Share

Bab 155

Author: Dania Zahra
Sementara itu, Livy hanya seorang wanita tanpa latar belakang apa pun. Bagaimana bisa dia dibandingkan dengan Sylvia? Jelas sekali, pertanyaan ini hanya merendahkan dirinya sendiri.

Sebenarnya, Livy bukan sekadar ingin bertanya. Namun, dia ingin mengingatkan Preston tentang keberadaan Sylvia.

Setelah dipikir-pikir, Livy merasa dirinya berpikir terlalu jauh. Jika Preston peduli pada perasaan Sylvia, dia tidak mungkin melakukan hal seperti ini. Bagaimanapun, Sylvia tahu hubungan Livy dengan Preston. Terlihat jelas juga bahwa Sylvia sangat membenci Livy.

Preston merasa ada yang tidak beres. Alisnya sedikit berkerut. Sylvia hanya temannya dan Preston berutang budi padanya. Sementara itu, Livy ....

Status keduanya jelas berbeda dan tidak bisa dibandingkan. Entah kenapa Livy tiba-tiba mengungkit tentang Sylvia. Mungkin, Livy merasa canggung dan mencari topik pembicaraan.

Bagaimanapun, Preston kehilangan kendali tadi. Livy pasti merasa tidak nyaman.

Preston menatap tubuh Livy. Tubuh yang seha
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 156

    Selesai mandi, Preston naik ke ranjang bersama Livy. Kali ini, Preston tidak mengganggu Livy lagi, melainkan memeluknya dan memejamkan mata untuk tidur.Di depannya adalah wajah pria tampan yang dingin. Jarak mereka sangat dekat. Jantung Livy berdebar kencang.Di tengah kegelapan, Livy bisa merasakan napas Preston yang berangsur tenang. Pada akhirnya, dia pun mengantuk.....Keesokan pagi, Livy bangun dan berangkat ke perusahaan. Hari ini, dia tidak terlambat. Meskipun Preston sudah pergi saat dia bangun, Preston tetap mengatur sopir untuk mengantarnya."Livy!" Begitu Livy duduk di kursinya dan belum sempat melakukan apa pun, tiba-tiba muncul sebuket bunga segar di pelukannya. Bunga mawar yang merah itu terlihat sangat menyala.Namun, Livy tidak suka bunga mawar. Sejak kecil, dia alergi terhadap bunga ini. "Achoo!"Livy bersin dengan keras. Erick pun berpura-pura memberi perhatian. "Kenapa, Livy? Kamu flu ya?"Livy menggosok hidungnya, lalu buru-buru meletakkan bunga mawar itu. "Bukan,

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 157

    Preston masih duduk di meja kerjanya. Tangannya yang berotot memegang gelas. Suaranya terdengar penuh perhatian. "Kalau ada yang sakit, jangan dipaksakan.""Tenang saja. Kalau aku sakit, aku pasti langsung kasih tahu kamu. Aku nggak mungkin menahannya sendiri. Kamu berutang budi padaku."Suara Sylvia terdengar jernih bak bulu tipis yang melayang di hati Livy. Seketika, Livy merasa geli dan sesak.Livy memegang erat laporan di tangannya, lalu mengetuk pintu."Masuk.""Selamat siang, Pak. Aku datang untuk melaporkan pekerjaan." Livy tersenyum. Ketika melirik Sylvia, senyumannya menjadi agak kaku.Preston yang sedang melihat laptop segera mengangkat kepalanya. "Hm."Perbedaan sikap ini membuat hati Livy makin mencelos. Dia memaksakan diri untuk tidak berpikir yang aneh-aneh dan fokus pada laporannya.Setelah selesai melaporkan, Livy melirik Preston. Preston masih sibuk dengan dokumennya. Pada akhirnya, dia berujar dengan singkat, "Letakkan saja dokumennya."Livy maju dua langkah dan melet

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 158

    Livy mengepalkan tangannya dengan erat dan hanya bisa berusaha tersenyum murah hati. Dia berkata, "Baiklah. Aku keluar dulu, Pak."Kali ini, Preston tidak menghentikannya lagi. Livy tidak tahu apakah dia merasa kecewa atau merasa lega.Preston tidak mempermasalahkan lagi tentang Erick, tetapi juga tidak peduli pada alergi di tangannya.Setelah kembali ke ruangannya, Livy istirahat sejenak sebelum fokus pada pekerjaannya lagi.Pekerjaan di sore hari cukup banyak. Sherly menyerahkan sebuah proyek baru kepada Livy.Bagi Livy, ini adalah kesempatan baik untuk membuktikan kemampuannya. Kebetulan, kesibukan ini juga bisa membuat Livy melupakan sakit hatinya kepada Preston.Hanya saja, Livy sibuk bekerja hingga pukul 8 malam. Ponsel yang diletakkan di atas meja terus berdering. Livy meliriknya sekilas.Ternyata Preston yang meneleponnya. Setelah diangkat, terdengar suara Preston yang dingin. "Kamu belum pulang?""Pekerjaanku masih ada sedikit yang belum beres. Aku pulang agak malam." Livy men

