Dersik membisik. Kembali langkah keduanya tegas membelah jalanan yang ada di depannya. Area rumah sakit belum benar ditinggalkan. Mereka masih berada di halaman depan. Gerbang dengan dua tugu besar itu akan menjadi pertanda bahwa baik Xena maupun Malik sudah sukses meninggalkan bangunan rumah sakit.
Keduanya beriringan. Tak banyak yang terucap hanya diam sembari lurus memfokuskan pandangannya. Hari ini berakhir dengan sedikit berat. Suasana tak bersahabat seakan ingin menjerat Xena dalam sebuah duka baru sebelum mata tertutup untuk datang menemui pangeran di dalam mimpinya. Malik sukses membuat jantungnya hampir terlepas dari tempatnya tadi. Mendengar seseorang mengabari Xena dengan mengatakan bahwa pemilik ponsel ini terluka parah di sisi jalanan membuat dirinya panik bukan main.
Tak banyak yang dijelaskan oleh Malik. Ia hanya berkata bahwa seseorang menemukan ponselnya yang hampir hilang. Kala itu Malik tak benar memperhatikan. Yang ada di dalam fokusnya ha
"Lo sakit?" Suara itu menyela lamunan Hela. Gadis yang baru saja ingin menyandarkan tubuhnya ke belakang itu kini menoleh. Sedikit mendongakkan pandangannya sebab tubuh remaja yang baru saja datang dan berdiri di sisinya itu sangat tinggi menjulang."Katanya gak mau nemenin." Hela menyahut. Menyeringai samar kala Malik mulai duduk dengan jeda satu bangku kosong di antara mereka.Remaja itu menaikkan satu sisi alisnya. Bersama kedua bahu lebarnya yang tersentak naik ke atas, ia menoleh tepat pada gadis yang sedang menunggu nomor antrean untuk bertemu dengan dokter malam ini."Lukanya lebih parah dari kemarin malam, lo dipukuli lagi?" tanya Malik lagi-lagi menyela. Hela tak banyak berbicara kali ini. Menyambut kedatangan Malik dengan senyum hangat dan tatapan teduh sudah sangat cukup untuk Hela. Perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Sedikit kacau di dalam sana. Hatinya bergelut dengan pikirannya yang sedikit 'semrawut'."Alih-alih mengumpulkan bukti un
Xena menatap samar bayangan tubuhnya. Lampu remang halte bus menjadi penerang utama kali ini. Ia masih duduk di posisi yang sama. Kiranya sepuluh menit berlalu begitu saja. Zain tak lagi memberi jawaban selepas tau apa yang terjadi pada sang adik. Rasanya seperti mati rasa, barangkali. Ia adalah brandalan gila yang suka membuat onar. Tak asing lagi untuk Xena kalau ia bertemu dengan Zain dalam keadaan seperti ini. Baiklah jikalau semesta sedang ingin bermain bersama alurnya sekarang, akan untuk sang adik? Ia bahkan tak tahu kala Bela mengalami hal seperti itu."Bela gak cerita 'kan sama lo?" Xena menebak asal kala tak ada suara dan sepi mulai memeluknya. Berat memang jikalau sudah dihadapkan dengan kondisi seperti ini, Zain adalah remaja aneh yang tak tahu aturan. Menyusahkan Malik adalah alasan mengapa Xena tak terlalu menyukai remaja satu ini."Gue bukan kakak yang baik." Zain menyahut. Kembali ia menyandarkan kepalanya ke belakang. Merapatkan kedua matanya
Remang cahaya menusuk masuk ke dalam dua retina pekat milik gadis yang baru saja menutup rapat pintu gerbang rumahnya. Kini suasana sepi, benar-benar bak kota mati. Xena memungkaskan hati. Sungguh berakhir! Ia tak ingin kembali melangkahkan kakinya keluar dari area rumah nyamannya ini. Jikapun harus, ia juga harus mendapatkan alasan yang tepat untuk itu. Lelah dirasa selepas berjalan-jalan meninggalkan kediaman nyamannya senja tadi, bersama Bara mengelilingi setiap sudut bangunan mall mewah yang dibangun di tengah padatnya Kota Jakarta. Berakhir dalam sebuah adegan menyebalkan yang mengharuskan dirinya untuk terseret masuk ke dalam permasalahan sang suadara tirinya juga teman sialannya itu. Xena tak habis pikir mengapa kedua remaja jangkung itu memilih hidup dalam bayang-bayang masa lalu yang menyedihkan seperti itu? Bukankah lebih baik berdamai dan saling menyayangi satu sama lain?Langkah kini tegas. Membelah jalan setapak yang dikelilingi rumput hijau di sekitarnya. Satu de
