Maduku tak Tahu Aku Kaya
Part 1**
"Dek, kenalkan ini Riska, istri baruku."
Bagai di sambar petir di siang bolong ketika Mas Hafiz mengenalkan seorang wanita dengan pakaian kurang bahan kepadaku saat aku tengah menjemur pakaian di samping rumah.
Aku menatap wanita itu dari ujung kaki hingga ke ujung kepala, dengan rambut bercat pirang lurus sampai pinggang, baju kurang bahan berwarna hijau, serta celana jeans ketat dan high hills hitam di kaki jenjangnya. Membuatku yang hanya memakai daster abu-abu serta hijab instan ini meronta dalam hati.
Gadis yang dikenalkan oleh Mas Hafiz itu menatapku dengan tatapan mengejek, entah karena apa Mas Hafiz bisa tertarik pada gadis seperti dirinya. Yang kutahu selama ini ia adalah seorang lelaki yang taat agama, jarang terlihat macam-macam jika sedang dirumah. Tapi nyatanya ia tega menikah tanpa sepengetahuanku.
"Kapan kalian menikah?" tanyaku dengan terus melanjutkan acara menjemur baju.
"Emm ... Tiga bulan yang lalu, Dek."
"Apa? Tiga bulan yang lalu? Keterlaluan kamu, Mas!" Teriakku.
Kuhentakkan ember bekas air cucian tepat di hadapan mereka. Membuat wanita jalang itu terlihat geram dan mengibaskan bajunya yang sedikit basah karena ulahku.
"Bawa pergi dari sini, aku tak mau melihatnya," kataku sembari berlalu masuk ke dalam rumah.
"Dia akan tinggal di sini bersama kita, Dek!" teriak Mas Hafiz lantang.
Membuatku berdiri mematung tepat di depan pintu rumah. Aku kemudian berbalik dan menatap Mas Hafiz nyalang. Bahkan rumah ini baru saja kami tempati satu tahun yang lalu karena hasil jerih payah Mas Hafiz setelah diangkat jabatannya, dan kini ia akan memasukkan madu ke dalamnya? Sungguh tega.
"Maaf, aku juga punya andil pada kesuksesan Mas Hafiz. Karena aku lah ia sekarang menjabat di posisi sebagai kepala bagian di perusahaan itu." Wanita itu mendekat ke arahku lantas masuk ke dalam rumah tanpa persetujuanku.
Murahan!
Bagaimana bisa dia punya andil pada kesuksesan Mas Hafiz? Jelas-jelas aku lah yang menemaninya sejak tiga tahun ini, dan berjuang bersamanya dari tidak punya apa-apa hingga bisa sukses seperti sekarang.
Aku menatap Mas Hafiz meminta penjelasan darinya.
"Dia adalah mantan sekretarisku, dia juga yang meminta pada Pak Burhan agar jabatanku dinaikkan. Dan kini, ia tengah hamil anakku, Dek."
"Kamu gila, Mas!" ucapku sembari masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya keras.
Aku memilih membuka ponselku yang tergeletak di atas meja. Membuka sebuah status pada aplikasi berwarna hijau di dalam ponselku. Tertera sebuah nama yang sangat aku cintai sehidup semati 'Ibu', beliau memasang sebuah foto bersama Mak Nining, istri muda ayahku. Air mataku menetes, kenapa hidupku harus sama sepertinya, kini suamiku memasukkan seorang madu ke dalam rumah tangga kami.
Mak Nining merupakan seorang wanita yang di nikahi ayahku karena ia adalah seorang janda dan tak bisa memiliki anak karena rahimnya telah di angkat karena suatu hal. Beliau begitu menyayangiku layaknya seorang anak kandung, Ibu sangat bahagia memiliki madu seperti Mak Nining. Lantas aku? Akankah maduku semanis Mak Nining?
Aku menangis tergugu mengingat hidupku yang telah menderita sejak kecil. Bapak harus banting tulang untuk menghidupi keluarga kami, tak jarang pula kami hanya makan dengan garam dan kerupuk untuk menyambung hidup. Wajar saja, pekerjaan sebagai tukang bangunan membuat Bapak sering menganggur. Mak Nining lah yang sering membantu perekonomian, beliau menjadi buruh cuci sedang Ibu hanya fokus mengurus rumah dan diriku yang masih kecil.
