Jhones yang menerima perintah langsung, Beranjak dari sana. Sementara Billy juga pergi dengan terburu-buru. ia ingin segera menemukan keberadaan Vivian.Di sisi lain, Celine yang menerima panggilan dari Marcus segera menyediakan uang sesuai permintaannya. Dengan bantuan Alex, supirnya. ia menarik sejumlah uang dari bank di hari itu juga. Sesampai di bandara ia langsung mengabulkan permintaan Marcus."Direktur, bagaimana kalau kita menghubungi polisi?" tanya Alex yang mengangkas tas uang ini dan dimasukan ke dalam bagasi mobil.Celine yang cemas dan duduk di belakang mobil, ia menjawab," Sudah terlambat, aku tidak ingin nyawa Vivian terancam.""Apakah Jenderal akan tiba pada waktunya?" tanya Alex yang sedang menyetir.Celine mengeleng kepalanya dan berkata," Tidak akan sempat lagi, semalam Bryan menghubungiku. Dia akan mengutuskan anggotanya untuk melindungi kita. Aku merasa aneh dan penasaran dengan sesuatu," jawab Celine."Tentang apa?" tanya Alex."Suara pria yang menculik Vivian s
Marcus tersenyum sinis dan mengejek," Sudah lama tidak bertemu, tidak kusangka kita bertemu di sini. kelihatannya kamu sudah kaya."Celine menatap kesal pada pria itu," Kau adalah orang yang menculik putriku?" tanya Celine dengan nada ketus.Marcus terdiam sejenak dan menatap hina pada Celine," Menculik putrimu? Maksudmu wanita itu adalah putrimu? Pria mana yang begitu sial menikahimu? Aku tidak menyangka kamu bisa melahirkan lagi," kata Marcus dengan menghina.Tatapan tajam Vivian menembus Marcus yang tersenyum sinis sambil mengejek. Ia seakan ingin membunuh lelaki itu hanya dengan pandangannya. Wajah Vivian merah padam, amarah yang mendalam terpancar dari setiap pori-porinya. "Jaga mulutmu!" ketus Vivian yang ditahan oleh dua anggota Marcus yang menggenggam erat lengannya. "Vivian," seru Celine dengan suara parau, mencemaskan putrinya yang sedang berada dalam bahaya. "Ma, aku tidak apa-apa, lapor polisi saja. Tidak usah berikan uangnya!"kata Vivian dengan suara lantang, mencoba me
Billy tertawa keras dan jelas. "Hahaha...karma ini adalah karmamu," ejeknya sambil menatap Marcus dengan tatapan sinis. Raut wajah Marcus berubah menjadi kebingungan, kesal, dan kemarahan. "Apa yang lucu?" tanya Marcus dengan suara bergetar, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya. Billy tersenyum mengejek, "Kau mengancam putrimu sendiri, Bukankah ini adalah karmamu? Lepaskan Vivian atau kau yang akan kehilangan nyawamu." Dia melirik ke sekeliling, memberi kode kepada anggota gengnya yang sekarang mengarahkan senapan mereka ke arah Marcus. Wajah Marcus semakin pucat, keringat dingin bercucuran di keningnya, dan kakinya mulai lemas. Dia merasa terpojok dan tidak memiliki pilihan lain selain melepaskan Vivian. Vivian, yang baru sadar siapa pria itu, Dengan mata berkaca-kaca dan suara penuh kemarahan, dia berkata, "Kalau kau adalah papaku, Maka, kau adalah orang yang paling tidak layak dimaafkan. Aku membencimu." Marcus terpaku mendengar kata-kata Vivian, seolah sebuah pukulan keras
Dalam keadaan panik, Billy melarikan Vivian ke rumah sakit dengan terburu-buru. Keringat dingin mengucur deras di keningnya, sementara nafasnya tersengal-sengal akibat berlari. Begitu sampai di rumah sakit, ia langsung berteriak memanggil dokter yang ada di sana. Celine dan Alex yang mendengar teriakan Billy langsung menyusul dengan wajah yang penuh kekhawatiran. Para dokter dan suster segera bergerak cepat, mendorong ranjang beroda untuk membaringkan Vivian yang dalam kondisi pingsan. Dengan sigap, mereka membawa Vivian menuju ke ruang rawat, berusaha menyelamatkan nyawanya."Dokter, tolong selamatkan putriku?" pinta Celine dengan cemas, tak sanggup menyembunyikan kekhawatiran yang mendalam. Dokter mengangguk seraya berjanji akan berusaha semaksimal mungkin. Setelah Vivian dimasukkan ke ruang perawatan, Billy dan Celine menunggu dengan cemas di luar ruangan. Tiba-tiba, Billy mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. Wajahnya terlihat marah, namun suaranya tetap terjaga aga