Fajar kembali menyapa dengan sinar hangat yang menerpa permukaan bumi. Menghangatkan setiap komponen yang ada di bawahnya sekarang ini. Gadis cantik bersurai pekat dengan ujung ikal tak henti-hentinya menatap paras ayu miliknya sendiri di depan cermin persegi tempatnya biasa merias diri sebelum berangkat sekolah. Tak ada yang aneh, semua berjalan biasa dan sangat membosankan. Malam ia lalui dengan cara yang selalu sama. Hanya mengganti pakaian dan membersihkan wajahnya dari polesan make up. Besok adalah hari libur yang membahagiakan. Xena tak perlu lagi datang ke sekolah selama dua hari ke depan. Berdiam diri di rumah dengan menonton saluran televisi kesukaannya adalah aktivitasnya Xena kala libur akhir pekan datang menyapa.Gadis itu tak punya hal yang bisa menjadi alasannya untuk keluar dari rumah pekan ini. Tak ada janji dengan Nea Oktaviana, si sahabat dekat ataupun Daffa Kailin Lim si idaman hati. Malik? Ah, remaja sialan itu akan merusak hatinya juga harinya.
Bus melaju dengan kecepatan sedang membelah padatnya jalanan kota. Membawa seluruh penumpang agar sampai ke tujuannya tepat waktu. Xena menatap ke luar jendela bus. Mengabaikan remaja yang kini mulai memainkan ujung jari jemarinya untuk bermain manja di atas pangkuan gadis yang sesekali memejamkan matanya untuk mengusir perasaan aneh yang melanda dirinya sekarang ini. Malik gila. Remaja itu tak pernah memikirkan apa risiko dari perbuatannya itu. Beberapa menit selepas naik ke dalam bus, Xena tak mau mengindahkan posisi Malik yang duduk berhimpit dengannya. Gadis itu tak acuh sebab tak ingin terbawa suasana sekarang ini. Katakan saja, Xena menghindari Malik yang jelas-jelas ada di sisinya. Bukan rasa canggung, namun sebuah perasaan aneh yang kini menyelimuti di dalam hatinya mulai menguasai diri Xena. Jika lepas sedikit saja, semuanya akan berantakan.Gila, sekali lagi Malik itu Gila! Menarik ujung jemari jemari Xena untuk ikut bermain dengan ujung jari jemarinya di atas
Suasana khas sekolah kalau pagi menjelang siang begini terasa nyaman untuk Xena. Sepi dan damai. Kalau jam pembelajaran dimulai, maka tak akan pernah ada yang diijinkan keluar dari dalam ruang kelas kalau tak dengan dasar alasan yang kuat. Salah satu alasannya adalah pembelajaran olahraga. Lapangan rumput adalah tempat terbaik untuk melatih fisik dan kekuatan. Melakukan ini itu sesuai dengan perintah yang diberikan oleh sang guru. Xena sudah menyelesaikan semuanya, kini saatnya melepas penat dengan duduk bersandar pada tiang gawang besar yang ada di belakangnya. Ia tak sendiri, ada Nea di sisinya. Biasanya Danita juga ikut duduk bersamanya. Bercengkrama ringan dengan basa-basi tanpa arah tujuan pembicaraan yang jelas, namun sebab masalah kala itu Danita tak lagi berbicara dengannya. Sedih rasanya, sebab ia adalah teman baik Xena. Malang melang nasib gadis itu, namun mau bagaimana lagi? Ia hanya manusia yang tak pandai membendung semua amarahnya.Tatapan gadis itu menguda
