Felix tidak menanggapi omongan Vioni.Tanpa perintah Felix, sopir tentu tidak akan menuruti arahan Vioni.Vioni mengepalkan tangannya dengan lebih erat.Vioni tahu Felix tidak peduli padanya. Mungkin dia selamanya adalah orang yang tidak layak di mata Felix, tetapi pada saat ini, Vioni tidak ingin Felix melihat aibnya.Sekalipun Felix juga merendahkannya, meremehkannya, dan merasa jijik padanya seperti orang lain.Vioni hanya ingin mempertahankan harga diri terakhirnya.Pada saat ini, harga diri terakhir itu hanya sebatas ... membiarkannya turun dari mobil dengan bermartabat.Sayangnya, Felix sepertinya sama sekali tidak ingin memenuhi permintaan kecil itu.Tanpa perintah Felix, sopir hanya bisa terus mengemudikan mobil ke depan.Vioni ingin berbicara lagi.Tepat saat itu, ponsel Vioni berdering.Nama penelepon ... juga seperti dugaan Vioni."Vioni, cepat pulang!"Suara Johan membawa kemarahan yang jelas, menembusi ponsel dan bergema dalam mobil yang hening.Vioni tidak terkejut. Setel
Vioni menghindar.Vas bunga pecah belah di lantai. Serpihan vas terpental hingga menggores betis Vioni. Lukanya langsung berdarah.Pada saat ini, tidak ada orang yang memedulikan itu.Johan menunjuk Vioni. "Kamu sengaja, ya? Kamu sengaja ungkapkan di depan orang banyak untuk menghancurkan dirimu, agar semua orang di Kota Tumaz tahu kamu adalah wanita jalang?""Kenapa aku bisa punya anak perempuan yang nggak tahu malu sepertimu? Kalau tahu begini, aku harusnya cekik kamu begitu kamu dilahirkan! Aku nggak seharusnya membawamu pulang dan membiarkanmu merusak reputasi Keluarga Tiura!"Tidak ada orang yang berani berbicara. Suara Johan yang nyaring terus bergema di ruang tamu yang tinggi.Bagaikan pisau tajam yang terus menyayat Vioni.Akan tetapi, ... Vioni sama sekali tidak merasakan rasa sakit.Vioni tidak lagi menghindari tatapan Johan. Dia berdiri di tempatnya dan bertatapan langsung dengan Johan."Kamu masih berani menatapku seperti ini? Oke! Hari ini, kupukul kamu sampai mati!"Sambi
"Kakak, bagaimana bisa kamu mengatai Mami seperti ini?"Sebelum Amel sempat berbicara, Sally mendekat dan menatap Vioni dengan matanya yang merah. "Mami benaran sayang kamu. Kamu nggak boleh berpikir begitu tentang Mami!"Vioni tidak ingin membuang-buang waktu pada mereka.Sekarang, melirik mereka sedetik lebih lama pun membuat Vioni jijik.Tanpa menghiraukan Sally, Vioni langsung berbalik badan dan hendak pergi."Kakak!"Amel menghentikan Sally yang ingin menyusul ke luar, lalu berteriak pada Vioni, "Baik! Vioni, kalau kamu pergi dari rumah ini, nggak usah pulang lagi walau kamu mati kelaparan di luar!"Mendengar itu, Vioni berhenti di tempatnya.Awalnya, Amel mengira Vioni sudah berubah pikiran.Alhasil, Vioni berbalik badan dan berkata padanya, "Kalau begitu, terima kasih."Vioni tetap tenang seperti biasa.Akan tetapi, ketenangan itu terkesan ... cuek bagi Amel.Seperti ular berbisa yang menatap mangsanya dengan cuek sambil menjulurkan lidah.Amel mundur dua langkah tanpa sadar. Wa
