pada mau lagi kah? atau udah di bagian yang menegangkan ini 🤣🤣🤣🤣
Dari dalam ruang rawatnya, Liora melihat dua pria yang bertemu di luar itu seperti akan mengulangi baku hantam yang mereka lakukan seperti di ruang Presdir. Dan sebelum ada yang terluka—terutama Leo—Liora yang semula hanya berdiri tegang menatap dari jendela kemudian beringsut lari ke sana. Ia membuka pintunya, membuat Leo menoleh lebih dulu sementara Kayden hanya memandangnya melalui sudut mata. Liora memang tak mendengar apa yang sebelumnya mereka perdebatkan, tapi sepertinya itu sesuatu yang sama seperti yang terjadi di dalam ruang Presdir sebab saat Liora membuka pintunya tadi, beberapa kata bernada peringatan dari Kayden masih bisa ia tangkap. “Berhenti mencemaskan istri orang!”—Kurang lebih seperti itu. “Jangan bertengkar,” pinta Liora, menatap dua pria itu bergantian. Yang lebih berapi-api itu adalah Leo, seolah ada bara di matanya saat menatap Kayden dan menyudutkannya hingga nyaris membentur dinding. “Tolong jangan bertengkar,” ulang Liora sekali lagi. Leo mendengus sa
“Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Liora seiring langkah mundurnya, memastikan handuk yang dipakainya itu masih melekat erat di tubuhnya. ‘Sial!’ batin Liora saat ia menyadari bahwa handuk yang dikenakannya sore hari ini bukanlah handuk kimono, melainkan handuk lilit biasa yang melindunginya dari bawah leher hingga sebatas paha. Dan seolah tak terganggu dengan teriakan atau keterkejutan Liora, Kayden masih duduk dengan kaki ditumpuk menyilang di sana. Maniknya yang segelap kemejanya memindai Liora dari bawah hingga ke atas sebelum berhenti pada netranya yang bergoyang gugup. Entah apa arti pandangannya itu. Kayden seperti sedang menikmati apa yang dilihatnya dan malah sengaja membiarkan Liora berdiri kikuk. “Kenapa?” tanya Kayden dengan nada yang datar, tak mempedulikan piasnya wajah Liora menjumpai kemunculannya yang mendadak. “Melihat hantu?” “A-anda membuat saya terkejut,” jawab Liora, kembali mengambil langkah mundur saat Kayden berdiri. “Datang tidak mengetuk pintu, baga
Sekarang Liora tahu mengapa set pemotretan itu terlihat aneh baginya.Karena saat Liora masuk tadi, sebuah ranjang besar dengan taburan bunga mawar merah disiapkan.Beberapa model pria dan wanita sudah bersiap di sana dan beberapa dari mereka juga menggunakan kain untuk menutupi tubuh mereka.Semua itu beralasan, ranjang itu adalah properti yang akan digunakan, seolah mereka adalah pasangan suami-istri.Selain lingerie, saat Liora mengedarkan pandangannya pada gantungan baju yang ada di sebelah kanannya, beberapa pakaian dalam dan bikini sudah disiapkan.‘Apa Freya juga tidak tahu soal ini?’ tanya Liora dalam hati, mendorong napasnya yang tiba-tiba terasa sesak.Tidak mungkin ‘kan temannya itu sengaja membawanya ke sini agar terjebak?Liora masih mencoba memikirkan hal yang baik pada Freya sebelum ia tak menemukan gadis itu di sudut manapun di dalam studio.Saat ia keluar dari ruang ganti, Freya lenyap, tak berjejak. Hanya ada fotografer dan orang-orang yang bekerja serta para model y