Bara menatap gadis yang ada di depannya sekarang ini. Peluh keringat membasahi sisi pelipisnya. Pelajaran memang sudah usia setengah jam lalu, namun hawa panas, lelah, dan letih masih jelas dirasa oleh seluruh anggota tubuhnya. Tidak hanya dirinya saja, namun juga Xena Ayudi Bridella yang duduk sembari menyantap soto panas dengan kuah cokelat pekat sebab gadis itu baru saja menambahkan kecap manis di dalamnya. Ia tak tahu, beginilah selera seorang Xena Ayudi Bridella. Sedikit unik sebab tak banyak orang yang menyukai kentalnya kecap manis tanpa ada bubuhan sambal di atasnya. Pure kecap! Yes, right!Gadis itu melahapnya hingga habis. Satu suap demi satu suap masuk ke dalam mulutnya. Tak ada yang aneh, wajar saja jikalau seseorang lapar akut kalau sudah lelah berolahraga dari pagi."Lo doyan atau emang bener-bener lapar?" Bara menyela gadis yang baru saja ingin kembali memasukkan sesuap nasi soto masuk ke dalam mulutnya saat ini. Ia tau, Xena lapar! Akan tetapi han
Ada satu hal yang membuat Bara melakukan hal aneh itu. Memainkan ujung rambut ikal milik Xena adalah caranya untuk memastikan sesuatu. Ada rasa di antara Abian Malik Guinandra dengan Xena Ayudi Bridella. Ia hanya ingin memastikan semuanya dari raut wajah Xena maupun Malik. Keduanya tak pandai menyembunyikan apa yang ada di dalam perasaannya ternyata. Bara bisa menyimpulkan itu dengan cepat. Ada! Ya, rasa itu ada. Sebuah cinta yang tertutup tak mau diketahui oleh khalayak umum adalah sebuah alasan Malik dan Xena bertemu di luar lingkungan sekolah. Membodohi semua orang dengan fakta bahwa Xena menolak perasaan Malik kala itu. Semuanya heboh! Bak fans gila yang kehilangan idolanya.Bara tau mengapa Xena menyembunyikan perasaan itu, sebab Malik adalah idolanya kaum hawa. Xena terlihat seperti gadis yang tak menyukai keramaian. Diserbu oleh pada gadis yang mencintai sosok Abian Malik Guinandra adalah hal yang paling ia hindari.Bara adalah si pendiam yang pandai menerka
Ini bukan pertemuan mereka yang terakhir, itulah yang ingin Xena katakan lewat kehadiran dan tatapan matanya untuk Bara. Ia meminta polisi untuk menemui teman juga mantan kekasihnya itu. Perpisahan dan akhir sidang harus dirasakan dengan perasaan yang ikhlas dan lapang dada, Xena ingin memberikan kesan itu pada remaja yang baru saja meletakkan pantatnya di atas kursi. Bara tak berucap apapun. Ia terus memandang Xena. Wajahnya tak sesayu dan tatapannya tak senanar sebelumnya. Gadis itu lebih terlihat 'hidup' dengan polesan make up yang khas seorang Xena Ayudi Bridella. Suasana yang ia dapatkan dari Xena mulai kembali lagi."Kenapa lo menemui gue lagi?"Xena tersenyum manis. Ia meraih ujung jari Bara dengan perlahan-lahan. Remaja yang ada di depannya mulai menatap dengan aneh. Ia tak bergerak, terus mengikuti apa yang dilakukan Xena padanya sekarang. Gadis itu mulai menggenggam ujung jari-jari miliknya lalu menatap Bara dengan penuh kehangatan
"Pengadilan menyatakan terdakwa atas nama Haidar Bara Ivander terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, penculikan dan penyekapan kelas ringan, serta penganiayaan kelas ringan. Untuk itu pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun ditambah dengan pidana penjara 2 tahun dan ditambah dengan pidana penjara 6 bulan. Menetapkan lamanya terdakwa di tahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan selama 2 tahun mengingat usia terdakwa yang masih remaja. Pengadilan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan dengan denda sekurang-kurangnya adalah 20 juta rupiah. Demikian putusan pengadilan ditetapkan."Ketokan palu terdengar begitu tegas menggema di ruangan. Remaja jangkung dengan pakaian khas seorang tahanan kota itu hanya bisa mengangguk. Tak ada yang disanggah. Pengacaranya pun nampak diam dan mulai pasrah. Tak perlu waktu yang lama, tak perlu drama ini itu untuk mengurung si iblis
