bermaksud "baik hati" mengingatkan.Dokumen-dokumen itu memang cukup banyak dan sepertinya Preston harus menghabiskan waktu semalaman untuk menyelesaikannya.Livy berpikir, setelah istirahat siang tadi, malam ini Preston mungkin tidak akan punya energi untuk mengganggunya. Dia kemungkinan akan sibuk bekerja lembur dengan dokumen-dokumen itu. Kalau tidak, dia tidak akan membawa setumpuk dokumen seperti ini ke rumah.Perasaan lega perlahan muncul di hati Livy.Untungnya, Preston hanya bercanda dan tidak melakukan apa pun di dalam mobil. Keduanya duduk diam sepanjang perjalanan sampai akhirnya tiba di rumah.Begitu sampai di rumah, Livy langsung menyerbu meja makan. Dia benar-benar lapar. Tanpa peduli pada penampilannya, dia makan dengan lahap. Lagi pula, di
Preston tidak ingin Livy terus-terusan sakit. Tidak masalah jika dia hanya merepotkan David, tapi Preston juga jadi ikut mencemaskannya. Perasaan ini sangat tidak nyaman baginya.Dia menambahkan dengan nada tegas, "Mulai sekarang, setiap Senin, Rabu, dan Jumat, usahakan pulang tepat waktu. Jam sembilan malam, aku bawa kamu untuk jogging malam. Latih tubuhmu."Livy langsung lemas. Wajahnya jadi muram, bahkan tangannya yang sedang memegang sendok terasa kehilangan tenaga. "Aku ... aku nggak terlalu pandai lari. Aku lambat sekali," katanya pelan.Dengan segala kesibukan yang membuatnya lelah, kini dia harus memikirkan jogging malam? Ini seperti hukuman mati baginya."Kalau lambat, ya lari pelan-pelan. Aku nggak suruh kamu ikut lomba," jawab Preston yang telah memutuskan semuanya tanpa memberi ruang bagi Livy untuk membantah.Wajah Livy semakin masam. Namun, dia melampiaskan rasa frustrasinya dengan makan lebih banyak. Dalam waktu singkat, tiga piring nasi habis dilahapnya. Seperti seekor
Astaga, situasi macam apa ini?Telinga Livy terasa panas membara. Tanpa bisa dikendalikan, pikirannya mulai dipenuhi gambaran-gambaran yang tidak senonoh.Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak membalas pesan mesum dari Preston. Dia mengalihkan perhatiannya kembali ke pekerjaan dan mulai mencari informasi tentang Mathias.Informasi tentang pria itu cukup terbatas di internet. Katanya, dia adalah pria paruh baya yang merintis usahanya dari nol dan dikenal memiliki cara bicara yang baik.Namun, ada juga beberapa rumor negatif yang menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun, dia diam-diam berselingkuh dari istrinya dan memiliki banyak wanita di luar.Livy tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Yang bisa dilakukan hanya mempersiapkan diri, mempelajari berbagai hal tentang musik, catur, kaligrafi, dan lukisan.Meskipun dia tahu usahanya mungkin tidak terlalu berpengaruh, setidaknya itu lebih baik daripada tidak mempersiapkan apa pun.Setelah sibuk sepanjang sore, Livy akhirnya tiba di r
"Livy, ke mana saja tadi? Kenapa lama sekali tanpa bilang apa-apa ke kami? Jangan-jangan kamu malas-malasan?"Pria paruh baya itu berdiri dengan perut buncitnya. Meskipun gemuk, dia tetap berusaha memakai jas seperti orang lain. Namun, penampilannya malah seperti agen asuransi yang sedang mengalami krisis paruh baya.Livy mengerutkan keningnya sedikit dan menjelaskan, "Pak Preston mencariku, ada beberapa hal yang harus disampaikan.""Oh, ternyata Pak Preston ...." Umay menyipitkan matanya, tampak sedikit mengejek. "Ya, wajar saja Pak Preston masih memperhatikanmu. Bagaimanapun, dulu kamu bekerja di bawahnya.""Tapi, aku harap wanita sepertimu nggak langsung berpikir macam-macam hanya karena seorang pria bersikap baik sedikit kepadamu. Ingat, Pak Preston sudah punya istri. Lebih baik kamu realistis saja dan pertimbangkan untuk ....""Kak Umay, sebenarnya ada urusan apa mencariku?" Melihat pria menyebalkan di depan berbicara semakin tidak sopan, Livy buru-buru memotong ucapannya."Nggak