Pertanyaan Felix sungguh berada di luar dugaan Vioni.Seketika itu, Vioni mengira dirinya salah mendengar.Setelah beberapa detik, Vioni kembali sadar dan menyeringai. "Pak Felix tanyakan ini sekarang ... nggak telat?"Felix memicingkan mata.Saat Vioni mengajukan perceraian untuk pertama kali, Felix mengira Vioni hanya mengambek.Meski begitu, Felix hanya akan menoleransinya sekali saja.Oleh karena itu, Felix langsung menyetujui permohonan cerai yang kedua.Mengambek?Mungkin ada sedikit.Pada saat itu, Felix lebih meyakini ... Vioni pasti akan menyesal.Akan tetapi, pada saat ini ... Felix sepertinya salah.Felix baru mengetahui masa lalu Vioni pada dua hari yang lalu.Ayah asuh Vioni dipenjara, sedangkan ibu asuhnya terbaring di rumah sakit dalam keadaan koma.Felix tidak pernah mendengar Vioni menceritakan semua itu.Baru pada saat ini, Felix sadar dia sepertinya ... belum pernah mengenal Vioni."Apa pun alasannya, itu sudah nggak berarti sekarang."Vioni meneruskan, "Jangan khawa
Setelah pulang, Vioni langsung berbaring di ranjang dan tidur.Seperti yang bisa diduga, Vioni bermimpi buruk.Saat Vioni bangun, separuh bantal sudah basah.Langit di luar sudah terang.Vioni duduk di ranjang selama beberapa saat, lalu meraba ponselnya.Vioni mengira akan dibombardir oleh pesan dan panggilan telepon. Di luar dugaannya ... tidak ada.Tidak hanya tidak ada berita yang terbesar di internet, bahkan tidak ada kabar yang beredar di kalangan mereka.Terlepas dari yang lain, Rania pasti akan datang untuk mengejek dan menghinanya setelah mengetahui kabar tersebut.Akan tetapi, tidak ada aksi dari Rania. Artinya ... kabar tersebut sudah ditahan.Sudah jelas siapa yang mampu melakukan ini.Hanya saja, Vioni langsung membuang pikiran itu.Bagaimana mungkin?Akan tetapi, Vioni tidak punya jawaban lain.Dalam beberapa hari berikutnya, Vioni tetap memusatkan perhatian pada berita serupa. Alih-alih desas-desus tentang dirinya, Vioni malah mendapati berita lain. Andreas akan bertunang
Tanpa menunggu respons Vioni, Andreas langsung bertanya, "Apa kamu sudah dengar? Aku akan tunangan dengan Keluarga Tiura."Vioni yang sudah mengambil sepotong kue dengan garpu meletakkannya lagi, lalu mengangguk."Dengan Sally."Vioni menjawab, "Aku tahu.""Dengar-dengar, sekarang kamu sudah putus hubungan dengan Keluarga Tiura?" Andreas menundukkan tatapan dan melanjutkan, "Kalau nggak, mungkin kamu yang akan menikah denganku."Kali ini, Andreas benar-benar tersenyum.Sebelumnya, tidak peduli bagaimana Andreas berusaha, senyumannya tidak pernah mencapai mata. Andreas hanya tersenyum getir.Vioni tertegun sejenak, lalu berkata, "Kalau kamu nggak mau, kamu bisa bicarakan dengan mereka ...."Andreas menggelengkan kepala. "Mereka suruh aku pulang untuk menghabiskan nilai gunaku. Apa kamu tahu? Aku sudah ketemu belasan orang dalam hampir sebulan ini.""Nilai guna?" Vioni mengernyit. "Kalau kamu benaran menjalin pernikahan bisnis, bukannya ini adalah ancaman bagi mereka? Kenapa ...."Andrea
Pertanyaan Felix yang lugas justru membuat Sally ragu.Sally menundukkan kepala dan meremas gaunnya. Sesaat kemudian, dia berujar dengan suara pelan, "Aku juga nggak tahu jelasnya bagaimana, tapi saat sekolah ... Andreas sangat dekat dengan Kakak."Felix diam saja.Seolah-olah takut Felix salah paham, Sally buru-buru menjelaskan, "Lalu, Andreas melanjutkan studi di luar negeri setelah itu. Jadi, mereka ... harusnya nggak ada apa-apa.""Walau begitu, aku tetap merasa aku nggak seharusnya tunangan dengan Andreas. Kak Felix, menurutmu, apa aku sangat egois dan jahat? Keluargaku sangat membutuhkanku sekarang, tapi aku ...."Sambil berbicara, mata Sally memerah lagi.Felix tidak merespons. Dia menundukkan tatapan, entah sedang memikirkan apa.Sally menggigit bibir, lalu melanjutkan, "Kak Felix, waktu itu ... apa yang kamu bicarakan dengan Papi? Aku ... aku benaran nggak mau nikah sekarang. Bisa nggak kamu bantu aku?"Sally mengulurkan tangan, ingin memegang manset Felix. Tepat saat itu, pon
