"Apa maksudmu mengatakan itu di depan anak anak?!" tanyaku marah, jelas dia akan memantik kesalah-pahaman."Jangan mengalihkan pembicaraan. Bukannya, pria yang berkencan denganmu di cafe itu terlihat sangat tampan dan menggairahkan. Dia pasti sudah mengalihkan duniamu kepadanya?" ujar Mas Hamdan sambil mendecak dan menatap pada anak anak."Apa? Kencan? Sudah kubilang dia adalah teman lamaku yang kemudian berbisnis dan kami sedang membagi hasil? Perlukah ribuan kali menjelaskan pada seseorang yang harusnya sudah toxic dan tidak perlu diberi penjelasan?!""Tentu saja kau merasa penting menjelaskannya padaku, karena aku adalah Ayah dari anak-anakmu, dan ... tentu saja anak-anak ini juga butuh jawaban mengapa akhir-akhir ini kau menyebalkan sekali, hahahahah," ujarnya yang makin membuat anak anak mendelik sinis padaku."Apa? Aku menyebalkan? tahu apa kau tentangku dan keseharian kami?!" Aku terbelalak dan tidak percaya betapa liciknya Mas Hamdan ingin menjatuhkan martabatku di hadapan putr
"Jaga bicaramu, sampai hari ini aku masih bertanggung jawab pada anakku. Jangan coba mempengaruhi mereka atau berusaha merebut mereka dariku! Kau hanya laki-laki yang tidak bertanggung jawab lagi gila selangkangan!""Bunda! Jangan hina ayah!" teriak Raihan. Mas Hamdan hanya melipat tangan di dada sambil mengangkat alisnya dengan tawa senang.Cepat kilat putraku masuk ke dalam kamarnya entah apa yang dia lakukan, tapi lima menit kemudian terlihat dia membawa ransel dan mengenakan sepatunya."Apa ini? Kamu mau kemana?" tanyaku bergegas menyongsongnya."Aku akan pergi dengan ayah agar Bunda tidak repot lagi. Ayah tidak akan melarang banyak hal dan tak perlu menetapkan banyak aturan. Ayah akan mencukupiku tanpa bertanya untuk apa dan bagaimana aku menggunakan uangku!" jawab anak sulungku."Bagus Nak, akhirnya hati dan pikiranmu terbuka juga untuk menentukan kau ikut siapa. Ayah menghargainya," ucap mantan suamiku sambil menepuk bahu putranya lalu merangkul dan mengajak dia pergi."Tidak bi
Ternyata belum selesai ejekannya, dia yang sudah nyaris meninggalkan rumah masih kembali dan berkata."Uhm, kau bilang ingin membuktikan bisa menikah lagi? kurasa kau tak akan bisa mendapatkan pria yang lebih baik dariku." Setelah mengucapkan itu dia melambai dan pergi begitu saja."Dengar Hamdan, jika kau masih datang ke sini lagi, maka aku akan mengutuk anak dalam kandungan Maura cacat mental dan Fisik!""Apa katamu!" dia berbalik dan ingin memukulku."Apa kau mau pukul aku?! apa kau tersinggung? begitu pula perasaanku, Hamdan. Heh, dengan percaya dirinya kamu bilang aku tak akan dapat pria lain yang lebih, kau pikir kau malaikan yang sempurna, enyahlah kau Hamdan.""Dasar wanita gila! di depan anak pun kau sama sekali tidak memfilter ucapanmu!" "Aku sudah terlanjur Murka Hamdan, kamu merampas segalanya dari hidupku!""Aku tidak merampas, tapi kau lah yang memilih pergi, aku sudah memberimu pilihan dan kenyamanan, tapi kau tetap memilih berpisah jadi aku ambil saja segala yang p
