Suara Zoey sangat keras. Dalam sekejap, hampir semua orang di ruang kantor memandang ke arah mereka.Zoey tampak sangat puas dengan hasil ini. Dia menutup mulutnya untuk berpura-pura terkejut. "Kak, kamu diam-diam pacaran ya? Jangan-jangan ...."Beberapa rekan kerja mulai bergosip. Mereka sedang menebak seperti apa kehidupan asmara Livy."Zoey, ini kantor, bukan tempat untuk gosip." Livy menaikkan kerah bajunya sedikit, lalu meneruskan, "Selain itu, sepertinya bukan urusanmu aku pacaran dengan siapa, 'kan?""Kak, kamu ...." Zoey masih ingin berbicara, tetapi Ivana yang berada di samping langsung menegur, "Kamu Zoey, 'kan? Terserah Livy mau pacaran atau nggak. Terserah dia mau kasih tahu kamu atau nggak. Kamu baru datang. Bukannya pikirin cara untuk lulus masa percobaan, malah sibuk gosip!"Zoey tentu kesal. Namun, dia tidak mau berhenti. Dengan cemberut, dia berkata dengan semakin lantang, "Aku cuma khawatir kakakku salah jalan karena nggak kasih tahu kami soal pacarnya. Mungkin saja k
Livy hampir tertawa saking kesalnya. Menyusun PPT adalah pekerjaan yang sangat sederhana. Mereka hanya perlu menggabungkan data, lalu merinci kelebihan serta kekurangannya.Livy bahkan memberi Zoey PPT yang pernah dibuatnya sebagai referensi. Siapa sangka, Zoey bukan hanya tidak bisa, tetapi merasa Livy mempersulitnya.Livy malas meladeni Zoey. Setelah pintu lift terbuka, dia langsung berjalan keluar.Namun, Zoey masih terus mengikuti di belakang. "Kak, biar aku saja yang antar dokumen itu. Waktu istirahat makan siang nggak lama. Kamu pergi makan saja. Jangan sampai kamu terlambat makan.""Sudah kubilang nggak usah!" Livy menepis tangan Zoey. Pada saat yang sama, pintu ruang kantor terbuka.Preston berdiri di depan pintu dengan mengenakan setelan yang rapi. Begitu melihatnya, Zoey hampir tidak bisa menyembunyikan tatapannya yang penuh cinta. Dia buru-buru menyisir rambutnya dan berkata dengan lembut, "Pak, aku datang untuk berterima kasih."Preston sama sekali tidak meliriknya. Dia lan
Setelah berpikir demikian, Zoey kembali membusungkan dadanya dengan percaya diri. Dia sangat yakin dengan keseksiannya, banyak pria yang tertarik pada tubuhnya."Kamu nggak ngerti ucapanku?" Ketika melihat Zoey masih tidak pergi, Preston mulai kehabisan kesabaran. "Aku nggak keberatan kalau harus panggil satpam kemari.""Jangan, Pak. Aku ... aku akan pergi sekarang!" Begitu mendengar kata satpam, Zoey langsung teringat kejadian memalukan sebelumnya. Tangannya terkepal erat. Ekspresinya terlihat malu dan canggung.Zoey buru-buru berbalik dan berjalan keluar. Namun, dia tidak lupa mengedarkan tatapan tajam kepada Livy sebelum pergi.Setelah Zoey pergi, Livy melihat kotak hadiah yang masih ada di atas meja dan mengambilnya dengan ragu. Begitu dibuka, desain gelangnya memang sangat pas dan pasti disukai oleh Preston.Ternyata, Zoey cukup pintar dalam memilih hadiah untuk pria. Pantas saja, dia punya banyak penggemar."Pak, apa aku harus kembalikan cufflink ini kepada Zoey?" tanya Livy.Pre
"Harus aku yang pilih?" Preston mengernyit, lalu langsung menarik Livy ke pelukannya. "Kamu sekretaris sekaligus istriku. Livy, memilih hadiah seharusnya bukan hal yang sulit."Suara berat Preston terdengar sangat menggoda. "Selain itu, kalau benaran ingin memberi hadiah dengan tulus, kamu nggak seharusnya nanya ke orangnya. Kamu harusnya kasih kejutan. Ya, 'kan?""Ya, benar." Lagi pula, Livy akan memakai kartu Preston. Seharusnya tidak salah jika dia memilih hadiah yang lebih mahal, 'kan?"Pelan-pelan saja pilihnya. Dalam waktu dekat ada ulang tahun perusahaan. Kuharap sebelum acara itu, kamu sudah beli hadiahnya," ucap Preston sambil bermain dengan tangan kecil Livy.Kata orang, jika wanita hidup susah saat kecil, tangan mereka akan kasar dan banyak kapalan. Akan tetapi, tangan Livy tidak seperti itu. Tangannya halus dan cantik, juga sedikit berdaging. Saat dicubit, terasa sangat nyaman.Livy mengangguk dan mulai berpikir keras. Ketika melihat Livy mulai berpikir dengan serius, Prest
