Ketika sampai di Villa, Rendra disambut oleh banyak pertanyaan dan tatapan tajam dari para orang tua dan keluarga.Tapi dia terus menderapkan langkah menuju kamar setelah tidak mendapatkan sosok Aura di antara keluarganya.Rendra tidak bertanya kepada mereka di mana Aura berada karena tahu sang istri pasti sedang meratapi diri menikmati rasa sakit hati di dalam kamar.Itulah karakter Aura yang tidak ingin orang lain merasakan penderitaan yang sedang dirasakannya.Rendra memutar knop pintu kamar namun terkunci itu berarti dugaan awal kalau Aura sedang berada di kamar telah terbukti.Dia menuju ruang keluarga di lantai dua lalu membuka pintu balkon dan nekat melewati dinding antara balkon untuk bisa berada di balkon kamarnya.Kondisi yang terjal dan curam dan tidak ada tempat untuk memijak berhasil dia lalu dengan mudah.Jika seseorang sedang terdesak, kemampuan luar biasa akan muncul begitu saja tanpa terduga.Setelah berhasil melewati dinding balkon, Rendra menoleh ke belakang
“Jadi sama Aura enggak usah minta maaf? Abang udah pegang-pegang tangan perempuan lain loh terus pergi gitu aja! Giliran ngobatin luka, bagian Aura …,” omelnya sambil menekan luka di wajah Rendra lebih kuat.“Duh, Ra! Sakit! Pelan-pelan donk …,” keluhnya sambil meringis, kali ini dia sedang tidak berakting.“Abang minta maaf Ra, Abang harus nolong Alisha biar enggak dimaki-maki mami terus! Kamu tau ‘kan kalau Alisha enggak salah, kejadian tadi itu enggak sengaja! Alisha udah banyak terluka, Ra! Semua salah Abang, bukan dia.... “Aura menghentikan gerakan tangannya yang sedang membersihkan luka di wajah Rendra, dia menunduk dengan perasaan bersalah.Mengingat apa yang dibicarakan saudara kembar suaminya, Aura sadar kalau Alisha hanyalah korban.Perempuan itu tidak patut dibenci karena kenyataannya adalah justru dirinya yang merebut Rendra dari Alisha.“Maafin kak Kenzi ya Bang! Abang jadi babak belur gini, Aura juga mau minta maaf sama kak Alisha! Mami memang keterlaluan!” Tang
Keesokan harinya Aura dan Rendra keluar dari kamar, mereka berdua menuruni anak tangga dengan tangan saling menggenggam.Senyum pun tidak lepas dari bibir mereka, bahkan Aura merasa suaminya jadi semakin menyayanginya.Seperti tadi pagi ketika Aura terbangun, ternyata lelaki itu telah bangun lebih dulu karena merasakan kram yang luar biasa karena tangannya dipakai bantal oleh Aura.Walau begitu, Rendra tidak menarik lengannya karena takut Aura terusik.Lelaki itu memilih untuk menahan rasa kram yang menyengat hingga berujung kebas sampai Aura bangun dengan sendirinya.Hal tersebut membuat Aura terharu, bahagia juga sekaligus merasa bersalah.Walaupun begitu, seperti yang diucapkan Aura tadi malam, dia memang memaafkan Rendra tapi akan selalu mengingat apa yang dilakukan suaminya.Tugas Rendra sekarang adalah mengembalikan kepercayaan Aura dan berusaha mengambil hatinya kembali.Plak!Satu tamparan yang dilayangkan Papa Andra mendarat di pipi Rendra ketika baru saja mereka sam
“Enggak Ma, enggak bisa gitu! Biar Rendra yang selesaikan masalahnya sama Aura...kasih kesempatan Rendra untuk mandiri tanpa bantuan kalian, please!! Rendra enggak mau cerai sama Aura,” mohon Rendra yang sudah melupakan segala egonya demi tidak bercerai dengan Aura.“Aura juga enggak mau cerai sama Abang, Mii... Piii! Please jangan kaya gini!” Keempat orang tua itu menggelengkan kepala.Uncle Ricko dan aunty Lia juga grandma dan grandpa hanya bisa menatap Rendra dan Aura penuh haru begitu pula dengan para sepupu.Mami Monica dan papi Edward menarik tangan Aura menjauh begitu pula mama Rena dan papa Andra tapi Rendra dan Aura malah merentangkan tangan kemudian saling meraih jari satu sama lain.“Jangan tinggalin Aura, Baaang …,” pinta Aura sambil berderai air mata.“Enggak, sayang! Abang janji …,” balas Rendra lagi sambil meronta melepaskan diri dari cengkraman tangan papa mamanya.“Ma... Pa... Abang bukan anak kecil, tolong lepasin!” Rendra menghentak tangan kedua orang tua ya
“Orang tua lo, emang udah gila kayanya? Sama aja tuh sama mertua lo! Enggak habis pikir gue,” umpat Rendy setelah mendengar cerita sahabatnya yang penuh drama.Setelah menjemput Rendra, Rendy membawa Rendra ke cafe coffe miliknya.“Enggak ngerti gue juga,” gumam Rendra yang sedang mengobati lengannya dan beberapa memar di wajah.“Ren, tolongin gue! Gue harus bawa Aura pergi sebelum Aura dibalikin ke London! Gue enggak bisa nyusul dia nanti, paspor gue ketinggalan dan gue enggak mungkin balik ke Villa.” Rendra memohon.Mungkin hari ini adalah hari memohon sedunia bagi Rendra karena semenjak pagi tadi tidak ada hentinya dia memohon kepada orang-orang.“Trus maksud lo, lo mau nyulik Aura, gitu?” Rendra mengangguk sebagai balasan.“Fix, lo jatuh cinta sama Aura,” cetus Rendy yang langsung mendapat anggukan setuju dari Rendra.“Gue bantu lo, dengan syarat....” Rendy menggantung kalimatnya.“Apapun syaratnya gue lakuin,” timpal Rendra tanpa berpikir.“Lo denger dulu syaratnya!”
