Share

Bab 38

Author: Ajeng padmi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Untuk pertama kalinya Alisya bungun siang.

Lelah jiwa dan raga membuatnya tidur seperti orang mati.

Perlahan wanita itu bangkit, dia masih meringkuk di atas ranjangnya dengan sprei yang dipasang asal oleh Pandu, matanya terasa sulit untuk terbuka, sedangkan tubuhnya terasa sakit luar biasa.

Dia bukan wanita lemah.

Alisya berusaha bangun, tapi beberapa bagian tubuhnya terasa sangat sakit.

Dia menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul dua siang. Bahkan ini sudah lewat dari jam makan siang. pantas saja perutnya sangat lamar. Tadi malam dia sudah melewatkan makan malam dan sekarang makan pagi dan siang.

Dia tidak tahu apa yang dipikirkan orang-orang di rumah ini saat tak ada di dapur untuk menyiapkan makanan seperti biasanya.

Alisya beringsut duduk di kursi rodanya yang tepat berada di samping tempat tidur, dia akan membersihkan diri dulu sebelum keluar kamar.

Jika tidak dia pasti akan mati kelaparan dan untuk sekarang ini dia tidak boleh mati. Ada ibunya yang harus dia pik
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 39

    Dulu yang Alisya inginkan adalah berada dekat dengan Pandu, mendapat perhatiannya dan mendapatkan cintanya jika mungkin. Saat ini mereka ada dalam jarak yang begitu dekat, bahkan status mereka juga suami istri tapi keinginan terbesar Alisya tidak lagi mendapatkan perhatian dari Pandu lagi. Dia ada di sini karena mengharapkan belas kasihan laki-laki itu. Sedikit rasa iba untuk pengobatan ibunya yang terbaring sakit di sana. Karena berada di dekat Pandu, bukan kebahagiaan yang dia dapatkan seperti keinginannya tapi kesakitan. Kesakitan yang akan terus bertambah setiap harinya. Seperti pagi ini, dia sebenarnya masih enggan untuk memasak untuk suaminya, tapi mendapati laki-laki itu bahkan tak makan jika tidak hasil masakannya membuat sedikit kebanggaan dalam dirinya. Alisya memang sudah menempatkan diri sebagai pelayan untuk Pandu dan Sekar jadi dia baik-baik saja meski lagi-lagi dia mendapati Sekar yang bergelayut manja di lengan Pandu

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 40

    “Apa sebaiknya tuan tidak istirahat di kamar saja?” tanya bibi setelah Pandu menolak memanggil dokter. Alasan yang sangat masuk akal sebenarnya, bagaimanapun ranjang empuk lebih nyaman dari pada di sofa yang semping ini. Akan tetapi Alisya sekarang yang bingung akan membawa Pandu ke kamar yang mana? Kamar laki-laki itu dengan Sekar? Tidak mungkin kan dibawa ke kamarnya di lantai dua, lagi pula sejak Kapan Pandu sudi tidur di kamarnya, yah kecuali hari itu. Tubuh Pandu yang mengigil membuat Alisya tak tega, dengan bantuan bibi akhirnya Alisya membawa Pandu ke kamar Sekar, setidaknya di sana banyak barang-barang laki-laki itu jika dibutuhkan.“Hati-hati,” kata Alisya saat bibi membaringkan tubuh besar Pandu di ranjang. Entah kemana para pelayan mereka sepertinya kompak menghilang saat dibutuhkan seperti ini. “Biarkan... aku... tidur... sebentar,” kata Pandu dengan susah payah. “Mas!” “Tuan!” Kedua wanita itu kaget saat tubuh Pandu seperti terbanting ke ranjang besar itu dengan

