Tentu saja wanita itu akan mengeluhkan betapa arogannya aku dan betapa tidak ramahnya diri ini padanya. Aku yakin setelah menutup telepon dia akan langsung pergi menangis ke pangkuan ibu mertua dan mengadukan betapa serakahnya aku ingin menguasai suaminya.Padahal manusia yang serakah sesungguhnya adalah dia.Maura bekas orang kaya yang kini sudah menggembel, jika dia tidak bisa mengalah dan mengambil hatiku, maka kupastikan tak lama lagi wanita itu akan kembali ke asalnya, jadi pembantu dan wanita yang selalu diremehkan orang lain. Serius kukatakan, bahwa modal cantik saja itu tidak cukup.Akan kutebak beberapa jam kemudian, ibu mertua akan datang dan menyidangku dengan berbagai penghakiman, dia tidak akan berteriak tapi lembut tutur katanya pedas menusuk hati membuatku semakin sebal. Jika terus dia bersikap pilih kasih maka kupastikan rasa hormat dan baktiku akan menghilang, lagipula untuk apa aku selalu hidup demi menyenangkan orang lain, sementara diri ini tersiksa. Bukankah hidu
"Oh, jadi sengaja kau pulang ke rumah dengan raut wajah yang sangat sedih dan seakan terzolimi, pulang dengan lapar seperti manusia yang tidak pernah makan, jadi itu hanya permainanmu agar aku merasa iba?""Bu-bukan Aisyah!"Mas Hamdan mengelak dengan wajah pucat padaku."Lantas? apa yang baru kau bisikan pada wanita itu? sekarang katakan sejujurnya siapa yang kau tipu, aku atau dia?"Pria itu terlihat galau, bingung ingin menjawab seperti apa, nampak khawatir bahwa salah satu dari kami akan terluka."Kau bilang padaku, Maura masih tidur dan tidak mengurusmu, sedangkan padanya, kau bilang hanya pura pura baik padaku, agar wanita itu tidak lelah. Jujurlah padaku, apa kau anggap aku ini pembantumu?""Ti-tidak, bukan begitu ....""Aku datang bersamamu kemari, kau berpelukan di kamarku, sementara kau tahu aku di sini mengunjungi mertuaku, kau kehilangan akal atau memang sengaja bersikap semaumu?""Begini, aku sebenarnya sangat mencintai kalian, tapi aku sendiri bingung bagaimana membuat k
Sewaktu aku akan pergi, tak sengaja diri ini berpapasan dengan ayah mertua beliau terlihat rapi mungkin baru saja kembali dari menghadiri undangan."Assalamualaikum," ucap ayah lembut."Walaikum salam, Ayah.""Kenapa wajahmu terlihat kesal, ada apa?" tanya mertua penasaran, aku yang sudah sungkan ditanya-tanya hanya menjawab seperlunya."Saya harus pulang, permisi Ayah," ucapku singkat.Ayah mertua mengangguk tapi ketika mendengar suaramu orang menangis tersedu-sedu ayah langsung menahan bahu ini dan memintaku untuk tidak pergi."Tunggu dulu, apa yang sedang terjadi di dalam?""Aku tak tahu, biarlah Mas Hamdan selesaikan urusannya," jawabku sambil menjauhkan tangan ayah dari bahuku."Maura!" Ayah memanggil menantu keduanya dengan kencang.Wanita yang dipanggil langsung mendatangi Ayah Mas Hamdan sembari menyeka air matanya."Ada apa?" Beliau bertanya seperti itu, tapi tiba-tiba rautnya menjadi terkejut melihat wajah si jalang berubah merah dan lebam, ia babak belur karena kuhajar bar
Kubuka kembali pintu rumah, lalu melangkah dengan gontai sembari mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan, menatap nyalang pada bingkai bingkai foto yang memperlihatkan betapa kami tersenyum lebar dengan kebahagiaan yang tidak dibuat-buat.Aku tersenyum miris, mengingat lagi kejadian tadi sambil menekan dada yang terasa terlubangi. Setelah kejadian di rumah mertua, kesedihan dalam hati ini semakin bertambah tambah saja jadinya. Dulu mereka berjanji akan mengutamakan aku, nyatanya, mereka mengingkari janji yang mereka buat sendiri.Aku terduduk di sofa sambil merenungi betapa terlukainya aku, air mata ini tumpah, tak henti-hentinya aku menangis sejak Mas Hamdan mengenal wanita itu. Tergugu diri ini sambil memeluk bantal sofa, ada rasa iba pada diri sendiri yang tak bisa digambarkan. Sebagai wanita yang sama sekali tidak menyukai pertengkaran kecuali jika diprovokasi, juga tidak pernah memukul orang, aku merasa buruk telah melakukan kesalahan itu, aku merasa hancur dan makin ser