Kayden sekilas menoleh ke belakang, menunggu jawaban Liora yang gemetar di tempatnya berdiri. Bukan hanya gemetar karena melihat pandangan Kayden yang seperti akan membunuh apapun, tapi juga karena yang baru dialaminya. Liora berpikir ia akan terjebak di dalam sana dan tak bisa keluar, ditelanjangi paksa, dilecehkan lalu akan habis di tangan Kayden.Tapi takdir masih memberinya belas kasihan dengan menurunkan pertolongan untuknya. Meski ia tak tahu bagaimana caranya Kayden menemukannya di sini, ia sangat berterima kasih untuk itu.“Ah, jadi semua bajingan di sini mengambil peran?” tanya Kayden yang menarik kembali kesadaran Liora. Pria itu memutar kepalanya kembali ke depan.Seorang model pria yang tadi ditampar oleh Liora berseru dari dekat ranjang saat bertanya, “Siapa lagi yang baru datang ini? Sama-sama pengacaunya?”Sepertinya tidak semua orang yang ada di sana mengenali seorang Kayden Baldwin. Itu dibuktikan oleh tanya yang keluar dari bibirnya itu.Tetapi fotografer yang ada
“F-Freya,” jawab Liora setelah ia memaksakan dirinya untuk membuka bibir.Setelah jawaban itu, jemari Kayden yang ada di dagunya perlahan mengendur. “S-seperti yang tadi saya katakan pada Anda,” imbuhnya. “Saya bertemu dengan Freya, dia meminta bantuan saya untuk datang ke studio itu.”Dalam hati, Liora dirundung ketakutan setelah jujur akan hal itu. Apa yang akan terjadi pada Freya setelah ini? Jantungnya berdegup seakan besok tak akak berdetak lagi.Liora pun juga cukup bingung dengan tindakan sahabatnya itu yang justru mengumpankan dirinya di dalam situasi yang tidak menguntungkannya.Pemotretan berkonsep lingerie?Kayden menarik tangannya dari dagu Liora. Helaan dalam napas pria itu terlihat saat dadanya berdenyut, “Apa kamu bisu?” tanya Kayden. “Kamu tidak menanyakan dulu pekerjaan macam apa yang dia tawarkan?”“Maaf. Saya tidak tanya karena saya tidak mengira kalau Freya akan meminta saya ke tempat seperti itu. Dia seperti bukan dirinya, Tuan Kayden.”“Bukan dirinya bagaimana?”
Sudah lebih dari beberapa hari sejak kejadian di studio, tapi bagi Liora tak ada tanda-tanda bahwa Kayden akan mengajaknya bicara.‘Tidak apa-apa,’ pikir Liora setiap kali Kayden tak peduli dengan apakah ia masih hidup ataukah sudah mati di dalam rumahnya.Karena dengan terjadinya perang dingin, akan meminimalisir pertengkaran mereka.Sore ini, Liora sangat bosan dengan tak adanya kegiatan.Setelah duduk cukup lama di ruang makan, Liora memberanikan diri untuk mengirim pesan pada Kayden.[Saya ingin makan käsespätzle, bolehkah saya membuatnya?]‘Izin dulu agar saat Kayden pulang nanti dia tidak memintaku menyingkirkan makanannya,’ batin Liora sembari meletakkan ponselnya ke atas meja untuk meraih potongan apel yang diberikan oleh Annie.Kurang dari satu menit, pesan balasan dari Kayden datang.Anehnya, itu bukan sebuah larangan.Melainkan [Iya.]Dengan imbuhan [Buat lebih banyak, aku ingin mencobanya juga.]“Uhukk—“ Liora tersedak sewaktu membaca itu. Ia hampir saja menelan apel itu t
Untuk beberapa saat bibir Liora terasa membeku. ‘Menyentuh perutku dia bilang?’ tanyanya dalam diam, tak mempercayai bahwa kalimat itu diucapkan oleh Kayden, pria dingin tak punya hati yang kerap kali disebut Liora sebagai ‘iblis’.Jika Liora menolak, bukankah artinya ia yang bersikap tidak baik?Bagaimanapun, Kayden adalah ayah bayi yang dikandungnya.Ah—atau bolehkah Liora menyebutnya sebagai ... ‘anak kita’?“B-boleh,” jawab Liora dengan gugup meski ia tak yakin anggukan samarnya dapat dilihat oleh Kayden.Pria itu mendekat, menggeser tubuhnya agar tak begitu renggang dengan Liora.Liora menahan napasnya saat tangan besar Kayden menyingkap perlahan selimut yang menutupi separuh bagian tubuhnya sehingga gaun tidur yang ia kenakan sekarang tampak jelas.Telapak besar itu singgah di perutnya yang mendadak didatangi ribuan kupu-kupu. Darahnya berdesir, ia berdebar, di antara semua kontak fisiknya dengan Kayden, baru kali ini rasanya sangat hangat.Liora mencuri pandang pada Kayden, pri
