Share

BUKAN KRITERIA DAVID

"Sepertinya kita harus lebih saling mengenal lagi, San."

Sebelum Sandara bisa menjawab, atau bahkan mencerna maksud perkataan David, petugas valet telah mengantarkan Ferrari milik David. Ia menyelinap ke dalam interior kulit tersebut, kepalanya disandarkan ke kursi saat dunia berputar di sekelilingnya. Jelas terlalu banyak minum wine.

"Sandara yang malang," bisik David sembari menjauhi trotoar. "Apakah kamu makan sesuatu hari ini?"

"Beberapa potong kue cokelat saat makan siang," jawab Sandara sambil mendesah. "Aku menjaga berat badanku dengan ketat, tapi bahkan ini sudah sedikit berlebihan untukku." Ia merasa perutnya bergolak dan meringis. "Kuharap," kata David, "kamu tidak berniat muntah di mobilku,kan?"

Sandara berusaha tertawa, meski itu benar-benar mungkin terjadi. "Jika memang begitu," katanya, "itu karena ayamnya tidak enak, bukan karena aku terlalu banyak minum."

David tertawa pelan. "Mungkin kamu seharusnya memesan steak sapi." la mengulurkan tangan dan meletakkannya di kening Sandara, jemarinya memijat pelipis gadis itu dengan ahli. Sandara menghirup aroma Sakura Jepang David, merasakan gesekan ibu jari pria itu di tulang pipinya. Sentuhan itu berhasil menenangkan sekaligus meningkatkan gairahnya, membuat tubuhnya merasa semakin bingung. David tidak pernah menyentuhnya seperti ini, pria itu tidak pernah benar-benar menyentuhnya. "Mungkin sebaiknya kamu memejamkan matamu," saran David. Sandara menurut, menyandarkan kepala ke kursi sembari menarik napas dalam, dan akhirnya perutnya mulai membaik. David membiarkan tangannya tetap di kening Sandara, tekanannya sejuk dan menenangkan. Sandara memiliki keinginan aneh dalam dirinya untuk meletakkan tangannya di atas tangan David, membiarkan telapak tangan pria itu di sana, bersentuhan dengan tangannya sendiri. "Maaf," katanya setelah sesaat, dan kemudian dengan jujur menambahkan, "dan di sinilah aku, berniat menunjukkan padamu betapa berpengalamannya diriku."

"Berpengalaman?" Dengan terlambat, Sandara menyadari mungkin tidak seharusnya ia mengatakan hal itu. "Berpengalaman itu hal yang dinilai terlalu tinggi, San."

"Seperti cinta?" Kata-kata itu meluncur dengan sendiri dari bibirnya. Sandara merasakan sekaligus mendengar keraguan David.

"Ya," kata David akhirnya, menarik tangannya, dan Sandara pun membuka mata. David telah menghentikan mobil, dan Sandara melihat mereka berada di depan apartemennya. Mobil itu mendadak terasa sangat kecil dan gelap serta hening, satu-satunya suara adalah suara napas mereka.

Sandara menggenggam pegangan pintu. "Baik, kalau begitu, selamat malam," katanya, suaranya hanya berupa bisikan dalam kegelapan, dan David meraih pegangan pintunya sendiri.

"Aku akan mengantarmu sampai ke kamarmu."

Sandara mencari-cari kunci dan kartu di dalam tasnya, menyadari David di sampingnya, menjulang bagaikan bayangan gelap. Ia tinggal di dalam blok apartemen, dengan kunci dan kartu terpisah untuk pintu depan serta pintu apartemennya sendiri. Saat ini, dalam kebingungan, ia memasukkan kunci yang keliru ke pintu, mendorong dengan susah payah.

"Biar kubantu," kata David, jemarinya menggenggam jemari Sandara saat ia mengambil kunci dari gadis itu dan menukarnya dengan yang satu lagi, lalu memutar kunci dengan mudah serta membuka pintu.