"Nona, mohon tenang dulu. Kita ke tempat lain dulu dan bicarakan ...."Ketika staf sedang berusaha mencegat Rania, pintu kamar di depan tiba-tiba terbuka.Benar saja, Vioni ada di dalam.Rambut Vioni agak berantakan dan wajahnya diwarnai rona kemerahan yang aneh, tetapi ekspresi matanya sangat dingin."Benar saja! Kamu ada di dalam! Di mana selingkuhanmu? Apa Andreas di dalam? Biar aku masuk ...."Tanpa menghiraukan Rania, Vioni menghampiri Sally.Gerakan Vioni sangat cepat. Sebelum Sally sempat beraksi, Vioni langsung merebut ponselnya!"Kakak ...."Begitu Sally berbicara, Vioni sudah menghapus video rekaman Sally tadi, lalu membanting ponselnya ke lantai!"Apa yang kamu lakukan?"Awalnya, Rania ingin masuk untuk mencari Andreas. Setelah melihat aksi Vioni, dia buru-buru kembali untuk melindungi Sally.Vioni sama sekali tidak memberi mereka kesempatan untuk bereaksi. Vioni langsung menampar Sally dengan keras!"Sally!"Rania berteriak, "Vioni, dasar kamu keparat! Dasar gila! Kamu masi
Felix melirik ke arah layar ponselnya dulu, lalu bertanya, "Dari mana saja kamu?"Vioni mengerucutkan bibirnya, "Siapa suruh mengganti kunciku?""Jawab pertanyaanku."Wajah Felix terlihat marah.Awalnya Vioni ingin bertengkar dengannya. Akan tetapi, setelah menatapnya beberapa saat, akhirnya dia berkata, "Rumah sakit."Raut wajah Felix agak berubah dan menatap tubuhnya.Vioni tidak memperhatikan tatapannya dan hanya berkata, "Sore tadi mereka bilang ibuku sudah bangun, tapi tertidur lagi saat aku tiba di sana. Makanya aku terus menunggu di sana untuk melihat apakah dia akan bangun lagi atau nggak."Suara Vioni sangat lembut, jelas terlihat tertekan.Akhirnya raut wajah dingin Felix memudar, tetapi langsung teringat sesuatu, "Terus kenapa kamu nggak menjawab telepon?""Nggak bersuara, aku nggak sadar."Setelah mengatakan itu, Vioni juga bertanya, "Sekarang aku sudah boleh masuk nggak?"Felix pun menyingkir untuk memberi jalan baginya.Vioni membungkuk dan mengganti sepatunya, lalu melet
Dengan posisi tingginya, Felix telah melihat begitu banyak godaanYang jelas wanita di depannya adalah tipe yang paling buruk.Oleh karena itu, dia sama sekali tidak memedulikan wanita itu dan langsung menelepon Vioni.Panggilan tersambung, tetapi tidak ada yang menjawab.Wajah Felix menjadi semakin muram.Wanita itu berdiri di belakangnya dan tentu saja agak malu dengan pengabaiannya.Akan tetapi, setelah memikirkan mobil Felix dan pakaian yang dikenakannya yang jelas berharga, akhirnya dia mengumpulkan keberanian untuk melangkah maju dan bertanya, "Apa hubunganmu dengan Vioni? Kalian teman?""Tapi seharusnya dia nggak punya waktu untuk menjawab teleponmu sekarang, 'kan? Kalau nggak pulang selarut ini, dia pasti sedang berkencan dengan seorang pria, 'kan?""Kuberi tahu kamu, dia itu sama sekali nggak seperti penampilannya yang terlihat patuh dan diam-diam sangat liar. Pagi ini aku melihatnya ...."Sebelum wanita itu selesai berbicara, Felix tiba-tiba menoleh.Tatapan dingin dan tegas
