"Maukah kamu menerima bantuanku untuk mengeringkan rambutmu? Rambut ibu hamil tidak boleh basah terlalu lama, nanti masuk angin."
Dia mengambil handuk tanpa permisi meski tangan Gian mulai menghalanginya. Dia tak peduli penolakan si istri yang telah membentengi diri dan menyuruhnya duduk di kursi meja hias. Lalu, dia mulai menyalakan hair dryer dan mengambil rambutnya. Dari pantulan, Gian bisa melihat wajah sang suami yang sepertinya serius dengan kegiatannya. Namun, dia akan berpaling ketika kepergok Darren."Tadi malam apakah kamu tidur terlalu nyenyak? Hingga aku naik ke ranjang, kamu tidak menyadarinya?"Iris mata Gian bergerak ke arah cermin, mencoba masuk di kedalaman mata Darren mencari kepalsuan setelah kalimat itu terucap. Gian belum mau menyahuti, masih ingin menunggu apa kelanjutan yang terjadi tadi malam."Jam satu aku masuk dan aku lihat kamu sudah tertidur. Jadi, aku tidak mau membangunkanmu karena ....""Lelah? Habis gituan"Karin! Selamat, ya. Project tahun ini, desain kamu yang terpilih."Gian tak bisa menyimpan rasa bahagia atas keberhasilan dan kerja keras sahabatnya membuahkan hasil yang memuaskan. Dia menghamburkan ke pelukan wanita berkacamata yang harus mengimbangi tubuhnya, jika tak mau diri itu jatuh. Serangan spontan terjadi ketika Gian sampai di ruangan kerja dan melihatnya. Sangat mendadak."Iya nih, jangan lupa makan-makan.""Kapan nih? Wah, selamat-selamat.""Memang desain lo beda dari lain, Rin.""Cie, yang dapat bonus tambahan. Mau beli rumah kayaknya."Sahutan demi sahutan terdengar, dan Karina hanya membalas dengan senyuman. Dia juga baru tahu kabar gembira itu pagi tadi dari general manager. Sementara Gian sudah tahu dari Darren tadi saat di mobil. Tidak ada iri di hati, Gian malah berharap Karina yang mendapat reward tersebut karena tahu uang bonus tersebut akan dipakai untuk membeli motor.Belum puas bersenang-senang d
"Hai, Cantik. Lama tak bertemu, kamu tambah cantik dengan busana muslimmu hari ini."Irvan yang baru datang ke kantin, pun langsung duduk bergabung dengan Gian dan Karina tanpa minta permisi. Senyuman lebar ditunjukkan sebab kerinduan yang menyiksa diri kini tercurahkan. Dia tahu kabar ibunya sakit, Gian yang kecelakaan dari Emma. Akan tetapi, pria itu belum tahu ingatan Gian yang hampir pulih dan dalam tubuhnya sudah ada benih Darren.Sama, Karina pun tak tahu rahasia itu. Dan, Gian belum mau si sahabat mengetahuinya. Pasti, suatu saat dia pasti akan diberitahu tetapi belum bisa memastikan kapan itu terjadi. Dia akan mencari waktu yang tepat.Tidak ada respons yang berlebih, Gian hanya melempar senyuman tipis lalu lanjut dengan kegiatan makan. Dia merasa lebih cepat lapar dan mudah lelah setelah dirinya tahu sudah ada makhluk kecil di dalam perutnya. Pun mengingat pesan Darren agar dia tak boleh telat makan, yang akan menaikkan asam lambungnya."
"Mau pulang sekarang, Bu?"Senyuman dan nada yang ramah tidak bisa menetralkan debaran jantung Gian yang kian bertalu. Masalahnya suasana di sana sedikit mencekam. Apalagi langit yang sudah menghitam akibat baru selesai turun hujan, padahal masih jam magrib. Angin sepoi-sepoi nan dingin menambah hawa aneh, merindingkan tubuhnya. Dia butuh jaket agar menghangat badan."Mari, Bu."Tangan Pak Dadang mempersilakan saat melihat anggukan kepala Gian. Wanita itu tak sanggup bersuara, pun hanya bisa berjalan mengekor sampai si supir membukakan pintu untuknya. Lalu, dia mengamati Pak Dadang membuka pintu untuknya sendiri, duduk lalu menyalakan mesin mobil. Tak lama, mobil itu bergerak meninggalkan tempat.Tidak ada prasangka apa-apa, Gian percaya dengan kinerja si supir yang sudah mengabdi puluhan tahun tersebut. Dia yakin Pak Dadang akan mengantarnya pulang sampai di rumah dengan selamat. Dia pun membuka dan bermain ponselnya untuk membunuh rasa bosan.