"Di mana tempatnya?""Restoran dan kafe milikku," Jawabnya."Jadi tuan rumah datang untuk menjemputku? Manis sekali terima kasih...'"Segeralah ganti baju dan ikut dengan kami," ujarnya sambil memberi isyarat dengan tangannya.Sebenarnya ini baru 9.30, aku saja menyelesaikan pekerjaan rumah bahkan belum sempat mandi, aku juga harus menyiapkan makan siang untuk Zahra sebelum meninggalkan rumah."Aku bersedia ikut tapi bolehkah aku memasak makanan untuk Zahra?""Kau bisa kembali lebih awal dan aku akan membuatkan makanan spesial kedua anakmu," ujar pria itu dengan senyum mengembang lembut."Hanya Zahra tidak ada orang lain," jawabku membalas dengan senyum getir."Memangnya Raihan kemana?""Di pergi ke rumah ayahnya. Semalam masa mendatang dan mengungkit soal pertemuan kita, dia menciptakan kesalahpahaman yang membuat putraku murka.""Maafkan aku karena aku kau mengalami kejadian pahit seperti itu. Aku benar-benar menyesal." Pria itu nampak menunduk sedih dan menghela nafasnya pelan."I
Mungkin setelah hari itu, semuanya berubah. Sejak Irsyad mengatakan bahwa aku telah mendapatkan sosok pengganti yang lebih baik, dia seakan ingin menunjukkan itikad bahwa dialah yang akan menggantikan ayah Raihan. Memang pria itu tidak menyatakan secara langsung rasa suka dan cinta, tapi sikapnya, membuatku merasa dihargai, dilindungi dan dimuliakan.Contoh kecilnya, saat kami berkumpul dengan teman teman, pria itu selalu ada di sampingku, dia berusaha membuatku nyaman dan tidak kaku membaur dengan yang lain. Dia tidak meninggalkanku sendiri demi bersenang senang dengan kawan lelakinya. Kemana pun pergi, kalau sempat dia akan mengantarku, setia menunggu lalu membawaku pulang lagi. Kupikir itu sudah hubungan yang lebih dari teman, meski secara tersirat dia jarang mengarah ke hubungan lebih daripada teman.*"Uhm, sudahkah kamu merasa siap untuk kehidupan yang lebih baik?" itu pertanyaannya ketika suatu sore mengantarku pulang."Apa maksudnya?"Aku meraba maksud yang tak mau kutebak s
"... Tidakkah kamu merasa bahwa kita memang sangat akrab dan orang-orang menilai bahwa kita memiliki hubungan khusus seperti sepasang kekasih? Aku sudah bahagia dan percaya diri bahwa kamu akan menerimaku, tapi ... kau mengutarakan penolakan bahkan sebelum aku mengatakannya," jawab pria itu sambil tertawa canggung."Apa hubungan harus dimulai dari ucapan cinta dan proses pacaran?""Tidak juga, aku dan kamu pernah jadi teman sekolah selama tiga tahun, sedikit tidak kau tahu aku. Ditambah sekarang ini, kita sering pergi ke acara dan berbisnis bersama, kita mendewasa dan berpikir, kurasa kau bisa menilai Aisyah.""Kalau begitu, pergilah ke rumah ayahku dan lamarlah aku di sana."Sesaat wajah yang tadinya sendu, langsung terkejut, mata hitamnya membulat lalu ada sunggingan senyum bahagia tergaris di bibirnya."Apa kau menerimaku?""Ini bukan tentang kita, jika kamu berpikir kita akan bahagia dan serasi bersaama, maka tak mengapa lanjutkan saja.""Lalu bagaimana dengan putramu yang sudah k
Mendengar ungkapan Irsyad yang lantang tentu saja Mas Hamdan semakin membabi buta dan langsung mengayunkan batang besi bengkok itu ke arah Irsyad.Tetangga yang yang baru saja terpana tentu saja langsung terperanjat dan berteriak untuk mencegah Mas Hamdan berbuat nekat."Jangan Mas Hamdan, ya Allah.""Stop!"Brak!Batang besi mendarat di punggung temanku dengan keras, kalau dibayangkan tentu bukan kepalang sakitnya, aku yakin, saat ini punggungnya merasa sangat ngilu dan lebam. Untung juga yang terkena bukan kepala, kepala karena Irsyad melindunginya dengan kedua lengan."Kurang ajar, jadi kau yang sudah memisahkan aku dan istriku," teriak Mas Hamdan, sambil menendang irsyad yang tersungkur karena pukulan besi."Tunggu Kak Hamdan, jangan begini!" Karman yang tiba tiba datang langsung menghela Mas Hamdan, dihadangnya pria itu dengan sigap."Minggir kamu akan kuhabisi dia," ujarnya."Sebenarnya Kak Hamdan tak pantas berbuat begini, Mbak Aisyah bukan lagi anggota keluargamu," ujar Karm
