“Jangan masuk ke kamar itu!” sergah Aryo kala istrinya hendak membuka knop pintu kamar bekas almarhum istrinya.
Helsa tertegun di tempat, kedua matanya tidak henti memandangi pintu kamar yang terkunci. Baru saja menikah sehari wanita itu sudah dibuat penasaran dengan adanya ruangan kosong yang menjadi larangan untuk siapa saja memasukinya, termasuk istrinya sendiri. Entah apa yang terjadi di rumah besar nan luas itu, tapi Helsa merasakan adanya kejanggalan di sana.
“Kamar kita ada di atas, Sayang.” Aryo meraih tangan sang istri dengan mesra, kembali bersikap lembut seperti biasanya bahkan dia juga mempersilakan Helsa untuk lebih dulu menaiki anak tangga. Wanita berambut ikal itu menuruti perintah suaminya, dia mulai melangkahkan kedua kakinya hingga tidak terasa keduanya sudah sampai di depan pintu kamar yang sudah dihias dengan serangkaian bunga.
Kedua matanya melirik ke arah sang suami dengan penuh cinta, dia merasa terharu karena Aryo menyempatkan untuk menghias kamar pengantin di waktunya yang terbilang padat. Karier pria berusia tiga puluh lima tahun itu bagus, dia mempunyai perusahaan besar di beberapa kota. Hingga tidak heran acara pernikahannya pun digelar sangat mewah, dia tidak merasa menyayangkan puluhan juta rupiah yang dikeluarkannya dengan cara percuma. Dia justru lebih menyayangi istrinya terbukti keinginan Helsa selalu saja dituruti salah satunya pernikahan impian bagai seorang putri kerajaan dalam sehari.
Namanya juga seorang publik figur pastinya selalu menginginkan acara yang meriah, terlebih lagi Helsa sosok selebgram yang mempunyai banyak pengikut di sosial medianya membuat wanita itu selalu menomorsatukan kemewahan. Pastinya segala sesuatu yang dilihatnya akan tertangkap oleh kameranya. Seperti sekarang dia merogoh ponsel dari tas selempangnya, mulai membuka kamera dan segera mengarahkannya pada depan pintu kamarnya.
“Kamu mau ngapain?” tanya Aryo dingin, padahal beberapa saat yang lalu dia begitu sangat lembut berbicara dengan sang istri.
“Aku mau siaran langsung, Mas. Kamu tahu sendiri kan kalau aku publik figur yang pastinya tidak akan pernah melewatkan momentum kehidupanku setiap hari, apalagi sekarang baru aja jadi pengantin baru.” Helsa tetap mengembangkan senyumannya meski sang suami menatapnya dengan tajam.
“Matikan kameranya.” Helsa mengernyitkan dahinya tidak mengerti, padahal biasanya Aryo selalu mengiyakan saat dirinya berpose pada kamera atau membagikan kebahagiaannya dalam bentuk video kepada penggemarnya. Mereka menjalin kisah memang belum begitu lama, karena keduanya yang tidak ingin berlama-lama berhubungan tanpa ikatan suci hingga pada akhirnya Aryo memutuskan untuk menikahinya dalam waktu dekat.
“Kenapa, Mas? Biasanya kalau kita jalan, kamu selalu mengiyakan aku bawa kamera kan?” ungkap Helsa, dia membela diri karena memang begitu faktanya.
“Pokoknya kalau di rumah saya kamu tidak boleh menghidupkan kamera. Aku tidak suka.” Kali ini Aryo mengeluarkan sifat aslinya menjadi dingin, padahal seingat Helsa pria yang kini menyandang status sebagai suaminya itu sangat perhatian pula lemah lembut. Tidak pernah sekali pun dia membentaknya. Apa karena dia kelelahan setelah seharian menjadi seorang Raja di acara pernikahannya?
Masih bingung dengan perkataannya suaminya, Helsa tetap membela dirinya karena baru pertama kalinya dia menginjakkan kaki ke rumah milik Aryo. Karena saat menjadi sepasang kekasih keduanya hanya berjalan-jalan lalu berhenti di beberapa kafe untuk mencicipi aneka makanan yang menjadi menu istimewa. Baru pertama kali masuk ke dalam rumah mewah nan luas itu masa dia tidak membagikannya pada penggemarnya.
“Memangnya kenapa dengan rumah kamu, Mas?” tanya Helsa, dia masih bingung dengan sikap suaminya yang begitu tegas kepadanya untuk tidak menghidupkan kameranya saat di rumahnya.
