Jajaran rak penuh dengan camilan sukses di lewati oleh dua remaja yang ada berjalan sejajar dengan Malik yang membawa keranjang mewah berisi apapun yang ingin dibeli oleh Xena. Tak ada yang menyuruh Malik untuk ikut serta datang kemari bukan? Remaja jangkung itu memaksa untuk ikut alih-alih menunggu di dalam rumah dengan menopang dagu dan menyilangkan kakinya di atas sofa ruang tamu sembari menatap televisi besar di sana. Ia tak diharuskan ikut. Tak harus menerjang hawa dingin dengan berjalan menyusuri jalanan gelap yang ada di area perumahan elit tempatnya tinggal. Jadi jangan salahkan Xena kalau ia membuat Malik berposisi seperti seorang babu atau pesuruh sekarang ini. Toh juga, akan lebih enak dipandang kalau wanita yang memilih belanjaan dan pria yang membawa keranjang belanjaannya.
"Udah semuanya?" Malik menyela. Melirik semua makanan yang sudah masuk ke dalam keranjangnya.
Xena menggeleng. Tidak, ia belum puas untuk menghimpun semua belanjaan yang ada d
String lampu pijar menjadi penerang utama bagi dua remaja yang kini duduk berjajar dengan jarak sedang tak terlalu dekat. Hela menatap jauh ke depan. Menikmati suasana sepi yang kini datang selepas Malik kembali dari mini market untuk membelikan obat merah dan handsaplat untuk menutup luka yang ada di sisi lengan milik Hela. Remaja jangkung itu tak mau berucap sepatah katapun sekarang ini. Hanya diam membisu untuk menunggu Hela-lah yang membuka percakapan di malam pertemuannya dengan Abian Malik Guinandra.Bukan hal yang aneh untuk Malik melihat Hela bertengkar dengan seseorang di tepi jalan begini. Ini sudah ketiga kalinya remaja itu memergoki Hela bertengkar bak bocah yang sedang memperebutkan makanan dan permen di sisi trotoar jalanan. Tak mengindahkan tatapan orang asing juga kalimat para penonton bisu yang tertarik dengan pertengkaran dirinya bersama pria yang sama."Makasih," sela Hela melirih. Menarik kantung plastik putih bening yang diletakkan di sela duduknya d
Apa benar-benar tak ada hati untuk gue sampai sekarang?" tanyanya melirih. Tatapannya berubah sayu dengan penuh pengharapan ada di dalamnya. Hela benar-benar berharap Malik sedikit mau membuka hati untuk dirinya.Remaja itu melepas genggaman tangan Hela perlahan. Menghembuskan napasnya kasar kemudian memutar tubuhnya untuk bisa berbicara dengan nyaman. Gadis itu tak kunjung mengerti alasannya datang kemari dan menolongnya beberapa waktu yang lalu. Malik menganggap Hela adalah teman baiknya lambat laun. Gadis itu memang keras di luarnya, terlihat sinis dan tak acuh pada lingkungannya. Hela dikenal sebagai si populer dewi-nya sekolah dengan segala peringai anggun dan wajah cantik serta proporsi tubuhnya yang indah semampai menjulang tinggi, namun tak banyak yang tahu bagaimana Hela Ileana yang sebenarnya?Hanya ada dua orang yang mulai mengenal Hela dengan baik, pertama Daffa Kailin Lim. Kedua, Abian Malik Guinandra."Jangan membuat situasi aneh sekarang. Kead
Pagi menyapa bersama lengkungan sempurna sang mentari yang sudah agung menempati posisinya di atas sana. Hawa sedikit hangat. Angin yang berembus tergolong normal layaknya pagi pada umumnya. Gadis berambut pekat itu bersenandung ringan. Menatap luasnya cakrawala sembari sesekali tersenyum manis untuk menikmati apa yang disuguhkan alam padanya pagi ini. Nea Oktaviana, si manis nan lugu kekasih hati dari Daffa Kailin Lim. Ia tak sedang bersantai kali ini, namun sedang menunggu Xena yang katanya mampir di dalam kamar mandi selepas menyuruhnya untuk pergi terlebih dahulu. Sepuluh menit lebihnya beberapa detik, gadis itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya juga. Entah kemana perginya Xena, jikalau hanya ke kamar mandi untuk buang air kecil mungkin 10 menit cukup untuk memberi jeda waktu pada Xena.--kecuali jikalau Xena mengingkari janjinya! Tidak, Xena bukan gadis yang suka seenaknya sendiri seperti itu. Jikalau gadis itu ingin pergi ke suatu tempat Xena biasa mengabari
