"Jo." Elvira menghampiri sang putera yang terdiam menatap kosong ke arah jauh. Jovan termenung setelah melihat Zerha bersama Leon. "Bagaimana dengan Andrew, Moms?" Elvira merangkul tangan Jovan dengan penuh cinta. "Laura sedang menjaganya." Jovan sedikit memalingkan wajahnya mendengar ucapan Elvira. Jovan merasa tidak percaya lagi dengan apa yang dilakukan oleh Laura pada Andrew. Pria dewasa itu seolah muak dan tidak ingin mendengar tentang Laura yang biasanya hanya berakting. Apalagi setelah Jovan meminta seseorang memeriksa CCtv di rumahnya. Jovan terkejut karena nyatanya Laura sering mengabaikan Andrew. "Moms, bagaimana perasaan Mommy saat jauh dariku? Maksudnya ... jika aku tidak bisa bertemu dengan Mommy walau dalam satu hari." Elvira menoleh dan menatap Jovan penuh arti. "Tentu saja sangat menyakitkan. Seorang Ibu yang mencintai anaknya pasti akan tersakiti jika tidak bertemu dengannya. Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Jovan meremas jari-jarinya teringat pada
"Jo, mana Zehranya? Kok kamu malah diam di sini?" Jovan tersadar. "Em, iya, Moms." Zehra dan Leon pun menoleh pada arah suara ribut dari Elvira dan Jovan. Jovan dan Leon saling menatap. Leon sampai meremas jari-jarinya melihat pria yang pernah hidup bersama wanita pujaannya. "Om, ada apa?" Zehra menoleh pada Elvira. "Nyonya?" Elvira sedikit mengerut mendengar panggilan Zehra pada Jovan. Ingin sekali Elvira mempertanyakan itu. Namun, ingat cucunya sangat butuh Zehra, Elvira harus mengurungkan keingintahuannya itu dan akan bertanya nanti. "Zehra, Andrew haus sepertinya." Dengan segera, Zehra bangkit dari duduknya. "Le, kita lanjut obrolannya nanti, apa kamu tidak masalah?" Leon menoleh pada Jovan dan Elvira yang terlihat cemas. "Enggak apa-apa, Ze. Aku akan menunggumu." "Le, sebaiknya kamu pulang. Kamu pasti cape bukan?" Leon merangkul tangan Zehra. "Lalu bagaimana denganmu? Kamu bahkan habis di culik." Mata Jovan terbelalak mendengar ucapan Leon. "Apa? Diculi
"Sstt!!! Jangan menangis. Air mata ini terlalu berharga untukku, Ze. Aku begitu bodoh karena membiarkan air mata kamu terlalu banyak mengalir." Leon menyeka dan terus kembali memeluk Zehra. Jovan semakin mengeratkan kepalan tangannya dengan hati yang teramat sesak. Laura tahu jika saat ini Jovan tengah menahan cemburunya pada Leon. Namun, pemandangan itu justru membuat Laura senang karena hubungannya dengan Jovan jelas aman. "Kita pulang? Mommy Dewi sudah menunggu kita. Tadi aku sudah memberi mereka kabar kamu bersamaku." Zehra menatap Leon. "Le, thank you very much." Leon mengecup punggung tangan Zehra. "No problem, Le-Ze." Zehra kembali menatap Leon mengingat janji mereka dulu saat mereka tengah menikmati indahnya masa sekolah putih abu. "Kamu masih mengingatnya, Le?" Leon ikut tertawa renyah. "Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya, Ze? Bahkan setiap detik aku berada di Australia, hatiku hanya mengingatmu. Maaf, maaf aku terlambat datang." Zehra menoleh pada Jovan yang s
"Zehra? Ini kan Zehra, Ronald?" Sang asisten semakin menatap Elvira. "Nyonya mengenalnya?" Elvira memutar memori dari sejak pertama kali dirinya bertemu dengan Zehra di rumah Jovan. Hari itu Zehra mengatakan jika dirinya adalah keponakan Beti. Dan semua orang pun mengiyakan ucapan Zehra. "Tidak mungkin Jovan dan Zehra bisa sedekat Itu jika mereka tidak memiliki hubungan lain." Elvira menoleh pada Ronald. "Ronald, terima kasih atas semua informasinya. Aku akan pergi ke rumah Jovan. Aku yakin Beti tahu semuanya. Walau aku tahu Beti tidak akan mau mengatakannya, aku akan coba mendesaknya. " Ronald mengangguk mengerti. "Tidak masalah, Nyonya. Sepertinya saya akan ikut menyelidiki Nyonya Laura. Saya yakin jika Nyonya Laura pun tahu semua ini." "Terima kasih, Ronald." "Sama-sama, Nyonya. Kalau begitu saya permisi." Elvira pun segera bersiap-siap untuk pergi ke rumah Jovan. Walau Elvira tahu jika Beti tidak akan Mau mengatakan yang sebenarnya, Elvira akan mencoba mencari cara a