Kini, saat perekonomianku dan Mas Hafiz mulai membaik dengan di angkatnya Mas Hafiz menjadi kepala bagian, ia malah membawa madu ke dalam rumah. Seperti ini kah ujian untuk pasangan yang tengah merangkak naik menuju kesuksesan? Harta, tahta, wanita. Di mana lelaki akan di uji saat sedang di titik kesuksesan.
Sebuah suara dentuman musik yang sangat keras terdengar hingga ke dalam kamar ketika aku tengah meratapi nasibku yang tak pernah beruntung sejak kecil. Aku menutup telinga karena suara yang sangat bising di luar sana.
Rupanya Riska tengah memutar lagu disko dengan sangat keras, sedang dirinya menari bak orang kesetanan di atas meja ruang tengah. Mas Hafiz hanya duduk diam dengan memegang ponselnya, sepertinya ia tengah merekam perbuatan istri barunya itu dengan senyum mengembang di bibirnya. Dasar jalang!
"Berhentiii!" Teriakku.
Riska hanya menatapku sekilas, lalu melanjutkan berjoget dengan tak tahu malunya. Bahkan ia mencium pipi Mas Hafiz tepat di depan mataku. Membuat emosiku naik hingga ke ubun-ubun. Begitu rendahnya suamiku itu sekarang.
Aku lantas beranjak dari ambang pintu kamar dan mematikan musik laknat itu. Membuat Riska menatapku tajam dan turun dari atas meja lalu menghampiriku.
Plakk
Sebuah tamparan ia layangkan di pipi kiriku. Dadaku kembang kempis menahan amarah dalam dada, sedang Mas Hafiz hanya diam membisu melihat kelakuan bar-bar istri barunya itu.
"Lancang!" umpatnya.
Aku membalas tamparannya pada pipi kanan dan pipi kirinya secara bergantian, lalu kedua tanganku kusilangkan di dada menandakan bahwa aku tidak takut dengannya.
"Dasar wanita miskin, tak tahu diri. Kamu tidak pantas bersanding dengan Mas Hafiz!"
Rupanya ini yang menjadi sebab ia berani semena-mena padaku. Karena ia merasa lebih kaya dariku, hingga dapat merendahakanku seperti ini.
"Lihatlah dirimu, gendut, kumal, berjerawat, dan juga miskin. Membuat Mas Hafiz lebih memilihku karena tubuhku yang terawat dan juga kaya," ucapnya mengejek.
"Riska! Tak seharusnya kamu berkata seperti itu," bentak Mas Hafiz.
"Sudahlah, Mas. Memang benar adanya kan? Dia itu miskin, tak pantas bersanding denganmu,"
Ia melenggang masuk ke dalam kamar tamu lantas membanting pintunya kasar. Membuatku masih terpaku mendengar semua penuturannya. Apakah wanita miskin tak seharusnya bahagia?
"Dek ... Maafkan Riska, ya? Tolong, aku ingin kalian bisa hidup rukun bersamaku."
Aku menatap nyalang Mas Hafiz. Begitu mudahnya ia berkata seperti itu, seperti tak punya dosa.
"Jadi karena aku miskin, jadi kamu menduakanku, Mas? Bukankah dulu kita setara, tak ada yang lebih kaya diantara kita. Namun kenapa sekarang status ekonomi keluargaku menjadi alasan untukmu menduakanku?" ucapku terbata menahan air mata yang telah menggenang di pelupuk mata.
Kulihat Mas Hafiz menatap langit-langit rumah yang kami beli atas kesepakatan bersama ini, aku berharap kelak akan menua bersamanya di dalam rumah ini. Namun nyatanya ia telah memasukkan duri ke dalam pernikahan kami yang baru beranjak tiga tahun ini.
"Dek, aku butuh wanita yang pantas untuk kuajak menghadiri acara kantor. Lihatlah dirimu, aku bisa malu jika mengajakmu."
Duaarr
Kata-katanya sukses membuat air mata yang tengah kutahan ini jatuh juga dikedua pipiku.
