Udah gak sabar, kan?? Oke, cuss dah. Sebutkan nama gadis yang hendak dijodohkan Bu Tika dengan Damar? Tulis jawaban kalian di kolom review novel bagian depan, ya?? (bukan di bawah komentar ini) Tambahkan juga review kalian tentang buku ini plus kasih bintang lima. Lima orang tercepat dan benar jawabannya serta sesuai s&k, berhak mendapat pulsa 20k. So gaskeun guys.
“APA!!!?? Apa maksudmu, Damar?” seru Bu Tika. Damar terdiam, tapi matanya terus mengunci ke wanita paruh baya di depannya. Damar sudah menduga jika Bu Tika akan sangat terkejut mendengar penjelasannya. “Ka—kamu selingkuh dengan Aina, begitu?” imbuh Bu Tika. Damar mendengkus sambil menggelengkan kepala. “Tidak, Ma. Kami berdua hanya berada di tempat dan waktu yang salah hingga melakukan sebuah kebodohan.” Bu Tika tampak kebingungan, tapi dia tidak menambahkan kalimatnya. Perlahan Damar menggeser duduknya kemudian berada sangat dekat di samping Bu Tika dan menceritakan apa yang pernah terjadi di antara dia dengan Aina. “Zafran itu anakku. Jadi apa salahnya jika aku menikahi ibunya? Aku ingin membentuk sebuah keluarga yang utuh, Ma.” Masih tidak ada jawaban keluar dari bibir Bu Tika. Wanita paruh baya itu masih shock usai mendengar penjelasan Damar. Ia masih bingung dengan semua kejadian hari ini. “Sayangnya, hingga kini Aina masih sulit menerimaku. Kemarin saat ulang tahun Mama …
“Waalaikumsalam, Tante,” jawab Aina.Aina tersenyum membalas sapaan wanita paruh baya di depannya yang tak lain Bu Tika. Dua hari yang lalu, Aina sempat bertemu dengan Bu Tika di kafe. Bahkan ekspresi wanita paruh baya itu tampak terkejut usai mengetahui status Aina. Namun, mengapa sekarang ekspresi wajahnya berubah ramah dan ceria, seakan tidak terjadi apa-apa.“Boleh Tante masuk?” Pertanyaan Bu Tika membuyarkan lamunan Aina.Aina tampak gugup sekaligus kebingungan. Belum sempat ia menjawab, Zafran sudah keluar dari dalam rumah sambil merapikan topinya.“Bunda, aku sudah siap!!” seru bocah laki-laki itu.Aina menoleh ke arah Zafran dan tersenyum sekilas. Tak disangka Bu Tika juga sedang memperhatikan Zafran. Wanita paruh baya itu mengulas senyum kemudian berjalan mendekat dan mengelus kepala Zafran.“Anak pintar, mau berangkat sekolah, ya?” tanya Bu Tika.Zafran tersenyum sambil menunju
“IBU!! Tante!! Aku mohon jangan seperti ini,” ucap Aina.Ia benar-benar kebingungan menghadapi tiga orang yang sedang berlutut di depannya. Damar hanya diam menatapnya dengan seksama. Matanya berbinar menawarkan banyak cinta, bibirnya tersungging indah mempermanis rautnya.Banyak kebaikan yang diberikan Damar selama ini, hanya saja Aina selalu menutup matanya. Ia masih menyimpan benci pada pria itu tiap mengingat kejadian malam tak terduga tersebut. Malam penuh dosa yang selalu ingin dilupakan Aina.Namun, tidak ada salahnya jika dia membuka hati dan memberi kesempatan Damar. Ada Zafran yang membutuhkan pria itu. Selain itu, tidak selamanya Aina harus membenci pria ini setelah semua kebaikan yang ia beri.“Aku tahu ini sulit bagimu, Aina. Namun, aku ingin kamu mencobanya. Aku janji tidak akan menyakitimu,” ucap Damar.Kata-katanya terdengar tulus dan penuh penekanan emosi yang mendalam. Entah mengapa hati Aina berdebar saat
