Preston menoleh ke arahnya. Para eksekutif lainnya ikut memandang Livy, tetapi ekspresi mereka hanya datar dan sekadar menunggu dengan sopan."Pak Preston, aku ...." Livy tiba-tiba gugup, keringat halus mulai bermunculan di dahinya. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi pikirannya kosong karena tidak bisa menemukan alasan untuk menjelaskan panggilannya yang mendadak itu.Preston menyadari ada yang tidak beres dengan Livy. Dia kemudian menoleh kepada para eksekutif dan berkata dengan tenang, "Kalian kembali saja dulu. Kita bicarakan ini saat rapat besok pagi."Para eksekutif itu juga merasakan suasana yang janggal. Namun, tentu saja mereka tidak berani bertanya lebih jauh. Mereka merasa lega karena tidak perlu menghadapi teguran di ruang direktur. Bagi mereka, Livy seperti penyelamat yang datang tepat waktu. Tanpa membuang waktu, mereka segera meninggalkan tempat itu.Livy tidak menyangka Preston akan membubarkan para eksekutif hanya karena dirinya."Bu Livy mau ngomong? Kita bicarakan d
"Klik."Pintu terbuka, dan Preston masuk ke dalam kantor sambil tetap memeluk Livy erat-erat. Bibirnya tidak melepaskan ciuman, terus menggigit lembut bibir Livy yang kenyal dan manis.Sementara itu, Zoey yang merasa ingin buang air kecil, diam-diam menggunakan kamar kecil di dalam kantor. Mendengar suara di luar, dia mengira Preston telah kembali dan buru-buru keluar. Namun, pemandangan yang dia lihat membuatnya terkejut luar biasa.Pintu sudah tertutup dan Livy tampak disandarkan di dinding oleh Preston. Kedua kaki putih mulusnya diangkat dan melingkari pinggang pria itu.Zoey membeku di tempat, matanya membelalak, baru beberapa detik kemudian dia tersadar. Dia terkejut dan tak sadar berteriak, "Ah...!"Bagaimana bisa! Kenapa malah Livy! Bagaimana bisa Livy merebut kesempatan ini darinya!Zoey sudah mempersiapkan segalanya, bahkan menyemprotkan parfum khusus yang mengandung bahan untuk meningkatkan gairah di ruangan itu. Semuanya demi menggoda Preston dan membuatnya terjatuh ke dalam
Wajah Livy terlihat semakin pucat. Dia melangkah ke samping dengan kebingungan dan menjauh dari pusat perhatian.Preston tampaknya tidak menyadari perubahan emosi Livy. Dia hanya mengira Livy sedang merasa terganggu oleh keributan yang disebabkan oleh Zoey. Dengan tenang, dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.Sementara itu, Zoey yang penuh harapan melangkah mendekat. Wajahnya dipenuhi antusiasme saat menatap Preston.Mendengar nada bicara Preston kepada Livy tadi, Zoey yakin Preston akan mengizinkannya untuk tetap bekerja di perusahaan. Hal ini membuatnya merasa bahwa dia masih memiliki tempat di hati Preston dan Preston pasti tertarik padanya.Terlebih lagi, Zoey merasa penampilannya hari ini sangat menggoda. Seandainya saja Livy tidak ada di sana menghalanginya, Zoey yakin dia akan berhasil memikat Preston sepenuhnya. Selama masih bisa tetap berada di perusahaan, Zoey percaya dia masih punya kesempatan untuk mendapatkan perhatian Preston.Dengan penuh percaya diri, Zoey
