Airyn was-was ketika mengetahui Sera ada di rumah. Entah apa yang akan dilakukannya lagi, Airyn takut Mamanya menggeledah rumah untuk mencari uang. Tidak ada tabungan yang Airyn sembunyikan, dia tidak berbohong.“Kamu yakin baik-baik saja?” Bagas menaikkan alis. Tampak jelas raut Airyn berubah, dia kelihatan diam beberapa saat sebelum turun dari mobil.Airyn tersadar, kemudian mengangguk dan segera turun. “Terima kasih, Pak Bagas. Bapak pulang aja, aku aman kok.” Sera berdiri di ambang pintu, melipat kedua tangan di pinggang dengan raut penuh permusuhan. Airyn lumayan panik, makanya cepat-cepat menyuruh Bagas pergi.“Ma, udah makan malam?”“Mama perlu uang, Ai. Minta uang lagi dong, Mama ada hutang yang harus banget dibayar. Kalau sampai besok uangnya nggak ada, Mama bakal dilaporin ke polisi.”“Hah? P—polisi? Kok bisa, Ma?” Airyn luruh, kakinya seketika lemas. Kondisi sang papa belum membaik, kini Sera ikut membuat masalah.“Mama waktu itu pinjam uang lima juta buat rayain ulang tah
Pagi-pagi buta, Arion bangun berniat ingin membuat sarapan untuknya dan Airyn. Anggap saja sebagai rasa simpati Arion kepada gadis itu setelah menerima perlakuan tidak baik. Namun, setibanya di lantai bawah, Arion tidak menemukan siapa pun di ruang tengah.Keadaan sekitarnya sudah rapi dan wangi, termasuk selimut yang dikenakan Airyn semalam. “Loh, ke mana dia?” Arion mengambil sepucuk surat yang Airyn tinggalkan di meja.—Terima kasih, Pak Arion. Aku udah beberes, dan siapin sarapan. Aku pulang—“Bisa-bisanya anak ini bertindak di luar dugaan saya terus.”Arion mengecek rekaman cctv, ingin melihat apa saja yang Airyn lakukan sepanjang pagi ini.Pada layar komputer itu terlihat jika Airyn sedang buru-buru bangun, lalu menyiapkan sarapan sambil beberes. Beberapa kali Airyn lari-larian ke dapur, mengejar penggorengan agar tidak gosong dan cuci piring juga.Selesai masak dan semua bersih, Airyn mengecek dompet, dia kelihatannya sedang berdecak sebal karena tidak menemukan uang sepersen p
Gawat!Hari pertama Airyn magang dia sudah mendapat masalah. Semalam di dekat rumah Airyn terjadi kebakaran, alhasil hampir semua tetangga termasuk Airyn begadang untuk saling memadamkan api dan berjaga-jaga agar api tidak semakin menjalar. Sialnya, pagi ini Airyn bangun terlambat—padahal alarm berdering sejak jam lima pagi, belum lagi harus membuat sarapan dan mengantarkannya ke rumah sakit. Airyn terlanjur berjanji pada sang papa untuk membuatkan sarapan sehat, sebab nanti siang atau sore Guntur sudah boleh pulang.Arion Harrison: Airyn, ini sudah jam berapa?Airyn mengabaikan pesan itu, berlarian di lorong rumah sakit menuju ruangan Guntur. Airyn tidak peduli dia terlambat, yang penting papanya senang dulu. Urusan dengan Arion, Airyn akan mencari alasan dan meminta maaf.“Ai, kenapa lari-larian? Sampai keringetan gini.”Napas Airyn tidak beraturan, berusaha mengulas senyum dan menggeleng. “Pa, ini sarapan buat Papa. Dihabisin, ya! Hari ini aku magang dan udah telat, jadi aku buru-b