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 41

    “Sejauh apa kamu ingin menyakitiku,” kata wanita itu dengan suara sendu yang menyedihkan. Wajahnya merah padam menahan amarah, tapi alih-alih marah Sekar memilih berbicara dengan lembut seolah dia korban dan Alisya adalah wanita luar biasa jahat yang telah merebut semua kebahagiaannya. Tapi sorot mata jijik dan penuh hinaan itu terpancar jelas di matanya. Benar-benar aktris yang sangat berbakat, Alisya sendiri yakin dirinya tak mampu mengendalikan diri sebaik Sekar.Alisya sendiri juga sedang dilanda kebingungan dengan sikap Pandu yang tiba-tiba sang baik padanya, seolah hubungan mereka selama ini baik-baik saja. Apa laki-laki itu merasa bersalah padanya karena malam itu? Alisya menggeleng tidak mungkin Pandu berpikir begitu karena tadi pagi laki-laki itu memperlakukannya seperti biasa hanya lebih baik saja. “Apa maksudmu?” tanya Alisya. “Kamu merayu mas Pandu di kamarku, aku tidak tahu kamu menggunakan cara muraha

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 42

    Andai saja dia bebas menggunakan kruk. Alisya duduk kelelahan di atas ranjangnya. Semangatnya untuk bisa berjalan lagi tak pernah padam. Tapi Alisya tahu ada yang tidak menginginkan kesembuhannya jadi dia harus hati-hati. Tok!tok! "Al kenapa pintunya di kunci?" Gawat. Buru-buru Alisya kembali ke kursi rodanya. Itu suara suaminya untuk apa laki-laki itu datang ke kamarnya? "Al?" ketukan tak sabar itu terdengar lagi. Alisya menghela napas panjang dan merapikan penampilannya. Bukan karena dia ingin tampil cantik di depan Pandu, tapi dia tidak ingin laki-laki itu tahu apa yang barusan dia lakukan. "Kenapa dikunci?" katanya begitu Alisya membuka pintu. Alisya belum menjawab pertanyaan Pandu saat laki-laki itu langsung nyelonong masuk ke dalam kamar Alisya dan tidur di ranjang. "Mas tidak ke kantor?" tanya Alisya. Tidak lagi bekerja bukan berarti dia melupakan hari. Ini hari Rabu, artinya masih hari kerja dan setahunya Pandu yang gila kerja, tidak akan pulang da

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 43

    "Bubur ayam?" Pandu menatap bubur ayam di depannya dengan alis terangkat.Apalagi saat Alisya hanya meletakkan mangkuk berisi bubur ayam buatannya di depannya dan Sekar. "Kamu makan apa?" tanya Pandu penasaran. Alisya yang baru saja menggeser kursi rodanya untuk duduk di sisi lain Pandu menatap suaminya dengan bingung. "Aku minum susu sama makan roti," kata Alisya sambil mengambil satu buah roti tawar dari dalam toast. "Hanya itu? memangnya kenyang?" "Sayang, kamu katanya ada meeting pagi ini?" tanya Sekar dengan lembut, tapi matanya menatap tajam pada Alisya. Sebagai sesama wanita tentu Alisya tahu kalau Sekar cemburu padanya, meski dia sama sekali tidak habis pikir kenapa Sekar mau menjadi yang kedua jika tidak siap berbagi. Alisya menggelengkan kepalanya dan melanjutkan makan rotinya, mungkin Pandu hanya heran saja. "Meetingnya di undur," jawab Pandu cepat lalu pada Sekar, lalu pandangannya kembali pada Alisya. "Apa tidak ada bahan makanan?" Alisya menghela napas, ada a

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 44

    “Aku tidak melakukannya! sungguh!” Alisya menatap sekelilingnya dengan tubuh gemetar, dia memang tidak menyukai Sekar, tapi dengan sengaja membunuh janin tak berdosa dalam kandungan wanita itu tentu saja tidak pernah ada dalam pikirannya sama sekali. Pandangan mencemooh dari para pelayan yang datang karena mendengar teriakan Sekar dan Pandu tadi membuat Alisya makin merasa bersalah. “Saya tidak mengira anda sekeji ini, kasihan sekali nyonya Sekar,” kata Bu Titin yang langsung diangguki oleh pelayan yang lain. Dia menatap bibi juru masak yang beberapa hari terakhir ini bersikap lebih baik padanya, tapi wanita itu hanya diam dengan pandangan kecewa. Apa sekali lagi dia akan jatuh dalam jebakan Sekar?Otak Alisya seakan buntu untuk menghadapi semua ini, bayangan Sekar yang berdarah membuatnya menggigil. Demi Tuhan dia tidak ingin terjadi hal yang buruk pada janin yang dikandung Sekar. “Sebaiknya nyonya menenangkan diri dulu, semua pasti baik-baik saja.” Kepala Alisya yang menundu