Langit sudah gelap.Lampu di luar telah dinyalakan dan lampu neon warna-warni serta lautan lampu merah pada jam sibuk malam hari menyatu membentuk pemandangan paling indah di kota yang ramai dan dingin ini.Gedung Grup Harmonis terletak di pusat kota. Jendela besar dari lantai ke langit-langit lebih mirip bingkai foto, membingkai segala sesuatu di dalamnya agar orang bisa menikmatinya.Felix berdiri di sana dan melihat dengan wajah datar.Dia memegang korek api dan menekan tombolnya satu per satu. Api biru menyala sebelum menghilang secara tiba-tiba.Lagi dan lagi.Felix tidak ingat banyak tentang ayahnya.Saat ini dia hanya ingat wajahnya yang tidak tersenyum dan tuntutannya berlebihan pada dirinya sebelum akhirnya dia terbaring di ranjang rumah sakit tidak mampu mengurus dirinya sendiri.Saat meninggal, Felix baru berusia 12 tahun.Meskipun tidak banyak perasaan antara ayah dan anak, setidaknya Felix ingat dia adalah ayah yang normal.Mungkin ayah dan ibunya masih bisa dianggap salin
Air mata Vioni tidak terbendung lagi."Bajingan," katanya dengan suara gemetar melalui gigi terkatup.Orang yang awalnya hendak menggigit leher Vioni berhenti setelah mendengar ucapannya.Lalu dia mendongak.Lipstik Vioni luntur, eyelinernya juga luntur karena air mata, rambutnya acak-acakan dan terlihat sangat menyedihkan.Akan tetapi, saat melihat air mata di bulu matanya, jantung Felix tiba-tiba berdebar.Kemudian, dia memperlambat gerakannya sambil memeluk bagian belakang kepala Vioni dan langsung menciumnya.Ciuman ini jauh lebih lembut dan Vioni tidak merasa jijik seperti sebelumnya.Sebenarnya Felix juga sedih kalau dia kesakitan.Sekarang sikapnya melembut, Felix juga menjadi tenang.Akan tetapi, saat Felix hendak berbicara dengannya, Vioni tiba-tiba membuka mulut dan menggigit bibirnya dengan kuat...."Pak Felix."Sudah sehari, tetapi Yakov masih melirik ke arah bibir Felix saat berbicara dengannya.Tentu saja, sebenarnya bekas telapak tangan di pipi Felix sangat menarik perh
"Apa yang sedang kamu lakukan?"Vioni tertegun sejenak, lalu mulai meronta, "Lepaskan aku! Felix, lepaskan aku!"Dia terus menendang-nendang kakinya dan salah satu sepatu hak tingginya terlepas.Koridor hotel berkarpet dan tidak menimbulkan suara saat membentur lantai.Dia menurunkannya setelah sampai di lift.Akan tetapi, Vioni dipojokkan olehnya. Saat hendak pergi, pria itu mencubit dagunya dan menciumnya.Dia tidak memberinya kesempatan untuk ragu atau meronta. Begitu menciumnya, ujung lidahnya langsung menyentuh gigi Vioni.Ciuman tanpa henti itu membuat Vioni langsung merasa tercekik.Akan tetapi, tangannya ditekan oleh pria itu dan dia bahkan tidak memiliki kesempatan untuk mendorongnya menjauh.Lutut Felix langsung diangkat dan menyelinap ke dalam gaunnya.Dia jelas lebih mengenal tubuhnya dibandingkan orang lain. Gerakannya yang agak kasar membuat Vioni merasa tidak berdaya.Dia hanya bisa melihat pedang itu mendarat, mengulitinya dan menghancurkan tulang-tulangnya.Yang membua
Baru pada saat itulah Vioni menyadari sesuatu dan kaki yang semula akan menendang perlahan ditarik kembali.Topeng masih menempel di wajahnya, tetapi sorot matanya sangat dingin seolah ingin mencabik-cabik Vioni."U ... untuk apa kamu membawaku kemari?"Akhirnya Vioni bertanya setelah menatapnya beberapa saat."Kenapa, merasa aku menghancurkan rencanamu?"Raut wajah Felix menjadi semakin jelek dan tangannya mencengkeram dagu Vioni.Lupakan saja penolakan terhadap ajakan menari dan tendangannya. Saat ini kekuatan tersebut seolah akan menghancurkan tulang Vioni.Alis Vioni berkerut dan saat hendak menepis tangan pria itu, Felix meraih tangannya sambil mengangkat lutut dan langsung menekannya di antara kedua kaki."Nona Vioni sangat terkenal."Dia menatapnya, "Kok aku nggak tahu kamu punya potensi menjadi seorang pelacur?"Dulu Vioni pendiam dan membosankan, hanya pada saat tertentu dia menunjukkan sifat centil yang berbeda.Awalnya Felix mengira hanya dia yang bisa melihat sisi dirinya y