"Hmm." Livy mengangguk, lalu menceritakan semua kejadian yang baru saja terjadi kepada Preston dengan jujur.Mulai dari saat dia mengantarkan dokumen dan kebetulan bertemu Zoey, hingga ucapan Zoey yang penuh percaya diri. Dia juga menjelaskan bahwa dia memanggil Preston untuk menghentikan para eksekutif agar tidak memergoki Zoey dalam keadaan yang memalukan, meskipun hal itu membuat Preston salah paham dan mengira Livy ...."Jadi, maksudnya kamu belum benar-benar siap," ujar Preston. Matanya sedikit meredup, seolah-olah ada kekecewaan yang tersirat."Aku nggak yakin dengan hubunganmu dan Zoey apakah seperti yang dia katakan atau nggak. Jadi aku memutuskan untuk memanggilmu. Kalau banyak orang melihat Zoey dalam kondisi yang memalukan, itu juga akan merusak reputasimu," jelas Livy dengan serius.Dia merasa bahwa dirinya sudah cukup peduli dan mempertimbangkan segala hal dengan matang. Seharusnya Preston menghargai sikapnya."Kamu nggak yakin?"Nada bicara Preston menjadi lebih dingin. D
Suhu di dalam ruangan terus meningkat. Livy merasa kepalanya semakin pusing dan tubuhnya mulai terasa aneh, seolah-olah ada sesuatu yang menggugah dirinya. Preston mendekatkan tubuhnya dan memeluk Livy erat-erat. Tubuh mereka saling bersentuhan. Saking dekatnya hingga Livy bisa merasakan detak jantung Preston yang teratur dan kuat.Namun, Preston tidak melakukan gerakan lebih jauh. Dia hanya menatap Livy dengan intens, matanya yang gelap seperti menunggu persetujuan atau respons dari Livy.Livy menyadari maksud Preston. Meskipun pikirannya agak kacau, dia masih cukup sadar. Di satu sisi, dia merasa tergoda oleh kedekatan Preston, tetapi di sisi lain, dia tahu ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya sore ini.Dia mencoba memutar pergelangan tangannya, memberi isyarat agar Preston melepaskannya. Namun, cengkeraman tangan Preston terlalu kuat, seperti tidak ingin membiarkannya pergi begitu saja."Pak Preston, aku masih punya banyak pekerjaan sore ini," bisik Livy pelan.Kalimat it
"Livy, kamu kenapa? Wajahmu kok kelihatan pucat? Kamu tahu tentang masalah adikmu ini?" tanya Ivana dengan nada khawatir setelah melihat ekspresi Livy yang tampak murung.Livy mengangguk pelan. "Aku tahu Zoey mencoba menggoda Pak Preston dan akhirnya dibawa pergi sama petugas keamanan. Tapi aku nggak menyangka dia sampai difoto seperti itu dan jadi bahan gosip besar.""Ini karena ada banyak orang dari luar datang ke kantor hari ini. Orang-orang lalu-lalang dan banyak yang melihatnya. Jadi, ada yang sempat mengambil foto. Malunya sampai ke ujung dunia!" Ivana menurunkan suaranya, berbisik sambil bergosip, "Tapi Livy, kenapa kamu nggak senang? Zoey itu kan jahat. Sekarang dia kena batunya, kamu seharusnya senang, bukan?"Livy tahu Ivana tidak bermaksud jahat atau menikmati penderitaan Zoey. Dia hanya mencoba membela Livy karena sebelumnya Livy sempat bercerita tentang bagaimana Zoey menggunakan koneksi untuk masuk ke perusahaan dan membuatnya merasa terganggu.Namun, Livy tidak bisa ikut
Kalaupun Preston benar-benar mencampakkannya dan bahkan jika Livy harus kelaparan di jalanan, dia tidak akan pernah menjadi simpanan Stanley. Konyol sekali!Jika dia benar-benar terpojok, Livy lebih memilih menghancurkan seluruh Keluarga Taslim dan membawa mereka bersamanya ke akhirat untuk meminta maaf pada neneknya."Stanley, tunggu saja." Suara Livy terdengar dingin dan menakutkan. "Aku nggak akan membiarkanmu begitu saja.""Oh, ya? Mari kita lihat apa kamu punya kemampuan untuk itu. Tanpa Preston, kamu bukan siapa-siapa," balas Stanley dengan nada penuh ejekan. Dia tampak sangat bersemangat malam itu. Sebelum menutup telepon, dia berkata dengan nada mengejek, "Oh, ngomong-ngomong, kamu tahu nggak wanita idaman Preston sudah pulang? Malam ini, Preston akan menemaninya.""Apa maksudmu?"Livy tertegun. Sebelum dia sempat mendapatkan penjelasan lebih lanjut, Stanley sudah memutuskan sambungan telepon. Dia sempat berpikir untuk menelepon Stanley kembali, tetapi segera membatalkannya.Li