Sontak Fakhri menoleh dan mendongak menatap tiga sosok yang telah berdiri di depannya. Ada Bu Tika, Damar dan seorang wanita cantik lagi yang sangat dikenal Fakhri. Senyum Bu Tika mengembang lebar dan tampak sangat bahagia. Sama halnya dengan dua sosok yang berdiri di samping wanita paruh baya itu.Hanya Fakhri yang kini terdiam membisu sambil menatap sosok cantik di depannya tanpa kedip. Untuk beberapa detik mata Fakhri bersiroboh dengan mata Aina, tapi wanita cantik itu buru-buru memalingkan wajah.“Ayo, Aina kenalan dulu!! Mereka juga kerabat Tante.” Suara Bu Tika kembali mendominasi.Aina hanya mengangguk tersenyum sekilas kemudian sudah berjalan menghampiri Bu Rahma, Wulan dan Fakhri. Bu Rahma tersenyum lebar sambil menatap Aina penuh cinta. Sebelumnya Bu Rahma memang sudah memberi restu jika Aina menjalin asmara dengan Damar. Wanita paruh baya itu begitu sayang pada mantan menantunya dan menginginkan kebahagiaan untuknya.“Selamat
“Apa kamu bilang?” sergah Aina.Fakhri tersenyum sambil menatap Aina dengan lembut, berbanding terbalik dengan Aina yang sedang menatapnya tajam.“Aku tahu salah telah menuduhmu yang tidak-tidak. Semua yang kulakukan padamu di masa lalu adalah sebuah kesalahan. Itu sebabnya aku minta kamu pertimbangkan dulu pilihanmu ini, Aina. Aku tidak ingin kamu melakukan hal yang sama seperti aku dulu.”Alis Aina terangkat keduanya menatap Fakhri penuh tanya. Perlahan ia sudah bisa mencerna maksud kalimat Fakhri kali ini.“Apa maksudmu, aku menerima Damar karena ingin membalas kamu, begitu?” tebak Aina.Fakhri tidak menjawab, tapi matanya sudah memberi isyarat membenarkan dugaan Aina. Aina sontak mendengkus sambil menggelengkan kepala.“Astaga!! Kamu pikir aku masih mencintaimu, Mas? Kamu pikir aku tidak bisa move on darimu dan menganggap Damar pelarianku, begitu?”Lagi-lagi belum ada jawaban dari Fa
“Sudah menentukan tanggal pernikahan,” sahut Damar dengan cepat.Sontak semua yang ada di ruangan tersebut menoleh ke pria berwajah manis itu. Tentu saja Bu Tika terkejut dengan jawaban Damar. Padahal, mereka belum membahas hal itu, tapi mengapa Damar tiba-tiba berseru keras.“Benarkah, Damar?” tanya Bu Tika.Damar tersenyum menganggukkan kepala sambil memperhatikan orang tuanya. Kemudian Damar menoleh ke Aina sambil menggenggam tangannya dengan lembut.“Benarkan, Sayang? Kita sudah menentukan tanggal pernikahan?” Kini malah Damar bertanya ke Aina untuk menjawab pertanyaan Bu Tika.Aina tersenyum sekilas kemudian menganggukkan kepala. Setelahnya dia tampak menunduk. Aina sengaja menghindar dari tatapan tajam milik pria tampan yang sedang berdiri tak jauh darinya. Mata siapa lagi kalau bukan Fakhri.Tak ayal semua yang ada di ruangan tersebut bersorak kegirangan, hanya Fakhri saja yang membisu.&ldqu