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 159

    Livy sudah cukup lelah karena lembur, ditambah lagi gatal-gatal di lengan yang sangat mengganggunya. Seketika, dia gagal menghindari Erick.Ting ... pintu lift tiba-tiba terbuka. Di dalamnya berdiri seorang pria bertubuh tinggi dan tegap.Preston .... Kenapa dia ada di sini? Apa mungkin Preston datang untuk menjemputnya?Begitu pikiran itu muncul, Livy langsung mengenyahkannya.Preston menghampiri dengan setelan rapi. Ekspresinya tampak dingin dan serius. Belum lagi matanya yang suram dan tajam yang tertuju pada tangan Erick."Sepertinya kedua karyawanku ini sangat berdedikasi untuk perusahaan. Kalian lembur sampai semalam ini." Suara Preston terdengar sangat dingin dan menakutkan. Dia tiba di hadapan keduanya, lalu meneruskan, "Tapi, sepertinya kalian nggak mendengarkan peringatanku? Kalau mau pacaran, harus lapor dulu."Livy segera menarik tangannya. "Pak, kami benaran nggak pacaran. Ini ... tadi ....""Tenang saja, Pak. Kami baru selesai lembur. Aku mau ajak Bu Livy makan malam. Kam

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 160

    Livy mengangkat kepala dan melihat pria di depannya. Ekspresi yang tegang, mata yang tidak menunjukkan sedikit pun kelembutan. Yang ada hanya rasa dingin yang mengerikan."Pak, aku ...." Livy baru saja ingin membuka mulut, tetapi Preston sudah mengambil teh susu jahe aren dari tangannya. Dengan tangan kekarnya, Preston membuangnya ke tong sampah. Tanpa berkata apa-apa, Preston berbalik dan berjalan menuju arah lift khusus."Nggak mau ikut?" Tiba-tiba, Preston berhenti dan menolehkan wajahnya sedikit. Di bawah cahaya lampu koridor, ekspresi dinginnya justru membuatnya makin tampan dan menawan. "Atau ... kamu ingin aku panggil Erick kembali?""Tentu saja nggak!" sahut Livy buru-buru. Kemudian, dia bergegas mengikuti Preston.Di dalam lift yang sempit, Livy mengamati wajah Preston dengan hati-hati. Wajahnya benar-benar suram dan menakutkan. Livy tidak berani berbicara, hanya berusaha sebisa mungkin untuk meringkuk di sudut lift agar tidak mengganggu Preston.Setelah keluar dari lif

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 161

    Dengan enggan, Livy mengikuti Preston ke lantai atas. Begitu pintu kamar terbuka, Livy langsung dilemparkan ke tempat tidur oleh Preston.Detik berikutnya, tangan kasar Preston merobek pakaiannya. Panas tubuhnya terasa mengalir deras, aroma maskulin yang pekat menyelinap ke dalam indra penciuman Livy. Gerakan Preston malam ini bahkan lebih kasar dibanding malam sebelumnya.Livy merasa tidak nyaman dan menegang. Dia hanya bisa menatap langit-langit tak berdaya. Dia ingin menangis, tetapi apa gunanya? Air mata tidak akan mengubah apa pun. Bahkan neneknya yang dulu selalu menyayanginya pun telah tiada ....Preston tidak menyadari keanehan Livy. Tindakannya terus berlanjut sampai dia menyadari bahwa sentuhan pada kulit Livy terasa berbeda dari biasanya. Kulitnya tidak selembut sebelumnya, melainkan penuh dengan sesuatu yang aneh.Barulah Preston berhenti dan melepaskan kemeja Livy dengan kasar. Tubuh Livy yang dipenuhi ruam merah langsung terlihat jelas oleh mata Preston.Nada bicara Prest