Aku memilih untuk mundur dan masuk ke dalam kamar. Meratapi nasib yang tak pernah berpihak kepadaku.
***
Tiga hari kemudian
[Nduk, pulanglah. Mamak ingin memberikan semua warisan dari Kakekmu di kampung. Mamak sudah tua, tidak pantas jika menerima ini semua.]
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselku saat aku selesai membersihkan kamar tamu yang tengah dihuni oleh Mas Hafiz dan istri barunya itu. Beserta sebuah foto beberapa lembar sertifikat tanah tergeletak di atas meja serta segepok uang entah berapa jumlahnya.
Aku menangis tergugu, secepat ini Tuhan membolak-balikkan keadaan. Tiga hari yang lalu harga diriku direndahkan oleh suamiku dan maduku karena kemiskinanku. Namun kini, bagai mimpi aku mendapat kepercayaan untuk menerima warisan dari Mamak sebanyak ini. Tak kusangka bahwa Bapak Mak Nining sebetulnya adalah seseorang yang sangat kaya di kampungnya.
Mak Nining juga mengatakan bahwa beliau telah membukakan sebuah usaha kecil untukku, yang dapat kukelola bersama Mas Hafiz kelak.
Namun tidak! Mas Hafiz tak boleh tahu kalau aku telah mendapat warisan sebanyak ini. Aku ingin membuat perhitungan dengannya dan maduku yang sombong itu.
Maduku Tak Tahu Aku KayaPart 2**Senangnya hatiku pagi ini bisa membuat Riska kelimpungan karena semua baju kotornya belum kucuci. Sedang aku tengah menikmati bubur ayam kesukaanku di meja makan dengan memainkan ponsel baru pemberian Mak Nining."Heh! Wanita miskin, mencuri dari mana ponsel sebagus itu? Hasil menjual baju-baju bagusku itu, ya?"Riska dengan tak tahu malunya menarik mangkuk bubur ayamku dan memasukkan satu sendok penuh bubur ke dalam mulutnya."Huuhh haaahh ..."Baru satu suap saja dia sudah kepedasan. Memang seleraku adalah makan sesuatu dengan tingkat kepedasan yang tinggi. Rasakan, itu akibatnya menjadi orang yang rakus dan tak tahu sopan santun.Aku terkekeh kecil sembari melanjutkan makan dan berselancar di dunia maya. Wajar saja aku seperti orang yang mendapat oase di tengah gurun pasir. Selama ini hanya ponsel bututku yang selalu menemani hari-hariku, itupun setiap hari harus membersihkan file-file yang s
Maduku Tak Tahu Aku KayaPart 3**Sayup-sayup kudengar suara bising di luar sana ketika aku akan mengambil air wudhu untuk melaksanakan Sholat Tahajud. Aku yang telah sampai di depan kamar mandi, berbelok arah mendekat arah kamar tamu. Mendengar suara yang sepertinya tak asing di telingaku.'Sial. Menjijikkan sekali aku mendengar rintihan bak ringkikan kuda betina itu' gumamku lalu melanjutkan masuk ke dalam kamar mandi.Air mataku tumpah saat aku tengah berdoa memohon ampun atas segala dosa-dosaku. Memohon ketenangan serta kelapangan hati ketika melihat suami yang sangat aku cintai itu nyatanya kini tengah memadu kasih dengan wanita lain. Begitu sakit ketika hati harus terbagi untuk dua cinta, apalagi ia sama sekali tak mengunjungiku setelah memasukkan madu itu ke dalam rumah.Hingga kumandang adzan subuh aku tak dapat memejamkan mata semenitpun. Rasanya dada ini masih bergemuruh ketika mendengar rintihan menjijikkan dari mulut wanita laknat