"Le, kamu yakin akan menungguku?" Leon tersenyum manis seperti biasanya. "Yupz, tentu. Aku akan menunggu calon istriku memberikan ASI pada Andrew." Tidak kata yang harus diucapkan oleh Zehra saat ini selain bersyukur. Bersyukur karena memiliki Leon. Walau pria itu sempat tidak bisa menolongnya, tapi yakinlah jika Tuhan mungkin tengah memberikan hadiah lebih indah dari itu. "Ya sudah, aku masuk dulu." Zehra mengetuk pintu ruangan Andrew. "Assalamualaikum." "Eh, ikut!" Leon pun ikut masuk kerena ingin bertemu dengan Andrew juga. "Waalaikum salam, Nyonya." Susi, sang suster yang lebih nyaman dengan Zehra daripada Laura pun senang akan kedatangan wanita muda itu. "Tuan muda sudah mandi, tinggal mimi." "Masya Allah, tampan sekali putra mommy." Zehra langsung mengambil Andrew dari Susi, lalu mengecupi pipi yang mulai tembem itu dengan gemas. "Mau mimi, Sayang?" Susi masih terdiam mendengar ucapan Zehra yang mengatakan Andrew anak Zehra. Suster itu terdiam curiga akan uc
"Aku ikut amiin kan karena kalian memang pasangan serasi. Sama seperti aku dengan Jovan, iya'kan, Honey?" Laura mengapit tangan Jovan dengan manjanya. Zehra tersenyum walau terpaksa. "Iya, Nyonya. Semoga saya dengan Leon bisa seperti kalian, ya. Selalu bersama walau banyak ujian dalam rumah tangga kalian." Elvira menoleh pada Zehra. Jelas saja ucapan wanita muda itu membuat Elvira kembali berpikir. Darimana Zehra tahu rumah tangga Jovan dan Laura banyak ujian? Bukankah mereka jarang bertemu? Seingat Elvira Zehra bertemu dengan Jovan dan Laura hanya beberapa hari saat dirinya menginap di rumah mereka. Dan itu hanya beberapa hari saja. "Jika Beti tidak mau mengatakannya, itu artinya aku harus terus menyelidiki semua ini," batin Elvira . "Terima kasih, Zehra." Zehra menoleh pada Jovan. "Terima kasih? Untuk apa, Om?" Jovan menelan salivanya karena nyatanya ucapan terima kasih itu tidak mendasar. "Untuk ...." "Untuk kamu yang sudah mau memberikan ASI-mu pada Andrew," sah
Leon kembali, sedikit menjauhi ruangan Jovan. "Apa Tuan Jovan menyukai Zehra?" Leon berusaha untuk menepis pikiran curiganya. Sebab, Zehra mengatakan jika Jovan sangat mencintai istrinya. Bahkan apa yang terjadi diantara Zehra dengan Jovan, adalah rencana dari Laura. Leon tersadar dari lamunannya mendengar handphonenya berdering. "Jodi?" Leon pun beranjak pergi menjauhi ruangan Jovan. "Bagaimana, Jodi? Apa kamu sudah menemukan siapa yang menyuruh mereka menculik Zehra?" Leon sedikit mengerut mendengar penuturan dari anak buahnya. "Kurang ngajar! Jadi mereka lebih baik mati daripada mengatakan siapa yang menyuruh mereka?" Leon masih mendengarkan penuturan dari asistennya. "Tuan Jovan pun menyelidiki kasus penculikan Zehra?" Leon menutup sambungan teleponnya dengan kesal. "Aku yakin orang itu bukan orang sembarangan. Atau dia memang berlindung di balik orang berkuasa. Tapi ... Tuan Jovan juga ternyata menyelidiki kasus ini?" Leon tidak kembali ke tempat tadi dan lebih me
"Jadi pengajuan kerjasama perusahaanku di terima, Tuan?" Jovan menepuk lengan Leon. "Ya, selamat bergabung Royal Company Group, ya." Leon tersenyum senang walau pikirannya masih pada ucapan Jovan tadi lagi. Leon pun baru tahu jika ternyata Jovan bukanlah pria dingin seperti yang dikiranya saat bertemu di rumah sakit. Pria itu pun kembali memikirkan perasaan Jovan pada Zehra. "Apa memang ini karakter Tuan Jovan yang sesungguhnya? Tentu siapa saja pasti nyaman, bukan? Mungkin termasuk Zehra." Leon kembali bergumam dalam hatinya. "Terima kasih, Tuan." "Sama-sama, aku hanya ingin kamu bisa memberikan yang terbaik untuk Zehra nanti," ucap Jovan, jelas membuat Leon menatapnya karena sepertinya Jovan salah bicara. "Karena aku memiliki banyak hutang budi padanya, Leon. Tapi dia tidak mau menerima uang dariku tanpa pekerjaan yang jelas." "Jadi ini bukan karena persentase kerja ku tidak bisa menembus perusahaan Anda, Tuan?" Jovan sedikit tersenyum tipis. "Itu salah satunya, Tuan L