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 162

    David segera bereaksi dan tawa di matanya tak bisa disembunyikan lagi. Bahkan, dia mulai menatap Preston dengan ekspresi jahil. "Jadi itu bunga dari pengagum Kak Livy? Wah, Kak Livy menawan banget ya. Buat Kak Preston tertekan saja ....""David, mulutmu terlalu sibuk, ya?" Nada bicara Preston terdengar dingin dan penuh wibawa yang membuat orang bergidik.David segera menutup mulutnya, lalu mulai memasang infus untuk Livy. Setelah selesai, dia menyerahkan salep sambil berkata, "Livy, ini ada dua botol infus dan salep ini. Besok pagi, pasti langsung sembuh!""Terima kasih, Pak David," jawab Livy dengan penuh rasa terima kasih.Namun, David tiba-tiba mengeluarkan sebotol salep kecil lagi dan menyerahkannya pada Preston sambil mengangkat alis. "Kak Preston, kamu harus bantu Kak Livy pakai salep ini."Livy langsung panik saat mendengarnya dan buru-buru berkata, "Nggak usah! Aku bisa melakukannya sendiri ...." Mana mungkin dia merepotkan Preston untuk membantu? Apalagi, suasana hati Preston

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 163

    Preston memang luar biasa. Saking luar biasanya, sering kali Livy merasa dirinya terlalu tinggi hati telah mencapai posisi sebagai Nyonya Sandiaga.Kalau saja waktu itu bukan karena kesalahan yang tidak disengaja, mereka tidak akan terlibat dalam insiden itu. Posisi Nyonya Sandiaga ini pun jelas tidak akan menjadi miliknya.Kini, wanita yang benar-benar disukai Preston telah kembali ...."Berdiri." Tiba-tiba, suara Preston memecah lamunannya.Livy tercengang. "A ... apa?"Preston meletakkan kotak salep di tangannya ke samping dan mengambil kotak yang tadi diberikan David. Nada bicaranya tetap datar seperti biasa. "Aku akan oleskan salep. Atau kamu yakin ingin membiarkannya tetap bengkak?"Pipinya langsung memerah. Kenapa Preston bisa mengatakan hal seperti itu dengan nada tenang?Tadi malam, Preston sangat kasar. Meski mereka hanya melakukannya dua kali di sofa, waktunya cukup lama. Terlebih lagi, gerakannya begitu kasar hingga Livy merasa sakit bahkan saat pergi ke kamar mandi pagi in

Latest chapter

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 383

    "Kenapa sih? Aku melakukan semua ini demi kebaikanmu!"Zoey merasa Livy benar-benar tidak tahu berterima kasih. Dengan nada kesal, dia mengumpat, "Kamu sendiri nggak bisa mempertahankan Pak Preston, aku membantumu, tapi kamu malah bersikap begini!""Kamu sadar nggak, bahkan gelar Nyonya Sandiaga saja nggak diakui? Kalau sampai kalian bercerai, kamu bakal keluar tanpa sepeser pun! Asal kamu mau memperbesar masalah ini, bagaimanapun juga, kamu tetap nggak akan dirugikan!"Sebenarnya, Zoey juga tidak benar-benar ingin membantu Livy. Namun, setelah berdiskusi dengan ibunya, mereka menyadari bahwa hanya dengan membantu Livy, mereka bisa mendapatkan keuntungan.Lagi pula, dia sudah memegang kelemahan Livy. Kalau Livy tidak bekerja sama dengannya, dia akan benar-benar habis!"Aku sudah bilang, urusanku bukan urusanmu!"Livy berteriak hingga suaranya hampir serak, "Aku juga nggak pernah ingin jadi Nyonya Sandiaga yang diumumkan ke publik, dan aku nggak butuh orang lain memperlakukanku dengan b

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 382

    Grup itu adalah grup gosip perusahaan.Sebelumnya, Ivana pernah ingin memasukkan Livy ke dalamnya, tetapi Livy merasa grup itu terlalu ramai dan penuh dengan gosip yang tidak penting. Lagi pula, dia juga tidak tertarik membahas hal-hal seperti itu, jadi dia menolak untuk bergabung.Namun sekarang, setelah jam kerja usai, seseorang mengirimkan pesan yang memicu kehebohan di grup tersebut.Meskipun hanya ada satu orang yang memulai percakapan, Livy sudah cukup terkenal di perusahaan, jadi banyak orang yang ikut berkomentar.[ Pantas saja! Aku pernah beberapa kali melihat Livy naik mobilnya Pak Preston. Lagian, kalian nggak merasa aneh kalau dia bisa naik jabatan secepat itu? ][ Kalau nggak ada sesuatu di belakangnya, aku pasti nggak percaya! Tapi aku nggak nyangka, ternyata dia punya hubungan sama Pak Preston! ][ Aku nggak percaya! Pak Preston itu kaya, tampan, dan luar biasa! Mana mungkin dia tertarik sama wanita seperti Livy? ][ Pokoknya yang jelas, Livy sudah menikah dan suaminya p

