"Sstt!!! Jangan menangis. Air mata ini terlalu berharga untukku, Ze. Aku begitu bodoh karena membiarkan air mata kamu terlalu banyak mengalir." Leon menyeka dan terus kembali memeluk Zehra. Jovan semakin mengeratkan kepalan tangannya dengan hati yang teramat sesak. Laura tahu jika saat ini Jovan tengah menahan cemburunya pada Leon. Namun, pemandangan itu justru membuat Laura senang karena hubungannya dengan Jovan jelas aman. "Kita pulang? Mommy Dewi sudah menunggu kita. Tadi aku sudah memberi mereka kabar kamu bersamaku." Zehra menatap Leon. "Le, thank you very much." Leon mengecup punggung tangan Zehra. "No problem, Le-Ze." Zehra kembali menatap Leon mengingat janji mereka dulu saat mereka tengah menikmati indahnya masa sekolah putih abu. "Kamu masih mengingatnya, Le?" Leon ikut tertawa renyah. "Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya, Ze? Bahkan setiap detik aku berada di Australia, hatiku hanya mengingatmu. Maaf, maaf aku terlambat datang." Zehra menoleh pada Jovan yang s
"Zehra? Ini kan Zehra, Ronald?" Sang asisten semakin menatap Elvira. "Nyonya mengenalnya?" Elvira memutar memori dari sejak pertama kali dirinya bertemu dengan Zehra di rumah Jovan. Hari itu Zehra mengatakan jika dirinya adalah keponakan Beti. Dan semua orang pun mengiyakan ucapan Zehra. "Tidak mungkin Jovan dan Zehra bisa sedekat Itu jika mereka tidak memiliki hubungan lain." Elvira menoleh pada Ronald. "Ronald, terima kasih atas semua informasinya. Aku akan pergi ke rumah Jovan. Aku yakin Beti tahu semuanya. Walau aku tahu Beti tidak akan mau mengatakannya, aku akan coba mendesaknya. " Ronald mengangguk mengerti. "Tidak masalah, Nyonya. Sepertinya saya akan ikut menyelidiki Nyonya Laura. Saya yakin jika Nyonya Laura pun tahu semua ini." "Terima kasih, Ronald." "Sama-sama, Nyonya. Kalau begitu saya permisi." Elvira pun segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah Jovan. Walau Elvira tahu jika Beti tidak akan Mau mengatakan yang sebenarnya, Elvira akan mencoba mencari cara a
"Le, kamu yakin akan menungguku?" Leon tersenyum manis seperti biasanya. "Yupz, tentu. Aku akan menunggu calon istriku memberikan ASI pada Andrew." Tidak kata yang harus diucapkan oleh Zehra saat ini selain bersyukur. Bersyukur karena memiliki Leon. Walau pria itu sempat tidak bisa menolongnya, tapi yakinlah jika Tuhan mungkin tengah memberikan hadiah lebih indah dari itu. "Ya sudah, aku masuk dulu." Zehra mengetuk pintu ruangan Andrew. "Assalamualaikum." "Eh, ikut!" Leon pun ikut masuk kerena ingin bertemu dengan Andrew juga. "Waalaikum salam, Nyonya." Susi, sang suster yang lebih nyaman dengan Zehra daripada Laura pun senang akan kedatangan wanita muda itu. "Tuan muda sudah mandi, tinggal mimi." "Masya Allah, tampan sekali putra mommy." Zehra langsung mengambil Andrew dari Susi, lalu mengecupi pipi yang mulai tembem itu dengan gemas. "Mau mimi, Sayang?" Susi masih terdiam mendengar ucapan Zehra yang mengatakan Andrew anak Zehra. Suster itu terdiam curiga akan uc
"Aku ikut amiin kan karena kalian memang pasangan serasi. Sama seperti aku dengan Jovan, iya'kan, Honey?" Laura mengapit tangan Jovan dengan manjanya. Zehra tersenyum walau terpaksa. "Iya, Nyonya. Semoga saya dengan Leon bisa seperti kalian, ya. Selalu bersama walau banyak ujian dalam rumah tangga kalian." Elvira menoleh pada Zehra. Jelas saja ucapan wanita muda itu membuat Elvira kembali berpikir. Darimana Zehra tahu rumah tangga Jovan dan Laura banyak ujian? Bukankah mereka jarang bertemu? Seingat Elvira Zehra bertemu dengan Jovan dan Laura hanya beberapa hari saat dirinya menginap di rumah mereka. Dan itu hanya beberapa hari saja. "Jika Beti tidak mau mengatakannya, itu artinya aku harus terus menyelidiki semua ini," batin Elvira . "Terima kasih, Zehra." Zehra menoleh pada Jovan. "Terima kasih? Untuk apa, Om?" Jovan menelan salivanya karena nyatanya ucapan terima kasih itu tidak mendasar. "Untuk ...." "Untuk kamu yang sudah mau memberikan ASI-mu pada Andrew," sah