Livy tertegun. Preston ... apa maksudnya?Preston kembali berkata, "Dia cuma keponakanku, sedangkan kamu adalah istriku."Oh, jadi begitu. Livy mengerti sekarang. Bagi Preston, statusnya sebagai istri memang sedikit lebih tinggi daripada status seorang keponakan. Namun, hanya sebatas itu. Hanya karena saat ini, dia masih menjadi istri Preston."Lebih baik nggak usah," ujar Livy setelah berpikir sejenak. "Aku juga jarang punya waktu untuk memakai tas seperti ini. Kalau cuma disimpan di rumah, rasanya akan terbuang sia-sia.""Biarkan saja terbuang sia-sia," kata Preston dengan tidak acuh. Baginya, uang seperti ini hanyalah jumlah kecil. Jika istrinya menyukai sesuatu, dia akan membelinya tanpa peduli apakah benda itu akan terpakai atau tidak."Tapi ...." Livy masih ingin berkata sesuatu, tetapi Preston sudah menariknya ke dalam pelukan."Aku memberikan hadiah untuk istriku, tapi kamu malah menolaknya berulang kali? Kamu pikir aku miskin sampai nggak sanggup membelikanmu sesuatu sekecil i
"Mana mungkin!" Livy buru-buru melambaikan tangannya. "Di departemen sekretaris masih ada banyak senior. Kamu juga termasuk salah satu senior buatku. Jangan bicara seperti itu.""Ya, ya, aku paham." Ivana buru-buru menutup mulutnya, lalu melanjutkan, "Aku serius kali ini. Pak Preston mencarimu, dia suruh kamu ke atas.""Kenapa kamu yang mencariku?" Livy sedikit terkejut. Biasanya kalau ada urusan seperti ini, Bendy yang datang menemuinya.Ivana menjawab, "Sepertinya Pak Bendy ada urusan mendadak. Dia cuma sempat mampir sebentar ke departemen sekretaris untuk menyampaikan pesan. Sudahlah, Livy, cepat naik ke atas. Siapa tahu Pak Preston berubah pikiran dan mau memindahkanmu kembali ke departemen sekretaris!"Tidak mungkin, 'kan? Semalam Preston sudah mengatakan bahwa dia tidak akan memindahkannya kembali sebelum misinya selesai.Dengan penuh rasa penasaran, Livy segera mengetuk pintu kantor Preston."Masuk."Saat mendorong pintu, Livy melihat Preston sedang tidak bekerja. Pria itu memeg
"Hah?" Livy sempat mengira dirinya salah dengar. Namun, saat melihat Preston menunggu dengan ekspresi seperti ingin dilayani, dia yakin bahwa dirinya tidak salah dengar.Membantu dia mandi? Dia menatap laki-laki di hadapannya dengan mata membelalak.Sebagian besar pakaiannya sudah terlepas, memperlihatkan tubuh ramping dengan garis otot yang tegas. Di bawah cahaya lampu, sosok itu terlihat begitu mencolok hingga membuat jantungnya berdebar.Ditambah lagi dengan wajah Preston yang dingin, tegas, dan sempurna, semuanya memberikan dampak visual yang sangat kuat.Sejak kejadian itu, sebenarnya sudah beberapa hari berlalu sejak terakhir kali mereka melakukannya. Seorang wanita ... juga memiliki kebutuhannya sendiri.Livy berdeham, mencoba menahan rasa malu yang merayap di hatinya. Dia terus mengingatkan diri sendiri bahwa dia masih membutuhkan bantuan pria ini.Sambil menggigit bibirnya, dia mulai membuka kancing kemeja Preston. Sesudah itu, dia bergerak turun ke celana. Ketika tiba giliran
