Mendengar pernyataan Jacob, Ara terkejut. Terlebih lagi Jacob seperti tidak begitu bisa meyakinkan Ara. Terlihat dari wajah Jacob yang penuh keraguan tapi Jacob begitu yakin jika Ara tidak akan hamil. Tentu saja bagi Ara yang baru pertama kali melakukannya menjadi takut.
"Kenapa kau bicara begitu? Bahkan semalam kau tidak memakai pengaman dan kau melakukannya berkali-kali. Aku pun sedang dalam masa subur." Jacob kehabisan kata-kata, dia menatap Ara. "Pokoknya kau tidak akan hamil, tapi aku pasti akan menikahi mu," lanjut Jacob. Ara begitu yakin dengan kalimat yang dilontarkan oleh Jacob hingga membuat Ara mengizinkan Jacob untuk melakukannya sekali lagi. Mereka berdua sedang di mabuk cinta. Dibutakan oleh cinta hingga tidak peduli jika pagi sudah berganti dengan siang. Hal itu pun berlanjut saat mandi bersama. Ara dan Jacob melakukannya lagi di kamar mandi, entah yang ke berapa kali. *** Siang itu tampak Ara"Ada apa ini? Kenapa kalian berkumpul di sini?" ujar Jacob yang berdiri di ambang pintu karena melihat mereka berkerubung di kamar putranya. Kedua pengurus vila dan Ara serentak membalikkan badannya. Mereka terkejut saat mendapatkan Jacob telah berdiri di ambang pintu. Terlihat ada kecemasan di wajah Jacob. Pria itu mengira jika terjadi sesuatu pada Albert, putranya. "Ayah ...." Saat suara itu terdengar, dua pengurus vila bergeser dan nampak lah Albert yang sedang duduk di kursi roda. Jacob mendekati bocah itu. "Aku baik-baik saja, ayah. Ibu selalu merawat ku dengan baik," lanjutnya. "Hah? Ibu?" Jacob mengusap rambut Albert sambil melirik pada Ara yang berdiri di belakang kursi roda. "Iya--ibu. Ibu yang merawat ku dan sekarang aku ingin mengajak ibu jalan-jalan keliling vila. Boleh kan, ayah?" kata Albert sambil mendongakkan kepalanya ke belakang menatap Ara. Jacob menarik napas panjang. "Boleh. Ayah juga aka
Satu hari telah berlalu. Jacob hanya merencanakan tiga hari berada di Pulau Brillin. Berada di Pulau Brillin adalah hadiah untuk ulang tahun Albert. Selain itu selama di Pulau Brillin adalah waktu berharga untuk Jacob dan Ara di fase hubungan mereka yang semakin dekat. Jacob dan Ara telah memantapkan hubungan mereka. Mereka menghabiskan waktu di Pulau Brillin layaknya keluarga yang utuh. Berjalan-jalan di pantai, terkadang mereka melakukan makan malam di luar tepatnya di dekat taman. Mereka memanggang beberapa daging dan mengajak para pengurus vila tinggal di dalam vila. Beberapa pengurus vila yang rumahnya dekat bisa langsung pulang saat pekerjaannya sudah selesai, tapi bagi pengurus vila yang rumahnya jauh, mereka mendapat mandat untuk tinggal dan tidur di vila. Mereka pun mendapatkan fasilitas tersendiri yang diberikan oleh Jacob. Jacob menyuruh mereka untuk tinggal di vila agar vila terlihat berpenghuni dan tidak terlihat horor. Namun, dibalik itu
Pagi harinya sebelum kembali pulang ke Blackfort, Ara sempat menghampiri Jacob yang tengah duduk minum kopi di balkon. Setelah sebelumnya Ara mengurus Albert. "Tuan, boleh aku bertanya sesuatu?" Jacob menoleh menatap Ara dan meletakkan cangkir kopinya di atas nakas. "Apa? Mau tanya apa?" "Hmm ... ini soal Albert. Sebenarnya Albert itu sakit apa? Apa benar Albert anak pungut?" cerca Ara pada tuannya. Jacob menurunkan pandangannya dan menatap cangkir kopi. Pria itu menarik napas sesak di dadanya, lalu menatap jauh ke hamparan pantai di depan sana. "Albert menderita Leukimia sejak kecil dan benar sekali dia bukan anak kandungku." "Leukimia? Bukankah itu kanker yang mematikan." Jacob kembali menarik napas. "Memang mengerikan jika memikirkan nasibnya dikemudian hari. Aku menemukan Albert di tong sampah saat masih bayi. Begitu tega orang tuanya membuang Albert yang saat itu masih mungil," ungkap Jacob dengan nada berat menandakan pedih di hatinya. "Begitu malang nasibnya, bah