Airyn Gershon: Pak Arion, ini pizza dari Bapak?Arion Harrison: Habiskan!Airyn Gershon: Besar dan banyak bangettttttttt, Bapak Arion. Bisa jebol perut aku.Arion Harrison: Banyak ngeluhnya kamu ini.Airyn menatap layar ponselnya jengah. “Aku makan secukupnya aja, nanti sisanya biarin Pak Arion sama Pak Bagas yang habiskan.” Dia menggembungkan pipi, menghela berat. Aroma pizza sangat menggugah selera, Airyn tidak sabar melahapnya. “Aish! Enak banget sih makanan orang kaya. Aku tambah yakin Pak Arion yang beneran kirim makanan waktu itu, soalnya menunya juga hampir sama aja.” Mata Airyn berbinar, mengangguk-angguk riang sambil bersenandung. Dia sedang memperbanyak dokumen yang Arion suruh, sesekali sambil memisahkannya agar tidak tercampur dengan dokumen lain.Impian Airyn sekali bisa bekerja di kantor sebesar ini setelah lulus kuliah, semoga nanti dia bisa berkesempatan mendapatkan posisinya di sini.Kurang lebih setengah jam Airyn memperbanyak beberapa dokumen itu, akhirnya selesai
“Bapak mau bilang apa, kok harus ketemuan dulu, sih?” Airyn tidak senang jika Arion memintanya datang dengan cara memaksa dan dadakan. Airyn tadi sedang menikmati waktu merawat Guntur sambil menemani bercerita, tiba-tiba Bagas datang. Kesal sekali, untung Guntur sudah waktunya beristirahat.Hanya sekarang Airyn merasa sangat dekat dengan papanya, sebelumnya mereka selalu ketemu sebentar dan jarang duduk bersama untuk sekadar bercerita hal-hal sederhana. Ini juga menjadi kesempatan emas Airyn memberi wejangan sedikit demi sedikit agar setelah ini Guntur mengurangi kebiasaan buruknya, sebab saat sakit kemarin benar-benar butuh perjuangan hingga sampai di keadaan yang sekarang. Sehat itu mahal!“Ada yang mau saya bicarakan. Ini penting bagi saya, Airyn.” Arion memerhatikan penampilan Airyn, ternyata gadis itu memang senang sekali menggunakan jepit rambut. Meski rambutnya sedang digerai, dikepang, dikunci, pasti ada jepit yang menghiasinya.“Ngomong aja. Aku nggak bisa lama-lama. Papa
Sesampainya Arion di ruangan, dia sudah melihat jika Airyn tengah sibuk membereskan buku-buku dalam rak. Kemudian di meja Arion tersedia segelas kopi, bekal yang Airyn masak, dan komputer Arion pun siap digunakan. Pemandangan indah yang akan Arion dapatkan selama tiga bulan ke depan sebelum memulai hari dengan setumpuk kerjaan."Pagi, Pak Arion." Airyn menyapa hangat, mataya sedikit sipit sisa menangis semalam. "Aku udah masakin bekal makan siang dan camilan sehat. Semoga sesuai selera Bapak.""Kenapa mata kamu?""Enggak kok, Pak.""Gara-gara saya kamu menangis?""Enggak, kemarin aku mimpi buruk.""Seburuk apa sampai sembab begitu? Kamu kayak anak kecil yang mimpi ketemu setan." Airyn hanya tersenyum. "Nanti kompres pakai es, ampuh mengurangi sembab.""Bapak juga sering nangis?"Arion mengerutkan kening. "Saya tidak cengeng.""Saya kira, soalnya Bapak tau banget cara mengatasi sembab.""Saya banyak belajar dan membaca, jadi pengetahuan saya luas." Arion mengambil tempat bekal yang kel
Percaya tidak percaya, sekarang Airyn sedang berada di sebuah butik bersama Arion. Pria itu menjemputnya tanpa mengatakan apa pun, lalu memaksa Airyn ikut sebentar. Dan mengejutkan, saat Arion izin pada Guntur untuk membawa Airyn, papanya tiba-tiba mengizinkan. Bayangkan bagaimana terkejutnya Airyn, karena dia tahu sejak dulu Guntur tak pernah mempercayai orang lain untuk menjadi temannya. Arion pengecualian yang luar biasa. Apa Guntur bisa merasakan jika Arion adalah orang yang baik?"Pilih kamu suka dress yang mana, nanti langsung cobain ke ruang aganti.""Buat apa?""Kita akan menghadiri makan malam di kediaman orang tua saya. Tidak mungkin kamu lupa."Airyn menganga. "Pak Arion, aku 'kan udah bilang nggak mau. Antarin pulang lagi aja.""Lebih baik saya yang ajakin, atau nunggu bunda yang undang kamu secara pribadi? Saya rasa jika bunda yang pinta, kamu semakin tidak bisa menolak. Sama saja pada akhirnya, Airyn, kamu akan tetap datang.""Bapak sengaja mau permaluin aku?" gereget A