“Kamu menangis?” tanya Kayden begitu melihat pipi Liora basah oleh air mata.Liora dengan gegas menghapusnya, memindah pandangannya dari Kayden saat pria itu kembali bertanya, “Kamu sungguh terbebani dengan bayiku?”“Tidak—“ sangkal Liora. “Saya menangis bukan karena itu.”“Lalu?”“Karena itu kalimat Anda yang terdengar paling manusiawi selama saya hidup di sini.”Kayden tertegun mendengar kalimat Liora. Sedang gadis itu tak peduli apakah Kayden akan tersinggung dengan menyebutnya ‘manusiawi’ karena memang sebelum-sebelumnya ia tidak bersikap seperti itu.Jika sampai Kayden bertanya memangnya kalimat seperti apa yang dikatakannya sampai Liora tidak menganggapnya sebagai manusia, ia sudah siap merangkumnya.Tapi pria itu terlihat tak begitu ingin menanggapinya. Wajahnya berpaling dengan enggan, tangannya menarik selimut sembari memiringkan tubuhnya untuk memunggungi Liora."Tidurlah," katanya. "Jangan begadang, nanti kamu darah tinggi."Liora mendengus, lalu mengikuti Kayden berbaring
'Apa yang akan dilakukan Kayden nanti saat sudah sampai rumah?' tanya Liora dalam hati, menggerutu seperginya ia dari ruangan di dalam hall menuju ke parkiran. 'Apa dia benar-benar menganggap aku memulai pertengkaran dengan mantan pacarnya?'"Kakiku rasanya seperti akan lepas."Ia menunduk, memperhatikan kakinya dan heels yang dikenakannya.Meski ini bukan heels dengan hak tinggi, tapi malam ini rasanya sangat sakit di kakinya. Sepertinya heels-nya kekecilan. Kayden memberinya heels yang salah ukuran.Ia terus berjalan untuk menemukan sedan milik Kayden yang ia tahu terparkir di blok VIP, berbeda dengan mobil milik para tamu undangan.Menjumpai lambang flying lady di bagian depannya, Liora bisa memastikan bahwa itu adalah sedan milik Kayden—barangkali yang paling mahal daripada semua sedan yang terparkir di tempat itu.Saat ia mendekat, kaca mobilnya terbuka, Kayden lebih dulu ada di dalam sana dan meminta Liora untuk masuk."Masuk!"Tanpa ada jawaban yang keluar dari bibir Liora. Ia
'Liora Baldwin?' ulangnya dalam hati.Dari sudut matanya, Liora bisa melihat Evan yang tersenyum, senyum yang aneh seakan ini adalah pemandangan yang langka yang pernah diabadikan oleh matanya.Meski dikatakan dengan sedikit lebih lembut, tapi tetap saja Kayden dan mata serigalanya itu tak berubah.Liora berpikir, 'Apa mungkin nanti kalau bayinya lahir dia juga akan memerintah anaknya seperti dia memerintahku?'Singkat, kejam dan keras hati begitu?"Haruskah aku menunggumu sampai tujuh kali reinkarnasi?"Kalimat Kayden menarik kesadaran Liora. Ia mendorong napasnya, meski enggan ... bukankah Liora tak memiliki pilihan lain? Akhirnya ia melingkarkan tangannya ke lengan Kayden.Mereka berjalan beriringan untuk keluar dari ruangan itu.Evan membukakan pintu untuk mereka berdua. Bukan pintu tempat Liora masuk tapi pintu lainnya yang saat mereka melewatinya, hall tempat dilangsungkannya acara terlihat."Wah ...."Suara hadirin yang sudah lebih dulu di sana saling bersahutan saat melihat k