Seolah-olah, air matanya telah kering sejak dia menangis habis-habisan saat neneknya meninggal dunia. Dengan perasaan kosong, Livy berdiri dari sofa dan melangkah perlahan menuju kamar tidur.....Keesokan paginya.Livy bangun pagi untuk pergi bekerja. Dia hampir tidak tidur sepanjang malam, pikirannya dipenuhi mimpi-mimpi aneh yang membuatnya semakin lelah.Ketika Ivana datang ke kantor dan menyapa Livy, Livy menoleh untuk membalas. Namun, Ivana malah terkejut dan langsung berteriak, "Livy, jangan bilang kamu semalaman lembur di sini?"Ivana yang datang lebih awal dari biasanya, mendapati hanya Livy yang ada di kantor. Namun, lingkaran hitam di bawah mata Livy membuat Ivana curiga dia tidak tidur semalaman."Nggak, aku nggak lembur. Cuma tadi malam susah tidur. Jadi, aku pikir lebih baik datang lebih pagi dan mulai bekerja," jawab Livy dengan suara lemah.Ivana menghela napas dengan khawatir. "Kamu kangen nenekmu lagi, ya? Tunggu sebentar, kubelikan kopi supaya kamu lebih segar."Livy
Ekspresi Livy langsung berubah.Sylvia jelas bukan meminta untuk "dibantu", tetapi ingin Livy menggendong Sylvia yang beratnya hampir sama dengan dirinya ke dalam mobil! Selain itu, Livy sama sekali tidak berniat meremehkan Sylvia hanya karena kondisinya."Bukan begitu, Preston. Aku nggak pernah meremehkan Sylvia ...," jelas Livy dengan tergagap.Namun, entah apa yang dikatakan Preston di telepon, mata Sylvia yang sebelumnya memerah karena berpura-pura menangis, kini perlahan-lahan kembali cerah. Meski begitu, nadanya tetap terdengar tersedu-sedu."Preston, aku tahu. Kamu nggak perlu menghiburku. Demi kamu, aku nggak pernah menyesal. Tapi aku nggak ingin jadi beban siapa pun. Kalau kamu juga merasa aku merepotkan, aku nggak akan muncul lagi di hadapanmu."Tubuh Livy terasa dingin seketika. Dia mendengar percakapan Sylvia yang sengaja dibuat agar terdengar olehnya. Suara Preston terdengar jelas dan tegas dari telepon."Sylvia, kamu nggak akan pernah jadi beban bagiku. Jangan menangis la
"Kelilingi semua bagian saja, ya. Maaf merepotkan Bu Livy untuk mendorongku. Oh, ya, setelah selesai mengunjungi Grup Sandiaga, sore ini akum au jalan-jalan juga. Jadi, aku perlu Bu Livy menemaniku."Apa? Mau jalan-jalan pula?Livy tetap berusaha sabar dan mengingatkan dengan nada sopan, "Bu Sylvia, tugasku dari Pak Preston cuma menemanimu berkeliling Grup Sandiaga. Untuk jalan-jalan, kamu mungkin bisa mengajak teman atau sahabatmu."Sylvia tertawa kecil dengan nada menyindir, "Sepertinya aku tahu kenapa Bu Livy nggak bisa naik ke posisi yang lebih tinggi. Bahkan maksud tersirat dari atasan pun nggak bisa dipahami.""Maksud Preston adalah hari ini pekerjaanmu adalah menemaniku. Atau ... apakah aku perlu menelepon Preston sekarang untuk memastikannya?""Nggak perlu," jawab Livy cepat. Dia tahu, jika Sylvia benar-benar menelepon Preston, hasilnya hanya akan membuat Preston berpihak pada Sylvia. Jika itu terjadi, Livy hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.Dengan senyum terpaksa, Livy