Ruang depan yang elegan itu hanya diterangi lampu meja kecil. Dalam cahaya temaram itu Sandara bisa melihat ekspresi wajah David, tatapan pria itu tenang namun serius sehingga membuatnya gelisah. Seluruh malam ini membuatnya gelisah karena meski hampir sepanjang waktu David bersikap persis seperti yang ia perkirakan, sok kuasa dan sedikit menyebalkan seperti David yang biasa, pria itu juga berbeda. Sepanjang malam ini terasa berbeda dan, saat ini, saat David masih menatapnya dengan tatapan serius dan tajam, Sandara tidak bisa menjelaskan alasannya bahkan pada dirinya sendiri. la tidak bisa berpikir sama sekali.

"Kamu tidak perlu naik," katanya, dan kemudian tersipu karena terdengar seperti semacam ajakan halus. "Aku baik-baik saja."

"Kalau begitu aku akan membiarkanmu naik sendiri," kata David. Setelah terdiam sejenak saat mereka hanya saling menatap, ia mengangkat tangan, jemarinya terhenti di udara, sangat dekat dengan wajah Sandara. Sandara menahan napas, tidak yakin dengan niat David atau kenapa ia merasakan sensasi aneh dalam perutnya, seakan ia salah melangkah, atau lantai runtuh. Lalu David membiarkan jemarinya membelai pipi Sandara, tidak lebih dari sentuhan ringan, ujung jemarinya mengelus ringan rahang Sandara saat senyuman melembutkan wajahnya. Namun bahkan sebelum Sandara sempat menyadari atau merasakan sentuhan jemari David di kulitnya, ekspresi David kembali mengeras, alisnya bertaut saat ia menjatuhkan tangan. "Selamat malam, San," katanya, dan kemudian ia pun pergi. Sandara bersandar ke tangga, kepalanya terasa lebih pusing daripada yang sebelumnya, dan kali ini tidak ada hubungannya dengan wine.

David kembali masuk ke mobil mewahnya, mengumpati diri sendiri karena hampir mencium Sandara. Atau mungkin karena tidak mencium gadis itu. Tubuh serta benaknya jelas sedang bertentangan, masing-masing bergolak dengan gairah tidak terpuaskan. Malam ini benar-benar menyenangkan, dan karena itulah malam ini juga merupakan kesalahan besar. Kenapa ia menghabiskan waktunya bersama Sandara? Hal itu jelas tidak bisa mengarah pada apa pun. Ia tidak akan membiarkannya.

Namun di sinilah dia, ingin bersama Sandara karena benar-benar menyenangkan mendengar gadis itu bercanda, mendengar tawa kecilnya, menyaksikan cahaya lampu menyinari rambut hitamnya yang berkilau. Bersama Sandara ia merasa hidup dan bersemangat, dan ketika Sandara mendekat padanya ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh gadis itu. Kulit Sandara terasa bagaikan sutra hangat.

Kali ini David mengumpat keras.Sadarlah. Ini Sandara. Sandara Loise, tetangga terdekatnya, adik iparnya, gadis yang kepangnya ia tarik dan air matanya ia hapus. Ya, Sandara sekarang seorang wanita, namun Sandara juga seenaknya,konyol serta sedikit ceroboh, dan benar-benar pilihan yang tidak cocok sebagai istri. Sementara untuk hal lain... itu, jika bukannya tidak terbayangkan, maka mustahil.

David tidak bisa menjalin hubungan murahan atau hubungan singkat dengan Sandara Loise. Ia memikirkan seluruh alasan mengapa menjalin hubungan dengan Sandara adalah ide yang sangat buruk,keluarga mereka berhubungan, Sandara masih muda, lebih polos daripada yang gadis itu ingin David percayai dan yang paling penting, paling mengerikan, Sandara menginginkan cinta. Keromantisan. Sandara mungkin tidak mencari cinta atau pernikahan sekarang, tapi pantas dan logis jelas tidak ada dalam kamusnya. David melihat harapan di mata gadis itu.

