Share

Bab 45

Author: Mami ice bear
last update Last Updated: 2024-07-01 09:30:26
“Cukup Devi!”

Arya menarik kedua lengan Devi yang sudah ingin kembali melangkah maju, menghadapi keluarga sang suami.

“Ini tak akan ada habisnya kalo kamu ladenin mereka. Akan lebih baik kalo kita masuk dan menunggu di dalam,” ujar Arya kemudian.

Devi memejamkan matanya sekilas kemudian kembali menatap laki-laki yang sudah menjadi suaminya selama 11 tahun.

“Mas!” sentak Devi dengan tatapan lekat pada sang suami. “Aku pikir, kamu adalah sosok yang paling mengerti aku, selain kedua orang tuaku. Tapi nyatanya, pikiran ku itu salah. Bahkan sangat salah!”

“Tak usah banyak bicara kamu Devi. Kamu udah menyakiti anakku. Setelah dia membiayai hidupmu selama bertahun-tahun, bukannya terima kasih malah-”

“Heh! Omong kosong!” desis Devi menyela ucapan ibu mertuanya.

Tanpa memperdulikan ucapan Devi, Jubaedah kembali melanjutkan kalimatnya, “Dasar wanita gi-la! Tak tau terima kasih!” bentak Jubaedah yang masih terus mengelus pundak anak laki-lakinya.

“Cih! Apa Anda bilang tadi?
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 46

    “Saudara Devi, apa Anda sudah yakin dengan keputusan ini?” Suara laki-laki yang kini tengah duduk dengan posisi lebih tinggi dari semua orang. Membuatnya menjadi pusat perhatian banyak pasang mata di ruangan tersebut. Suaranya terdengar lantang dan menggema di ruang yang didominasi dengan warna putih dan hijau tersebut. “Saya yakin, Yang Mulia!” jawab Devi tegas. “Baiklah kalau begitu. Dengan ini sidang kita mulai!” Ketuk palu Hakim terdengar hingga tiga kali. Tanda jika sidang perceraian Devi dan Yogi dimulai. Devi merasakan jantungnya berdebar-debar. Dia hanya berusaha untuk menahan diri. Agar jangan sampai terlihat lemah di hadapan keluarga mertuanya. ‘Yaa Tuhan, kuatkan hamba. Jika ini jalan takdirMu, maka berikan keikhlasan dan kekuatan tak bertepi pada hambaMu ini.’ Sementara di hadapannya, sang mantan suami, Yogi, duduk dengan wajahnya yang datar dan dingin. Dia duduk di samping pengacaranya, sementara Devi duduk dengan seseorang yang membantunya. Dalam diam, hati ibu

    Last Updated : 2024-07-01
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 47

    “Tunggu! Katakan terlebih dahulu, apa maksud Anda?!” Yogi mencekal kuat lengan Arya yang akan berlalu menyusul langkah Devi. Arya menghentikan langkah dan langsung menoleh pada lengannya yang masih dalam cekalan Yogi. “Ngapain sih kamu deket-deket dia, Gi!” Namun tiba-tiba datang Jubaedah dan langsung menepis dengan kuat tangan Yogi yang masih menarik jas milik Arya. “Dia itu kubu lawan! Ngapain kamu malah-” “Ibu mending diem, deh! Aku ada urusan penting sama dia!” sentak Yogi yang merasa jika kedatangan sang ibu hanya menambah masalah dan menghambat waktu. Jubaedah sontak berjingkat kaget. Sebab ia bahkan tak tahu apa masalahnya, hingga Yogi malah sampai menaikkan nada suaranya. ‘Sial! Ada apa lagi ini?’ “Katakan padaku, apa maksud dari ucapanmu tadi?” tanya Yogi pada Arya, tanpa mengindahkan sang ibu yang masih diam dan tertegun. Sekilas, Arya melirik ke arah Jubaedah. Namun masih dengan ekspresi datar, tanpa senyum meski hanya setipis tisu. “Kau-” “Mohon

    Last Updated : 2024-07-01
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 48