"Hai Xena!" Sapaan dengan nada ringan sukses membuat Xena mengurangi laju langkah kakinya. Ia menoleh. Sejenak menatap remaja jangkung yang kini mulai menyamai setiap gerak langkah kakinya.Bara tersenyum kala Xena menatapnya dengan manis. Gadis itu sangat mempesona untuknya lambat laun. Tak seperti gadis cantik metropolitan kebanyakan, Xena bukan hanya berpoint tambah pada kecantikannya saja. Gadis itu berperangai baik dan sopan. Pendiam dengan tutur lembut yang amat sangat menawan hati. Hanya itu yang sukses meluluhkan hati Bara belakangan ini. Setiap malamnya selalu dipenuhi dengan wajah Xena dan suara manis yang terekam di dalam memorinya.Bara tak tahu semenjak kapan ia jadi begini, jika ditanya apakah dirinya tertarik dengan Xena? Jawabannya iya! Namun dirinya belum berani untuk mengatakan bahwa ia jatuh hati pada Xena. Ketertarikan Bara hanya sebatas fisik saling memandang dan teman baik saling bercengkrama intens. Selebihnya, Bara tak berani menyimpul
Dersik membesik. Semilir bayu tegas membelai helai demi helai permukaan rambut panjang milik gadis berparas ayu yang kini fokus menatap layar ponsel yang ada di dalam genggamannya. Ia melangkah, dengan kecepatan sedang membelah ubin demi ubin yang menjadi alasnya berpijak sekarang ini. Bukan hal aneh bagi Hela kalau ia belajar dengan memusatkan fokus lensa matanya pada layar ponsel di dalam genggamannya. Gadis itu suka begitu. Entah sudah menjadi kebiasaannya sejak menapaki bumi dengan kewarasannya yang semakin matang atau memang sebab keadaan yang memaksanya harus begini."Lo kalah lagi?" Seseorang menyela langkah gadis yang baru saja ingin berbelok. Hela menoleh. Mendongakkan kepalanya tepat mengarah pada wajah gadis cantik yang ada di depannya.Ia menghela napasnya kasar. Dari sekian banyak orang yang menghuni bangunan sekolahnya, mengapa harus Nara yang menegurnya sekarang ini?"Bukan urusan lo," tukasnya memasukkan ponsel ke dalam saku rok pende
Daffa menatap gadis yang baru saja dibawanya menepi dari keramaian. Menjauh dari Nara yang akan semakin menggila kalau-kalau Hela tetap mempertahankan posisinya di sana. Daffa kenal betul bagaimana Hela itu. Ia hanya gadis sok kuat yang tak pintar menyembunyikan rasa sakit yang sedang ia rasakan. Bagi Daffa, Hela lebih pantas merengek dan mengeluh dengan tangisan yang menyertai ketimbang harus bersikap sok kuat dengan terus memberontak seperti ini."Jelaskan, kali ini kenapa?" Daffa mulai membuka suaranya. Menelisik gadis cantik yang masih enggan menatap paras tampan meskipun tak bisa menandingi ketampanan seorang Abian Malik Guinandra."Hela!" Remaja itu menyentakkan suaranya. Volume ia naikkan untuk menyita fokus gadis yang ada di depannya sekarang ini.Hela kini menoleh. Ditatapnya si mantan teman dekat yang pernah ada dan mengindahkan hidupnya dengan penuh harapan baik yang berwarna-warni bak pelangi yang muncul selepas badai dan hujan turun menghantam permukaa
Manik mata indahnya menatap fokus pantulan bayangan tubuh rampingnya di depan cermin besar sisi ruang kamarnya. Xena sesekali tersenyum sembari memutar tubuhnya ke samping kanan dan kiri untuk memastikan bahwa tak ada yang salah dengan penampilannya sore ini. Senja sudah tiba, masa belajar pun telah usai. Kini waktunya Xena memenuhi janjinya. Pergi bersama Bara untuk menemani remaja itu berbelanja kado ulangtahun si keponakan. Xena tak ingin tampil mewah dan memukau, ia hanya ingin tampil pantas dan nyaman dipandang saja.Ini adalah kepergiaan pertamanya bersama seorang laki-laki. Biasanya Xena hanya pergi menemani Nea untuk berbelanja ini itu juga bermain bersama di pusat mal besar kota.Cukup! Ya, Xena rasa cukup dengan celana jeans panjang hitam yang ia padukan dengan kemeja maroon seperempat lengan dengan pita kecil di setiap ujung lengannya. Tas selempang menghias di sisi pundak dengan warna yang senada dengan sepatu flatshoes yang dikenakannya sore ini. Riasa
Bus melaju dengan kecepatan sedang. Membelah padatnya jalanan kota untuk sampai ke tempat tujuan para penumpang sore ini. Xena akan berhenti di halte terakhir tepat di sisi perempatan jalan raya. Di mana lampu merah, kuning, dan hijau akan bergantian menyala untuk mengatur volume kendaraan yang ada. Di tempat itulah Bara menunggunya. Tak seperti janji awal, remaja itu mengubahnya. Ia berkata pada Xena melalui sebuah pesan singkat bahwa Bara akan menunggu Xena tepat di halte sisi bangunan mal kota. Di sana mereka akan bersua. Entah dengan rasa yang bagaimana, namun yang jelas Bara akan setia menunggu sampai Xena datang padanya.Gadis itu melirik jam kecil yang melingkar di pergelangan tangannya. Bukan tanpa alasan Xena sedikit molor dari waktu yang sudah dijanjikan untuk bertemu dalam satu titik. Gadis itu terlambat sebab saudara tirinya yang mengacau. Kalau saja Malik tak datang dan membuatnya kembali 'skakmat' seperti tadi, maka Xena tak akan pernah terombang-ambing hat