Negosiasi antara Vioni dan Tuan Muda Martin berjalan sangat lancar.Setelah lagu berakhir, mereka tidak meninggalkan panggung dan malah memulai tarian kedua."Aku masih belum tahu siapa namamu?"Tuan Muda Martin bertanya padanya.Vioni mengangkat alisnya, "Ini adalah pesta dansa topeng, jadi nggak perlu bertukar nama, 'kan?""Tapi bukankah kamu sudah tahu identitasku? Sepertinya ini nggak adil bagiku.""Ada cukup banyak orang di sini yang mengetahui identitas Tuan Muda Martin. Kamu sangat terkenal, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa."Suara Vioni terdengar agak tidak berdaya.Akan tetapi, Tuan Muda Martin sama sekali tidak marah dan hanya berkata, "Apa itu berarti aku nggak akan punya kesempatan untuk mengajakmu makan setelah malam ini?""Hm, ada." Vioni mengangguk dengan serius, "Setelah waktunya tiba, bawalah ayahmu bersamamu dan aku akan ikut Pak Jared untuk makan bersama. Bukankah akan menyenangkan bisa makan bersama?""Jadi setelah sekian lama, kamu ini bawahan Jared? Sekretaris,
"Tuan, tahu nggak arti dari siapa cepat dia yang dapat?"Tuan Muda Martin menoleh dan bertanya sambil tersenyum.Felix berkata tanpa mengubah ekspresinya, "Aku tahu, tapi menurutku pilihannya ada di tangan wanita ini."Ucapan Felix membuatnya sulit untuk menjawab.Felix tidak melihat ke arah Tuan Muda Martin lagi, hanya menatap Vioni.Saat ini sepasang mata yang selalu setenang air itu seolah sedang berusaha keras untuk menahan sesuatu, seperti arus yang bergemericik.Tangan Vioni yang tergantung di sisinya tidak tanpa sadar mengepal.Setelah beberapa saat, dia tiba-tiba tersenyum dan meletakkan tangannya di telapak tangan Tuan Muda Martin, menyetujui ajakannya.Sorot mata Felix tiba-tiba menjadi muram.Tangan yang terbentang itu tiba-tiba terkepal.Dia ingin melihat ke arah Vioni lagi, tetapi Vioni sudah berbalik.Felix menatap punggung mereka dan mengatupkan gigi.Saat ini Jared melangkah maju, "Pak Felix."Felix menatapnya dengan wajah datar."Nggak kusangka malam ini kamu akan data
"Kamu lihat orang yang berdiri di arah jam enam?"Jared bertanya.Karena langkah tariannya, saat ini kedua tubuh itu sangat berdekatan. Vioni sudah lama tidak bermain seperti ini. Saat ini napasnya tidak begitu stabil dan keringat mengalir di ujung hidung di bawah topeng.Setelah Jared bertanya, dia langsung menoleh."Ya, terus?""Itu putra Pak Rufus dari Grup Helios. Dia telah memperhatikanmu selama beberapa waktu. Nanti aku akan memperkenalkan kalian, bisa berdansa dengannya sebentar?"Vioni hanya terkekeh, "Kenapa?""Belakangan ini aku bersiap untuk bekerja sama dengan ayahnya."Jared tidak menyembunyikan apa pun dari Vioni dan berkata, "Kali ini selama kamu bisa membantuku, aku bisa membiarkanmu langsung berinvestasi dalam produksi hak cipta. Kalau serial TV terkenal, kamu juga akan mendapatkan dividennya."Vioni masih tersenyum dan sepertinya tidak peduli dengan apa yang Jared katakan.Jared tidak terkejut dengan reaksinya dan melanjutkan, "Tentu saja, mungkin uang nggak begitu me