    “Mari kita perbaiki semuanya, Dev.” “Untuk apa? Semua sudah selesai!” tegas Devi tanpa Ragu. “Bukan demi kita, tapi demi anak-anak. Mereka masih membutuhkan sosok seorang ayah.” Yogi terus mencoba membuat Devi mengerti dengan maksud dan tujuannya. Devi mendengus kasar. Panasnya cuaca hari ini, semakin bertambah panas akibat dari kedatangan sang mantan suami. “Semua sudah terlambat, Mas!” “Kau lihat mereka, Mas. Bukan aku sombong, tapi pada kenyataannya bahkan kedatanganmu saja tak diharapkan oleh mereka,” imbuh Devi kemudian. “Dasar wanita gatel! Berani-beraninya kamu kegatelan sama suamiku!” Tiba-tiba sebuah suara keras terdengar dari arah jalan depan rumah Devi. Membuat Devi dan sosok laki-laki yang kini ada di hadapannya menoleh ke arah sumber suara. “Kalo ngomong bisa dijaga nggak?!” tanya Devi dengan nada kasar. Tatapan mata ibu dua anak itu menusuk tajam pada sosok asing yang kini sudah berdiri dan menatapnya sengit. Hingga suara sosok tersebut kembali terden

    Last Updated : 2024-07-02
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 49

    “Puas kau sekarang, hah?!” “Gara-gara ulahmu, aku gagal mendapatkan Devi kembali!” bentak Yogi pada Lisa yang kini menatap marah pada laki-laki itu. Suara deru nafas Lisa terdengar berat, pertanda jika emosi wanita itu sudah benar-benar ada di ubun-ubun. “Kenapa semua gara-gara aku, Mas? Kau yang gagal move on, kenapa aku yang disalahkan?” Lisa melipat tangannya di dada. Namun tatapan matanya melirik ke arah rumah minimalis, dimana Devi dan kedua putranya tinggal selama tiga bulan terakhir. “Lagian ngapain sih kamu masih kesini? Godain janda gatel itu? Atau-”“Tutup mulutmu, Lisa!” Dengan nada tegas Yogi memotong perkataan sang istri. “Siapa yang kau sebut janda gatel? Dia juga punya nama!”“Heh! Kamu masih belain dia, Mas?” murka Lisa sambil terus menatap nyalang pada laki-laki yang baru menjadi suaminya, selama tiga bulan tersebut. “Dia itu ibu dari anak-anakku, Lisa! Jadi stop mengatakan hal buruk tentangnya. Karna kau bahkan jauh lebih buruk dari Devi, asal kau tau itu!” be

    Last Updated : 2024-07-06
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 50

    “Pergi kalian! Pergi dari sini!”“Betul! Cepat pergi dari sini sekarang!”Jeritan dan pekikan suara dua bocah kecil yang kini memegang pistol air di tangan mereka. Membuat Yogi dan Lisa berhenti berdebat. Terlebih saat air yang keluar dari pistol air tersebut sukses mendarat dan membasahi wajah Lisa. “Dasar anak kurang a-jar! Kemari kalian!”Syuurrr! Air itu kembali meluncur ke arah Lisa dan semakin membasahi wajah serta tubuh bagian depan wanita itu. “Pffttt.”Yogi mati-matian menahan tawa, saat Rayyan dan Roni kembali melancarkan serangan tembakan air ke wajah sang istri. Hingga akhirnya …“Bwa ha ha ha ha ha,” tawa Yogi terlepas tanpa bisa ditahan lagi. Terlebih saat melihat eyeliner Lisa yang meluber dan membuat wajah wanita itu tampak seperti badut. Atau bahkan lebih mirip Tante Kun yang baru cat rambut di salon. “Hentikan!” pekik Lisa yang tak tahan dengan perlakuan anak-anak Devi. Ditambah dengan suara tawa sang suami yang terdengar semakin menggelegar. “Kamu ini, Mas! Buka

    Last Updated : 2024-07-06
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 51

    “Mas, tolong ambilin popok, dong!” teriak wanita yang kini tengah duduk di atas ranjang. “Mas! Kamu denger gak, sih?!”Wanita itu kembali berteriak. Tak peduli jika posisinya sekarang tengah bersisian dengan bayi mungil yang masih terlelap. Hingga akhirnya ….Lengkingan suara tangis bayi yang belum genap 100 hari itu, mampu memecah kesunyian yang ada di rumah bercat putih tersebut. “Berisik!” teriak wanita paruh baya yang kini sudah berdiri sambil berkacak pinggang, tepat di ambang pintu kamar sang bayi. “Kamu itu sebenernya becus ngurus bayi gak sih, Lis? Apa kamu gak sadar, kalo tangisan anakmu itu bikin sakit telinga tau gak!” Untaian kalimat pedas dilontarkan oleh wanita yang beberapa helai rambutnya mulai memutih itu. Wanita berambut pirang yang tak lain adalah Lisa, istri dari Yogi, memutar mata malas saat mendengar ocehan sosok yang kini masih menatap tajam kepadanya. Hingga dengan nada nyinyir, Lisa menimpali ocehan lawan bicaranya itu. “Ibu jangan teriak-teriak dong! Tuh,