“Siapa, Bu?” tanya Fakhri.Selama ini Fakhri memang sangat penasaran, tapi siapa pun orangnya rasanya tidak akan mengubah perasaannya pada Aina. Dia sudah memaafkan kesalahan Aina, sayangnya hal yang sama tidak berlaku pada Aina.Andai saja mereka berdua saling terbuka dan mendengar dengan baik, pasti tidak akan berlarut seperti ini masalahnya. Fakhri masih sabar menunggu, tapi bukannya jawaban yang terdengar malah suara keras seperti benda jatuh yang terdengar.“BU!!! IBU!!!” seru Fakhri panik.Robby juga ikut panik sekarang. Ia terus bertanya ke Fakhri, tapi pria tampan itu belum juga menjawab.“Den, Nyonya jatuh pingsan.” Sebuah suara yang beda terdengar di seberang sana dan Fakhri tahu itu suara asisten rumah tangganya.Tanpa banyak bicara, Fakhri langsung menyambar kunci mobilnya dan berjalan tergesa keluar ruangan. Robby ikut berlarian mengejar di belakang Fakhri. Robby sudah mengenal baik Bu Rahma,
“Nyonya sangat terkejut, tapi tidak bereaksi saat itu. Baru ketika Bu Tika pulang, beliau menelepon Aden dan langsung pingsan,” imbuh sang ART.Fakhri hanya terdiam membisu usai mendengar penjelasannya. Ia selama ini tidak tahu siapa ayah kandung Zafran. Bahkan saat tempo hari Fakhri bertanya ke Aina, ia tidak mau memberitahu. Fakhri sangat terkejut usai mendengar hal ini. Kenapa juga dugaannya benar? Jadi memang benar jika Aina sudah berselingkuh dengan Damar. Itu juga sebabnya Aina mau menerima pinangan Damar.“Den, saya bawa baju kotornya pulang, ya?” Ucapan sang Art membuyarkan lamunan Fakhri.Fakhri menoleh sambil menganggukkan kepala. Kemudian sang Art berpamitan untuk pulang, menyisakan Fakhri seorang diri di dalam ruangan tersebut.Ia masih terhenyak dengan semua informasi yang baru saja didapatnya. Seharusnya Fakhri merasa sakit atau kecewa. Namun, entah mengapa dia tidak merasakan hal itu. Semua terasa biasa saja bahkan l
“Saudari Wulan Ariani terbukti bersalah telah melakukan penggelapan uang perusahaan … .” Hari ini adalah hari pembacaan keputusan sidang untuk Wulan. Semua bukti yang terkumpul untuk kejahatan yang dilakukan Wulan sama sekali tidak disangkal dan Wulan mengakuinya. Bahkan dia juga mengaku telah menukar bayi Fakhri dan Aina serta menjebak Aina dengan memberi minuman obat perangsang. Fakhri yang ikut hadir di sana hanya diam mendengarkan. Sesekali ia melirik Wulan yang duduk di kursi pesakitan. Wulan sudah jauh berbeda. Wajahnya tidak secantik dulu, rambut indahnya juga tampak ditata dengan asal apalagi kini tubuhnya semakin kurus tidak seksi seperti dulu. Kalau boleh jujur, Fakhri kasihan melihatnya. Aina yang duduk di samping Fakhri hanya diam. Ia sadar siapa yang sedang diperhatikan suaminya saat ini. Aina tidak berkomentar dan terus memperhatikan Fakhri. “Kamu mau menemuinya?” Tiba-tiba Aina bertanya usai pembacaan keputusan berakhir. Fakhri menghela napas dan melihat Aina.