“Kamu menangis?” tanya Kayden begitu melihat pipi Liora basah oleh air mata.Liora dengan gegas menghapusnya, memindah pandangannya dari Kayden saat pria itu kembali bertanya, “Kamu sungguh terbebani dengan bayiku?”“Tidak—“ sangkal Liora. “Saya menangis bukan karena itu.”“Lalu?”“Karena itu kalimat Anda yang terdengar paling manusiawi selama saya hidup di sini.”Kayden tertegun mendengar kalimat Liora. Sedang gadis itu tak peduli apakah Kayden akan tersinggung dengan menyebutnya ‘manusiawi’ karena memang sebelum-sebelumnya ia tidak bersikap seperti itu.Jika sampai Kayden bertanya memangnya kalimat seperti apa yang dikatakannya sampai Liora tidak menganggapnya sebagai manusia, ia sudah siap merangkumnya.Tapi pria itu terlihat tak begitu ingin menanggapinya. Wajahnya berpaling dengan enggan, tangannya menarik selimut sembari memiringkan tubuhnya untuk memunggungi Liora."Tidurlah," katanya. "Jangan begadang, nanti kamu darah tinggi."Liora mendengus, lalu mengikuti Kayden berbaring
Untuk beberapa saat bibir Liora terasa membeku. ‘Menyentuh perutku dia bilang?’ tanyanya dalam diam, tak mempercayai bahwa kalimat itu diucapkan oleh Kayden, pria dingin tak punya hati yang kerap kali disebut Liora sebagai ‘iblis’.Jika Liora menolak, bukankah artinya ia yang bersikap tidak baik?Bagaimanapun, Kayden adalah ayah bayi yang dikandungnya.Ah—atau bolehkah Liora menyebutnya sebagai ... ‘anak kita’?“B-boleh,” jawab Liora dengan gugup meski ia tak yakin anggukan samarnya dapat dilihat oleh Kayden.Pria itu mendekat, menggeser tubuhnya agar tak begitu renggang dengan Liora.Liora menahan napasnya saat tangan besar Kayden menyingkap perlahan selimut yang menutupi separuh bagian tubuhnya sehingga gaun tidur yang ia kenakan sekarang tampak jelas.Telapak besar itu singgah di perutnya yang mendadak didatangi ribuan kupu-kupu. Darahnya berdesir, ia berdebar, di antara semua kontak fisiknya dengan Kayden, baru kali ini rasanya sangat hangat.Liora mencuri pandang pada Kayden, pri
Sudah lebih dari beberapa hari sejak kejadian di studio, tapi bagi Liora tak ada tanda-tanda bahwa Kayden akan mengajaknya bicara.‘Tidak apa-apa,’ pikir Liora setiap kali Kayden tak peduli dengan apakah ia masih hidup ataukah sudah mati di dalam rumahnya.Karena dengan terjadinya perang dingin, akan meminimalisir pertengkaran mereka.Sore ini, Liora sangat bosan dengan tak adanya kegiatan.Setelah duduk cukup lama di ruang makan, Liora memberanikan diri untuk mengirim pesan pada Kayden.[Saya ingin makan käsespätzle, bolehkah saya membuatnya?]‘Izin dulu agar saat Kayden pulang nanti dia tidak memintaku menyingkirkan makanannya,’ batin Liora sembari meletakkan ponselnya ke atas meja untuk meraih potongan apel yang diberikan oleh Annie.Kurang dari satu menit, pesan balasan dari Kayden datang.Anehnya, itu bukan sebuah larangan.Melainkan [Iya.]Dengan imbuhan [Buat lebih banyak, aku ingin mencobanya juga.]“Uhukk—“ Liora tersedak sewaktu membaca itu. Ia hampir saja menelan apel itu t
“F-Freya,” jawab Liora setelah ia memaksakan dirinya untuk membuka bibir.Setelah jawaban itu, jemari Kayden yang ada di dagunya perlahan mengendur. “S-seperti yang tadi saya katakan pada Anda,” imbuhnya. “Saya bertemu dengan Freya, dia meminta bantuan saya untuk datang ke studio itu.”Dalam hati, Liora dirundung ketakutan setelah jujur akan hal itu. Apa yang akan terjadi pada Freya setelah ini? Jantungnya berdegup seakan besok tak akak berdetak lagi.Liora pun juga cukup bingung dengan tindakan sahabatnya itu yang justru mengumpankan dirinya di dalam situasi yang tidak menguntungkannya.Pemotretan berkonsep lingerie?Kayden menarik tangannya dari dagu Liora. Helaan dalam napas pria itu terlihat saat dadanya berdenyut, “Apa kamu bisu?” tanya Kayden. “Kamu tidak menanyakan dulu pekerjaan macam apa yang dia tawarkan?”“Maaf. Saya tidak tanya karena saya tidak mengira kalau Freya akan meminta saya ke tempat seperti itu. Dia seperti bukan dirinya, Tuan Kayden.”“Bukan dirinya bagaimana?”