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 381

    Pria itu memiliki proporsi tubuh yang nyaris sempurna. Mantel panjang hitam yang dia kenakan membingkai tubuhnya yang tinggi dengan sangat pas dan menampilkan sosok yang luar biasa gagah."Sayang, kamu ...."Livy ingin memanggil Preston untuk makan bersama, tetapi pria itu justru berjalan mendekat dengan ekspresi dingin. Dia menatap Livy dari atas ke bawah dengan mata hitam pekat yang dipenuhi dengan kejengkelan. Dengan suara marah, dia bertanya, "Apa lagi yang kamu lakukan?""Hah?"Livy tidak mengerti maksudnya, tetapi sebelum dia bisa bertanya lebih lanjut, tangan besar pria itu sudah mencengkeram bahunya dengan kuat dan menyeretnya ke atas.Cengkeramannya begitu kasar, membuat Livy terpaksa terseret menaiki tangga dengan terburu-buru. Bahkan, karena langkahnya yang terlalu cepat, lututnya terbentur sudut tangga dengan keras.Namun, Preston tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti. Dia terus menyeret Livy hingga ke kamar, lalu mendorongnya ke sofa dengan kasar."Kamu begitu ingin

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 380

    Siapa yang peduli? Preston mengernyit. Apakah dia peduli pada Livy?Tangan yang menggenggam gelas tiba-tiba berhenti, lalu dia menuangkan lagi segelas minuman untuk dirinya sendiri dan berkata dengan nada dingin, "Dia cuma istri kontrakku, nggak lebih.""Iya, nih. David, kamu terlalu berlebihan. Bu Livy memang perempuan yang baik, tapi bagaimanapun juga, dia dan Preston berasal dari dunia yang berbeda."Sylvia menyela pembicaraan, lalu mendekati Preston dengan berpura-pura baik dan mengingatkan dengan lembut, "Preston, aku tahu kamu ingin memperlakukan Bu Livy dengan baik. Tapi bagaimanapun juga, dia berasal dari latar belakang yang berbeda dari kita. Kalau kamu terus memberinya barang-barang mewah, itu malah bisa membuatnya merasa terbebani."Perkataan itu membuat Preston sedikit penasaran. "Kenapa?""Karena bagi Livy, barang-barang itu sangat mahal, bahkan satu saja bisa setara dengan gajinya selama bertahun-tahun. Orang seperti dia akan merasa bahwa kesenjangan di antara kalian terl

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 379

    Kalau begitu, Livy juga jangan berharap hidupnya akan baik-baik saja!"Zoey, kalau mau gila, jangan cari aku!" Livy tidak ingin meladeni Zoey lagi dan segera pergi. Namun, setelah kembali ke kantornya, kelopak mata kanannya terus berkedut. Dia merasa seolah-olah sesuatu akan terjadi.Sebelum pulang, dia naik ke lantai atas untuk mencari Preston dan melaporkan perkembangan proyek. Namun, setelah mengetuk pintu beberapa kali, tidak ada jawaban dari dalam. Akhirnya, dia menghubungi Preston lewat telepon."Ada apa?"Di seberang sana, suara Preston terdengar seakan dia sedang berada di tempat hiburan. Ada suara musik samar-samar dan yang lebih menyakitkan, Livy mendengar suara Sylvia yang begitu akrab di telinganya."Preston, bukannya sudah bilang hari ini jangan bahas pekerjaan?" Suara manja Sylvia terdengar cukup jelas, seolah-olah dia menempel di sisi Preston."Aku cuma bicara sebentar," jawab Preston dengan suara rendah, sebelum akhirnya beralih ke Livy, "Bu Livy, kalau soal pekerjaan,