Ketika Livy kembali ke ruangannya, tangannya terasa sangat pegal. Untungnya, Preston masih punya hati nurani. Dia memberi Livy waktu setengah jam untuk makan siang.""Wah, Livy, kamu kerja di ruangan Pak Preston sejak tadi?" Ivana melirik Livy yang terlihat sangat lelah. Nada bicaranya terdengar agak kesal. "Kenapa Pak Preston begini sih? Kenapa nggak kasih kamu istirahat di siang hari? Ini namanya menyiksa karyawan!"Livy segera membantah, "Nggak kok, aku nggak kerja ....""Nggak kerja?" Ivana langsung meraih tangan Livy dan terlihat sangat bersemangat.Seketika, jantung Livy berdetak kencang. Mampus, dia salah bicara."Aku hampir lupa Pak Bendy dan Pak Preston di lantai yang sama. Sebenarnya kamu kencan sama Pak Bendy, 'kan?" Ekspresi Ivana dipenuhi rasa penasaran. Dia mengejapkan matanya dengan nakal.Kenapa lagi-lagi melibatkan Bendy? Livy tidak tahu harus menjawab apa. Dia terbata-bata saat menyahut, "Bukan ... aku ... sebenarnya ....""Aku ngerti." Nada bicara Ivana tedengar naka
"Bu Livy." Sherly tiba-tiba berjalan mendekati mereka, membuyarkan lamunan Livy. Karena terkejut, Ivana langsung menutup mulutnya dan mulai memasang ekspresi serius seolah-olah sedang bekerja."Bu Sherly, ada apa?" tanya Livy dengan bingung.Sherly menyerahkan sebuah dokumen kepada Livy dan berkata, "Begini, perpindahan jabatan Erick terjadi terlalu cepat, masih ada beberapa hal yang belum selesai dikoordinasikan. Sebelumnya, kamu dan Erick yang menangani ini, jadi nggak masalah kalau kamu yang menyelesaikannya, 'kan?"Memintanya untuk menemui Erick? Livy tentu ingin menolak. Sejak terakhir kali dia dijebak oleh Erick, dan setelah mengetahui bahwa Erick meninggalkan perusahaan, dia bahkan sudah memblokir kontak pria itu. Sekarang, jangankan bekerja sama, berbicara saja Livy merasa canggung.Di sampingnya, Ivana yang menyadari situasi itu berkata, "Bu Sherly, sekarang Bu Livy bekerja sama dengan Hesti dari divisi lapangan. Setahu saya, Hesti dan Erick pernah menjadi rekan kerja, mungkin
Setelah memikirkan semuanya, Livy memutuskan untuk segera pulang ke rumah setelah jam kerja. Namun, baru saja dia bersiap pergi, sebuah dokumen tiba-tiba dilemparkan ke mejanya oleh Zoey."Kak, ini dokumen yang aku kerjakan hari ini. Tolong periksa apakah ada yang perlu diperbaiki," kata Zoey sambil mengedipkan mata dengan polos, menghentikan langkah Livy.Dengan nada kesal, Livy menjawab, "Sekarang sudah waktunya pulang. Akan kuperiksa besok."Dia benar-benar tidak punya energi untuk menghadapi Zoey sekarang. Sejak siang, Livy tidak sempat istirahat, ditambah sore harinya penuh dengan pekerjaan yang membuat pikirannya tegang. Yang diinginkannya saat ini hanyalah pulang ke rumah dan beristirahat.Namun, Zoey tidak membiarkannya pergi. Dia menggigit bibir bawahnya seolah-olah dia sedang dianiaya. "Kak, aku benar-benar ingin lulus masa percobaan. Tolong bantu aku. Lagian, aku ini adik kandungmu. Kamu nggak mau orang lain bilang kamu bahkan nggak mau bantu adik kandungmu sendiri, 'kan?"L