Billy berjalan dengan langkah pasti menuju kurungan tempat Marcus dan para tawanan lainnya terpenjara. Wajah Marcus memperlihatkan rasa sakit yang luar biasa; darah mengalir dari luka tembak di lengannya dan bekas siksaan yang dia terima dari anggota geng Billy. "Hebat sekali, menculik anak sendiri demi menantangku. Sepertinya kamu sudah salah besar," ujar Billy dengan senyum sinis, menatap Marcus yang terbaring lemah di lantai kurungan. "Di mana dia?" tanya Marcus dengan suara parau, menahan sakit yang menyiksa tubuhnya. "Telah dilarikan ke rumah sakit," jawab Billy santai, "Kau menyiksanya dan tidak memberi dia makan. Suami dan ayah sepertimu tidak pantas dihargai." Wajah Marcus memerah karena kemarahan dan rasa bersalah yang membanjiri hatinya. Matanya menatap tajam ke arah Billy, namun dia tidak bisa mengeluarkan suara lagi untuk membalas ocehan pria itu. "Kalau bukan karena Vivian, Aku sudah membunuhmu dari sejak tadi, Aku tidak ingin meninggalkan kesan buruk bagi putrimu. S
Celine langsung terdiam, dan menyadari betapa sakitnya perasaan putrinya yang sebelumnya tersakiti oleh mantan suaminya, Bryan."Vivian, andaikan...kalau saat ini Bryan kembali, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Celine.Vivian tersenyum dan berkata," Untuk apa lagi? Bukankah dia sudah bahagia sekarang. Andaikan mereka sudah berpisah aku juga tidak akan bersatu dengannya. Cukup sekali kita mencintai seorang pria jangan sampai kedua kali mencintai orang yang sama," jawab Vivian."Kalau Bryan ada alasan melakukan itu, Apakah kamu akan memaafkan dia?" tanya Celine lagi."Mengkhianati pasangan sendiri adalah sesuatu yang tidak bisa dimaafkan. Ma, sudah nasibku harus gagal dua kali pernikahanku. Aku benar-benar takut dan sudah trauma. Aku bahkan tidak ingin mengingat mereka lagi!" jawab Vivian.Celine menghela nafas, dan memegang tangan putrinya," Baiklah, Mama tidak akan mengungkitnya lagi. Untuk saat ini apakah Billy akan menjadi pilihanmu?" "Ma, aku butuh waktu untuk mempertimbangkan,
Tak lama kemudian, Billy melepaskan ciumannya dan menatap dalam-dalam ke mata Vivian. Kedua tangannya mengelus lembut pipi wanita itu, mencoba meyakinkan perasaannya. "Vivian, apakah kamu bersedia hidup bersamaku?" tanya Billy dengan suara lembut, penuh harap. Vivian menatap Billy dengan air mata yang tak terbendung di pelupuk matanya. "Billy, aku pernah dikhianati dua kali dalam hidupku. Aku bahkan tidak tahu siapa yang bisa aku percaya lagi," ucap Vivian dengan suara bergetar, mencoba mengungkapkan ketakutannya. Billy tersenyum, mencoba memberikan ketenangan pada wanita di hadapannya. "Kalau begitu, biarkan aku menjadi orang yang bisa kamu percayai, Vivian. Aku akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik, dan perasaanku padamu tidak akan pernah berubah. Percayalah padaku," ujar Billy dengan penuh keyakinan, lalu melanjutkan ciumannya yang lembut dan penuh cinta pada Vivian.Tanpa mereka sadari, ada sosok yang tak terduga sedang mengamati mereka dari luar. Murfy, seorang pria berb
Beberapa hari kemudian, Jhones datang menghampiri Billy yang sedang duduk di ruang tamu sambil membaca koran. Dengan ekspresi serius, Jhones memberikan sebuah amplop coklat yang tampak sudah lusuh kepada Billy. Dengan rasa penasaran, Billy segera membuka amplop tersebut dan mengeluarkan beberapa lembar berkas yang terlipat rapi di dalamnya. Billy memperhatikan setiap detail yang tertulis di berkas itu, lalu menatap Jhones dengan pandangan tajam. "Apakah ini adalah alamat pengirim?" tanya Billy sambil menunjuk alamat yang tertera di salah satu lembar berkas. "Iya, Tuan. Tapi, orangnya sudah pindah. Dia adalah seorang pria yang hanya sewa kamar itu sehari. Aku yakin dia hanya mengelabui posisi tempat dia berada," jawab Jhones dengan nada yakin. "Sudah periksa rekamannya?" Tanya Billy, masih dengan nada tajam dan penasaran. Sambil menatap beberapa foto seorang pria yang berpakaian serba hitam. "Sudah, Tuan. Dia sangat tertutup sehingga tidak ada yang bisa melihat wajahnya," jawab Jh