“Aku enggak suka saja dengan sikap kamu yang terlalu terbuka.” Pria itu berkilah, Helsa terus memandanginya dia merasakan adanya keanehan pada sang suami.
“Namanya juga publik figur, Mas.” Helsa tetap tidak mau kalah, dia masih kekeuh membuka kameranya.
“Kalau kata suami jangan ya jangan. Kamu harusnya nurut apa kata suami.” Kali ini Aryo membentak sang istri. Nada suaranya sangat keras hingga menggema mengisi kesunyian rumah.
Helsa akhirnya diam. Wanita itu menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan air matanya yang kini mulai berjatuhan. Baru kali ini Aryo membentaknya karena saat menjadi sepasang kekasih pria itu tidak pernah membuatnya menangis. Baru saja menikah sehari sudah adanya permasalahan yang terjadi. Padahal masalah itu hanya hal sepele, tapi kenapa rasanya sangat sakit sekali? Helsa merasakan dadanya terasa sesak, tapi dia berusaha untuk menahannya karena mungkin saja ini adalah kerikil dari awal pernikahannya.
“Hal yang dilarang di rumah ini, tidak boleh masuk ke kamar bawah yang berada di pojok, dan jangan pernah menghidupkan kameramu. Aku tidak suka. Mengerti?” tanya Aryo yang kembali menegaskan.
Mendapatkan bentakan dari Aryo membuat Helsa terdiam di tempat. Bahkan tubuh wanita itu tampak gemetar begitu kalimat larangan dilayangkan padanya.
Dia seolah kebingungan sendiri, mengapa dirinya harus menghadapi permasalahan seperti ini yang menurutnya tidak logis.
Suaminya sendiri melarangnya untuk tidak memasuki salah satu ruangan dan bahkan dia tidak diperbolehkan memainkan kameranya. Apa yang harus dikatakannya sekarang, selain menurut saja permintaan Aryo.
"Oke, aku akan menuruti permintaan kamu itu, Mas. Tapi kenapa kamu sampai memberikan aku larangan yang menurutku berat?" ucap Helsa, menatap suaminya dengan tatapan tajam.
"Apa katamu? Berat?" Aryo berdecak kala mendengar apa yang dikatakan istrinya.
Helsa mengangguk mantap kala pertanyaan tersebut dilayangkan padanya, dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya lagi setelah ini, karena baginya hal tersebut benar-benar tidak masuk akal. Sebenarnya apa yang dilakukannya sampai dilarang untuk memasuki salah satu ruangan? Bahkan pria itu juga mencegahnya menghidupkan kamera.
"Ya, bukankah aku istrimu, seharusnya bisa keluar masuk ruangan mana pun yang kuinginkan. Dan, mengenai kamera, kamu tahu kalau aku adalah seorang publik figur kan? Seharusnya kamu paham dari awal, setiap kegiatan yang kulakukan pasti akan selalu dibagikan ke sosial media. Apa kamu tidak berpikir hal itu sejak awal sebelum kita menikah?" tanya Helsa dengan nada suara tinggi.
"Ya, tentu saja aku tidak akan melupakan hal itu, Helsa. Tapi, setelah kamu menjadi istriku, dengarkan apa yang kuinginkan. Jangan mengelak!" sergahnya, nada suaranya terdengar tinggi dan lebih terdengar menyentak.
Kedua mata Helsa tampak berkaca-kaca kala mendapatkan perlakuan seperti itu dari suaminya.
Padahal, sebelum keduanya menikah, Helsa meyakinkan dirinya jika sosok Aryo berbeda dari pria kebanyakan yang lebih mudah terpancing emosi.
Namun, apa yang terjadi sekarang? Kini, dia tidak membenarkan definisi tersebut.
Baginya, pria sama saja, tidak mau mengalah dan selalu membuat perempuannya menangis karenanya.
Aryo menyadari jika perbuatannya terlalu kasar, dia mengepalkan kedua tangannya dengan sangat kuat. Lalu, menarik tubuh istrinya ke dalam dekapannya.
"Maafin aku."
"Aku belum mengenal kamu sepenuhnya, Mas!" Helsa menolak dekapan suaminya, dia justru melangkah pergi menjauh meninggalkan suaminya yang memandangi kepergian istrinya ke dalam kamar.
"Kamu tidak boleh mengetahui semuanya yang ada dalam hidupku, Helsa." Aryo mengepalkan kedua tangannya sangat kuat, dia menahan diri agar emosinya tidak meluap begitu saja.