Bendy menunjuk ke arah luar. "Bu Livy, sekarang ini nggak banyak orang di kantor. Pak Preston sedang menunggu Anda di sana untuk pulang bersama."Livy terkejut mendengarnya, tetapi tidak banyak membuang waktu. Dia mengikuti arah yang ditunjukkan oleh Bendy. Di pinggir jalan, sebuah Porsche Cayenne yang tidak asing terparkir dengan tenang.Setelah memastikan tidak ada rekan kerja di sekitar, Livy segera membungkuk dan masuk ke dalam mobil. Dia duduk diam di kursi dengan tenang.Preston tampaknya masih sibuk meninjau beberapa dokumen di tangannya. Sementara itu, Livy mengambil ponselnya dan mulai bermain. Namun, di layar ponselnya, pesan-pesan mengganggu dari Erick terus berdatangan.[ Livy, jangan marah soal malam itu. Aku cuma khilaf sesaat. Aku sebenarnya mau bertanggung jawab. Aku benar-benar berniat menikahimu .... Semua itu karena aku terlalu suka padamu. Tapi aku nggak nyangka, Bendy datang dan suruh orang untuk memukulku sampai babak belur. Aku dirawat di rumah sakit selama beber
Livy bahkan tidak tahu sudah berapa lama dia berdiri di sana, sementara hujan deras di atas kepalanya masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.Sampai akhirnya, tubuhnya semakin lemah. Dia harus bersandar pada dinding di sampingnya sebelum perlahan duduk ke tanah.Dingin. Seluruh tubuhnya terasa sangat dingin, seakan-akan dia dilemparkan ke dalam ruang pembeku.Meskipun begitu, suhu tubuhnya justru terasa sangat tinggi, bahkan napasnya membawa hawa panas.Apakah dia demam? Livy merasa kepalanya pusing. Dengan lemah, dia mengangkat tangan dan menyentuh dahinya. Benar saja, panasnya sudah tidak normal.Ponselnya entah kehabisan baterai atau rusak karena masuk air. Kini, layarnya sudah tidak bisa menyala.Yang bisa Livy lakukan hanyalah memeluk tubuh sendiri dengan putus asa, seolah-olah hanya itu yang bisa memberinya sedikit kehangatan."Cepat pergi!" Di tengah kesadarannya yang samar, Livy kembali mendengar suara satpam.Gerbang besi terbuka, tongkat besi menyentuh tubuhnya. Sa
Petugas keamanan menyeretnya ke depan gerbang, lalu bergegas menutup pintu dan menghalangi pandangannya dari dua orang di dalam sana.Di langit yang gelap, kilatan petir mendadak menyambar dan membelah malam dengan cahaya menyilaukan. Namun, Livy tetap tidak mau menyerah. Dia berteriak ke arah vila, suaranya bercampur dengan suara hujan yang mengguyur deras."Pak Preston! Kumohon, kasih aku kesempatan untuk menjelaskan! Semua ini bukan perbuatanku! Kenapa ... kenapa kamu nggak percaya sama aku?!"Petugas keamanan meliriknya dengan pandangan meremehkan. "Nona, lebih baik kamu cepat pergi. Jangan mempermalukan diri sendiri di sini."Tidak ...! Dia tidak bisa pergi begitu saja! Jika dia tidak bisa menjelaskan semuanya hari ini, Preston pasti akan membencinya seumur hidup.Livy tidak ingin itu terjadi. Dia tidak ingin Preston membencinya. Dia tidak bersalah, semua ini bukan perbuatannya!"Aku nggak akan pergi."Livy menggigit bibirnya erat, menahan giginya yang bergetar karena dingin. "Aku
Dengan panik, Livy langsung mendorong pintu dan buru-buru menjelaskan, "Bukan aku yang melakukannya!"Begitu melihat Livy, tebersit kebencian di mata Sylvia.Diam-diam, dia mencubit pahanya sendiri, membuat dirinya menangis lebih keras. "Bu Livy, ke ... kenapa kamu datang ke sini?""Kamu bahkan tahu di mana aku tinggal, apakah itu berarti kamu sudah menyelidiki semua informasi tentangku? Jadi, foto-foto yang diambil diam-diam itu juga hasil perintahmu?"Dalam artikel berita itu, memang ada beberapa foto yang menunjukkan Preston mengantar Sylvia pulang. Namun, Livy sangat yakin bahwa semua ini sama sekali bukan ulahnya.Isakan tangis Sylvia yang lembut dan menyedihkan menghantam hati Preston.Meskipun dia tidak memiliki perasaan cinta terhadap Sylvia, mereka telah tumbuh bersama sejak kecil. Ditambah dengan rasa bersalah yang dia simpan selama bertahun-tahun, melihat Sylvia menangis membuat hatinya sedikit tersentuh.Tatapannya yang dingin jatuh pada Livy yang tiba-tiba menerobos masuk.