Maduku Tak Tahu Aku KayaPart 4**Tepat pukul lima sore aku tiba di rumah dengan mengendarai Mobil Grand Livina hitam milik abang-abang taksi online. Aku melangkahkan kaki mantap masuk ke dalam rumah yang sepertinya tengah sepi tak ada orang. Namun aku salah, ketika masuk dan mendapati begitu banyak orang tengah berkumpul di ruang tamu sedang asik bercengkerama satu sama lain.Semua mata tertuju padaku, seorang tuan rumah yang dianggap seperti ART ini kini telah berubah menjadi seorang konglomerat dadakan. Tak terkecuali Riska dan Mas Hafiz yang terpaku melihat perubahanku.Dengan gamis kekinian, serta riasan wajah yang natural dengan tas selempang bermerek dan tak lupa parfum yang sangat menyengat hidung. Membuat semua orang yang ada di depanku itu menatapku dengan penuh kekaguman."Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?" tanyaku sembari membuka pintu lebar-lebar, agar aroma minuman keras berganti dengan udara segar dari luar.Mereka tak h
Maduku Tak Tahu Aku KayaPart 5**Dookk dookk dookkAku mengerjapkan kedua mataku ketika seseorang menggedor pintu kamarku dengan keras. Lepas maghrib sore kemarin, aku tak sekalipun keluar dari kamar dan melihat apa yang terjadi di luar sana. Seingatku, teman-teman Riska digiring oleh Pak Abdul dan temannya keluar dari rumahku. Entah sekarang mereka dibawa ke mana."Keluar!" Teriak Riska membuatku mengurungkan niatku untuk membuka pintu kamarku.Segera aku memeriksa ponselku yang tergeletak diatas nakas. Melihat beberapa notifikasi muncul setelah aku mengaktifkan data selulernya. Ada pesan dari Ibu, Mak Nining, Zahra, dan sebuah nomor baru tertera di sana. Aku mengernyitkan dahi, siapa nomor baru yang menghubungiku ini.Namun belum sempat aku membuka pesan itu, Mas Hafiz telah membuka pintu kamar dengan kunci cadangan yang ia bawa. Aku lantas mematikan ponselku dan menyembunyikan di bawah bantal, agar ia tak tahu apa yang telah aku pe
Maduku Tak Tahu Aku KayaPart 6**"Cepat kirimkan lokasimu, aku akan menyusulmu ke sana," perintahku pada Zahra disambungan telepon.Tanpa menunggu lebih lama lagi, Zahra mengirimkan alamat di mana dia sekarang berada. Aku lantas memberikan alamat itu kepada pak sopir dan menyuruhnya segera datang ke sana. Hingga akhirnya aku sampai di tempat itu ketika Zahra memberikan instruksi agar aku menunggu agak jauh dari mobil yang sedang ditumpangi Riska.Zahra menghampiriku yang sedang berada di dalam taksi online sekitar sepuluh meter dari mobil Riska. Kami mengamati gerak-gerik Riska, siapa tahu bisa menjadi petunjuk untuk membongkar semua kejahatannya."Huma, lihat. Di sebelah sana itu rumah Mbah Guno, kira-kira ke mana Riska akan pergi," kata Zahra sembari menunjuk sebuah rumah bercat abu-abu di pojok kompleks ini. Aku mengangguk sembari terus mengamati apa yang akan Riska lakukan.Namun semua benar-benar diluar dugaanku dan Zahra. Ketika
Maduku Tak Tahu Aku KayaPart 7Pov Hafiz**Pagi ini aku dibuat terkejut oleh istri pertamaku, Humaira. Ia dandan bak seorang bidadari, tubuhnya kini juga terlihat lebih langsing. Dengan setelan gamis merah serta make up tipis, memberikan kesan ayu pada wajahnya. Serta tas selempang cokelat kecil di pundaknya. Membuatku terperangah melihat perubahannya.Entah dari mana ia mendapat uang untuk membeli semua barang-barangnya itu, karena biasanya aku hanya memberikan uang jatah untuk membeli kebutuhan dapur. Namun, setelah aku membawa Riska kemari dia berubah sangat jauh. Riska adalah gadis yang aku nikahi tanpa sepengetahuan Humaira, dia adalah mantan sekretarisku. Berkat dialah aku sekarang bisa menjabat di posisi kepala bagian pada perusahaan yang telah memperkerjakanku setahun belakangan ini.Karena seringnya kita bertemu, tumbuhlah benih-benih cinta dalam hatiku untuk Riska. Begitupun dirinya, hingga pada akhirnya kami menikah tanpa sepengetah
