“Orang tua lo, emang udah gila kayanya? Sama aja tuh sama mertua lo! Enggak habis pikir gue,” umpat Rendy setelah mendengar cerita sahabatnya yang penuh drama.Setelah menjemput Rendra, Rendy membawa Rendra ke cafe coffe miliknya.“Enggak ngerti gue juga,” gumam Rendra yang sedang mengobati lengannya dan beberapa memar di wajah.“Ren, tolongin gue! Gue harus bawa Aura pergi sebelum Aura dibalikin ke London! Gue enggak bisa nyusul dia nanti, paspor gue ketinggalan dan gue enggak mungkin balik ke Villa.” Rendra memohon.Mungkin hari ini adalah hari memohon sedunia bagi Rendra karena semenjak pagi tadi tidak ada hentinya dia memohon kepada orang-orang.“Trus maksud lo, lo mau nyulik Aura, gitu?” Rendra mengangguk sebagai balasan.“Fix, lo jatuh cinta sama Aura,” cetus Rendy yang langsung mendapat anggukan setuju dari Rendra.“Gue bantu lo, dengan syarat....” Rendy menggantung kalimatnya.“Apapun syaratnya gue lakuin,” timpal Rendra tanpa berpikir.“Lo denger dulu syaratnya!”
Yang pertama kali Rendra datangi setelah membeli mobil dari showroom sahabatnya adalah rumah oma Reta.Dia berpikir pasti kedua mertuanya akan berkonsultasi kepada nenek dari sang istri yang mana pemegang keputusan tertinggi ada pada beliau di dalam keluarga tersebut.Dan bejar saja, dia bisa melihat mobil Papi Edward terparkir di sana dan itu berarti mereka memang belum pulang ke Jakarta.Rendra bisa bernafas lega, mematikan mesin mobilnya di samping rumah oma Reta untuk kemudian turun dan melihat situasi.Ragu-ragu dia melangkah menuju gerbang, sekuriti di sana pasti sudah diberitahu mengenai masalah ini dan malah mereka semua menjadi tahu keberadaan dirinya.Kembali Rendra memutar otak cerdasnya dan tidak berapa lama sentuhan di pundak membuat pria itu menoleh.“Mang Engkus!” seru Rendra tanpa suara dengan ekspresi wajah pusat pasi.Apa yang ditakutinya terjadi, dia hendak melangkah pergi memasuki mobil namun terhenti karena merasakan cekalan di tangan.“Non Aura ada di kam
“Abang yakin? Karena kalau kita udah keluar dari sini itu berarti kita mengibarkan bendera perang sama mereka! Aura enggak punya siapa-siapa lagi selain Abang.” Aura bertanya mencari keyakinan.“Abang yakin, Ra! Abang enggak akan pernah ninggalin kamu,” kata Rendra dengan sorot mata penuh keyakinan.Aura mengangguk kemudian Rendra membawakan tas sang istri lalu menarik tangan Aura hingga pintu balkon.Dia turun duluan sebelum akhirnya membantu dan menjaga istrinya dari bawah.Sebelum keluar, Aura melihat mang Engkus datang mendekat membuatnya ketakutan lalu bersembunyi di belakang punggung suaminya.“Makasih Mang, akan saya balas nanti kebaikan, Mamanh, ini saya kembalikan handytalkienya!!” Aura mengangkat kedua alisnya terkejut, dia pikir acara kabur-kaburan ini akan gagal karena ketauan Mang Engkus.Tapi sepertinya mang Engkus lah yang membantu Rendra untuk bertemu dengannya.“Enggak usah Den, tolong jaga non Aura aja! Bahagiakan dia,” tukas mang Engkus setelah menerima kem
Aura mencari keberadaan suaminya ketika terbangun dan tidak mendapatkan Rendra dia atas ranjang. Tengah malam tadi mereka memutuskan untuk berhenti di salah satu kota di bagian timur pulau jawa karena Rendra tidak kuat menahan kantuk.Pelarian mereka nyaris saja gagal karena tidak ada satupun dari mereka yang membawa kartu identitas.Beruntung hotel tersebut adalah milik keluarga salah satu temannya yang dikelola oleh pemiliknya sendiri sehingga tidak mempertanyakan identitas dan malah menyambut baik.Instrumen kayu berwarna coklat mendominasi kamar hotel tersebut bahkan di depan loby sana ada gebyok besar berukiran indah.Aura jadi ingat keluarga oma Reta di Jogja.Kedua kaki Aura menuruni tempat tidur kemudian beranjak melangkah menuju kamar mandi namun terhenti ketika melewati teras setelah mendengar suara suaminya.Aura menyibak sedikit tirai yang menutupi jendela, ternyata Rendra sedang bicara melalui sambungan telepon.Dari yang Aura dengar, orang di sebrang sambungan t