Mendengar penuturan dari sang dokter, kaki Ara mendadak lemas. Ara seperti tidak bisa menopang dirinya sendiri untuk berdiri. Ara tak kuasa menahan air mata yang akhirnya tumpah ruah. Wanita itu berjalan pelan keluar dari ruangan dengan dada yang terasa sesak untuk bernapas. Ara sungguh tidak percaya jika secepat ini dia akan berpisah dengan Albert.Tidak lama sosok Jacob tiba dan mendekati Ara. Melihat ekspresi Ara tentunya Jacob sudah paham dengan situasi itu karena sebelum Ara, Jacob lah yang selalu menemani Albert jika bocah laki-laki itu harus rawat inap di rumah sakit. Jacob memeluk Ara dan membiarkan Ara menangis di pelukannya."Kenapa harus dia, tuan? Hiks ....""Ara, kita hanya manusia dan tidak tahu apa rencana Tuhan. Apapun yang terjadi kita harus kuat dan ikhlas menerimanya," jelas Jacob. Pria itu terlihat tegar dan tenang walaupun sebenarnya dia juga merasakan hal yang sama seperti Ara. Bagaimana tidak, Jacob lah yang membawa Albert pulang dan
"Apa aku harus menghamilimu juga seperti Ellen?"Ara mematung kala mengingat ucapan mantan kekasihnya beberapa waktu lalu.Hubungan mereka sejak SMA hancur begitu saja karena pengkhianatan pria itu dengan sahabat Ara!Parahnya lagi, rumah yang dia beli dengan uang hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun agar dapat memboyong Ibunya di ibu kota, justru digadaikan pria brengsek ituStress dan trauma membuat Ara menjadi tidak fokus dalam bekerja. Dia sering kena tegur oleh atasannya dan berakhir dipecat.Sungguh benar-benar malang nasib Ara.Hari-hari dia lalui dengan begitu berat, membuatnya tak punya arah dan tujuan hidup.Namun tadi sore, Ara menemukan fakta bahwa penagih utang mengejar dirinya! "Aku harus bagaimana sekarang?" lirih Ara kala berhenti di sebuah jembatan kecil.Didekatinya sisi jembatan tersebut.Menoleh ke bawah dan melihat derasnya air yang mengalir.Terbesit sudah dalam pikiran Ara untuk bunuh diri dan terjun dari jembatan itu. Namun, dilema mulai menghantuinya.
"Kau bisa beristirahat di kamar ini. Aku sudah menyiapkan pakaian untukmu dan aku letakkan di atas kasur gulung," jelas Barnes. "Pa-pakaian untukku," balas Ara kikuk. "Jangan salah paham. Aku tinggal dengan adikku dan pakaian yang aku siapkan untukmu itu adalah pakaian milik adikku," jelas Barnes. "A-adikmu?" Ara merasa tidak enak. Barnes tersenyum melihat reaksi Ara. "Iya, adikku. Aku pikir ukuran pakaian adikku sama persis denganmu. Kau tidak perlu sungkan seperti itu. Anggap saja di rumah sendiri," jelas Barnes. "Lalu di mana adikmu?" tanya Ara karena sedari tadi Ara tidak melihat siapapun selain dirinya dan Barnes. "Adikku tidak di rumah. Dia kerja di rumah keluarga yang sangat kaya raya. Mungkin besok dia akan pulang ke rumah dan aku akan coba menanyakan padanya apakah di tempat dia kerja sedang membutuhkan tenaga?" "Aku jadi merepotkan mu," ujar Ara lesu. "Tidak masalah. Sesama perantauan harus saling tolong menolong. Kau bisa beristirahat dulu, aku akan membersi