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 45

    Alisya tahu dia tidak akan dibiarkan bebas begitu saja, penjara memang akan menjadi rumahnya untuk sementara. Kekuasaan dan juga nama baik keluarga suaminya tidak akan membiarkan ada anggota keluarga mereka yang meringkuk di balik jeruji besi. Mereka punya cara tersendiri untuk menghukum orang yang mereka anggap bersalah. Seperti yang terjadi pada dirinya kini. Bahkan tanpa mendengar penjelasannya terlebih dahulu. Setelah tangisnya mereda dan permohonannya berakhir sia-sia, kini otak Alisya kembali bekerja dengan baik, dia tidak bisa hanya terkurung di sini tanpa menemui ibunya. Dua kali dalam sebulan sudah cukup sulit baginya, apalagi jika dia tidak bisa keluar sama sekali, belum lagi dia juga harus mengunjungi dokter Adam. Alisya menggeleng, apa Pandu masih memberinya kesempatan untuk mendatangi dokter Anwar? Bukankah laki-laki itu tadi tidak mengatakan apapun soal itu. Itu bisa dimanfaatkan. Jadwal kontrolnya pada sang dokter tinggal beberapa hari lagi, sebenarnya dia mema

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 46

    “Papa bisakah papa membantuku.” Itu kata pertama yang diucapkan Alisya begitu panggilan terhubung dengan ayah mertunya. Sesaat keheningan melingkupi mereka berdua, Alisya tak tahu ada di mana ayah mertuanya saat ini. “Apa yang kamu inginkan? Maaf dari Pandu? Itukah yang kamu inginkan?” terdengar nada suara dingin ayah mertuanya. Alisya menelan ludahnya dengan pahit. Selama ini ayah mertuanya adalah satu-satunya orang yang membelanya jika Pandu dan ibu mertunya menindasnya. Ayah mertuanya juga yang meminta Pandu untuk lebih adil pada kedua istrinya, meski Alisya juga sempat kecewa saat laki-laki itu juga menyetujui pernikahan suaminya dengan Sekar. Akan tetapi mendengar nada suara ayah mertuanya, Alisya tak yakin lagi untuk bisa meminta bantuan. Itu, tapi dia tidak akan kalah sebelum berperang bukan?“Maafkan saya papa, tapi saya tak bisa meminta maaf pada mas Pandu untuk kondisi Sekar sekarang, karena saya tidak be

Latest chapter

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 127

    “Aku sudah memeluknya dengan erat mereka pasti baik-baik saja kan,” kata Alisya dengan suara yang makin lama makin melemah.Disebelahnya Laras menangis terisak-isak merasa sangat bersalah andai saja dia tidak perlu ke kamar mandi dan membiarkan Alisya berjalan sendiri...Gadis itu menggeleng dengan putus asa, tangannya menggenggam erat tangan Alisya dan berusaha mencegah wanita itu pingsan, darah mengalir dari luka di pundaknya juga... jalan lahirnya.“Si kembar pasti baik-baik saja, Al. kamu harus kuat jangan menyerah,”kata Laras di sela tangisnya.Tadi saat baru berjalan beberapa langkah Laras terkejut mendengar suara benturan di belakangnya, dia sama sekali tak tahu bagaimana kejadiannya tahu-tahu Alisya sudah terkapar dengan tangan yang memeluk erat perutnya dan Pram yang berlari dengan panik menghampiri wanita itu.Lutut Laras