Pagi-pagi Airyn sudah emosi ketika melihat pembaruan status Sera di salah satu media sosialnya. Semalam tampaknya wanita itu mengadakan acara kecil-kecilan bersama Deri di rumah, terlihat beberapa botol alkohol dan makanan yang berserakan di meja. Padahal Sera baru kecelakaan, tapi sudah bisa bersenang-senang.Apa kecelakaan itu hanya rekayasa untuk memoroti Arion lagi?"Bukannya disimpan uang sisa berobat semalam, malah langsung dihabisin buat sesuatu yang nggak ada manfaatnya. Ai takut mama juga sakit kayak papa!" decaknya sambil menyiapkan bekal. Kenapa pikiran Sera sesempit ini? Hidupnya seolah hanya untuk kesenangan semata."Kalau mama sakit, aku harus gimana cari uangnya? Nggak bisa kalau ngeharapin orang terus.""Ai, kenapa ngomong sendiri?" Guntur mendatangi Airyn, duduk di kursi. "Kesal sama mama kamu? Apa lagi yang dia lakukan pada kamu?""Mama kecelakaan semalam, Pa, terus dikasih uang sama Pak Arion sejuta. Bukannya disimpan sisanya, malah bikin pesta miras sama Om Deri.
Airyn mondar-mandir di ruang tengah, sebab hingga jam delapan Arion belum juga pulang. Makan malam sudah siap, seketika rasanya tidak tenang, terlebih nomor pria itu tidak bisa dihubungi. Sebal, karena Arion tidak mengabari apa pun sebelumnya."Aneh. Kenapa rasanya nggak enak gini? Apa karena udah jadi suami istri?" Airyn menggigit kuku, memegangi dadanya yang berdebar lebih kencang. "Atau ini perasaan gugup karena kepikiran ancaman Mama tadi?""Aish! Sejak kapan khawatir banget gini sama Pak Arion? Padahal sebelumnya kamu sendiri yang nggak rela nikah sama dia, Ai."Airyn bermonolog sendiri. Tatapan dan gerak-geriknya memang menunjukkan kecemasan, tidak tenang sebelum memastikan Arion baik-baik saja. "Setidaknya kalau pulang telat, bilang!" gerutunya sebal. "Aku bisa makan dan tidur dengan tenang tanpa harus khawatir gini. Senang banget bikin merasa bersalah."Airyn mengambil ponselnya di meja, mencoba menghubungi Bagas sekali lagi. Nomor pria itu aktif, hanya saja tidak diangkat. K
Ketika jam makan siang, tiba-tiba Airyn kedatangan tamu. Sebelumnya dia tidak mengira jika yang datang adalah ibu mertua. Airyn baru saja bangun tidur, belum sempat menyiapkan apa pun karena Arion juga membebaskan Airyn untuk istirahat sepanjang hari ini. Airyn ingin menyapa sebagai basa-basi agar kelihatan tetap sopan, namun urung karena merasa sungkan. Terlebih Megan juga langsung masuk dan meninggalkannya. Wanita itu terlihat membawa sekotak kue."Kamu baru bangun jam segini?"Megan melihat sekitar ruangan tersebut. Kebetulan di wastafel masih ada piring kotor, bekas Airyn menyiapkan sandwich untuk bekal Arion tadi. Keranjang pakaian kotor mereka juga terlihat penuh karena belum dijemput jasa laundry. Niatnya memang setelah ini baru akan Airyn bereskan semuanya."M—maaf, Bun, tadi aku ketiduran. Setelah ini baru beres-beres. Bunda mau aku bikinkan minum apa?" Airyn memainkan ujung tali bathrobe-nya, gugup. Mimik Megan tidak seramah biasanya, Airyn tahu wanita itu sudah terlanjur t