Persis seperti ia melihat harapan dalam mata ibunya. perlahan-lahan lenyap. la hidup dengan akibatnya, dan itu membuatnya semakin bertekad untuk menemukan tipe istri yang seharusnya dimiliki ayahnya, tipe istri yang ia butuhkan: pantas, logis, praktis. Bukan percintaan. Bukan cinta. Bukan Sandara.

Namun bayangan Sandara tetap menyelinap dalam benaknya lewat bisikan menggoda yang nakal. Davjd menyadari ia bisa dengan mudah membayangkan dirinya menjalin hubungan percintaan dengan Sandara Loise. la bisa dengan mudah membayangkan gerakan mulus bibir Sandara di bibirnya, helaian rambut gadis itu di tangannya. Dan lebih... jauh lebih banyak daripada itu. Tubuh Sandara menempel di tubuhnya, kedua kaki gadis itu membelit kakinya...

David mengenyahkan bayangan tersebut, berapapun nikmatnya. Tidak peduli berapa usianya sekarang. Sandara tetap tidak terjangkau.David memberitahukan kenyataan

itu pada Sandara ketika ia mengatakan gadis itu tidak termasuk dalam daftar calon istrinya. la kembali ke Jakarta untuk urusan yang sangat pribadi, yaitu mencari seseorang wanita untuk dinikahi. Ia telah berusia 37 tahun dan kesehatan ayahnya sudah mulai menurun. Ia membutuhkan pewaris. Sandara mungkin menganggap hal itu mengerikan dan kolot, tapi David memilih untuk memandangnya sebagai hal yang praktis.

Praktis dan tanpa harapan-harapan emosional yang menyengsarakan ibunya sendiri, dan membuat ayahnya menjadi duda. Cinta bukan hanya dinilai terlalu tinggi, itu juga hal yang tidak disarankan. Dipenuhi kekecewaan dan bahaya, itulah alasan mengapa David memilih menghindari cinta... begitu pula istrinya nanti. Tidak ada kata- kata tanpa makna, ekspresi-ekspresi tidak berguna, kekecewaan-kekecewaan tidak terkatakan. Hanya perasaan saling menghormati dan kasih sayang, dasar paling kuat untuk pernikahan yang bertahan lama.

Hal yang tidak perlu sekarang adalah membayangkan Sandara Loise dalam peran itu. Sandara Loise yang seenaknya, konyol, dan suka menggoda. Tokoh kesayangan kolom- kolom gosip, apalagi ayah gadis itu. Mencari cinta, bahkan jika gadis itu sendiri tidak menyadarinya. Sialan, Sandara bahkan mengaturnya untuk orang lain.

Sandara sama sekali tidak sesuai untuk menjadi istri yang pantas dan David pilih dengan hati-hati.

Dan Sandara menganggapnya membosankan. David tertawa keras, penuh penyesalan, saat ia mengakui bagaimana pernyataan ceroboh Sandara mengusik pikirannya. Tadinya ia benar-benar menganggap Sandara masih sedikit menyukainya, dan fakta yang sebaliknya membuat David menyadari keangkuhan konyolnya sendiri. Meski Sandara tidak membosankan ketika ia menyentuh gadis itu. David mendengar tarikan napas samar Sandara, merasakan ketegangan di antara mereka.Sandara jelas tidak sedang bosan saat itu.

Dan ia hampir tidak mampu menahan diri untuk menangkup wajah Sandara dan menarik bibir menggiurkan itu ke bibirnya untuk ciuman yang telah lama ia sangkal.

Dan akan terus ia sangkal, meski ia sangat ingin membuktikan pada Sandara dirinya bisa menjadi seseorang yang menggairahkan. la berupaya mencari istri, bukan kekasih. Dan meski dengan hasrat ingin memilikinya yang masih bergejolak dalam dirinya, ia tahu Sandara tidak akan pernah bisa menjadi istrinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status