Maduku Tak Tahu Aku KayaPart 8**Anisa menungguku di depan rumah makan yang telah diberikan Mak Nining padaku ketika aku turun dari taksi online yang membawaku kemari. Senyum hangat Anisa berikan ketika aku mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengannya. Sepertinya ia adalah seorang yang sangat baik dan juga pandai."Mari, Bu. Saya antarkan keliling dulu," ucap Anisa canggung.Aku tersenyum kearahnya dan menghentikan langkahnya."Jangan panggil aku 'Bu'. Biasa saja, anggap kita itu adalah teman. Lagipula sepertinya kita seumuran. Panggil Huma saja, dan tidak perlu berbicara terlalu formal."Anisa terlihat kurang nyaman dengan obrolanku, namun aku segera menggandeng tangannya dan mengajaknya masuk ke dalam. Setelah beberapa saat, barulah Anisa merasa sudah nyaman denganku dan mulai terbiasa memanggilku dengan sebutan Huma."Kamu itu apanya Mak Nining, Nis?"Emm ... Aku itu saudara jauhnya, lebih tepatnya adalah anak d
Maduku Tak Tahu Aku KayaPart 9**Hari sudah beranjak sore ketika Ibu dan Kak Hani serta suaminya datang ke rumah. Mas Hafiz yang mendengar deru mobil masuk ke dalam pekarangan kami lantas keluar bersama Riska yang sepertinya habis menangis karena ponselnya kubanting.Aku mengerutkan dahi, kenapa kedatangan Ibu serasa ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku. Karena biasanya ia tak akan datang ke rumahku dan Mas Hafiz jika bukan karena ada maunya. Kak Ryan menatap tajam pada Riska, aku hanya bisa menghela nafas karena ia memang seorang buaya darat."Bu, ada apa?" tanya Mas Hafiz ketika ibunya itu sampai di teras.Riska tertunduk dan berdiri di belakang Mas Hafiz, sepertinya ia takut jika ketahuan oleh keluarga Mas Hafiz. Tapi, bukankah ini yang Ibu inginkan? Sudah sejak lama Ibu tak suka denganku, karena aku belum bisa memberinya seorang cucu."Kamu tidak mau mempersilahkan Ibu masuk dulu? Baru bertanya?""Silahkan masuk, Bu. Ak
Part 9"Sah ...."Suara seluruh orang yang menghadiri acara pernikahanku menggema dalam masjid kecil yang menjadi tempatku mengikat janji sehidup semati dengan Arfan. Seorang lelaki yang bisa menarikku dari kubangan air hitam yang kian menarikku ke dasarnya.Kucium punggung tangan lelaki yang baru beberapa detik yang lalu sah menjadi suamiku. Kemudian, ia mendaratkan sebuah kecupan hangat dikeningku. Hatiku berdesir, mengingat bahwa sosok lelaki yang dulu pernah kukagumi ini hari ini menjadi suamiku.Ucapan demi ucapan selamat kudapatkan dari beberapa anggota keluarga yang hadir saat pernikahan kami. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari hari ini ketika Arfan meminangku dengan surah Ar-Rahman sebagai maharnya. Begitu banyak gadis yang menatapku iri karena aku bisa bersanding dengan jejaka pandai, alim dan berwibawa yang selalu mereka gandrungi. Apalagi statusku yang hanya sebagai seorang janda.***"Terimakasih, ya. Kamu sudah
Part 8Kujatuhkan tubuhku di atas kasur empuk di dalam kamar, rasanya tubuhku ringan tak berdaya. Semua sendi-sendiku bagaikan lepas tak berfungsi, ketika aku harus berusaha menerima kenyataan bahwa dua kedaiku mulai mengalami kebangkrutan. Untuk bulan ini pun Anisa tidak tahu harus membayar semua karyawan dengan apa, karena pemasukan lebih sedikit dibandingkan pengeluaran.Kubenamkan kepalaku di atas bantal, lalu berteriak sekencang-kencangnya agar semua rasa dalam hatiku sedikit berkurang. Aku rasa, Tuhan begitu tidak adil kepadaku. Begitu banyak ujian yang Dia berikan, hingga tak jarang membuatku jatuh tersungkur tak berdaya.Mas Hafidz pergi, dan usahaku bangkrut. Entah harus bagaimana lagi aku menghadapi dunia yang sangat kejam ini. Ini semua tidak adil bagiku, Tuhan begitu jahat."Aarrgghh ...." teriakku kencang dengan melempar kaca riasku dengan ponsel yang tergeletak di samping bantal, hingga menimbulkan sebuah suara pecahan yang sangat nyar