Untuk sesaat, seisi ruangan itu sunyi senyap. Livy berdiri perlahan, pandangannya tanpa sadar tertuju pada kedua orang yang baru saja masuk. Tebersit rasa getir yang samar di dadanya."Preston, jadi ini departemen sekretaris, ya? Kelihatannya memang bagus." Suara Sylvia terdengar begitu lembut dan memikat hingga semua orang yang mendengarnya merasa tersentuh.Kalau saja Livy tidak tahu Sylvia pernah sengaja mencoreng namanya sebelumnya, mungkin dia juga akan menganggap Sylvia sebagai wanita yang anggun dan penuh kelembutan."Hmm, ada delapan orang di sini, mereka bertugas menangani berbagai urusan," jelas Preston dengan nada datar. "Apa ada tempat lain yang ingin kamu lihat?""Tentu saja ada," jawab Sylvia dengan senyuman manis. Dia berkedip lembut dengan tatapan yang tampak begitu pengertian."Aku sudah lama nggak kembali ke negara ini, jadi belum sempat benar-benar melihat-lihat Grup Sandiaga. Tapi aku tahu kamu sibuk, Preston. Aku nggak bisa terus merepotkanmu. Gimana kalau aku menc
Nicky, Stanley ….Preston tidak percaya bahwa Livy tidak memiliki hubungan apa pun dengan mereka!"Livy."Mendengar namanya tiba-tiba dipanggil Preston, Livy menoleh. "Ada apa?" tanyanya."Ada sesuatu yang sebaiknya kamu akui sendiri terlebih dulu." Tatapan Preston sangat tajam seolah-olah bisa menebak isi pikiran orang.Livy tiba-tiba merasa bersalah. Setelah memikirkannya dengan saksama sejenak, dia berkata dengan tulus, "Sayang, aku nggak mengerti apa maksudmu."Mau terus terang apaan? Dia tidak pernah melakukan apa pun sama sekali. Sebaliknya, justru Preston yang terus menerus berlari ke arah Sylvia. Meski mereka hanya dalam hubungan kontrak, bukankah Preston seharusnya memberitahunya?Setidaknya katakan bahwa hubungan mereka dengan Sylvia akan segera berakhir. Dengan begitu, Livy bisa segera menarik kembali perasaan yang seharusnya tidak dia miliki. Bukan seperti sekarang, terus terombang-ambing antara rasa sakit dan momen-momen kehangatan yang diberikan Preston.....Hari Senin t
Ekspresi Preston tetap dingin tanpa emosi. Namun, setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti menghujam tepat ke titik lemah Bahran.Pernikahan bisnis yang dulu dijalani Bahran dengan istrinya tidak dilandasi cinta. Selama bertahun-tahun, hubungan mereka hanya menghasilkan seorang putri.Meski demikian, latar belakang istrinya cukup kuat, sehingga dia memiliki watak yang keras dan sulit dihadapi. Setiap ulah Bahran di luar rumah selalu sampai ke telinganya, dan setiap kali hal itu terjadi, pasti diikuti oleh pertengkaran besar."Preston, kamu ini terlalu ikut campur!" Bahran yang merasa harga dirinya diinjak, mulai kehilangan kendali.Dengan nada penuh amarah, dia berkata, "Kenapa berpura-pura di depanku? Kamu dan Livy sama sekali nggak punya cinta yang sebenarnya! Aku cuma ngasih tahu Livy cara terbaik untuk mengamankan posisinya, yaitu dengan punya anak. Sama seperti ibumu dulu. Setidaknya, dia mendapatkan sesuatu, bukan?"Kata-kata itu langsung menyulut kemarahan Preston. Aura din
Chloe segera mengendalikan ekspresinya.Makan malam berlangsung cepat. Preston dan Tristan naik ke lantai dua untuk membahas sesuatu di ruang kerja. Livy tidak ingin terus berada bersama Keluarga Sandiaga, sehingga dia mencari alasan pergi ke taman belakang untuk menghirup udara segar."Livy, lagi menikmati bulan, ya?" Baru saja Livy menemukan tempat untuk duduk, suara Bahran tiba-tiba terdengar dari belakangnya.Livy menoleh dan mengangguk dengan canggung. "Iya, cuma sebentar saja. Kak, aku pamit dulu. Aku nggak mau mengganggu waktu Kakak.""Kenapa buru-buru?" Bahran menghalangi jalannya dengan langkah santai. Pandangannya yang tertuju pada Livy tampak penuh maksud tersembunyi, sementara senyum di wajahnya terlihat ramah. "Livy, yang tadi kubilang di depan Ayah itu semua benar, lho."Mata Livy segera memancarkan kewaspadaan. "Apa maksud Kakak?"Bahran melanjutkan, "Begini, jangan tertipu dengan kesan bahwa Preston nggak peduli sama wanita. Dia memang kelihatannya pria baik yang nggak