"Kenapa kau kunci pintunya?" ucap Barnes. Ara menepuk jidatnya sendiri, gadis itu benar-benar lupa jika pintunya dia kunci. "Ma-af, aku menguncinya karena tadi aku pergi mandi dan aku lupa membuka kuncinya," tutur Ara.Wajahnya menjadi merah seperti tomat, tapi selang beberapa menit Ara mengubah mimik wajahnya saat melihat gadis yang ada di belakang Bernas. "Oiya ... Ara, perkenalkan ini adikku." Bernas menarik tangan gadis itu hingga berdiri berjajar dengannya. "Halo ...," sapa gadis itu dengan ramah. Gadis itu tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Ara. Justru Ara terlihat masih sedikit canggung. Namun, akhirnya Ara membalas uluran tangan dari gadis itu. "Namaku Jean," lanjutnya tersenyum. "Aku———Ara," balas Ara sambil tersenyum.Dibalik senyuman itu, Ara mengira jika Jean adalah sosok gadis yang jutek.*** "Kau sedang mencari pekerjaan?" tanya Jean disela-sela makan malamnya bersama dengan Barnes dan juga Ara. "Eh, serius makanan ini enak sekali," lanjut Jean memuji masakan
"Kenapa kau malah bengong di situ? Kau bisa masak atau tidak? Jika kau tidak bisa masak maka kau akan gugur!" Albertina menatap tajam pada Ara. "Kau tahu kan lowongan kerja apa yang sedang kami cari?" "Anda sedang mencari Chef," jawab Ara tegas kala tersadar. "Lalu kenapa kau masih bengong di situ? Kau bisa memasak?" "Eh--anu--itu---" "Ganti!" sela Albertina. "Tunggu! Maafkan Aku." "Masih banyak yang antri dan kau tidak masuk dalam kriteria." "Bagaimana bisa anda bilang jika aku tidak termasuk dalam kriteria, sedangkan anda sama sekali belum mempekerjakan ku." "Semua keputusan ada di tanganku." "Hmm ... jika kau mencari yang sempurna, maka semua yang antri di sini tidak ada yang masuk dalam kriteria," celetuk Ara membela dirinya sendiri juga yang lainnya. Pelayan di samping Albertina berbisik disusul senyum manis di bibir Albertina. "Baiklah. Kau diterima bekerja di sini.".... "A-apa? Aku diterima?" Ara terlihat tidak percaya. "Tidak diterima salah, diterima
Mendengar penuturan dari sang dokter, kaki Ara mendadak lemas. Ara seperti tidak bisa menopang dirinya sendiri untuk berdiri. Ara tak kuasa menahan air mata yang akhirnya tumpah ruah. Wanita itu berjalan pelan keluar dari ruangan dengan dada yang terasa sesak untuk bernapas. Ara sungguh tidak percaya jika secepat ini dia akan berpisah dengan Albert.Tidak lama sosok Jacob tiba dan mendekati Ara. Melihat ekspresi Ara tentunya Jacob sudah paham dengan situasi itu karena sebelum Ara, Jacob lah yang selalu menemani Albert jika bocah laki-laki itu harus rawat inap di rumah sakit. Jacob memeluk Ara dan membiarkan Ara menangis di pelukannya."Kenapa harus dia, tuan? Hiks ....""Ara, kita hanya manusia dan tidak tahu apa rencana Tuhan. Apapun yang terjadi kita harus kuat dan ikhlas menerimanya," jelas Jacob. Pria itu terlihat tegar dan tenang walaupun sebenarnya dia juga merasakan hal yang sama seperti Ara. Bagaimana tidak, Jacob lah yang membawa Albert pulang dan
Pagi harinya sebelum kembali pulang ke Blackfort, Ara sempat menghampiri Jacob yang tengah duduk minum kopi di balkon. Setelah sebelumnya Ara mengurus Albert. "Tuan, boleh aku bertanya sesuatu?" Jacob menoleh menatap Ara dan meletakkan cangkir kopinya di atas nakas. "Apa? Mau tanya apa?" "Hmm ... ini soal Albert. Sebenarnya Albert itu sakit apa? Apa benar Albert anak pungut?" cerca Ara pada tuannya. Jacob menurunkan pandangannya dan menatap cangkir kopi. Pria itu menarik napas sesak di dadanya, lalu menatap jauh ke hamparan pantai di depan sana. "Albert menderita Leukimia sejak kecil dan benar sekali dia bukan anak kandungku." "Leukimia? Bukankah itu kanker yang mematikan." Jacob kembali menarik napas. "Memang mengerikan jika memikirkan nasibnya dikemudian hari. Aku menemukan Albert di tong sampah saat masih bayi. Begitu tega orang tuanya membuang Albert yang saat itu masih mungil," ungkap Jacob dengan nada berat menandakan pedih di hatinya. "Begitu malang nasibnya, bah