“Udah, Mas. Mau sampai berapa kali kamu melakukannya?” dumel Aina.Ia berkata sambil menyingkirkan wajah Fakhri yang menempel di dadanya. Fakhri terkekeh sambil terus mendaratkan beberapa kecupan di sana. Ia sama sekali tidak mau melepas pelukannya ke Aina.“Memangnya kamu lupa, kalau Ibu bersama Zafran dan Ryan minta oleh-oleh adik. Makanya aku berusaha mewujudkannya.”Aina berdecak, sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga. Fakhri sudah mengangkat kepalanya dan kini duduk bersandar di samping Aina.“Iya, aku tahu. Namun, ini sudah sore, Mas. Kita bahkan melewatkan makan pagi dan makan siang. Aku laper.”Fakhri mengulum senyum saat melihat ekspresi Aina. Kalau mau jujur dia juga sudah merasa lapar. Namun, rasanya Fakhri tidak mau kehilangan satu momen pun dengan Aina.“Ya sudah, aku pesan makanan dulu.”Fakhri membalikkan tubuhnya dan bersiap meraih telepon yang ada di nakas. Namun
BRAK!!!Pintu kamar tertutup dan Fakhri hanya diam melongo berdiri di depannya. Matanya mengerjap berulang saat menyadari jika dirinya sudah berada di luar kamar.“Fakhri!! Kamu ngapain di sini?” seru Bu Rahma.Wanita paruh baya itu terkejut saat melihat putranya berdiri di depan pintu kamar dengan ekspresi wajah bingung. Fakhri menoleh sambil menghela napas panjang.“Istriku baru saja disabotase Zafran dan Ryan, Bu.”Sontak Bu Rahma terkekeh mendengar aduannya.“Sudah, biarin saja. Toh, kamu tadi siang sudah melakukannya. Lagian besok kalian sudah berangkat untuk honeymoon. Jadi biarkan anak-anak bersama bundanya malam ini.”Fakhri menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala. Untung saja, tadi siang dia sudah melakukan pemanasan tiga ronde dengan Aina, kalau tidak pasti sangat kesal malam ini.“Apa mau ditemani Ibu tidur, Fakhri?” Tiba-tiba Bu Rahma bersuara dengan menggod
“Fakhri!! Kamu ke mana aja? Dari tadi Ibu telepon gak diangkat!” Suara Bu Rahma langsung terdengar di telinga Fakhri.Fakhri menguap lebar sambil mengucek matanya. Usai ijab kabul di KUA, harusnya Fakhri bersama Aina merayakan resepsi dan tasyakuran di rumah Bu Rahma. Namun, Fakhri malah sengaja mengajak Aina pulang ke rumah baru mereka dan menikmati malam pernikahan lebih awal.“Aku ngantuk, Bu,” jawab Fakhri sambil menguap.“Ngantuk? Memangnya kamu di mana? Kenapa juga Pak Udin gak balik ke rumah?”Pak Udin adalah sopir Fakhri yang baru dan kebetulan tadi Fakhri menyuruhnya untuk istirahat. Sepertinya Pak Udin menurut perintahnya.“Banyak tamu mencari kamu dan Aina. Mereka pengen ketemu, Fakhri.”Fakhri menghela napas panjang. Dari awal, Fakhri dan Aina memang tidak mau melakukan perayaan. Toh, ini bukan pernikahan pertama mereka. Hanya Bu Rahma saja yang telah mengundang para tamu hingga mer
Rabu pagi, satu minggu kemudian tampak kesibukan di rumah Bu Rahma. Wanita paruh baya itu tampak berjalan mondar mandir dari ruang tamu ke kamar Fakhri. Wajahnya terlihat gelisah saat melihat pintu kamar Fakhri masih tertutup rapat.“Ryan, Zafran, coba periksa ayahmu!! Kenapa dari tadi belum keluar? Nenek takut kita datang terlambat ke KUA,” ujar Bu Rahma.Hari ini memang hari pernikahan Fakhri. Sesuai permintaan Aina, mereka akan melakukan jiab kabul di kantor KUA. Setelahnya akan mengadakan tasyakuran dan resepsi sederhana di rumah Bu Rahma.Sebenarnya Bu Rahma ingin merayakan pernikahan kedua putranya ini dengan meriah, tapi Aina dan Fakhri menolaknya. Mereka tidak mau lelah, bahkan sehari setelahnya akan melakukan perjalanan keluar negeri untuk honeymoon.“Iya, Nek!!” Ryan dan Zafran menjawab berbarengan.Mereka berjalan beriringan menuju kamar Fakhri. Baru saja Ryan hendak mengentuk pintu kamar Fakhri, tiba-tiba handel
