“Anak-anak ayo istirahat dulu, mama bawakan cemilan untuk kalian.” Ucap Anya bersama pelayan yang menghampiri anak-anaknya di taman.Misella dan dua anak kembar itu segera berlari, sedangkan Rose hanya tetap diam di sana seolah takut.Anya yang melihat Rose tetap berdiri di tempatnya dengan ragu, tersenyum lembut dan menghampirinya. "Rose, kau juga boleh ikut istirahat. Aku sudah siapkan banyak cemilan untuk kalian. Jangan malu, ya," katanya dengan suara menenangkan.Rose tersenyum sedikit canggung, lalu mengangguk. "Terima kasih, Tante Anya. Aku hanya… tidak terbiasa berada di rumah sebesar ini," gumamnya sambil melirik ke arah pelayan yang membawa nampan penuh makanan.Anya meletakkan tangan lembut di bahu Rose. "Tidak perlu merasa takut, sayang. Anggap saja ini seperti rumahmu sendiri. Kami semua senang kau bisa bermain dengan Misella dan adik-adiknya."Mendengar kata-kata Anya, Rose tampak sedikit lebih tenang dan akhirnya ikut berjalan menuju meja tempat cemilan disiapkan. Sement
“Misa!!” Rose yang baru tiba di hari pertama sekolah setelah libur panjang berlari menghampiri Misella.Saat ini mereka telah masuk ajaran baru dimana mereka naik ke kelas empat sekolah dasar.“Rose, kamu juga baru datang?” Misella tersenyum melihat sahabatnya itu.“Iya, kita nanti satu bangku lagi kan?” Tanya Rose dengan penuh semangat.Misella tersenyum lebar dan mengangguk. "Tentu saja! Aku sudah bilang pada guru kalau kita mau duduk bersama lagi."Rose tampak lega mendengar itu, senyum lebarnya tak bisa disembunyikan. "Aku senang banget! kamu tahu, liburanku seru, tapi aku lebih suka sekolah kalau bisa duduk sama kamu.""Ah, aku juga, Rose! Lagipula, kita punya banyak cerita untuk diceritakan sekarang," balas Misella sambil menggandeng tangan Rose dan mereka berjalan menuju kelas bersama."Bagaimana dengan Arjuna dan Aksara?" tanya Rose sambil tertawa kecil, mengingat adik-adik Misella."Masih sama, Arjuna sibuk membaca, dan Aksara... ya, masih usil seperti biasa," jawab Misella s
“Kakak!” Misella yang melihat Aditya datang menjemputnya langsung berlari dari luar gedung sekolah.“Kenapa kakak yang jemput? Dimana mama?” Tanya Misella dengan bingung.“Mama mu sedang pergi keluar kota bersama papa mu, tapi sore nanti sudah pulang jadi kau akan bersama kakak sampai sore.” Ucap Aditya dengan lembut.Misella yang mendengar itu mengangguk dan perhatiannya teralihkan oleh wanita cantik yang berada di belakang pamannya.“Kak Agnia juga ikut? Wah, aku tak akan kesepian dan bosan kalau begitu.” Ucap Misella dengan semangat.Aditya tersenyum melihat semangat keponakannya. "Iya, Agnia ikut. Kita akan makan siang bersama, bagaimana menurutmu?"Misella tersenyum lebar dan melompat kegirangan. "Aku suka! Kak Agnia, nanti kita makan di mana?"Agnia, yang sebelumnya sedikit canggung, ikut tersenyum hangat. "Terserah kamu, Misella. Kamu mau makan apa?"Misella berpikir sejenak sambil menggoyang-goyangkan tasnya, "Hmm... aku ingin makan pizza! Kak Agnia suka pizza, kan?"Agnia ter
“Dia sudah tertidur?” Tanya Aditya pada Agnia saat mereka berada di mobil.Agnia yang sedang memangku Misella saat gadis kecil itu tidur mengangguk, “Sepertinya, dia kekenyangan dan tidur, tuan.” Ucap Agnia dengan sopan.“Jika begitu kita antar saja ke mansion langsung, lalu kita bisa pergi berdua.” Ucap Aditya dengan tenang.“Maaf?” Ucap Agnia karena takut salah dengar apa yang dikatakan bos-nya itu.Agnia menatap Aditya dengan ekspresi terkejut, masih mencoba memastikan apakah dia benar mendengar apa yang barusan dikatakan. "Maaf, Tuan Aditya, maksud Anda... pergi berdua?"Aditya tersenyum tipis, matanya tetap fokus ke jalan. "Iya, Agnia. Setelah kita antar Misella ke mansion, bagaimana kalau kita makan malam bersama? Hanya kita berdua. Anggap saja sebagai bentuk apresiasi atas kerja kerasmu selama ini."Agnia merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. Dia tak pernah membayangkan Aditya mengajaknya keluar untuk makan malam di luar urusan pekerjaan. Namun, sebagai asisten profesional
