La Rossa terkena tusukan di punggungnya, belati itu melayang menembus punggung La Rossa. Arrgghh! Teriak La Rossa saat belati itu menembus punggungnya. Gilbert yang ada di sampingnya terkejut. Ia menangkap tubuh La Rossa yang akan ambruk. Matanya nyalang, ia mencabut belati itu dari punggung La Rossa dan melemparkannya kembali kepada si empunya.Wanita yang dilukai oleh La Rossa itu menyeringai, ia puas dengan hasil yang di perolehnya meski taruhannya nyawanya."Ros, kamu baik-baik saja 'kan?" Gilbert panik tatkala melihat La Rossa terkulai lemah."Aku ...," ucapan La Rossa terputus, ia tak sadarkan diri.Wajah La Rossa memucat, bibirnya mulai membiru. Gilbert merasakan ada yang salah dengan La Rossa, seharusnya jika hanya terkena tusukan biasa saja La Rossa akan baik-baik saja.Apa lagi La Rossa terkenal dengan sebutan wanita tangguh yang sulit dilumpuhkan. La Rossa terkena racun."Lagi?" gumam Gilbert kesal ketika mendapati La Rossa kembali terkena racun.Dengan sigap, Gilbert memba
Jhonny, Anisa dan Profesor Huang berlari tergopoh-gopoh menghampiri Gilbert. Ia mendekat dan tanpa basa basi lagi ia langsung menanyakan keadaan La Rossa."Bagaimana keadaannya? Apa yang terjadi?" berondong Jhonny tanpa jeda."Ia dalam keadaan kritis," ucap Gilbert dengan nada lemah. Ia sangat sedih dan terlihat sangat kacau.Profesor Huang langsung masuk kedalam ruang penanganan La Rossa. Ia menghampiri tubuh La Rossa yang terlihat begitu lemah dan tak berdaya."Mau apa kamu, Pak Tua?" tanya Lucas yang sedang berada didekat La Rossa.Profesor Huang tak menjawab, ia memeriksa La Rossa dengan seksama. Ia menggeleng lalu mengangguk, Profesor Huang lalu terlihat sedang berpikir keras. Dahinya mengerut hingga menghitam, mata tuanya menyipit yang memang sudah sipit tambah sipit saja hingga tak terlihat bola matanya.Lalu ia keluar, "Jhon, bawa ia ke Laboratoriumku di Singapura, aku akan menelitinya!"perintah Profesor Huang."Apa maksudmu dengan menelitinya? Dia bukan bahan penelitian apa l
La Rossa masih dalam keadaan kritis dan belum sadar, Gilbert mundar mandir di luar ruangan, ia begitu cemas dengan keadaan La Rossa."Apa belum ada perubahan?" gumam Gilbert."Kenapa begitu lama, ya ampun apa saja yang ia lakukan," Gilbert tak sabar menunggu kabar dari Profesor Huang. Sememtara La Rossa, dalam bawah sadarnya ia bertemu dengan kedua orang tuanya. ia sedang berada dalam rumahnya, ia bercanda dengan orang tuanya."Aku merindukanmu, Mah, Pah, kenapa kalian meninggalkanku?" ucap La Rossa."Kami tak meninggalkanmu, Nak," ucap Mamanya La Rossa."Tapi, kenapa aku sendirian?" tanya La Rossa lirih, matanya sudah mulai berembun."Siapa yang meninggalkanmu, kami selalu ada di dekatmu, Nak. Kembalilah, tempatmu bukan di sini," ucap Papanya La Rossa dengan sedih dan sendu."Tapi, Pah. Aku sendirian, aku mau ikut kalian saja." La Rossa memohon pada papanya."Tidak, Nak. Kamu tidak boleh ikut kami, kembalilah," Papanya La Rossa tetap minta agar ia pergi dan kembali."Tapi, Pah." La
La Rossa mengerjapkan matanya, ia perlahan membuka matanya. La Rossa berucap lirih, "minum."Gilbert yang ada di sampingnya mendengar suara lirih La Rossa, jantungnya berdegup kencang saking senangnya."Ros, kamu sudah sadar?" tanya Gilbert penuh suka cita."air," lirih La Rossa."Akan aku ambilkan, tunggu!" Gilbert bergegas keluar, ia berlari ke dapur dengan cepat dan kembali dalam waktu sekejap mata dengan membawa segelas air di tangannya.p⁰Gilbert kembali masuk ke ruangan itu, ia mendekati La Rossa. Gilbert akan membalik tubuh La Rossa, namun, ia urungkan. Itu karena La Rossa dalam keadaan bertelanjang dada, Gilbert canggung, ia menggarung tengkuk lehernya."Apa yang harus aku lakukan?" ucap Gilbert bingung.Jhonny yang melihat Gilbert mondar mandir keluar lalu masuk kembali dengan segelas air di tangannya, bertanya, "apa yang kamu lakukan? Kenapa berdiri di sana dengan segelas air di tanganmu?""Ini, La Rossa telah sadar dan meminta air," jawab Gilbert sembari menoleh pada Jhonny