Karena Mas Hamdan terus bersikeras marah,. Menuding dan tidak mau didamaikan, maka di sinilah sekarang kami berada, di kantor kepolisian dengan laporan penyerangan dan fitnah.Aku sudah menyuruh Irsyad untuk mengobati lukanya ke rumah sakit, sementara diri ini meluncur ke kantor polisi untuk memberikan laporan dan keterangan. Sebenarnya aku sangat malas berurusan dengan yang namanya kepolisian, tapi karena sikap Mas Hamdan sudah keterlaluan maka aku tidak bisa memaafkannya lagi.Di sana, di ruangan yang sama aku bertemu dengan pria yang sudah duduk di meja interogasi, dia diperiksa dan dicatat keterangannya.Usai pria itu memberi keterangan, giliranku yang duduk untuk melaporkan hal sebenarnya. Lalu tak lama kemudian Irsyad datang dan mengungkapkan keberatannya terhadap sikap Mas Hamdan."Saya sudah berusaha untuk pengertian dan menyelesaikan semua ini di tingkat RT tapi pria ini tetap saja bersikeras dan seakan ingin membunuh orang," ucap kawanku itu ketika kami dipertemukan dalam s
Mungkinkah sikap arogan Mas Irsyad ditengarai oleh kecemburuannya yang begitu besar kepada Hamdan atau mungkinkah karena dendamnya padaku karena sudah menyakiti Elsa, entahlah, aku tak tahu, yang jelas aku merasa sangat sakit dan tersinggung. Air mataku berurai pedih dan menyesal. "Andai aku tidak termakan kata kata manis dan bujukan sejak awal, mungkin aku tidak akan pernah menikahi pria busuk seperti Irsyad. Dia hanya baik di awal dan kejam di akhir, dia benar benar membalikkan persepsiku tentang perilaku dan sifatnya."Pagi menjelang, matahari menyapa, tapi aku enggan menatapnya. Diri ini masih terbaring di ranjang meski waktu sudah menunjukkan pukul tujuh."Kamu tidak bangun untuk menyiapkan sarapanku dan anak-anak?""Aku sedang tidak enak badan dan kalian bisa beli makanan di drive thru, anak anak akan senang," jawabku dari balik selimut."Aneh sekali sikapmu hari ini Aisyah," gumamnya."Memangnya aku tidak boleh sakit memangnya sesekali aku tidak boleh libur dari rutinitas rum
"Berani sekali istrimu memukulku, aku kesakitan Mas, aku kesakitan ...." Wanita itu meraung dan menjerit kesakitan sambil berusaha melindungi dirinya di belakang Mas Irsyad.Saat itu yang aku rasakan tidak ada lagi kewarasan, hanya sakit, panas hati dan amarah yang menggelegak. Saking tak tahannya aku dengan kekesalan, rasa-rasanya ubun-ubun ini ingin meleleh."Beraninya kau mengusik suamiku, menghapus ketentraman rumah tangga dan membuat hidupku tidak nyaman!" Aku melesat ke belakang Mas Irsyad, tanpa bisa dicegah aku langsung mencekik leher wanita itu sampai dia terdorong dan terdesak tepat di depan tangga rumah."To-tolong... Akh ... akkk ...." Wanita itu meronta "Aisyah, stop, ya Allah, Aish, please, lepasin Elsa." Mas Irsyad berusaha menengani tapi sia sia saja.Nafas wanita itu mulai sesak dan megap-megap, dia ingin mengatakan sesuatu tapi tidak bisa. Aku yang seakan dirasuki sebuah kekuatan besar terus menekan lehernya hingga nyaris saja wanita itu meregang nyawa dengan bola