Kayden sekilas menoleh ke belakang, menunggu jawaban Liora yang gemetar di tempatnya berdiri. Bukan hanya gemetar karena melihat pandangan Kayden yang seperti akan membunuh apapun, tapi juga karena yang baru dialaminya. Liora berpikir ia akan terjebak di dalam sana dan tak bisa keluar, ditelanjangi paksa, dilecehkan lalu akan habis di tangan Kayden.Tapi takdir masih memberinya belas kasihan dengan menurunkan pertolongan untuknya. Meski ia tak tahu bagaimana caranya Kayden menemukannya di sini, ia sangat berterima kasih untuk itu.“Ah, jadi semua bajingan di sini mengambil peran?” tanya Kayden yang menarik kembali kesadaran Liora. Pria itu memutar kepalanya kembali ke depan.Seorang model pria yang tadi ditampar oleh Liora berseru dari dekat ranjang saat bertanya, “Siapa lagi yang baru datang ini? Sama-sama pengacaunya?”Sepertinya tidak semua orang yang ada di sana mengenali seorang Kayden Baldwin. Itu dibuktikan oleh tanya yang keluar dari bibirnya itu.Tetapi fotografer yang ada
Sekarang Liora tahu mengapa set pemotretan itu terlihat aneh baginya.Karena saat Liora masuk tadi, sebuah ranjang besar dengan taburan bunga mawar merah disiapkan.Beberapa model pria dan wanita sudah bersiap di sana dan beberapa dari mereka juga menggunakan kain untuk menutupi tubuh mereka.Semua itu beralasan, ranjang itu adalah properti yang akan digunakan, seolah mereka adalah pasangan suami-istri.Selain lingerie, saat Liora mengedarkan pandangannya pada gantungan baju yang ada di sebelah kanannya, beberapa pakaian dalam dan bikini sudah disiapkan.‘Apa Freya juga tidak tahu soal ini?’ tanya Liora dalam hati, mendorong napasnya yang tiba-tiba terasa sesak.Tidak mungkin ‘kan temannya itu sengaja membawanya ke sini agar terjebak?Liora masih mencoba memikirkan hal yang baik pada Freya sebelum ia tak menemukan gadis itu di sudut manapun di dalam studio.Saat ia keluar dari ruang ganti, Freya lenyap, tak berjejak. Hanya ada fotografer dan orang-orang yang bekerja serta para model y
“Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Liora seiring langkah mundurnya, memastikan handuk yang dipakainya itu masih melekat erat di tubuhnya. ‘Sial!’ batin Liora saat ia menyadari bahwa handuk yang dikenakannya sore hari ini bukanlah handuk kimono, melainkan handuk lilit biasa yang melindunginya dari bawah leher hingga sebatas paha. Dan seolah tak terganggu dengan teriakan atau keterkejutan Liora, Kayden masih duduk dengan kaki ditumpuk menyilang di sana. Maniknya yang segelap kemejanya memindai Liora dari bawah hingga ke atas sebelum berhenti pada netranya yang bergoyang gugup. Entah apa arti pandangannya itu. Kayden seperti sedang menikmati apa yang dilihatnya dan malah sengaja membiarkan Liora berdiri kikuk. “Kenapa?” tanya Kayden dengan nada yang datar, tak mempedulikan piasnya wajah Liora menjumpai kemunculannya yang mendadak. “Melihat hantu?” “A-anda membuat saya terkejut,” jawab Liora, kembali mengambil langkah mundur saat Kayden berdiri. “Datang tidak mengetuk pintu, baga