Satu hari telah berlalu. Jacob hanya merencanakan tiga hari berada di Pulau Brillin. Berada di Pulau Brillin adalah hadiah untuk ulang tahun Albert. Selain itu selama di Pulau Brillin adalah waktu berharga untuk Jacob dan Ara di fase hubungan mereka yang semakin dekat. Jacob dan Ara telah memantapkan hubungan mereka. Mereka menghabiskan waktu di Pulau Brillin layaknya keluarga yang utuh. Berjalan-jalan di pantai, terkadang mereka melakukan makan malam di luar tepatnya di dekat taman. Mereka memanggang beberapa daging dan mengajak para pengurus vila tinggal di dalam vila. Beberapa pengurus vila yang rumahnya dekat bisa langsung pulang saat pekerjaannya sudah selesai, tapi bagi pengurus vila yang rumahnya jauh, mereka mendapat mandat untuk tinggal dan tidur di vila. Mereka pun mendapatkan fasilitas tersendiri yang diberikan oleh Jacob. Jacob menyuruh mereka untuk tinggal di vila agar vila terlihat berpenghuni dan tidak terlihat horor. Namun, dibalik itu
"Ada apa ini? Kenapa kalian berkumpul di sini?" ujar Jacob yang berdiri di ambang pintu karena melihat mereka berkerubung di kamar putranya. Kedua pengurus vila dan Ara serentak membalikkan badannya. Mereka terkejut saat mendapatkan Jacob telah berdiri di ambang pintu. Terlihat ada kecemasan di wajah Jacob. Pria itu mengira jika terjadi sesuatu pada Albert, putranya. "Ayah ...." Saat suara itu terdengar, dua pengurus vila bergeser dan nampak lah Albert yang sedang duduk di kursi roda. Jacob mendekati bocah itu. "Aku baik-baik saja, ayah. Ibu selalu merawat ku dengan baik," lanjutnya. "Hah? Ibu?" Jacob mengusap rambut Albert sambil melirik pada Ara yang berdiri di belakang kursi roda. "Iya--ibu. Ibu yang merawat ku dan sekarang aku ingin mengajak ibu jalan-jalan keliling vila. Boleh kan, ayah?" kata Albert sambil mendongakkan kepalanya ke belakang menatap Ara. Jacob menarik napas panjang. "Boleh. Ayah juga aka
Mendengar pernyataan Jacob, Ara terkejut. Terlebih lagi Jacob seperti tidak begitu bisa meyakinkan Ara. Terlihat dari wajah Jacob yang penuh keraguan tapi Jacob begitu yakin jika Ara tidak akan hamil. Tentu saja bagi Ara yang baru pertama kali melakukannya menjadi takut. "Kenapa kau bicara begitu? Bahkan semalam kau tidak memakai pengaman dan kau melakukannya berkali-kali. Aku pun sedang dalam masa subur." Jacob kehabisan kata-kata, dia menatap Ara. "Pokoknya kau tidak akan hamil, tapi aku pasti akan menikahi mu," lanjut Jacob. Ara begitu yakin dengan kalimat yang dilontarkan oleh Jacob hingga membuat Ara mengizinkan Jacob untuk melakukannya sekali lagi. Mereka berdua sedang di mabuk cinta. Dibutakan oleh cinta hingga tidak peduli jika pagi sudah berganti dengan siang. Hal itu pun berlanjut saat mandi bersama. Ara dan Jacob melakukannya lagi di kamar mandi, entah yang ke berapa kali. *** Siang itu tampak Ara