Part 7Hatiku bimbang, ketika beberapa hari yang lalu Bu Santika dan Kak Hany mengabari kalau Mas Hafidz pergi. Ya, pergi ... Dan kami semua tidak tahu kemana.Kutatap foto kami berdua di layar ponselku nanar, senyum mengembang dengan indah di setiap sudut bibir kami masing-masing. Dan kini, untuk kesekian kalinya aku harus kehilangannya lagi. Entah, kemana ia pergi sekarang, dan karena apa ia pergi. Aku pun tak pernah tau alasannya.Nomor teleponnya pun sama sekali tak bisa kuhubungi. Semua teman kerjanya juga tidak tahu dimana keberadaannya. Aku benar-benar kehilangan jejaknya. Mas Hafidz hilang bak ditelan bumi.Kusandarkan tubuhku di atas kursi teras, satu jam sudah aku duduk termenung disini. Menatap dengan indahnya warna jingga yang terpancar di ufuk barat. Namun tidak dengan hatiku yang kini tengah hampa, dan kembali kosong."Nduk," ucap Ibu mengagetkanku.Aku tersentak, lalu menoleh kearahnya. Kulihat Ibu pun ikut sedih dengan
Part 6Pov HafizSinar mentari semakin meninggi, ketika sudah kuputuskan untuk pergi menjauh dari Humaira. Wanita yang dulu adalah istriku yang kusia-siakan demi wanita lain, dan kini telah memantapkan hatinya untuk rujuk kembali denganku.Bukan karena aku tak cinta, ataupun aku terlalu menggantung perasaannya. Namun, aku rasa akan ada seseorang yang akan lebih bisa membahagiakannya dibanding diriku. Kini aku bangkrut, dan hanya bekerja sebagai cleaning service. Itu semua juga karena ulahku sendiri, terlalu memanjakan gundik dan ibu kandungku sehingga sekarang semua hartaku telah habis.Kuhembuskan nafas perlahan, menatap nanar pada kedai Huma yang ramai pengunjung itu. Dari kejauhan kulihat Ibuku, yang dulu adalah wanita yang menginginkan perpisahanku dengan Huma kini malah bekerja padanya. Juga Kak Hany, yang sekarang sudah benar-benar berubah dan ikut serta mencari uang di kedai Huma.Entah terbuat dari apa hatinya, hingga mampu memaafkanku,
Part 5Nafasku terengah-engah ketika kulihat Arfan berdiri di belakang kerumunan orang-orang yang sedang melihatku berkelahi dengan Riska. Ia tetap dengan tatapannya yang teduh, tak sedikitpun terlihat sorot amarah di dalam manik matanya.Ia datang bak seorang pujangga yang menyejukkan siapapun yang mendengar suaranya. Bahkan Riska pun berhenti berteriak ketika mendengar suara lembutnya. Aku yakin dia pasti juga sangat terkagum dengan sosok Arfan.Kulepaskan cengkeraman tanganku dari tubuh Riska, lalu beranjak berdiri dan menjauhinya. Sedang kulihat Mas Hafiz juga masih sama tercengangnya dengan Riska."A-arfan," ucapku lirih.Terlihat dari ekor mataku Mas Hafiz beralih menatapku, lalu mendekat kearahku. Sedang aku memilih merapikan baju gamis yang sedikit sobek akibat ulah Riska."Hentikan. Tidak baik berkelahi di depan umum, malu dilihat orang. Selain itu memang tidak ada manfaatnya jika harus berkelahi." Arfan menasehati kami dengan