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 378

    Karena kejadian semalam, Livy hampir terlambat masuk kerja pagi ini. Baru saja dia selesai absen, suara yang sudah lama tidak terdengar kembali menyapanya. "Livy!"Setelah sekian lama tidak bertemu, Zoey tampaknya menjalani hidup yang cukup baik.Pakaian bermerek yang dikenakannya semakin banyak dan di lehernya terlihat bekas merah yang sangat mencolok. Tanda bahwa hubungannya dengan Ansel semakin erat."Ada urusan apa?" Livy meliriknya dengan dingin, tidak ingin membuang waktu untuknya.Namun, Zoey sama sekali tidak merasa tersinggung dan justru berkata dengan percaya diri, "Aku butuh bantuanmu."Livy mengernyit, merasa Zoey benar-benar terlalu tidak tahu malu, lalu menolak mentah-mentah, "Aku nggak ada waktu.""Livy, kamu sok jual mahal apa sih? Apa kamu benar-benar mengira dirimu sudah jadi nyonya besar? Kaki Sylvia sebentar lagi sembuh, 'kan? Aku peringatkan kamu, begitu dia berhasil, kamu pasti akan dibuang sama Pak Preston!"Zoey menghalangi Livy di pintu masuk, kata-kata tajamny

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 377

    Charlene masih terus bergosip, "Ngomong-ngomong, Preston sudah nggak muda lagi, ya? Terus katanya dulu juga nggak pernah dekat sama cewek, nggak ada gosip macam-macam. Jangan-jangan dia nggak ada tenaga di ranjang? Kalau kamu ngerasa kurang, aku tahu nih ada obat yang ....""Nggak perlu, Charlene!"Livy buru-buru memotong, mencengkeram ponsel erat-erat, lalu menurunkan suaranya, "Dia di bagian itu sangat kuat.""Apa?"Suaranya terlalu kecil, Charlene di seberang sana tidak mendengarnya dengan jelas. "Maksudmu kamu masih mau? Atau jangan-jangan dia nggak bisa?""Bukan!" Livy hampir melonjak, suaranya langsung meninggi, "Preston sangat kuat, dia nggak butuh obat sama sekali!""Ohh ...." Charlene menarik nadanya dengan panjang, jelas sekali dia sedang menggoda.Livy benar-benar malu. Dia buru-buru mengganti topik. Setelah mengobrol tentang beberapa gosip ringan, akhirnya dia menutup telepon.Setelah merasa cukup berendam, Livy mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Dia melirik pakaian tidur

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 376

    Tatapan Preston sedikit melunak, alisnya pun tampak lebih rileks. Lalu, dengan nada tenang, dia berkata, "Livy, aku kaya, tampan, dan selain temperamenku, aku bisa memberimu semua yang kamu inginkan.""Dalam pernikahan, pasangan seharusnya saling memahami. Lagi pula, aku nggak merasa sering marah. Kebanyakan waktu, itu karena kamu yang melakukan kesalahan."Hah?Livy semakin bingung.Bukankah tadi Preston ingin menceraikannya? Menghubungkan sikapnya tadi malam dan hari ini, sebuah pemikiran yang sulit dipercaya muncul di benaknya.Livy menatap Preston dengan ragu, lalu bertanya dengan hati-hati, "Jadi ... kamu bersikap baik padaku hari ini karena aku bilang kamu mudah marah?"Tidak mungkin! Jadi, semua yang Preston lakukan adalah ... cara halus untuk menenangkannya?"Jadi, menurutmu aku benar-benar pemarah?" Preston menjepit sepotong daging panggang ke dalam mangkuknya, matanya menatapnya dengan tajam.Ini pertanyaan yang menentukan antara hidup atau mati.Livy buru-buru menggeleng. "S

  • Malam Penuh Gelora Bersama Bosku   Bab 375

    Livy menggelengkan kepala, sedikit ragu-ragu saat menjawab, "Pak Preston sangat sibuk setiap hari, kurasa dia nggak punya waktu untuk mengurusi hal seperti ini.""Jadi ... kita cuma bisa diam saja menerima ini?"Ivana tampak tidak terima, matanya penuh dengan kekesalan saat berkata, "Kamu sudah bekerja keras selama ini dan cuma dihargai sejuta? Bu Sherly benar-benar keterlaluan! Awalnya aku pikir dia cukup baik, tapi ternyata dia pencemburu sekali!"Livy terdiam sejenak. Dia merasa ini bukan sekadar masalah iri hati.Perasaan aneh yang dia rasakan semakin kuat. Seolah-olah Sherly menargetkannya bukan hanya karena iri, tetapi juga karena alasan lain yang tidak bisa dia jelaskan. Jika dia benar-benar ingin menyingkirkan Sherly, hanya mengandalkan masalah bonus proyek ini tidak cukup.Bagaimanapun juga, meskipun tindakan Sherly tidak etis, dia tetap mengikuti prosedur formal. Jadi, Livy tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menindaknya. Merasa frustrasi, Livy hanya bisa memfokuskan dir

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status