"Kenapa sih? Aku melakukan semua ini demi kebaikanmu!"Zoey merasa Livy benar-benar tidak tahu berterima kasih. Dengan nada kesal, dia mengumpat, "Kamu sendiri nggak bisa mempertahankan Pak Preston, aku membantumu, tapi kamu malah bersikap begini!""Kamu sadar nggak, bahkan gelar Nyonya Sandiaga saja nggak diakui? Kalau sampai kalian bercerai, kamu bakal keluar tanpa sepeser pun! Asal kamu mau memperbesar masalah ini, bagaimanapun juga, kamu tetap nggak akan dirugikan!"Sebenarnya, Zoey juga tidak benar-benar ingin membantu Livy. Namun, setelah berdiskusi dengan ibunya, mereka menyadari bahwa hanya dengan membantu Livy, mereka bisa mendapatkan keuntungan.Lagi pula, dia sudah memegang kelemahan Livy. Kalau Livy tidak bekerja sama dengannya, dia akan benar-benar habis!"Aku sudah bilang, urusanku bukan urusanmu!"Livy berteriak hingga suaranya hampir serak, "Aku juga nggak pernah ingin jadi Nyonya Sandiaga yang diumumkan ke publik, dan aku nggak butuh orang lain memperlakukanku dengan b
Grup itu adalah grup gosip perusahaan.Sebelumnya, Ivana pernah ingin memasukkan Livy ke dalamnya, tetapi Livy merasa grup itu terlalu ramai dan penuh dengan gosip yang tidak penting. Lagi pula, dia juga tidak tertarik membahas hal-hal seperti itu, jadi dia menolak untuk bergabung.Namun sekarang, setelah jam kerja usai, seseorang mengirimkan pesan yang memicu kehebohan di grup tersebut.Meskipun hanya ada satu orang yang memulai percakapan, Livy sudah cukup terkenal di perusahaan, jadi banyak orang yang ikut berkomentar.[ Pantas saja! Aku pernah beberapa kali melihat Livy naik mobilnya Pak Preston. Lagian, kalian nggak merasa aneh kalau dia bisa naik jabatan secepat itu? ][ Kalau nggak ada sesuatu di belakangnya, aku pasti nggak percaya! Tapi aku nggak nyangka, ternyata dia punya hubungan sama Pak Preston! ][ Aku nggak percaya! Pak Preston itu kaya, tampan, dan luar biasa! Mana mungkin dia tertarik sama wanita seperti Livy? ][ Pokoknya yang jelas, Livy sudah menikah dan suaminya p
Pria itu memiliki proporsi tubuh yang nyaris sempurna. Mantel panjang hitam yang dia kenakan membingkai tubuhnya yang tinggi dengan sangat pas dan menampilkan sosok yang luar biasa gagah."Sayang, kamu ...."Livy ingin memanggil Preston untuk makan bersama, tetapi pria itu justru berjalan mendekat dengan ekspresi dingin. Dia menatap Livy dari atas ke bawah dengan mata hitam pekat yang dipenuhi dengan kejengkelan. Dengan suara marah, dia bertanya, "Apa lagi yang kamu lakukan?""Hah?"Livy tidak mengerti maksudnya, tetapi sebelum dia bisa bertanya lebih lanjut, tangan besar pria itu sudah mencengkeram bahunya dengan kuat dan menyeretnya ke atas.Cengkeramannya begitu kasar, membuat Livy terpaksa terseret menaiki tangga dengan terburu-buru. Bahkan, karena langkahnya yang terlalu cepat, lututnya terbentur sudut tangga dengan keras.Namun, Preston tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti. Dia terus menyeret Livy hingga ke kamar, lalu mendorongnya ke sofa dengan kasar."Kamu begitu ingin