Yang pertama kali Rendra datangi setelah membeli mobil dari showroom sahabatnya adalah rumah oma Reta.Dia berpikir pasti kedua mertuanya akan berkonsultasi kepada nenek dari sang istri yang mana pemegang keputusan tertinggi ada pada beliau di dalam keluarga tersebut.Dan bejar saja, dia bisa melihat mobil Papi Edward terparkir di sana dan itu berarti mereka memang belum pulang ke Jakarta.Rendra bisa bernafas lega, mematikan mesin mobilnya di samping rumah oma Reta untuk kemudian turun dan melihat situasi.Ragu-ragu dia melangkah menuju gerbang, sekuriti di sana pasti sudah diberitahu mengenai masalah ini dan malah mereka semua menjadi tahu keberadaan dirinya.Kembali Rendra memutar otak cerdasnya dan tidak berapa lama sentuhan di pundak membuat pria itu menoleh.“Mang Engkus!” seru Rendra tanpa suara dengan ekspresi wajah pusat pasi.Apa yang ditakutinya terjadi, dia hendak melangkah pergi memasuki mobil namun terhenti karena merasakan cekalan di tangan.“Non Aura ada di kam
“Abang yakin? Karena kalau kita udah keluar dari sini itu berarti kita mengibarkan bendera perang sama mereka! Aura enggak punya siapa-siapa lagi selain Abang.” Aura bertanya mencari keyakinan.“Abang yakin, Ra! Abang enggak akan pernah ninggalin kamu,” kata Rendra dengan sorot mata penuh keyakinan.Aura mengangguk kemudian Rendra membawakan tas sang istri lalu menarik tangan Aura hingga pintu balkon.Dia turun duluan sebelum akhirnya membantu dan menjaga istrinya dari bawah.Sebelum keluar, Aura melihat mang Engkus datang mendekat membuatnya ketakutan lalu bersembunyi di belakang punggung suaminya.“Makasih Mang, akan saya balas nanti kebaikan, Mamanh, ini saya kembalikan handytalkienya!!” Aura mengangkat kedua alisnya terkejut, dia pikir acara kabur-kaburan ini akan gagal karena ketauan Mang Engkus.Tapi sepertinya mang Engkus lah yang membantu Rendra untuk bertemu dengannya.“Enggak usah Den, tolong jaga non Aura aja! Bahagiakan dia,” tukas mang Engkus setelah menerima kem
Aura mencari keberadaan suaminya ketika terbangun dan tidak mendapatkan Rendra dia atas ranjang. Tengah malam tadi mereka memutuskan untuk berhenti di salah satu kota di bagian timur pulau jawa karena Rendra tidak kuat menahan kantuk.Pelarian mereka nyaris saja gagal karena tidak ada satupun dari mereka yang membawa kartu identitas.Beruntung hotel tersebut adalah milik keluarga salah satu temannya yang dikelola oleh pemiliknya sendiri sehingga tidak mempertanyakan identitas dan malah menyambut baik.Instrumen kayu berwarna coklat mendominasi kamar hotel tersebut bahkan di depan loby sana ada gebyok besar berukiran indah.Aura jadi ingat keluarga oma Reta di Jogja.Kedua kaki Aura menuruni tempat tidur kemudian beranjak melangkah menuju kamar mandi namun terhenti ketika melewati teras setelah mendengar suara suaminya.Aura menyibak sedikit tirai yang menutupi jendela, ternyata Rendra sedang bicara melalui sambungan telepon.Dari yang Aura dengar, orang di sebrang sambungan t