    Last Updated : 2024-07-07
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 52

    “Teganya Ibu mengatakan hal seperti itu pada makhluk yang bahkan tak bisa melawan Ibu!”“Ya! Tentu aku tega! Memang siapa dia, sampai aku tak tega melakukannya?” berang Jubaedah yang kini semakin menatap marah pada sang menantu. Dari sorot matanya saja, sudah bisa menggambarkan, sebesar apa kebencian Jubaedah pada anak Lisa. “Aarrghhh!” teriak Yogi frustasi. “Kalian ini benar-benar membuatku pusing, tau gak!”“Ribut aja terus kerjaannya!”Laki-laki itu mengayunkan langkah dengan rasa kesal yang membuncah. Bahkan suara tapak kaki yang sengaja dihentak-hentakkan, beradu dengan ubin lantai rumahnya. Yogi melangkah pergi meninggalkan dua wanita yang tak pernah tampak akur tersebut. “Entah apa salah dan dosaku. Cobaan selalu datang bertubi-tubi, kayaknya kok betah banget,” keluh Yogi lemas, sembari meninggalkan kamar sang istri dan memilih pergi ke teras rumahnya. Entah Tuhan memang sedang mengirimkan cobaan pada laki-laki 38 tahun tersebut. Atau memang Tuhan sedang mulai memberikan kar

    Last Updated : 2024-07-09
  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 53

    “Masuk kau! Dasar tak berguna!” “Lho … lho … pelan-pelan, Bu!”Bu Lastri terkejut, saat Jubaedah dengan kasar menarik lengan Lisa. Sementara istri dari Yogi tersebut tengah menggendong sang putri. Brak! Dengan keras Jubaedah menutup pintu utama rumah Yogi. Kemudian dengan kuat ia men-dorong tubuh sang menantu hingga terduduk di sofa ruang tamu, “Sudah kubilang, jangan sesekali kamu keluar rumah! Ngerti gak sih!”“Bu! Pelan-pelan! Aku lagi gendong Aurora!” Tanpa rasa takut, Lisa memprotes apa yang dilakukan oleh ibu mertuanya. “Perse-tan dengan kau dan anakmu itu! Aku mau kalian berdua pergi dari rumah ini sekarang juga!” bentak Jubaedah tak peduli. “Kau dan a-nak si-alanmu itu hanya akan mempermalukan keluargaku!”“Cukup!” Lisa tak lagi bisa menerima semua penghinaan yang dilayangkan Jubaedah setiap hari. “Apa kau tak ingat nenek tua?! Siapa yang merayuku untuk menjadi menantu keluarga ini. Sampai kau dan anak perempuanmu itu membuat skenario agar aku bisa segera menikah dengan Y

    Last Updated : 2024-07-13

Latest chapter

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 90

    “Li-lisa?”Handoko tergagap, tubuhnya kaku. Berita yang baru saja dikatakan oleh Devi membuat dirinya tak bisa berfikir jernih. Hingga beberapa saat kemudian… “Kapan, Devi? Dan.. darimana kamu tau kabar itu?” ucap Handoko lagi. “Mas Handoko… beneran gak tau kabar terakhir Lisa?”Suara Devi lirih namun tegas, menusuk di antara deru langkah mereka di koridor rumah sakit.“Aku bahkan tak tau apa-apa, Devi.”Jawaban Handoko terdengar datar, hampir tak terdengar, namun ia menatap Devi dengan tatapan tajam. “Aku memang meninggalkan dia tadi pagi, tapi.. Saat itu dia masih…”“Soal itu…”Devi berhenti sejenak, menarik napas, seolah-olah menunggu kata-katanya diserap penuh oleh Handoko. “Dia baru saja ditemukan tidak bernyawa, sekitar satu jam lalu.”Handoko membeku. Sorot matanya berubah, seolah kata-kata Devi baru saja menghantamnya dengan kenyataan yang selama ini ia hindari. “Kamu serius?”Devi mengangguk pelan. “Aku