“TUNGGU!!! STOP!!! Jangan bilang kamu mau mencabut gugatanmu ke Wulan!!” sahut Robby.Rini yang mendengar ucapan Robby tampak terkejut. Hal yang sama juga ditunjukkan Fakhri, sayangnya Robby tidak bisa melihat reaksinya kali ini.“HEH??? Mencabut gugatan ke Wulan? Siapa juga yang mau mencabut gugatan?” ucap Fakhri.Sontak helaan napas panjang keluar dengan kasar dari bibir Robby, bahkan pria bermata sipit itu sudah mengurut dadanya.“Lalu kamu mau minta tolong apa tadi?”Fakhri mendengkus sambil melirik interaksi Aina bersama Zafran dan Ryan di ruangannya.“Aku mau minta tolong kamu percepat pernikahanku.”Kini berganti Robby yang terkejut, mata sipitnya melebar usai mendengar permintaan Fakhri.“Bukannya tinggal dua minggu lagi. Kenapa mau dipercepat lagi?”Fakhri tersenyum sambil menyembunyikan wajahnya. Ia berdiri dan menjauh dari Aina serta kedua putranya. F
“Sayang … kok kamu ngomong gitu?” tanya Fakhri.Aina tidak menjawab, malah kini yang berganti menundukkan kepala. Dia paham hanya wanita kedua yang datang ke hati Fakhri. Meski pada akhirnya Fakhri lebih memilihnya, tapi setidaknya ada kenangan indah antara Fakhri dan Wulan.“Aku sama sekali gak bermaksud akan membahas ke arah sana. Aku sudah tidak mencintainya. Aku hanya sekedar memberitahumu mengenai keadaan Wulan.” Fakhri menambahkan kalimatnya dan terkesan sedang membuat pembelaan.Aina menghela napas panjang sambil mengangkat kepalanya. Matanya bertemu dengan netra coklat Fakhri dan terdiam untuk beberapa saat.“Aku juga sama sekali gak masalah jika kamu mengenang momen dengannya. Dia cinta pertamamu, bagaimanapun ada kenangan indah antara kamu dan dia. Bisa jadi itu yang membuatmu melankolis seperti ini.”Suara Aina terdengar datar, tidak tertangkap dia sedang sedih apalagi cemburu. Hanya saja Fakhri
“Sialan!! Bangsat!! Jadi kamu yang menyebabkan kecelakaanku?” sergah Wulan.Damar tersenyum sambil berdiri menjauh dari sisi brankar. Wajah Wulan sudah merah padam dengan bunyi gigi yang saling beradu belum lagi tangannya yang sudah mengepal seakan hendak melayangkan sebuah pukulan ke Damar.“Kalau iya, kenapa? Kamu ingin membalasku, Wulan?”Tidak ada jawaban dari Wulan. Ia duduk bersandar ke bantal dengan dada kembang kempis mengolah amarah dan wajah yang semakin merah.“Bukankah kamu juga yang telah menabrakku tempo hari hingga membuatku tak berdaya.”Wulan membisu dan buru-buru memalingkan wajah.“Aku rasa kita sudah impas, Wulan. Aku akan mencabut gugatanku dan melupakan semua. Sayangnya, kamu tidak bisa melakukan hal yang sama seperti aku.”Wulan belum menjawab, tapi wajahnya sudah meredup bahkan tatapan matanya tampak sayu. Dengan sendu Wulan menatap kaki kanannya yang kini dibabat
“APA!!! Mama mau bunuh diri?” seru Devi.Amar yang duduk di sebelah Devi tampak terkejut. Tanpa banyak bertanya, ia langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Fakhri lebih dulu. Fakhri yang berada di dalam mobil mengabaikannya. Bisa jadi Amar dan Devi punya kepentingan lain yang harus dilakukan.Selang beberapa saat Devi dan Amar sudah tiba di rumah sakit tempat Bu Vita dirawat. Wanita paruh baya itu tampak tergolek lemah di atas brankar dengan kedua pergelangan tangannya di babat perban.Devi baru saja dijelaskan oleh perawat yang bertugas jika Bu Vita berusaha mengakhiri hidupnya dengan menyayat pergelangan tangan menggunakan pecahan cermin di kamarnya. Bu Vita shock saat tahu kenyataan tentang Wulan.“Memangnya siapa yang memberitahu keadaan Kak Wulan ke Mama? Bukannya hanya kita yang diberitahu dokter,” gumam Devi.Ia seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. Amar yang berdiri di sebelahnya hanya diam sambil menatap Bu Vita dengan iba.“Sebenarnya beberapa saat yang lalu,