Hati Livy langsung tersentak. Apakah Chloe sudah tahu semuanya?Telapak tangannya mulai berkeringat. Livy khawatir Chloe akan mengungkap hubungannya dengan Stanley. Meskipun Stanley yang berselingkuh dan bersalah, dengan semua ucapan yang dilontarkan Chloe tadi, sulit untuk tidak membuat Keluarga Sandiaga memiliki persepsi buruk terhadapnya."Benaran aku kenal?" Melanie semakin bersemangat dan buru-buru bertanya, "Chloe, coba bilang sama Bibi, siapa sebenarnya wanita yang nggak tahu malu itu?"Tubuh Livy menjadi tegang dan pandangannya tertuju erat pada Chloe.Tebersit ejekan di mata Chloe. Dia memutar sedikit kata-katanya sebelum akhirnya tersenyum tipis."Aib keluarga nggak perlu diumbar. Wanita itu mungkin cuma terpikat karena Stanley terlalu luar biasa. Meskipun dia mencoba mendekat, Stanley nggak akan menginginkannya. Nggak usah dibahas lagi, buang waktu saja!""Oh, Chloe memang berbesar hati." Melanie tersenyum kecil."Kenapa kamu kelihatannya tegang sekali?" Suara dingin Preston
"Bahran!" bentak Tristan yang tidak tahan lagi mendengar ucapannya.Tristan mengayunkan tongkatnya ke arah Bahran dua kali, tetapi Bahran menghindar dengan cepat. Saking marahnya, Tristan mengentakkan tongkatnya dengan keras ke lantai sambil berkata, "Aku tahu seperti apa Preston itu! Kamu pikir semua orang seperti kamu yang bisa melakukan hal nggak tahu malu begini?"Bahran yang terus dimarahi oleh semua orang, wajahnya mulai memerah. Dengan nada gelisah, dia akhirnya membuka mulut."Ayah nggak boleh bilang gitu. Ayah sendiri juga sama saja, 'kan? Setelah nikah sama Ibu, Ayah tetap bersenang-senang di luar. Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Aku bisa jadi begini juga karena niru Ayah ....""Kurang ajar!"Tristan benar-benar marah. Dia bangkit dari sofa dan menghantamkan tongkatnya ke arah Bahran dua kali dengan keras. "Suruh kamu pulang untuk makan sama-sama, bukan untuk bicara begini! Kalau kamu begini lagi, lain kali kamu nggak usah pulang lagi daripada aku mati kesal!""Sudah,
Sebelumnya Erick, sekarang Nicky. Jika hanya satu pria, Preston masih bisa memahaminya. Namun, sekarang ada begitu banyak pria yang bermunculan di sekitar Livy. Tidak mungkin jika mengatakan tidak ada masalah pada wanita ini.Namun, ucapan Preston bagaikan pisau tajam yang menikam hati Livy. Bibirnya sampai memucat. Lipstik sekalipun tidak bisa menutupi kepucatannya itu."Jadi, kamu rasa ini salahku? Kamu rasa aku yang nggak menjaga diri?""Aku cuma memperingatkanmu. Selama kontrak kita belum berakhir, sebaiknya jangan melakukan hal-hal yang melanggar moral. Mengenai Nicky ... dia cuma pengacara biasa. Kalau kamu masih diam-diam bertemu dengannya, aku bisa membuatnya kehilangan pekerjaan."Nada bicara dan ekspresi Preston sama dinginnya. Ini adalah ancaman yang terang-terangan. Livy tahu Preston bisa melakukan hal seperti itu. Erick adalah contoh pertama.Jika Preston bisa membuat Erick dipenjara, dia tentu tidak akan menunjukkan belas kasihan kepada Nicky. Livy tidak ingin Nicky menja