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 89

    “Kapan kejadiannya?” tanya Devi dengan nada khawatir. “Baru tadi sore, Mbak. Kemungkinan kami akan mengurusnya besok…” ucap seseorang dari seberang sana. Devi menganggukkan kepala, meski lawan bicaranya tak akan melihat apa yang ia lakukan. Sebuah ponsel masih menempel di telinga kanan Devi. Mantan istri dari Yogi tersebut tampak serius mendengarkan apa yang diucapkan oleh sosok nan jauh disana. “Kami bingung harus mengabari siapa dan kemana. Jadi, aku memutuskan mengabari Mbak Devi. Meski aku tau, mereka nggak ada sangkut pautnya dengan Mbak…”“Ya sudah tak apa,” ucap Devi, merespon lawan bicaranya. Namun, manik mata wanita itu tampak melirik sekilas ke arah mantan kakak iparnya. “Aku tak bisa menjanjikan apapun, tapi aku akan mengusahakannya. Aku tau apa yang bisa kulakukan.”“Makasih ya, sudah mengabariku,” imbuh Devi yang kemudian langsung dijawab oleh sosok di seberang sana. Berikutnya, wanita berambut panjang itu segera

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 88

    “A-apa? Siapa tadi namanya?”Devi tergagap, dan langsung menoleh ke arah Handoko. Ia tak ingin percaya dengan apa yang ia dengar. Akan tetapi.. “Dok, tolong katakan sekali lagi. Apakah tadi Anda mengatakan jika pasien di kamar ujung itu bernama Yessi?”Dokter tersebut menoleh seketika, wajahnya menunjukkan keengganan yang samar sebelum akhirnya mengangguk pelan. “Benar. Beliau memang Yessi.”Devi nyaris limbung, sementara Handoko tak bisa mengalihkan pandangan dari dokter itu.“Kami ingin bertemu dokter yang merawatnya, apakah bisa?” kata Handoko, suaranya nyaris berbisik namun berisi kepastian yang tidak terbantahkan.Dokter tersebut menatap keduanya, lalu menghela nafas pendek. “Baiklah, saya akan mengatur agar kalian bisa berbicara dengannya. Semoga saja jadwal tidak terlalu padat.”“Tapi, apa kalian mengenal pasien itu?” Baru saja selesai mengatupkan mulutnya. Pria berjas putih tersebut kembali bersuara. Dan langsung dibalas anggukan kepala oleh Devi dan Handoko. Kemudian, Devi

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 87

    “Semoga Rossi baik-baik saja…”Gumaman Handoko terdengar lirih.Devi dan Handoko masih terdiam, duduk di bangku panjang ruang tunggu rumah sakit dengan pikiran berkecamuk. Mereka belum mendapat kabar dari dokter tentang kondisi Rossi, dan ketegangan di antara mereka semakin terasa. Suara bising dari pasien yang melintas, serta langkah-langkah terburu-buru para perawat yang sibuk, membuat suasana menjadi semakin menegangkan. Devi menatap lurus ke lantai, sementara Handoko memegang tangan Aurora dengan erat, berusaha mencari ketenangan.Seketika, sebuah suara dari ujung lorong menarik, lagi-lagi berhasil perhatian mereka. Suara erangan seorang wanita, kembali sangat jelas meski teredam dari balik pintu. Devi dan Handoko saling berpandangan, ekspresi bingung terlukis di wajah mereka.“Mas Handoko dengar suara itu?” bisik Devi, suaranya hampir tenggelam di antara suara lain di sekitarnya.Handoko mengangguk pelan. “Iya. Suaranya sangat k

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 86

    Devi merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tetesan keringat dingin mengalir di pelipisnya saat melihat Siska mendekat dengan wajah yang tak kalah tegang. Rossi, yang berada di ujung jembatan, tampak semakin tersudut, seperti seekor binatang yang siap menerkam siapa pun yang mendekat. Nafas Devi semakin berat, tetapi dia tetap berusaha menjaga suaranya tetap tenang, penuh tekad meski di dalam hatinya, dia dipenuhi kekhawatiran yang mendalam.“Siska, aku tak tahu lagi harus gimana,” ucap Devi dengan suara bergetar, berusaha keras untuk tidak memicu kepanikan di dalam dirinya. “Rossi makin sulit dikendalikan.”Siska mengangguk cepat, pandangannya tajam, meski jelas ada ketakutan di balik matanya. Dia lalu berjongkok beberapa meter dari tempat Rossi berdiri. Gerakannya sangat hati-hati, seperti sedang mendekati kaca yang siap pecah kapan saja.“Rossi, dengerin Tante. Kita semua di sini buat kamu,” kata Siska pelan, berusaha menenangkan. “Kami n