Katanya Arion punya hadiah spesial untuk Airyn. Ternyata benar. Usai Airyn berendam dan menghabiskan banyak waktu untuk merawat diri, dia dikejutkan dengan sebuket mawar di kasur. Tidak lupa, ada kertas kecil yang terselip di sana juga membuat Airyn terkekeh kecil.—Untuk cintaku yang baik hati—Airyn suka aroma mawar segar, menciptakan senyum kecil yang mewakili isi hatinya. Masih menggunakan jubah mandi, Airyn turun ke bawah sambil memanggil Arion beberapa kali. Terdengar suara kecil dari ruang makan, lagi-lagi senyum Airyn merekah."Wow!" pujinya menutup mulut sambil menatap dengan binar takjub. Di meja makan tersedia menu makan malam mereka, Arion yang memasak. "Wangi, pasti enak. Aku laper banget, dari luluran tadi perut aku bunyi."Arion selesai memotong buah, kemudian menghampiri Airyn dan mencium pipinya. "Duduk, Sayang, waktunya isi tenaga."Dengan riang, Airyn duduk ketika Arion menarik kursi untuknya. Kenapa tiba-tiba Arion semanis ini? Airyn sampai keheranan."Kamu juga wa
"Pak Arion, ngapain?" Airyn terkesiap ketika melihat sang suami itu berdiri tak jauh dari posisinya dan Aldo. Bahkan mereka baru saja ingin memulai obrolan, seketika sungkan. "B—boleh tinggalin kami dulu, ada yang mau dibicara sebantar?""Bicara saja, anggap saya tidak ada." Arion memasukkan kedua tangannya ke saku celana, menatap dengan sorot setajam belati—seolah sedang memperingati Aldo agar tidak macam-macam pada miliknya. "Lima menit, setelah ini kamu harus mengantarkan surat ke atas. Pak Abimayu sudah menunggu."Airyn menganga, lantas terpaksa senyum karena tahu mimik Arion tengah kesal. Jangan sampai dia mendebat, nanti malah muncul masalah baru."Ada apa, Aldo? Kamu repot-repot ke sini. Lain kali bilang ya kalau mau ketemu, jangan di sini. Aku posisinya lagi magang, nggak boleh seenaknya terima tamu sembarangan di luar kepentingan dengan Pak Arion." Aldo menatap Arion sekali lagi, dia juga melempar tatap permusuhan. "Lo serius menikah dengan pria aneh ini, Ai?" tanyanya senga
Arion mengusap puncak kepala Airyn ketika wanita itu diam lagi saat dia meminta bantuan memasang dasi. Sejak mereka mandi bersama, Airyn tampak malu dan pendiam, Arion sangat memahami situasi ini untuk mereka yang baru saja menjalani kehangatan sebagai pengantin baru. Bagi Arion, Airyn justru semakin lucu dan menggemaskan.“Ini dasinya, Ai. Apa kamu masih merasa nggak nyaman? Kalau pegal, nanti aku panggil jasa pijat ke sini, kamu nggak usah ke kantor.”Airyn menggeleng cepat, menegak saliva cukup sulit. Dia juga kesusahan mengumpulkan kata yang tercekat di kerongkongan. Wajah Airyn tidak berhenti memanas, rasanya masih tidak sanggup memandangi pria di hadapannya ini.“E—enggak usah. Aku baik kok, aku nggak pa-pa. K—kamu agak nunduk dikit, badan aku nggak sampe.” Dengan pipi kemerahan paham, Airyn berusaha tetap waras. Dia tahu Arion terus saja memandanginya, sesekali berusaha memberi perhatian dengan kecupan hangat dan kalimat manis penuh kekhawatiran. Padahal Airyn baik, dia tidak k
"Ayah tidak percaya akhirnya kamu akan jatuh cinta." Abimayu tersenyum singkat. "Hanya saja, Ayah tidak bisa bohong, kami terkejut mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Kamu dan Bagas sejak awal yang membuat kebohongan ini, Arion. Kamu kasih data diri Airyn yang berbeda ke Bunda, tidak salah jika Bunda juga kecewa dengan perbuatan kamu."Arion mengangguk, menyadari dosanya. Memang benar, selama-lamanya menyimpan dusta pasti akan ketahuan juga."Aku tahu aku salah, Yah. Aku juga awalnya terlalu takut memberi tahu siapa Airyn. Takut Ayah dan Bunda nggak setuju. Maaf kalau sikap aku masih kekanak-kanakan sekali.""Tunggu Bunda kamu lebih tenang dulu, lalu datanglah ke sini lagi untuk bicara padanya. Jangan sekarang, Ayah juga tidak bisa memaksakannya saat ini. Biarkan Bunda sendiri dulu, sambil belajar menerima.""Iya, Yah. Aku berharap Bunda bisa memahami pilihan aku. Percaya, aku tahu siapa yang terbaik untuk hidupku."Abimayu menghela panjang, memijat pangkal hidungnya. "Untuk saat ini,