Sebuah pigura berupa lukisan seseorang tampak di dalam kamarnya, ternyata Aryo masih menyimpannya dengan sangat apik. Pria itu seolah tidak mengerti bagaimana perasaan istrinya saat melihatnya, pasti hatinya terbakar membara oleh gejolak api yang terus berkobar. "Ternyata kamu masih menyimpannya, Mas." Helsa memegangi pigura itu yang tersimpan di ujung lemari dekat meja rias. Dia memang membereskan kamar itu lalu menghiasnya dengan serangkaian bunga indah pula lampu berkerlap-kerlip, tapi ternyata dia melupakan lukisan itu. Tidak menyimpannya di gudang seperti barang-barang lain yang merupakan peninggalan istrinya. "Kamu jangan mencemburuinya, karena dia sudah tiada. Benar-benar meninggalkanku untuk selamanya." Aryo terhanyut pada kesedihannya yang terasa begitu membekas dalam hidupnya. Maira memang sudah pergi dalam hidupnya, tapi segala tentangnya masih berperan dalam pikirannya selalu saja menggerayangi mimpi-mimpinya setiap kali dia memejamkan mata. "Walaupun raganya sudah tiad
"Kamu tunggu di rumah ya. Mas mau kerja." Aryo mengecup kening istrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Padahal, Helsa masih ingat bagaimana perlakuan suaminya sewaktu malam sangat dingin meski hanya masalah kecil. Wanita berambut ikal itu mempunyai rencana jika setelah suaminya pergi dia akan berusaha memasuki ruangan yang selalu terkunci. Mengingat jika itu adalah salah satu larangan untuknya membuat dia mengurungkan niatnya. Akan tetapi, dia terlalu penasaran dengan isi kamar yang terletak di bawah ujung ruangan. Dia juga akan mempersiapkan video untuk membagikannya pada penggemar di akun sosial medianya. Banyak sekali yang memintanya menunjukkan suasana rumah milik suaminya, Aryo memang terbilang salah satu orang tersohor dengan segala harta yang dimilikinya. Tidak heran jika banyak sekali orang yang ingin mengetahui perihal kehidupan pengusaha sukses tersebut. "Mas pulangnya jam berapa?" tanya Helsa memastikan, dia takut jika saat dirinya membuka kamar kosong itu suaminy
"Anda siapa ya?" Helsa malah balik bertanya, mengabaikan pertanyaan wanita paruh baya itu. Bibir merahnya tersungging ke atas membentuk senyuman manis, dia sepertinya sangat merawat dirinya hingga terlihat awet muda, meski wanita itu sudah separuh baya. Tubuhnya memang tidak terlalu kurus juga gemuk, sehingga terlihat sangat cocok dia mengenakan kebaya yang begitu pas di tubuhnya. "Saya Bi Unah, Non. Orang yang membantu Tuan mengerjakan pekerjaan rumah. Kalau zaman sekarang namanya itu asisten rumah tangga. Begitu ya?" tanyanya, membuat Helsa beroh-ria. Dia akhirnya tahu jika rumah mewah ini memang dibantu dibersihkan, dan orang itu Bi Unah. Wanita itu menghela napasnya pelan, akhirnya dia mempunyai teman sekedar untuk mengobrol. "Tapi kok dari kemarin aku enggak lihat Bi Unah ya?" tanya Helsa, memang benar sejak pertamakali dia menginjakkan kakinya ke dalam rumah milik suaminya tidak sekali pun dia bertemu dengannya. Baru saja kali mereka bertemu saling berhadapan. Bi Unah terkek
Hari menjelang malam, tapi Aryo tidak kunjung pulang membuat Helsa menunggunya di ruang tengah. Dia merasa kesepian jika ditinggal seorang diri apalagi Bi Unah sudah pamit pulang. Dia memang tidak menginap, setelah membereskan rumah pula menyiapkan makanan Bi Unah pulang dengan Mang Barjo.Suasana rumahnya memang terang oleh cahaya lampu, tapi entah kenapa Helsa seperti melihat sisi yang gelap di bagian lorong kamar bawah. Kedua matanya menyipit kala memandangi pintu ruangan itu, kakinya tergerak untuk melangkah mendekati. Meski suaminya sudah melarang pula Bi Unah memperingatinya agar tidak mencari tahu apa yang ada di dalam sana. Akan tetapi, rasa penasarannya menghalau semua perkataan mereka. Dia ingin tahu sebenarnya apa yang disembunyikan suaminya sehingga siapa pun tidak diperbolehkan untuk memasukinya. Helsa mematung berdiri di depan pintu kamar itu yang masih terkunci, dia tidak menemukan di mana kunci itu disimpan suaminya. Wanita itu berniat untuk mencarinya lagi besok sete