La Rossa kembali merintih lirih, ia masih tertelungkup dengan bagian punggung terbuka karena habis di detoks dengan cara akupunture dengan jarum perak milik Profesor Huang.Jhonny menatap Gabriel yang keluar ruangan dengan senyum yang mengembang di bibirnya."Aku suka cara menghargai La Rossa, anak muda." ucap Jhonny.Ia tak marah meski Gilbert sudah membentaknya, ia memakluminya.Tak lama kemudian Gilbert masuk kembali bersama Anisa, sahabat La Rossa."Kamu pakaikan baju pada La Rossa!" perintah Gilbert pada Anisa."Baik." Ucap Anisa.Lalu Anisa mencari baju yang akan di pakai oleh La Rossa, ia mencari dengan menengokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Tapi, Anisa tetap tak menemukannya."Bajunya mana?" tanya Anisa, setelah ia mencari-cari dan tak menemukan apa yang ia cari, lalu Anisa bertanya pada Gilbert.Gilbert baru ingat ia tak membawa baju ganti sama sekali untuk La Rossa. Ia pun bergegas keluar dan meminta pada Lucas untuk membelikan baju untuk La Rossa."Belikan baju untuk L
Jhonny mengelus foto usang dirinya dan gadis cantik yang ada di tengah. Gadis itu diapit antara dirinya dan Huang. Mereka bertiga adalah bersahabat, sejak mereka lulus kuliah dan mengambil jalan masing-masing mereka berpisah.Mata gadis itu begitu jernih dan bening, matanya selalu berbinar memancarkan cahaya kehangatan bagi siapapun yang menatapnya.Jhonny meletakkan kembali pada tempatnya foto usang itu, ia lalu menutup rapat kembali lemari pakaian milik Profesor Huang.Jhonny gegas kembali ke ruangan di mana La Rossa tengah menjalani perawatan.Dengan langkah lebar ia memasuki ruangan itu dan menemui Gilbert dan Anisa yang masih berdiri di dekat ranjang tempat La Rossa sedang di rawat."Ini!" sodor Jhonny menyerahkan selimut yang dibawanya pada Anisa.Anisa mengambilnya kemudian menutupkan pada tubuh La Rossa bagian atasnya. Anisa mencoba menyadarkan kesadaran sepenuhnya La Rossa."Ros, kamu sudah sadar?" bisik Anisa di dekat telinganya."Hmm ... air," jawab La Rossa."Aku akan memb
Tiba-tiba pintu dibuka dan terlihatlah Lucas yang datang dengan papper bag di tangannya, ia berjalan mendekat ke arah Gilbert dan kemudian menyerahkan papper bag itu ke Gilbert.Mata Lucas berkeliling, ia mengamati setiap jengkal ruangan. Ternyata di luar expektasinya, ia membayangkan ruangan itu bakal terlihat seperti kamar bedah yang penuh dengan peralatan medis atau seperti laboratorium pada umumnya yang penuh dengan peralatan penelitian. Tapi, ternyata ruangan yang besarnya hanya 6x7 itu hampir kosong melompong, hanya ada brangkar dan sebuah meja yang berikuran sedang berada di pojok ruangan serta lemari yang menyerupai loker berada di sudut lainnya sisanya kosong.Lucas mengarahkan pandangannya ke La Rossa ia melihat gadis berperawakan mungil yang hampir mati itu kini tengah duduk bersandar di dada Gilbert.Lucas benar-benar tak percaya dengan penglihatannya, dalam hati ia bertanya, "sehebat apa Profesor Huang itu?"Mata Lucas kembali menjelajah ruangan, matanya mencari-cari sesu
Jhonny memeluk La Rossa, dan La Rossa pun membalas pelukan Jhonny."Maafkan aku, Jhon. Aku telah berpikir yang bukan-bukan terhadapmu," ucap La Rossa."Itu hal yang wajar, setiap orang pasti melakukan hal yang sama denganmu, Ros. Jangan terlalu kamu pikirkan, sekarang seharusnya kamu jauh lebih tenang karena pelaku pembunuh orang tuamu sudah diketahui,""Kini tinggal bagaimana caranya mengetahui siapa pemimpin dari Black Rose," lanjut Jhonny."Apa kamu tidak mengetahui siapa pemimpin dari Black Rose, Jhon?" tanya La Rossa pada Jhonny.Jhonny menggelengkan kepalanya, "selama ini tak ada satu orang pun yang mengetahuinya."Mendengar penjasan dari Jhonny La Rossa menghela nafas dalam, akan ada banyak PR untuknya.Jhonny berdiri dari duduknya, ia bersiap akan meninggalkan mereka berdua.Anisa juga bersiap untuk keluar dari ruang perawatan, ia berjalan keluar terlebih dahulu. Tapi, sebelumnya ia berpamitan pada La Rossa, "aku keluar dulu Ros."Setelah Anisa keluar kini giliran Jhonny yang