Dengan segala ketidaksiapan, serba buru-buru, dan perasaan campur aduk—kini Airyn sudah resmi menikah dengan Arion. Mereka melakukan pemberkatan nikah tanpa gaun pengantin, tanpa tamu undangan, dan tanpa pesta. Bahkan Airyn hanya mengenakan dress yang Bagas belikan secara dadakan, untung Arion peka untuk memanggil penata rias, meski riasan wajah Airyn pun tetap natural.Orang tua Arion tahu, sebab sebelum mengucapkan janji suci, mereka sempat bicara dulu melalui telepon. Abimayu marah dan kecewa mengetahui pemberitaan yang beredar luas menjadi konsumsi massa, kemudian semakin dibuat jantungan dengan keputusan sepihak Arion untuk menikahi Airyn.Abimayu ingin bantu menyelesaikan masalah, mencari jalan keluar bersama tanpa pernikahan secara buru-buru ini, tetapi Arion tetap keras dengan pendiriannya. Megan menangis tersedu-sedu, tidak ingin bicara sepatah kata pun karena terlampau kecewa. Belum lagi ketika Megan mengetahui siapa sebenarnya Airyn. Tidak pernah terbayang olehnya akan memi
Arion melipat kedua tangannya di dada, menatap Airyn yang tampak ngos-ngosan. “Habis lari maraton kamu?” tanyanya setengah mencibir. Belum ada satu jam setelah Arion antarkan tadi, gadis itu kembali muncul di hadapannya. “Luka kamu sembuh?”“Bukan waktunya bertanya, Pak.” Arion menaikkan sebelah alis. Tidak sempat mencecar lebih lanjut, Airyn menerobos masuk. “Gawat, Pak Arion. Kita dapat masalah besar!” paniknya masih berusaha mengatur napas. Pusat kota sedang macet, dia rela lari-larian dari perempatan jalan menuju ke gedung apartemen ini. Kira-kira jaraknya sekitar lima ratus meter, dengan posisi matahari berada di atas kepala.“Minum dulu. Pelan-pelan saja, saya santai orangnya.” Arion mengambilkan air, membukakan tutupnya juga. Kurang perhatian apa lagi dia? Modelan begini saja masih ditolak puluhan kali oleh Airyn.“Pak, Mama laporin Bapak ke polisi.”Tidak kaget, Arion justru tertawa. “Bapak jangan ketawa, aku serius. Mama udah pergi dari tadi buat bikin laporan. Gimana ini?”
“Pak, udah!” Airyn berusaha menjauhkan wajah, tetapi Arion masih sibuk mengecupi pipinya sambil memeluk. Entah kenapa, setiap dipangku dengan posessif, jantung Airyn berdebar tidak keruan. Dia bahkan tidak bisa berpikir jernih, semacam hilang kendali diri.“Diam, saya lagi isi daya. Meski hari libur, kerjaan saya menumpuk. Saya perlu energi.”“Kayak hp aja perlu isi daya segala. Manusia cuman perlu istirahat, Pak.”“Saya bukan manusia, mungkin saya semacam malaikat.” Arion terkekeh, menaikkan bahu tak peduli jika Airyn mencibir kepercayaan dirinya setinggi langit. “Nyaman sekali pelukan sama kamu, saya jadi semangat. Pegal saya hilang, tanpa dipijat.”“Aku pengap, mulai sesak napas. Lama banget isi dayanya, udah terhitung setengah jam lebih. Aku belum beberes, belum siapin sarapan. Memangnya Pak Arion nggak laper?”“Kalau sama kamu, saya tidak kenal laper.”Airyn tertawa cemooh. “Udah, Pak, jangan kebanyakan bercanda dan ngegombal. Aku mau cepat pulang, Pak Arion suka ngulur waktu.”“