Rumput hijau yang menyejukkan mata dan hati. Mendamaikan perasaan yang sedang riuh bergemuruh di dalam jiwa saat ini. Malik memutuskan untuk mengikuti setiap langkah yang diambil oleh Zain pagi ini. Ia ingin berbicara banyak dengan laki-laki yang sudah menjadi temannya itu. Ia tak benar-benar membenci Zain. Hanya saja, siapa dingin Zain padanya membuat Malik menjadi sedikit jauh dari temannya itu. Sebenarnya di dalam lubuk hati yang dalam, ia tak pernah menyimpan dendam untuk remaja berponi naik ini. Hanya saja, ia iba. Zain terlalu lama menyimpan rasa sakitnya sendirian. Selepas kematian Tara, remaja itu menjauhi Malik dan memutuskan untuk menghilang dari peredaran. Baru beberapa bulan yang lalu ia kembali datang dengan Aksa yang membawanya penuh luka dan darah segar yang mengalir dari beberapa bagian tubuhnya.Memang, permusuhan keduanya sedikit unik. Tak ada pertengkaran juga perkelahian. Malik selalu memaafkan bagaimana perilaku Zain padanya. Toh juga, ada a
Semilir hawa bayu mengiringi langkah keduanya membelah trotoar jalanan yang menjadi jalur utama untuk mereka saat ini. Jalanan Kota Jakarta yang ramai, padat, dan tak pernah sepi juga sela. Selepas keluar dari bangunan kantor polisi, keduanya kini memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak dan mampir ke sebuah tempat untuk menikmati liburnya hari ini. Tanggal merah, hari penting untuk negara. Namun, surganya bagi para pelajar. Mereka diberi jeda satu untuk merilekskan otak dan hati mereka. Menikmati suasana kota di pagi hari sampai senja datang menutup kisah nanti sore. Malik dan Xena merasakan semua itu. Sedikit demi sedikit perasaan yang mengganggu di dalam hati mereka mulai hilang begitu saja. Semua masalah yang datang mulai surut bak gelombang air laut di malam hati. Rasanya sedikit tenang, mereka bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang mereka inginkan saat ini. Menjalin hubungan sederhana dan mulai merajut kasih juga cinta untuk melalui masa muda. Malik
Malik menatap wajah wanita tua yang ada di depannya saat ini. Pandangan matanya terus saja tertuju pada Sarah yang baru saja datang menghadang langkahnya. Sepasang mata dengan lensa pekat itu mulai menatap sayu dan nanar wajah mantan anak tirinya itu. Penuh luka, identik dengan apa yang terjadi pada sang putri kemarin malam. Kata Xena selepas ia sukses membuat mamanya menangis dengan keadaan wajah dan tubuhnya yang kacau, ia melegakan hati wanita tua itu dengan mengatakan bahwa untung saja Malik datang menyelematkan Xena dari Bara. Katanya, juga. Malik terluka sama dengan apa yang dialami oleh Xena. Gadis itu juga mengimbuhkan kalau yang menghantar dirinya sampai gerbang depan malam-malam begini adalah Abian Malik Guinandra, tetapi kala disuruh mampir untuk mengobati lukanya, Malik menolak. Alasannya hanya satu, ia tak mau membuat Sarah kembali kacau dengan dua luka di dalam hatinya selepas mendapatkan dua putra dan putrinya pulang dalam keadaan seperti itu. Toh juga ada papanya di
Bara mengetukkan ujung jari jemarinya di atas meja kayu yang ada di sisinya. Ia bersandar tepat di atas kursi sembari menyilangkan kaki dan menatap ke arah gadis yang masih tak sadarkan diri selepas ia menyiksanya habis-habisan. Bara memukul wajah Xena. Sisi bibir gadis itu tergores dengan darah yang mulai mengering. Ujung matanya lebam selepas Bara melayangkan tinju ringan kala sang gadis terus saja mengumpat padanya. Xena mengejutkan. Jujur saja, Bara tak tahu kalau gadis itu bisa setangguh ini dengan penampilan dan tatapan wajah dan polos. Kala dirinya mendorong Xena masuk ke dalam gudang sekolah dan menutup pintunya dengan rapat. Xena bahkan mulai bergeming di tempatnya dengan terus menatapnya menggunakan tatapan tajam penuh amarah. Bara menampar wajahnya lalu mendorong tubuh Xena hingga jatuh terantuk sisi meja rusak di belakang tubuh gadis itu. Darah mengalir dari sisi sikunya dan luka lecet datang selepas paku berkarat tak sengaja menyentuh permukaan lengannya.