Siapa yang peduli? Preston mengernyit. Apakah dia peduli pada Livy?Tangan yang menggenggam gelas tiba-tiba berhenti, lalu dia menuangkan lagi segelas minuman untuk dirinya sendiri dan berkata dengan nada dingin, "Dia cuma istri kontrakku, nggak lebih.""Iya, nih. David, kamu terlalu berlebihan. Bu Livy memang perempuan yang baik, tapi bagaimanapun juga, dia dan Preston berasal dari dunia yang berbeda."Sylvia menyela pembicaraan, lalu mendekati Preston dengan berpura-pura baik dan mengingatkan dengan lembut, "Preston, aku tahu kamu ingin memperlakukan Bu Livy dengan baik. Tapi bagaimanapun juga, dia berasal dari latar belakang yang berbeda dari kita. Kalau kamu terus memberinya barang-barang mewah, itu malah bisa membuatnya merasa terbebani."Perkataan itu membuat Preston sedikit penasaran. "Kenapa?""Karena bagi Livy, barang-barang itu sangat mahal, bahkan satu saja bisa setara dengan gajinya selama bertahun-tahun. Orang seperti dia akan merasa bahwa kesenjangan di antara kalian terl
Kalau begitu, Livy juga jangan berharap hidupnya akan baik-baik saja!"Zoey, kalau mau gila, jangan cari aku!" Livy tidak ingin meladeni Zoey lagi dan segera pergi. Namun, setelah kembali ke kantornya, kelopak mata kanannya terus berkedut. Dia merasa seolah-olah sesuatu akan terjadi.Sebelum pulang, dia naik ke lantai atas untuk mencari Preston dan melaporkan perkembangan proyek. Namun, setelah mengetuk pintu beberapa kali, tidak ada jawaban dari dalam. Akhirnya, dia menghubungi Preston lewat telepon."Ada apa?"Di seberang sana, suara Preston terdengar seakan dia sedang berada di tempat hiburan. Ada suara musik samar-samar dan yang lebih menyakitkan, Livy mendengar suara Sylvia yang begitu akrab di telinganya."Preston, bukannya sudah bilang hari ini jangan bahas pekerjaan?" Suara manja Sylvia terdengar cukup jelas, seolah-olah dia menempel di sisi Preston."Aku cuma bicara sebentar," jawab Preston dengan suara rendah, sebelum akhirnya beralih ke Livy, "Bu Livy, kalau soal pekerjaan,
Karena kejadian semalam, Livy hampir terlambat masuk kerja pagi ini. Baru saja dia selesai absen, suara yang sudah lama tidak terdengar kembali menyapanya. "Livy!"Setelah sekian lama tidak bertemu, Zoey tampaknya menjalani hidup yang cukup baik.Pakaian bermerek yang dikenakannya semakin banyak dan di lehernya terlihat bekas merah yang sangat mencolok. Tanda bahwa hubungannya dengan Ansel semakin erat."Ada urusan apa?" Livy meliriknya dengan dingin, tidak ingin membuang waktu untuknya.Namun, Zoey sama sekali tidak merasa tersinggung dan justru berkata dengan percaya diri, "Aku butuh bantuanmu."Livy mengernyit, merasa Zoey benar-benar terlalu tidak tahu malu, lalu menolak mentah-mentah, "Aku nggak ada waktu.""Livy, kamu sok jual mahal apa sih? Apa kamu benar-benar mengira dirimu sudah jadi nyonya besar? Kaki Sylvia sebentar lagi sembuh, 'kan? Aku peringatkan kamu, begitu dia berhasil, kamu pasti akan dibuang sama Pak Preston!"Zoey menghalangi Livy di pintu masuk, kata-kata tajamny