Season 2Maduku Tak Tahu Aku KayaPart 4Suara deru mobilku memecah keheningan di antara aku dan Mas Hafiz yang tengah bersama menuju rumahnya untuk mengunjungi Bu Santika yang belum juga sembuh. Kami bertemu setelah jam kerja Mas Hafiz selesai dengan menjemputnya di tempatnya bekerja.Kutatap awan yang seolah bergerak mengikutiku dan Mas Hafiz, seakan tak rela jika saat ini aku tengah berduaan dengan mantan suamiku ini. Mas Hafiz menekan tombol audio, lalu memutar sebuah lagu yang tak asing di telingaku.Tersadar didalam sepikuSetelah jauh melangkahCahaya kasihmu menuntunkuKembali dalam dekap tanganmuTerima kasih cinta untuk segalanyaKau berikan lagi kesempatan ituTak akan terulang lagiSemua kesalahankuYang pernah menyakitimuTanpamu tiada berartiTak mampu lagi berdiriCahaya kasihmu menuntunkuKembali dalam dekap tanganmuTerima kasih cinta untuk segalanyaKau berikan lagi
Part 3"R-riska," pekikku ketika seseorang yang dulu sempat menjadi musuhku menghadang jalanku.Ia tersenyum miring dan menatapku nyalang. Entah sejak kapan ia bebas dari penjara, akhir-akhir ini memang tak kudengar kabar lagi tentangnya. Tapi ternyata secara tiba-tiba ia malah sudah datang lagi di depanku."Ya, ini aku. Kenapa? Kamu kaget?" ucapnya sinis.Kuatur nafasku yang hampir saja habis ketika melihatnya, persis seperti bertemu hantu menyeramkan ketika tengah berhadapan dengannya."Tidak, kenapa harus kaget?" ucapku mencebik, "jadi rupanya penjahat ini sudah bebas, ya?" Lanjutku lagi.Ia melotot ke arahku, lalu menyibakkan rambutnya ke samping. Hingga terlihatlah beberapa perhiasan yang ia kenakan di tubuhnya. Anting, kalung, cincin dan juga gelang terpasang pada tubuhnya, membuatku jengah untuk menatapnya. Ternyata setelah di penjara pun tak membuatnya berubah."Ya beginilah orang kaya, bisa bebas kapanpun. Karena aku ma
Part 2Kusibak gorden yang menutupi jendela kamar, sinar mentari perlahan menerobos masuk ke dalam kamar. Kehangatan yang dibawa turut sertanya perlahan mulai memenuhi kamar yang telah kutinggali hampir dua tahun ini.Kupandangi rumah besar yang berdiri tegak di seberang sana, rumah yang dulu menjadi tempatku melepas penat serta tempatku berbagi kebahagiaan dengan orang tercintaku. Kini, mulai ditumbuhi rumput ilalang yang mulai meninggi.Taman bunga kesayanganku yang kini telah berganti menjadi taman rumput lebih tepatnya. Mang Ade yang aku percaya menjaga rumah itu, serta merawatnya sudah dua bulan ini tak bisa bekerja karena harus merawar istrinya yang tengah sakit.Ah ... Mang Ade. Pria tua yang sangat setia kepada istrinya dalam keadaan apapun, membuatku iri dengan sikapnya yang selalu mengedepankan kepentingan keluarganya, terlebih istrinya. Beliau selalu setia kepada istrinya meski kini istrinya seperti hanya menjadi beban untuknya.Ak
Maduku Tak Tahu Aku KayaSeason 2Part 1"Aww ...." Pekikku ketika bertabrakan dengan seseorang di pelataran masjid agung tak jauh dari kedaiku."M-maaf," ucap pria yang telah menabrakku dengan lembut.Kulihat pria muda yang baru saja menabrakku itu tengah tergesa-gesa masuk ke dalam masjid untuk membantu seorang Ustadz yang kutaksir seusia bapak yang akan keluar dari masjid. Ustadz itu terlihat sedikit pincang, hingga butuh bantuan seseorang untuk membantunya berjalan. Dan tak lama kemudian kulihat kaki kanan beliau ada sebuah perban kecil di betisnya, mungkin sebab itu beliau tidak bisa jalan dengan sempurna.Tanpa memperdulikannya lagi, aku lantas melanjutkan langkahku menuju depan masjid untuk menunggu Mas Hafiz menjemputku. Karena aku berpamitan untuk sholat ashar terlebih dahulu sebelum ia menjemputku.Namun netraku kembali tertuju pada seorang pemuda yang beberapa saat yang lalu tak sengaja menabrakku. Dia duduk di atas troto