Fajar menyingsing dari ufuk timur. Sinarnya tegas menghantam permukaan bumi dan mencoba menghangatkan komponen yang ada di bawahnya saat ini. Gadis yang sudah berdiri di depan papan pengumuman besar di sekolahnya itu tak pernah menyangka dan mengira-ngira sebelumnya. Ia mendapatkan sebuah undangan kematian yang datang dari teman dekatnya. Seisi sekolah mulai membicarakan kematian Nara yang terkesan mendadak. Bukan hanya Xena yang terkejut. Akan tetapi, hampir seluruh penghuni sekolah. Bahkan guru-guru juga mulai memberitakan kabar ini dengan bumbu yang membuat suasana sedikit tegang. Kisahnya hari ini mungkin tak akan berakhir baik. Setiap sudut sekolah yang punya Mading besar seperti ini, akan menampilkan wajah Nara dengan pita kuning di atasnya. Ucapan bela sungkawa datang kemudian. Mereka meninggal 'note' yang mereka tempelkan di sisi undangan untuk mengirim doa pada teman mereka yang sudah berpulang ke pangkuan yang maha kuasa. "Bagaimana ini ... gue bahkan berbicara den
Sirine mobil polisi meraung-raung di udara. Membawa sebuah duka di setiap lajunya beberapa saat yang lalu. Ambulan mengikuti, mayat gadis malang turun dari sana dengan keadaan sudah terbungkus oleh kain putih. Seorang remaja jangkung mengiringi masuk ke dalam bangunan kepolisian. Mayat itu akan disimpan di dalam ruangan mayat tempat beberapa korban pembunuhan lainnya berada hingga polisi menyelesaikan penyelidikannya besok pagi. Suasana sudah kacau dengan Aksa yang tak lagi kuasa untuk mengiringi kepergian gadis yang ia cintai. Nara adalah cinta pertama yang ada di dalam hatinya. Gadis itu adalah satu-satunya gadis yang bisa menyentuh lubuk hatinya paling dalam. Belum juga menyatakan perasaannya dengan resmi, ajal sudah menjemputnya dengan tragis. Aksa tak bisa berkata apapun lagi. Semua yang ada di depan matanya bak sebuah mimpi buruk yang harus ia lalui seorang diri.--ia membenci kisah malam ini!"Aksa ... kita cari tempat duduk
Langkah kakinya tegas membelah rerumputan hijau yang ada di bawah pijakan kaki remaja jangkung itu sekarang ini. Gelap terasa, sedikit sunyi sebab tak ada yang datang untuk bertamu dan menyambangi rumah tua itu sekarang. Semua benar-benar terasa sepi bak rumah hantu yang sengaja dijauhi oleh para masyarakat dan warga setempat. Bukan, bukannya di sisihkan dari kota. Bukan juga dijauhi orang-orang, beginilah suasana rumah Nara kalau malam tiba dengan kerikan jangkrik yang khas menghiasi suasana malam. Tak ada hujan, tak mendung dengan langit berbintang di atas sana. Kiranya, sambutan yang baik selepas Aksa memutuskan untuk memungkaskan perkejaan paruh waktu yang ia lakukan dan mulai menatap langit di atasnya.Ada satu alasan yang membuat dirinya datang ke tempat ini lagi. Tak penting jika ia menceritakan alasannya datang kemari pada orang-orang yang tak mengenal Nara dengan baik. Namun, baginya ini sangat penting. Kala keluar dari minimarket tempatnya bekerj