"Mengapa ayah berkata seperti itu?" "Kau dan kesalahan anakmu adalah produk salah pilihnya Hamdan, sudah kusarankan untuk memilih salah satu dari kalian dan membimbing kalian dengan baik, tapi tetap saja anakku seserakah itu. Lihat buktinya, karena sibuknya kamu dengan kecemburuan mau sehingga kamu tidak bisa mengendalikan putramu!""Pertengkaran ini tidak ada kaitannya denganku Ayah, anakku hanya dihina, dia membela diri dan ....""Harusnya kau ajarkan dia untuk mengendalikan dirinya!" bentak ayah memotong pembelaan diriku dari seberang sana."Kalau begitu ... Apa ayah mengajarkan Mas Hamdan untuk mengendalikan diri? Andai Dia masih Hamdan yang dulu, tidak akan ada kejadian perundungan dan pelecehan seperti ini. Dia terlalu dibutakan oleh ....""Diam!" Pria itu langsung saja menutup teleponnya tanpa banyak bicara lagi.Aku paham bahwa dia tidak terima anaknya dihina, pun demikian halnya aku, jika sudah menyentil masalah buah hati, tentu sakitlah diri ini. Tak akan kukendalikan
Ketika akan menunggu sebuah taksi di depan gerbang sekolah Raihan tiba-tiba mobil Mas Hamdan berhenti dia menurunkan kaca dan memintaku untuk naik bersamanya."Apakah masalah Raihan sudah beres?""Seperti biasa kamu selalu terlambat," jawabku sambil melipat tangan dengan sinis."Apakah kita harus mengganti rugi?""Iya, sekitar tiga juta untuk biaya perawatan anak itu, orang tua yang setuju berdamai asal kita mau bertanggung jawab," balasku dengan santai membohonginya. Aku sengaja melakukan itu Mas Hamdan semakin pusing dengan biaya-biaya yang ditekankan di atas kepalanya."Kamu masih punya uang kan?""Aku sudah depositokan uangku sehingga dana itu tidak bisa dicairkan sampai 5 tahun kedepan, aku hanya punya uang belanja sampai beberapa hari," keluhku pura-pura mendesah berat dan sedih."Tapi, kemarin kamu dari kebun 'kan, bukannya tengkulak membayar kelapa dan aneka hasil kebun dengan jumlah yang banyak?" "Hei, Mas, mereka hanya pengepul yang mengikuti harga beli sesuai dengan perm
Aku tahu atas penilaian orang lain mereka telah menganggapku wanita bodoh yang masih saja bertahan demi harta dan rumah. Mereka menilai bahwa hidupku yang penuh drama amat melelahkan dan mungkin benar aku terlalu berusaha memaksakan diri demi masa depan anak anak.Namun, menimbang dari semua perjuangan yang sudah kulalui, adakah orang yang mau merelakan hal yang menjadi miliknya demi pelakor?Mereka yang melihat berpikir aku akan menerima saja apa yang terjadi, tidak, tidak akan pernah.*"Ayah, apa maksud ayah menyuruh Maura pindah ke rumahku?" tanyaku pada pria yang sedang duduk di meja baca ruang kerjanya. Kutemui beliau malam ini juga karena tak mau menunda waktu.Dia meletakkan buku bacaan miliknya, lalu menatap mataku dari balik kacamata bergagang emas itu.Nampak sekali ayah mertua lelah menghadapi drama di antara kami semua tapi beliau berusaha mengendalikan diri."Maura adalah istrinya Hamdan, biar dia yang mengurusinya, dia harus bertanggung jawab atas rumah dan segala keb
Suara deru mesin mobil terdengar dari garasi, dari jendela kamar kulihat dua orang itu menaikkan koper dan naik ke atas mobil kami.Kali ini aku ingin mencegah tapi logika menghentikan karena masalah tentang tidak mungkin berboncengan dengan wanita, dalam keadaan membawa koper dua besar.Aku hanya mengirimkan pesan ke ponselnya,'Kembalikan mobil ke tempatnya jika sudah selesai.' begitu kirimku.Pria itu terlihat memperhatikan layar ponsel dari balik jendela, di mana aku berdiri. Dia nampak terdiam sesaat lalu melanjutkan diri naik ke mobil dan berangkat pergi.Melihat mereka sudah menjauh, aku bergumam sendiri,"Alhamdulillah, setidaknya aku tak perlu menjalani drama seatap dengan madu Alhamdulillah, aku masih punya martabat diri yang membuat sedikit dihargai, andai tidak, mungkin diri ini akan jadi pembantu di rumah sendiri."Kumatikan lampu, lalu merebahkan diri di tempat tidurku. Mencoba melelapkan mata setelah hari panjang yang menguras air mata dan kelelahan emosi.*Keesokan