Leon kembali, sedikit menjauhi ruangan Jovan. "Apa Tuan Jovan menyukai Zehra?" Leon berusaha untuk menepis pikiran curiganya. Sebab, Zehra mengatakan jika Jovan sangat mencintai istrinya. Bahkan apa yang terjadi diantara Zehra dengan Jovan, adalah rencana dari Laura. Leon tersadar dari lamunannya mendengar handphonenya berdering. "Jodi?" Leon pun beranjak pergi menjauhi ruangan Jovan. "Bagaimana, Jodi? Apa kamu sudah menemukan siapa yang menyuruh mereka menculik Zehra?" Leon sedikit mengerut mendengar penuturan dari anak buahnya. "Kurang ngajar! Jadi mereka lebih baik mati daripada mengatakan siapa yang menyuruh mereka?" Leon masih mendengarkan penuturan dari asistennya. "Tuan Jovan pun menyelidiki kasus penculikan Zehra?" Leon menutup sambungan teleponnya dengan kesal. "Aku yakin orang itu bukan orang sembarangan. Atau dia memang berlindung di balik orang berkuasa. Tapi ... Tuan Jovan juga ternyata menyelidiki kasus ini?" Leon tidak kembali ke tempat tadi dan lebih me
"Jadi pengajuan kerjasama perusahaanku di terima, Tuan?" Jovan menepuk lengan Leon. "Ya, selamat bergabung Royal Company Group, ya." Leon tersenyum senang walau pikirannya masih pada ucapan Jovan tadi lagi. Leon pun baru tahu jika ternyata Jovan bukanlah pria dingin seperti yang dikiranya saat bertemu di rumah sakit. Pria itu pun kembali memikirkan perasaan Jovan pada Zehra. "Apa memang ini karakter Tuan Jovan yang sesungguhnya? Tentu siapa saja pasti nyaman, bukan? Mungkin termasuk Zehra." Leon kembali bergumam dalam hatinya. "Terima kasih, Tuan." "Sama-sama, aku hanya ingin kamu bisa memberikan yang terbaik untuk Zehra nanti," ucap Jovan, jelas membuat Leon menatapnya karena sepertinya Jovan salah bicara. "Karena aku memiliki banyak hutang budi padanya, Leon. Tapi dia tidak mau menerima uang dariku tanpa pekerjaan yang jelas." "Jadi ini bukan karena persentase kerja ku tidak bisa menembus perusahaan Anda, Tuan?" Jovan sedikit tersenyum tipis. "Itu salah satunya, Tuan L
"Kapan kita akan tahu hasilnya, Ronald?" "Sore ini, Nyonya. Saya sudah minta mereka melakukan tes DNA itu secepatnya." "Tes DNA?" Laura menghentikan langkahnya mendengar percakapan Elvira dengan asistennya. "Tes DNA siapa?" Laura kembali ke kamarnya dengan raut cemas. Jovan yang tengah menggendong sang putra pun terbingung karena Laura terlihat cemas. Walau pun Jovan ingin sekali mengabaikan Laura , nyatanya wanita itu masih istrinya yang masih tanggung jawabnya. "La, ada apa? Kenapa kamu cemas begitu?" "Jo, aku tadi dengar Mommy tengah menunggu hasil tes DNA. Kira-kira DNA siapa ya?" Deg! Jovan pun ikut tegang dan cemas. "Apa Mommy sudah curiga jika Andrew ...." Jovan dan Laura saling tatap. Pria itu sebenarnya ingin sekali mengatakan yang sebenarnya pada Elvira. Hanya saja, Jovan bingung bagaimana nanti dirinya menghadapi sang mommy yang pastinya marah. Sebab, sudah dibohongi oleh mereka. "La, sepertinya Mommy lebih baik tahu dari kita." "Tidak, Honey! Apa apan
"Apa bisa cepat ditemukan orangnya, Jodi?" "Sepertinya kita harus bersabar, Tuan. Orang yang sudah memfitnah Tuan Altan ini bukan orang biasa. Jadi kita harus hati-hati menghadapinya." Leon meraba punggung tangan Zehra. "Tenang, Ze. Kita akan menemukan orang itu." "Iya, Le. Aku tidak akan bisa hidup tenang sebelum orang itu ditemukan." Leon menatap Zehra begitu dalam. "Apa setelah kita menemukan orang itu, kamu mau menikah denganku?" Zehra pun menoleh pada Leon. "Bukankah aku memang sudah bersedia menikah denganmu, Le?" Leon merebahkan tubuhnya di sofa kantornya. "Iya, tapi itu terlalu lama jika aku harus menunggu kamu selesai memberikan ASI-mu pada Andrew." Zehra tersenyum tipis mendengar ucapan Leon. Zehra bingung karena merasa Leon terlalu sempurna untuknya. Zehra merasa dirinya tidaklah pantas mendapatkan Leon yang sudah tampan, baik pula. "Le, kamu yakin mau menikahiku? Kamu harus memikirkan hal itu dengan sangat matang. Aku sudah tidak seperti dulu lagi." Leon menoleh p