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 126

    Alisya bangun dengan lebih bersemangat hari ini. Usia kandungannya sudah menginjak minggu ke tiga puluh enam dan dia juga sudah cuti dari tempat kerjanya. Sehari-hari dia hanya di rumah dan tak melakukan apapun, beberapa tetangga juga sudah tidak memesan kue dan makanan lagi padanya, bukannya dia butuh banget uang hasil penjualannya, bukan. Alisya hanya menyukai kesibukannya memasak dan repot di dapur. Tak adanya pekerjaan juga membuatnya mengingat saat masih tinggal di rumah Pandu. Akan tetapi hari ini berbeda baik Pram maupun Laras sama-sama berjanji mengantarnya membeli keperluan untuk anaknya, sedikit telat memang tapi bukan masalah juga selama bayinya belum lahir. “Mau aku jemput?” Alisya membenahi letak ponsel yang dia jepit dengan bahunya saat Pram mengatakan hal itu, tangannya sibuk membuat susu hamil yang biasa diminum. “Aku naik taksi saja kita ketemuan di sana,” kata Alisya yang tahu kalau Pram ada acara terlebih dahulu sebelum menemaninya belanja, sebenarnya bisa

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 125

    Pandu menatap cermin sambil melihat penampilannya secara keseluruhan. “Kamu mau kemana lagi mas?” tanya Sekar terlihat sangat tak terima. Ini hari libur seharusnya mereka bisa menghabiskan waktu bersama seperti sebelumnya, tapi ini bahkan sudah lebih dari lima bulan, Pandu tetap bersikap dingin padanya. Sekar juga sudah memenuhi permintaan Pandu untuk memberikan bayi merepotkan itu pada ayah kandungnya saja. Andrew.Dia memang jadi lebih bebas dan tak perlu lagi mendengar tangis bayi setiap malamnya, tapi dia juga tak punya alasan lagi untuk membuat Pandu tetap menemaninya, rengekan bayi itu terbukti mampu menahan Pandu di rumah meski bukan untuk menemaninya.Sekar kira dengan anak itu tidak ada lagi bersama mereka, sikap Pandu akan jadi seperti dulu, selalu memprioritaskannya dalam hal apapun tapi angannya ternyata terlalu tinggi. “Aku ada urusan,” kata Pandu singkat. Bersama Sekar memang terasa menyebalkan untukny

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 124

    Sekar menolak Andrew mengambil anaknya dengan alasan anak itu masih membutuhkan asinya. “Kamu yang membuat anakku jadi seperti itu, perempuan gila!” maki Andrew pada perempuan yang telah melahirkan anaknya itu. Setelah konferensi pers yang mereka lakukan, laki-laki itu memaksa Pandu untuk mempertemukannya dengan bayinya. Dan Pandu yang tidak punya alasan untuk menolak tentu saja menyetujuinya lagi pula dia punya tujuan lain dengan membawa Andrew melihat bayi itu. Mata laki-laki itu berkaca-kaca saat melihat bayinya untuk pertama kali, hal yang membuat Pandu tertegun sejenak. Laki-laki ini memang brengsek dan kejam pada orang-orang disekitarnya tapi dia sudah sering bertemu orang dan mata itu tak mungkin bohong. Pandu melihat ketulusan di sana, hal yang membuatnya sedikit lega paling tidak ada orang yang benar-benar menyayangi anak itu. Bahkan laki-laki itu secara serius memohon pada Pandu untuk memberikan bayi itu padanya. “Jangan salahkan aku kamu yang mengajakku ketempat itu!”

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 123

    “Dimana bosmu!”Suara itu terdengar penuh kemarahan, membuat Pandu buru-buru berdiri dari duduknya. Kepalanya sedikit pusing karena semalaman tidak tidur dan menenggelamkan diri di ruangan ini tapi suara yang di dengarnya tak bisa dia abaikan begitu saja.Pekerjaan adalah caranya melarikan diri saat ini. supaya tidak lepas kendali dan melakukan hal-hal yang nantinya akan dia sesali.“Pa?”Pintu terjeblak dan sang ayah berdiri di sana dengan wajah merah dan sang sekretaris yang berdiri ketakutan di belakangnya.Ada apa lagi? tidakkah dia diberi kesempatan untuk bernapas barang sejenak saja?“Pergilah!” usir sang ayah pada sekeretarisnya, Pandu hanya mengangguk dan mempersilahkan ayahnya duduk, laki-laki paruh baya itu menghela napas dalam dan menatap putranya dengan putus asa.