"Buka pintunya, aku mau lihat wanita jalang itu!"Samar-samar terdengar suara yang mengusik kesadaran Gian. Perlahan, dia membuka mata. Silau seketika kala pintu terbuka. Ruangan yang ditempati Gian tercium lembab dan sangat gelap. Kini sedikit terang karena terpercik lampu luar."Di mana aku sekarang? Apa yang terjadi? Kenapa aku terasa pusing dan sangat mual? Bau apa ini?"Mata Gian belum bisa melihat siapa orang yang datang dengan baik. Dia mencoba mengedar ke seluruh ruangan penuh bungkusan sisa makanan, botol, kaleng bekas yang sangat kotor dan banyak sarang laba-laba di sudut ruang. Sangat menjijikan, dia merasa mual seketika. Mie Aceh yang tadi siang nyaris keluar dari mulut. Lalu, dia memperhatikan dirinya yang terduduk di lantai dengan mulut ditempelkan lakban hitam. Pantas saja mulutnya terasa kebas. Dan, itu yang membuat makanan itu tak bisa keluar.Wanita itu mencoba bangkit. Ah, tangannya yang pegal ternyata diikat tali ke belakang te
Emosi Emma makin tersulut karena Gian terus berusaha menyahuti. Tangannya terkepal kesal untuk mengendalikan, tetapi dia gagal."Aku tidak ....""Diam! Aku tak butuh pembelaan apa-apa darimu. Aku jijik denganmu. Aku ...."Sebuah tamparan meluncur mulus di pipi Gian bersamaan suara Emma pun melengking memenuhi ruangan. Dia tak ingin memberi kesempatan wanita itu untuk membela diri. Dia tak sanggup melihat air mata Gian yang semakin lama kian deras. Bukan, Emma bukan wanita kasar dan bukan juga orang pendendam. Hasutan Puspa telah meracuni pikirannya. Dia pun tak menyangka bisa menjadi setan yang sangat menakutkan."Cukup, Emma! Kamu bisa melukainya."Irvan mendekat lagi dan menarik tangan Emma. Dengan cepat, pria itu beralih pandangan ke arah wajah Gian yang memerah. Raut wajah lelah dan sendu sangat kentara di sana. Air mata pun sudah membasahi pipi. Sungguh, dia trenyuh dan ini tak bisa dibiarkan lagi."Sudah kuajak kamu pergi t
"Pergi kamu dari sini! Aku tak sudi menganggapmu menantu meski anak ingusan ini dan bayi yang kamu kandung adalah anak dari putraku. Kalian tak lain adalah kotoran yang menjijikan di mataku."Seorang wanita senja dengan cincin berlian tersemat di jari telunjuk, membidik tajam ke arah Merlin. Merlin ketahuan sudah menjadi wanita simpanan Gatot selama tiga tahun. Entah bagaimana caranya, si mama mencium perselingkuhan sang putra. Kini kakinya sedang menginjak di sebuah rumah sederhana yang dibeli Gatot untuk selingkuhannya sekadar berteduh dan bersembunyi."Tapi, Bu. Saya dan Mas Gatot saling mencintai. Dia berjanji akan memperkenalkan aku kepada ibu dan istrinya minggu depan. Dia akan ....""Jangan mimpi kamu, wanita jalang! Kamu tak lebih dari seperti sampah yang kini akan dibuang pada tempatnya. Kamu tahu, Gatot anakku tidak akan pernah datang lagi ke sini untuk menjenguk apalagi membawa kamu ke rumah kami. Rumah kami akan tertutup rapat untuk kamu. Asal
Sayangnya, si penguasa tak menggubris rintihannya. Dia melenggangkan kaki masuk ke dalam mobil, menemui menantu yang tak lain adalah istri sah Gatot. Tangisan tersedu-sedu itu hanya bisa disaksikan Lidya dari dalam mobil, pun tak berani membantu atau membantah mertua yang mengambil andil penting dalam keluarga.Dari balik kaca jendela, Lidya melihat selingkuhan suaminya diseret paksa, anaknya digendong dan dibawa masuk ke dalam mobil panther tua. Dibawa ke mana, dia tak tahu."Kamu bisa tenang sekarang. Wanita itu sudah tak bisa mengganggu ketenangan rumah tangga kalian. Ingat, jangan memberitahu Gatot soal ini. Biar saja dia menganggap wanita itu kabur dari kota ini. Kamu paham, Lidya?"Suara kharisma itu tak bisa disanggah oleh Lidya yang merupakan mama Darren. Dia hanya mengangguk patuh. Namun di lubuk hati paling dalam, dia tak ingin seperti itu akhir dari permasalahan tersebut. Meski iya, hatinya sakit ketika tahu suaminya punya wanita lain dan mempun
"Katakan yang sebenarnya, Ma. Mungkin inilah saat yang tepat."Irvan yang menyembunyikan pisau di belakang tubuh, berharap Emma mengurungkan niat melukai Gian yang terlihat semakin lemah. Tangan wanita itu masih terikat di belakang, tetapi Irvan pun tak bisa bantu melepaskan, mengingat ancaman sang mama"Tidak, Irvan! Jangan gila, kamu. Apa sebenarnya rencanamu sehingga kamu akan membeberkan rahasia yang sudah kita sepakati?"Puspa terlihat gusar kala mata Emma melebar seolah meminta penjelasan dengan paksa. Detik berikut, Emma berjalan selangkah demi selangkah mendekati sang mama yang mengakui hanya mempunyai satu anak. Dia ingin mengetahui rahasia apa yang sudah tersimpan di antara mereka, yang belum dia ketahui."Rahasia apa, Ma? Apa benar aku bukan anak Mama? Lalu, apa tujuan Mama terus menyuruh aku membunuh Gian? Memancing Darren? Mengapa kalian malah menargetkan suamiku? Apa kalian ingin melenyapkannya juga?"Pertanyaan demi pertany