Preston masih punya sedikit kendali atas dirinya sendiri. Lagi pula, setelah 2 hari berturut-turut, tubuh Livy pasti masih butuh waktu untuk beristirahat dengan baik."Kalau begitu ... 6 juta?" Dengan berat hati, Livy menambahkan 2 juta lagi. Wajahnya pun terlihat tegang. "Benaran nggak bisa lebih lagi? Bonusku sedikit banget."Terakhir kali, dia hanya mendapat 1 juta. Itu bahkan tidak cukup untuk membayar satu hidangan Preston."Beberapa hari lagi, bagian keuangan akan mentransfer sisa bonusmu yang sebelumnya. Jadi, kamu nggak bakal sampai kekurangan uang. Lagi pula, bukannya aku sudah kasih kamu kartu? Punya uang tapi nggak dipakai. Kamu bodoh ya?" Nada suara Preston terdengar agak pasrah.Bonus sebelumnya? Livy kaget dan baru teringat. Dia buru-buru bertanya, "Masalah dengan Sherly itu ulahmu ya?"Meskipun kemungkinan besar jawabannya adalah iya, dia tetap ingin memastikan. "Hmm, aku menyuruh Bendy menyelidikinya.""Bonusmu ternyata disalahgunakan oleh Sherly, jadi aku meminta bagia
Jantung Livy seakan-akan berhenti berdetak sejenak. Dia awalnya hanya ingin bertingkah manja untuk mencari jalan pintas, tetapi Preston malah menanggapinya dengan serius.Setelah tertegun sesaat, Livy tiba-tiba merasa dirinya seperti seorang badut. Benar juga, mereka ini pasangan suami istri macam apa?Mereka bukanlah pasangan dalam arti yang sesungguhnya. Jadi, Preston sama sekali tidak punya kewajiban untuk berbagi rahasia bisnis dengannya. Bisa jadi, dia justru sedang menjaga jarak dan tidak ingin berbagi dengannya."Kenapa diam?" Melihat Livy termenung, Preston semakin kesal dan kembali bertanya, "Apa kamu punya sedikit perasaan untukku?""Kenapa nggak? Tentu saja punya." Livy tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba marah. Tadi, dia sempat mengira Preston tersinggung karena dirinya terlalu percaya diri, tetapi sekarang kenapa justru bertanya soal perasaan?Apakah dia ingin Livy membujuknya? Livy tidak yakin. Atau Preston sedang menguji perasaannya yang sebenarnya?Pada akhirnya, L
Tadi dia ... sudahlah.Preston berdeham pelan, lalu sedikit mengubah topik pembicaraan. "Soal barbeku itu, akhir pekan ini kamu bawa aku ke sana.""Hah?" Livy tampak terkejut dan buru-buru mengingatkan, "Tempat itu cukup terpencil dan semua mejanya di luar ruangan. Aku takut kamu bakal kurang nyaman makan di sana.""Kamu bisa makan, kenapa aku nggak bisa?" balas Preston dengan santai."Baiklah."Lagi pula, Preston yang minta sendiri. Jangan sampai nanti setelah diajak, dia malah menunjukkan ekspresi tidak senang. Itu pasti akan membuat Livy kesal.Sambil menuangkan segelas air lagi untuk dirinya sendiri, Livy menyadari tatapan yang dilayangkan Preston kepadanya. Dengan sigap, dia juga menuangkan segelas air untuk pria itu.Preston menerima air putih yang diberikan Livy, lalu tiba-tiba berkata, "Aku dengar kamu berhasil mengamankan kerja sama ini hanya dalam 5 hari.""Mm ... sebenarnya masih banyak yang belum aku pahami, jadi butuh waktu cukup lama. Tapi, ya sudahlah, setidaknya ini lan
Ryan berbicara dengan pelan, tetapi kata-katanya mengandung makna menyindir jika didengar dengan lebih saksama. Namun, kata-kata itu juga terdengar sedang mengeluh. Ryan sedang mengeluh padanya?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Livy langsung menepis pemikiran itu dan berpikir itu pasti hanya sekadar mengeluh biasa saja. Ryan bisa mengajak seseorang dengan mudah, tetapi dia malah menolak undangannya tiga kali. Oleh karena itu, wajar saja jika Ryan mengeluh."Maaf, aku benar-benar agak sibuk," jelas Livy dengan suara pelan."Nggak masalah, aku sudah memaafkanmu," kata Ryan sambil tersenyum dan tatapannya terlihat santai, seolah-olah bisa menarik perhatian siapa pun yang melihatnya."Selesai!"Setelah mengambil beberapa foto lagi, Hesti segera mengembalikan ponselnya pada Ryan dan berkata dengan semangat, "Tuan Ryan, kamu dan Livy benar-benar terlihat sangat serasi, aku sampai nggak tahan untuk mengambil beberapa foto lagi.""Nggak masalah, terima kasih," kata Ryan sambil kembali menge