Seminggu kami jalani hidup tanpa tegur sapa dan saling menjauhi. Lebih tepatnya aku yang menjaga jarak dan menjauhi Mas irsyad. Begitu dia mendekati, terlebih ketika di kamar, anak aku langsung bangun dan memasang jarak. Bukannya dia tak mencoba membujuk hanya saja aku yang menolak bujukannya.Seperti ketika suatu malam dia mendekat, mencoba memeluk dan menciumku dengan paksa seperti yang selama ini dia lakukan kala aku merajuk kecil. Sontak, aku berontak dan mendorongnya. Aku menghardik dengan kesal agar dia jangan memaksakan dirinya padaku."Aku bukan pelacur atau wanita yang bisa kau perkosa kapan pun. Enyahlah dari hadapanku.""Mengapa kau marah sekali, aish. Ini sudah hampir seminggu, gak takutkah kamu akan dosa menolak hasrat suami.""Kenapa tidak kau bagi saja hasrat itu kepada wanita yang masih kau cintai!" Tentu saja Mas Irsyad terkejut dan wajahnya langsung pucat. Pria itu mengigit bibir lalu bersurut mundur."Apa? Kenapa diam, Kenapa tidak kau temui mantan istrimu lalu ung
Seminggu kami jalani hidup tanpa tegur sapa dan saling menjauhi. Lebih tepatnya aku yang menjaga jarak dan menjauhi Mas irsyad. Begitu dia mendekati, terlebih ketika di kamar, anak aku langsung bangun dan memasang jarak. Bukannya dia tak mencoba membujuk hanya saja aku yang menolak bujukannya.Seperti ketika suatu malam dia mendekat, mencoba memeluk dan menciumku dengan paksa seperti yang selama ini dia lakukan kala aku merajuk kecil. Sontak, aku berontak dan mendorongnya. Aku menghardik dengan kesal agar dia jangan memaksakan dirinya padaku."Aku bukan pelacur atau wanita yang bisa kau perkosa kapan pun. Enyahlah dari hadapanku.""Mengapa kau marah sekali, aish. Ini sudah hampir seminggu, gak takutkah kamu akan dosa menolak hasrat suami.""Kenapa tidak kau bagi saja hasrat itu kepada wanita yang masih kau cintai!" Tentu saja Mas Irsyad terkejut dan wajahnya langsung pucat. Pria itu mengigit bibir lalu bersurut mundur."Apa? Kenapa diam, Kenapa tidak kau temui mantan istrimu lalu ung
Tak mau terus menyiksa batinku sendiri dengan terus menguping pembicaraan Mas Irsyad dan mantan istrinya akhirnya kuputuskan untuk turun saja mengambil air minum dan kembali ke kamar.Namun sebelum aku melanjutkan langkah, kembali perasaan marahku meronta-ronta. Haruskah aku melabrak dan meneriakinya, lalu mencecarnya dengan banyak pertanyaan mengapa dia berani sekali menelepon wanita lain di tengah malam dan memberinya kata-kata yang indah. Oh Tuhan, hatiku dilema.Ingin kutahan diri tapi rasa haus seakan menusuk tenggorokan sehingga aku tidak punya pilihan.Dengan gaun tidur yang masih menjuntai ke lantai, aku berjalan ke dapur. Melihatku tiba-tiba datang pria itu terkesiap dan kaget. Dengan salah tingkah dia segera mematikan ponsel dan menyembunyikan benda itu di bawah dudukannya. Tapi sayang, aku melihatnya.Aku yang pura-pura tidak tahu apa-apa hanya berjalan dengan cuek lalu mengambil gelas dan memencet dispenser lantas kuteguk air sambil berusaha menahan diriku."Kok belum tid
Hal yang baru saja dia katakan memantik sebuah keheranan di hatiku. Di satu sisi dia ingin aku membiarkannya untuk berhubungan baik dengan Elsa namun sebaliknya ketika aku dan Mas Hamdan berkomunikasi dan hendak menjalin hubungan baik lagi, dia seakan sangat keberatan dan benci."Mungkinkah suamiku adalah penganut pernikahan terbuka di mana dia bebas melakukan apa saja dengan dunia dan teman wanita, sementara aku akan terjerat dan harus mematuhi semua aturan yang dibuat. Bukankah itu tidak adil?!"Alangkah arogan dirinya ketika mengatakan bahwa aku tidak boleh turut serta dalam acara aqiqah yang diselenggarakan Mas Hamdan sementara dia terus malah padaku agar bisa menemui mantan istrinya dengan berbagai alasan kurasa jika aku sudah jengah sendiri dan bosan, dia akan kutinggalkan.Kadang timbul kesesakan tersendiri di dalam hatiku, keheranan entah mengapa aku selalu gagal menjalin tali pernikahan. Apakah aku memang harus ditakdirkan punya suami ajaib yang tidak pernah sesuai dengan