Aktivitas yang dilakukan Jacob pada malam itu adalah membuat Ara merasa nyaman dan tenang. Ara dibuat hanyut akan kenikmatan yang diciptakan oleh Jacob. Pria itu mencumbu Ara dari ujung rambut sampai ujung kaki berapa dia sangat mencinta. Tak hanya itu saja Ara juga memanjakan Jacob dengan mencium dada bidangnya sampai turun ke bawah dan mengulumnya. Hal itu membuat Jacob merasakan kenikmatan yang tiada tara. Setelah merasakan pemanasan sudah cukup, Jacob melakukan penetrasi pertamanya. Karena itu adalah kali pertama pengalaman Ara dan membuat Ara menggigit bibir bawahnya karena menahan rasa sakit. Ara sedikit menjerit karena masuknya adalah pertama kali untuknya, karena ciuman yang diberikan oleh Jacob begitu mematikan hingga membuat Ara tenang. Jacob meremas gumpalan daging lembut yang kenyal dan padat itu. Jacob menciumnya dengan lembut membuat Ara semakin terlena. Sensasi bercinta yang begitu nikmat dirasakan oleh k
Hari itu mereka pergi ke Pulau Brillin. Ya, hanya mereka bertiga. Entah kenapa Jacob tidak membawa maid lainnya selain Ara padahal tahun-tahun sebelumnya Jacob selalu membawa tiga atau empat maid untuk ikut bersama dengannya. Ada apa dengan Tuan Jacob?Ara bertugas mendorong kursi roda Albert. Sesekali Ara melirik Jacob yang sedari tadi diam dan sibuk.Ketiganya pergi ke Pulau Brillin dengan menggunakan helikopter pribadi milik Jacob. Selama dalam perjalanan Jacob bersikap dingin pada Ara. Pria itu lebih memilih sibuk dengan laptopnya dari pada mengajak Ara atau Albert ngobrol. Sepatah kata pun tidak sama sekali, hal itu membuat Ara tambah kesal. Sebab sikap Jacob terlihat sangat kaku dan membuat Ara tidak nyaman, terlebih lagi dia harus menahan rasa rindu terhadap tuannya itu.Sampailah di Pulau Brillin. Di pulau ini ternyata Jacob mempunyai vila yang begitu besar dan mewah serta terletak di pinggir pantai. Pemandangan di Pulau Brillin sangat indah membua
Malam itu Jacob pun tidak datang mengunjungi Ara di kamar. Luka pada punggung belakang Ara pun sudah sembuh. Hal itu sudah membuat Ara bisa berbaring normal seperti biasanya. Kegiatan Ara malam itu menelepon Jean."Halo ... Ara, besok hari libur untuk semua maid dan termasuk kau. Bagaimana jika kita bertemu?" ajak Jean."Besok libur, ya? Kok aku lupa hahaha ...." Ara tertawa sambil menutup mulutnya memakai tangan kirinya agar tidak terlalu terdengar dari luar, lalu Ara diam dan melanjutkan obrolannya. "Padahal aku masih marah padamu karena kau menutup telepon dengan tiba-tiba.""Maaf, Ara. Aku hanya bercanda," rayu Jean. "Sebenarnya aku ingin curhat padamu. Aku sedang patah hati. Pokoknya besok aku akan menceritakan semuanya padaku biar aku lega," ungkap Jean."Jadi memang benar besok libur?" Ara kembali bertanya. "Lalu siapa yang akan menggantikan pekerjaanku besok?""Itu tugas dari maid junior. Mereka yang akan menggantikan mu. Itulah k
Persiapan pesta ulang tahun untuk Albert sudah sempurna semuanya. Pagi itu Ara duduk di depan cermin dan merapikan rambutnya. Hari dipastikan jadwal Ara akan sangat sibuk. Ara sedikit memoles wajahnya agar tidak terlalu pucat dan tidak lupa Ara menyemprotkan wewangian ke tubuhnya. Setelah selesai Ara justru dibuat bingung karena Ara tidak tahu akan memberi hadiah apa pada anak asuhnya. Ara belum sempat untuk keluar dari rumah itu karena memang Ara belum mendapatkan izin. Apalagi Ara juga ada rencana untuk mengirim uang pada ibunya, akan tetapi dia belum ada waktu untuk itu semua. Akhirnya memilih untuk memberikan kado itu susulan. Pastinya Albert akan mendapatkan hadiah dari ayahnya. Telat selangkah dari Ara, rupanya Jacob sudah berada di kamar Albert saat Ara hendak membangunkan Albert. Ara dan Jacob terlihat canggung mengingat kejadian yang telah terjadi beberapa hari terakhir. Jacob duduk di sisi ranjang Albert dan sempat membangunkan