Tubuh Aura menegang dengan wajah pucat pasi ketika melewati pemeriksaan.Rendra hanya memberikan ponselnya kepada pria berseragam lalu pria itu tersenyum dan mempersilahkan mobil mereka memasuki kapal Feri di pelabuhan Ketapang.Sementara ekspresi suaminya datar seperti biasa yang selalu ditunjukan kepada orang-orang.Setelah Rendra memarkirkan mobilnya dengan mulus di parkiran yang terdapat di lambung kapal, lelaki itu menarik rem tangan kemudian menoleh ke samping.Meraih tubuh istrinya untuk dia peluk. “Enggak apa-apa, sayang! Jangan tegang gitu, Abang janji kita akan baik-baik aja!” Aura dilahirkan di keluarga yang kental dengan adat jawa, hidupnya yang selalu lurus dan mulus tidak pernah melanggar norma agama, normal adat apalagi norma hukum yang berlaku.Jangankan itu, melanggar keinginan kedua orang tua dan omanya pun tidak pernah Aura lakukan.Sementara saat ini, dia sedang dalam pelarian karena memberontak tidak ingin menuruti keinginan kedua orang tua untuk bercerai
“Bro!!!” Rendi berteriak sambil melambaikan tangan dari pintu kedatangan. Narendra Alvaro Gunadhya atau yang kerap di sapa Rendra itu pun tersenyum ketika pandangannya berhasil menangkap sosok sang sahabat. Sesaat kemudian terdengar jeritan histeris dari para gadis yang sedang berbaris menunggu kerabat mereka di pintu kedatangan. Ternyata jeritan histeris itu ditujukan kepadanya, Rendra tidak mengerti kenapa yang pasti dirinya seperti aktor korea yang sedang mengunjungi Indonesia untuk konser. “Senyum-senyum sih, Lo! Jadi cewek-cewek pada histeris,” seloroh Rendi setelah pelukan masculin keduanya terurai. Seperti biasa, hanya senyuman yang diberikan Rendra sebagai balasan meski begitu merindukan sahabat kecilnya itu yang kini sedang melanjutkan pendidikan di Australia. “Kita jemput Alisha dulu di rumah sakit ya!” cetus Rendi dan sama seperti sebelumnya, Rendra membalas dengan anggukan. “Ndra! Gue heran deh, bokap lo ‘kan punya Privat Jet kenapa lo masih pake pesawat komer
Setelah Rendra mengiyakan dengan berat hati keinginan seluruh anggota keluarganya, rangkaian acara pernikahan itu pun akhirnya bisa dilangsungkan. Seluruh keluarga tentunya sangat berbahagia karena Rendra menikah dengan gadis yang sudah mereka kenal dengan sangat baik. Mereka tidak pernah tau jika Rendra harus mengorbankan perasaan dan cintanya untuk membuat mereka bahagia. Untuk pertama kalinya Rendra menitikan air mata setelah puluhan tahun tidak merasakan kesedihan karena selama ini hidupnya selalu dinaungi kebahagiaan yang melimpah ruah. Keluarga yang harmonis, materi yang berlebihan dan kasih sayang semua orang. Namun saat ini hati kecil Rendra merasa bila dirinya sedang dikorbankan dan dia harus mengorbankan cintanya kepada Alisha. Rendra menatap cermin di hadapannya, beskap putih dengan kancing yang berada di samping dada dan juga jarik di bagian bawah sudah begitu rapih membalut tubuhnya. Angkin atau stagen—kain panjang untuk melilit bagian perut—dan ikat pinggang
Di Ballroom besar sebuah hotel mewah bertempat di Kota Kembang Bandung, semua orang telah menanti. Grandma Mery dan grandpa Salim telah berada di tengah-tengah keluarganya dengan wajah penuh binar bahagia. Rendra yakin granpa dan grandmanya langsung terbang dari Inggris ke Indonesia setelah mendengar kabar pernikahannya yang tiba-tiba. Sedangkan oma Reta yang beberapa hari lalu tampak pucat dan sakit-sakitan kini wajah cantiknya memancarkan begitu banyak kebahagiaan. Semua tersenyum ke arahnya namun di hari yang seharusnya bahagia ini Rendra begitu sulit melengkungkan sebuah senyum meski samar sekalipun. Rendra dituntun petugas Wedding Organizer menuju sebuah meja kecil yang terdapat enam kursi memenuhi sisinya. Om Edward lebih dulu berada di sana, duduk di sebelah lelaki tua yang Rendra yakini sebagai penghulu. Om Rikcko dan om Kavin juga terlihat hadir di sana duduk di ujung meja, bertindak sebagai saksi pernikahan. Dan …. Seorang wanita mengenakan kebaya p