Mungkin aktivitas romantis yang kami lakukan semalam yang membuat moodku membaik di pagi hari. Aku bangun, menyibak tirai jendela membiarkan matahari menghangatkan setiap sisi ruangan rumah. Aku beranjak ke dapur untuk menjerang air dan membuat sarapan keluarga. Selagi menunggu air mendidih luperiksa ponsel yang Alhamdulillah tidak ada notifikasi apa apa. Ya, bagiku kehadiran notifikasi selalu membuat diri ini berdebar dan cemas. Selalu, setiap kali ada yang menghubungi pasti ada masalah atau apa saja yang berkemungkinan merepotkan diri ini."Ah, andai setiap hari hidup kita seperti ini, pasti akan menyenangkan sekali," gumamku sambil menakar bubuk kopi dan gula ke dalam cangkir suami."Bunda ...." Anak anak turun lebih pagi, mereka terlihat sudah rapi degan seragam dan sunggingan senyum yang ceria. "Bagaimana malam tadi, apa kalian tidur dengan nyenyak?""Tentu, kami tidur dengan nyaman dan pulas sekali, Icha tidur bersamaku dan kami sempat membaca buku cerita dan dongeng. Oh ya
"Tidak perlu harus sedramatis itu, Aish, wanita itu sudah demikian tersakiti," ujar Mas Irsyad sambil menutup pintu mobilnya."Jadi kau membelanya?""Bukan begitu?""Mas ... Kalau kamu memang merasa kasihan dan sayang pada wanita itu maka tinggalkan aku dan pilihlah dia, aku tidak akan keberatan sama sekali.""Aisyah, kamu hanya salah paham.""Cukup, jangan mengulur pembicaraan dan mengulang situasi yang sama. Situasi yang pernah aku rasakan bersama Mas Hamdan, aku sudah bosan, demi tuhan, aku ingin menghindarinya," jawabku sambil beranjak masuk ke dalam rumah."Bisa kita pura pura baik baik saja setidaknya di depan Icha, kasihan anakku, dia pasti bingung ....""Aku juga tidak mau membuat anakmu bingung tapi dia pun harus diberi pengertian dan harus tahu seperti ini kondisi orang tuanya sekarang, anak itu harus menyadarinya, Mas.""Jangan terkesan memaksa " Mas Irsyad memburuku di tangga."Lebih cepat tahu lebih baik. Anak anak harus diajari dari sekarang contoh bahwa kita tidak boleh
Akhirnya aku dan anak tiriku berkendara satu mobil menuju rumah ibunya. Aku sebenarnya punya rencana sendiri untuk membongkar apa yang sebenarnya terjadi. Besar keyakinanku bahwa wanita itu hanya pura pura amnesia untuk meraih perhatian semua orang.Sepuluh menit kemudian kami sampai di rumah bercat cream dengan taman kecil dan pohon palem di depannya. Elsa terlihat menunggu di depan teras, senyumannya terkembang saat melihat Fortuner milik Mas Irsyad. Meski tertatih namun semangat dan visual ceria terlihat sekali di wajahnya. Melihat ibunya mendekat, Aisyah membuka pintu dan menyambut, mereka berpelukan dan hendak masuk. Alangkah terkejut Elsa saat mendapati diri ini duduk di kursi depan di dekat mantan suaminya. Raut wajahnya berubah syok dan tidak nyaman."Hai, Elsa," sapaku sambil melambai kecil, bahagia sekali melihat wanita kesal."Siapa dia Mas?"Mas Irsyad nampak ragu, tapi aku yang tidak suka mengulur waktu segera memberi tahu bahwa aku istrinya. Biasanya reaksi orang yang