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 122

    “Bajingan sialan kamu! Pembunuh!” Pandu baru saja membuka pintu ruangan privat yang sudah dia pesan tapi bukannya sambutan hangat yang dia terima tapi makian dan juga bogeman mentah di wajahnya. Pandu yang tidak siap langsung terhuyung ke luar ruangan dan pegangannya pada gagang pintu terlepas untung saja seorang pelayan yang sedang membawa minuman sigap menghindar sehingga tidak tertabrak olehnya. Para pengunjung wanita yang kaget menjerit histeris. Andrew bahkan merangsek keluar menghampiri lawannya, wajahnya merah padam menahan amarah. Dia memang bukan laki-laki suci, dia bahkan memiliki kelainan yang tak banyak diketahui orang. Jiwanya gelap segelap malam yang sebentar lagi akan datang, tapi sebrengseknya dia dia tidak akan tega menyakiti bayi yang masih dalam kandungan ibunya. Dan laki-laki yang baru saja mendapat bogeman darinya tidak pantas sama sekali disebut manusia dia lebih rendah dari binatang. Membayangkan bayinya yang saat ini menderita karena lahir belum waktunya

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 121

    Pandu ikut tersenyum saat melihat wanita itu tersenyum, tapi dia buru-buru bersembunyi saat tanpa sengaja Alisya menoleh ke belakang.Yah dia merindukan Alisya dan tak puas dengan hanya melihat laporan atau video yang dikirimkan anak buahnya tentang wanita itu.Wajah wanita itu makin cantik saja dimatanya, apalagi dengan perut membesar yang berisi anak-anaknya.Entah pikiran dari mana dulu Pandu meragukan anak yang dikandung wanita itu, padahal jelas-jelas dia merasakan dadanya berdebar kencang saat melihat wanita itu mengelus perutnya, dia juga ingin melakukan hal yang sama. Hal yang tak pernah dia rasakan pada kehamilan Sekar.Dia sudah berjanji pada Alisya memang untuk tidak menemui wanita itu tanpa diminta, tapi rasa rindu ini membuatnya mengabaikan semua, dia tidak menemui Alisya dia hanya ingin melihat wanita itu... meski dari jauh.

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 120

    Ini Tidak benar. Kenapa anak itu juga harus menambah kesialan Sekar. Sekar menarik napas panjang berusaha menenangkan dirinya, perjanjian kemarin dia baca sangat merugikannya dan tentu saja dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia harus menghubungi Andrew dan mengatakan semua. Bagaimanapun laki-laki itu ayah bayinya dia harus bertanggung jawab, meski bukan dengan menikahinya. “Drew!!! Hu...hu...” Seperti biasanya Andrew langsung mengangkat panggilannya di dering pertama, seolah panggilannya memang sudah ditunggu, meski itu tidak mungkin bukan Andrew orang sibuk.Andai saja laki-laki ini tidak menganut paham ‘no Marriage’ dan bisa bersikap lebih lembut , tentu Sekar akan mengejarnya meski hatinya tak memiliki rasa cinta. “Kamu kenapa?” tanya Andrew di seberang sana terdengar khawatir.“Aku di rumah sakit.. hu..hu... jatuh...di kamar karena mas Pandu cemburu kita bertemu... dan anak kita...hu...hu.” “Apa yang terjadi pada anak kita! Katakan Sekar!” kata Andrew di ujung

  • Maaf, Aku Bukan Wanita Lemah   Bab 119

    "Baiklah aku akan membawamu kesana."Pandu berdiri dan meraih kursi roda yang ada di sudut ruangan dan mendorongnya mendekati ranjang Sekar.Wanita itu menatap benci pada benda yang ada di tangan suaminya, dia bukan orang lumpuh."Naiklah.""Aku tidak mau naik itu!" kata Sekar keras kepala."Lalu?""Mas kan bisa gendong aku," kata Sekar tanpa rasa bersalah sedikitpun."Maaf aku sedang capek, jika kamu tidak mau ya sudah," kata Pandu tak mau repot-repot menuruti perintah istrinya.Sekar menatap Pandu dengan kesal. Tapi dia tidak punya pilihan lain, perlahan dia bangkit, dia berharap Pandu membantunya atau setidaknya menggendongnya ke kursi roda tapi laki-laki itu hanya menatap datar padanya yang terlihat kesusahan."Kenapa mas tidak

DMCA.com Protection Status