“Sayang, sepertinya kita mampir ke dessert favorit Misella, karena hari ini kita meninggalkannya di rumah.” Ucap Anya saat mereka dalam perjalanan pulang ke Jakarta setelah mereka pergi ke Bandung.David tersenyum dan menoleh sejenak ke arah Anya, “Ide bagus. Aku yakin Misella akan senang. Dessert favoritnya adalah cheesecake, kan?” Anya mengangguk sambil tersenyum. “Ya, dia pasti akan sangat bahagia. Apalagi setelah seharian kita meninggalkannya. Mungkin kita bisa ambil beberapa pilihan lain juga.”David memacu mobil dengan tenang sambil berpikir. "Aku ingat tempat itu di daerah Senayan, kita bisa mampir di sana sebelum pulang."Anya meletakkan tangannya di tangan David yang sedang menggenggam kemudi. “Terima kasih, sayang. Aku yakin Misella pasti akan sangat senang saat kita pulang dengan kejutan ini.” David tersenyum hangat. "Apa pun untuk membuat putri kita tersenyum."“Iya, Aksara dan Arjuna juga sangat nyenyak di belakang. Kita juga belikan untuk mereka agar tidak berebut deng
“Nona, anda ingin make up seperti apa? Apakah anda punya referensi untuk bisa kamu terapkan?” Tanya wanita yang merupakan pekerja salon pada Agnia.Secara khusus Aditya membawa Agnia ke salon yang cukup terkenal, pria itu benar-benar mempersiapkan segalanya dengan sangat baik untuk malam ini seolah malam ini adalah malam spesial.Agnia menatap cermin di depannya dengan sedikit gugup. Dia masih belum terbiasa dengan perhatian berlebih yang diberikan Aditya hari ini. Ketika wanita dari salon itu bertanya tentang riasan, Agnia merasa bingung harus memilih seperti apa."Saya tidak punya referensi khusus," jawab Agnia dengan lembut. "Tapi, saya ingin terlihat natural saja. Tidak terlalu mencolok, hanya ingin tampil rapi dan elegan."Wanita salon itu tersenyum ramah. "Tentu, saya akan membuatnya natural namun tetap memancarkan keanggunan Anda," ucapnya.Sementara Agnia menyiapkan diri, pikirannya melayang pada perlakuan Aditya hari ini. Segala persiapan yang dilakukan pria itu membuatnya me
Makan malam canggung akhirnya selesai, itu pikiran Agnia. Tapi siapa sangka ternyata keluarga Aditya masih mengajaknya minum teh setelah makan malam di taman restoran mewah itu.“Aditya dulu sangat menggemaskan, kapan-kapan aku akan menunjukkan fotonya saat dia masih kecil.” Ucap Rima pada Agnia.Agina tersenyum canggung, dia juga tak ingin melihat masa kecil bosnya itu. Tapi kenapa keluarganya memperlakukannya seolah dia adalah calon mantu mereka?Agnia merasa semakin bingung dengan perlakuan keluarga Aditya. Di satu sisi, dia hanya ingin mempertahankan hubungan profesional, tetapi di sisi lain, keluarga Aditya tampak memperlakukannya seperti lebih dari sekadar asisten."Terima kasih, Ibu, tapi sepertinya tuan Aditya tidak akan terlalu senang jika fotonya yang masih kecil dilihat orang lain," jawab Agnia dengan senyum sopan, mencoba meredakan suasana.Rima tertawa kecil, "Oh, tidak usah khawatir. Dia akan baik-baik saja. Lagipula, ini hanya bagian dari keluarga. Kami senang melihatmu
“Aku percayakan perusahan kita di Jerman untukmu, kembangkan perusahaan itu dan paman percayakan padamu sepenuhnya. Kau punya waktu satu minggu untuk memutuskan.” Ucap David pada Aditya.Aditya terkejut mendengar kabar itu, “Paman.. Tapi aku rasa aku belum mampu untuk mengelola bisnis kita di Jerman.” Ucap Aditya yang sedikit merasa keberatan.David menatap Aditya dengan penuh keyakinan. "Aku tahu kau mampu, Aditya. Kau sudah membuktikan dirimu berkali-kali di perusahaan ini. Aku tidak akan memberimu tanggung jawab ini jika aku tidak yakin. Kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri."Aditya terdiam sejenak, masih mencerna apa yang baru saja didengar. Tanggung jawab sebesar itu memang merupakan kesempatan besar, tetapi pikirannya langsung tertuju pada Agnia. Bagaimana jika dia tidak siap untuk pindah ke luar negeri bersamanya?"Terima kasih atas kepercayaanmu, Paman. Tapi… bagaimana jika aku tidak bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik? Jerman bukan tantangan kecil," ujar Aditya, m