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 85

    Rossi berlari secepat mungkin, kakinya menjejak tanah keras di halaman yang sempit. Ia tidak tahu ke mana harus pergi, tapi yang jelas gadis itu benar-benar tidak ingin berada di sana. Pikirannya kacau, marah, kecewa, dan benci semuanya melebur, kemudian berbaur menjadi satu.“Rossi!” teriak Handoko sekali lagi, kali ini dengan nada putus asa. Pria itu mencoba mengejar, tapi sosok bocah mungil yang masih ada dalam gendongan, membuatnya tak bisa bergerak lebih cepat. Sementara disisi lain, Devi dan Siska segera melangkah keluar rumah. Wajah dua wanita cantik itu penuh kecemasan.“Biar aku yang kejar,” ujar Devi cepat, melepaskan diri dari genggaman Siska yang hendak menahannya.“Devi, tunggu!” Siska memanggil sang sahabat, tapi Devi sudah berlari mengikuti Rossi, keponakannya. “Aku tak boleh membiarkan gadis itu sampai kenapa-napa,” ucap Devi bergumam. Kakinya masih terus terayun, diiringi suara deru nafasnya yang kian memberat. Sepatu heels 5cm yang ia kenakan, semakin membuat wani

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 84

    “Bu-”Devi terus berusaha menenangkan mantan ibu mertuanya. Bersama dengan Siska ia terus melakukan negosiasi, namun nyatanya itu sama sekali tak berhasil. Hingga tak lama setelah itu, suasana semakin tegang, dan Handoko yang dari tadi hanya diam akhirnya angkat suara. “Bu Jubaedah, saya hanya ingin bertemu dengan Rossi. Sebagai ayahnya, saya punya hak untuk tahu di mana dia berada.”Jubaedah mendengus marah, matanya menyipit saat menatap mantan menantunya. “Ayahnya? Setelah semua yang kau lakukan, kau masih berani menyebut dirimu ‘ayah’? Kau baru datang sekarang, tapi di mana kau selama ini ketika anakmu butuh dukungan?”Handoko terdiam, tak bisa membalas. Rasa bersalah menyelimuti dirinya.Devi, yang melihat keadaan semakin memanas, melangkah maju. “Bu, tolong. Ini bukan tentang siapa yang salah atau benar. Rossi kabur, dan Ibu tentu tahu jika dia sedang tidak dalam kondisi baik. Kalau dia memang ada di sini, biarkan kami menemuinya. Kami h

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 83

    “Kabur? Siapa yang kabur, Dev?” Pertanyaan pertama meluncur dari mulut Handoko. Devi tak menjawab, namun gerakan tubuhnya mengisyaratkan, jika wanita itu akan beranjak dari tempatnya kini. “Mas Handoko, setelah ini mau kemana?” Setelah meraih tasnya, Devi menoleh pada mantan kakak iparnya dan bertanya arah serta tujuan pria itu. Namun, gelengan kepala dari Handoko menjawab pertanyaan Devi dengan segera. Hingga detik berikutnya, wanita berambut panjang itu kembali bersuara, “Kalau begitu, akan lebih baik jika Mas Handoko pergi bersama kami.”Usai mengatakan hal tersebut, Devi mengayunkan kakinya menuju ke arah pintu keluar cafe tersebut. Tak hanya itu, dua orang lainnya tampak berjalan mengekor di belakang mantan istri dari Yogi itu. “Kok bisa dia kabur, sih?” tanya Devi yang kini sudah duduk di kursi belakang sebuah mobil. Sementara di sisi kanannya ada seorang wanita cantik yang amat dikenal oleh Devi. Sambil mengangkat kedua bahunya, wanita itu pun menjawab, “Mana aku tau Dev

  • Maaf, Aku Memilih Mundur   Bab 82

    “Aku tak pernah ingin menjauhkanmu dari ibumu. Tapi-”“Arrghh …,” pekik seseorang yang tanpa sengaja bertabrakan dengan sosok laki-laki yang kini tengah menggendong seorang balita. “Maaf, maaf. Maaf karna saya kurang memperhatikan jalan,” ucap sosok tersebut sambil menundukkan kepalanya berkali-kali. “Devi?”Mendengar suara sosok yang ia tabrak, sontak membuat wanita yang ternyata adalah Devi itu menegakkan kepalanya. “Mas Handoko?” jawabnya. “Beneran Devi tho? Aku pikir salah orang, soalnya suara kamu familiar banget, tapi-”“Tapi apa, Mas?” tanya Devi saat Handoko, mantan kakak iparnya, tampak menggantungkan kalimatnya. Handoko yang masih membawa Aurora yang tampak terlelap dalam gendongannya itu, segera memindai mantan adik iparnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Kamu, agak beda dari terakhir kali aku liat,” jawab Handoko sedikit memelankan nada suaranyaDevi tersenyum, tentu wanita itu mengerti apa maksud dari ucapan mantan kakak iparnya tersebut. “Disini panas, Mas. K

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status