Devin, Beverly dan Andrew sarapan bersama. Satu dua pelanggan hotel yang juga menginap menyapa Andrew. Andrew mengenalkan mereka pada Devin si sulung dan Beverly sebagai teman baik.
Devin melirik Beverly. Gadis itu awalnya tampak canggung sarapan bersama, duduk satu meja dengan majikannya. Namun Andrew, seperti biasa tak pernah membedakan pelayan dengan teman baiknya saat di luar rumah. Sebagaimana Marcus juga menjadi teman bilyardnya.
“Kau boleh makan sesukamu, Amanda. Jangan sungkan.” Andrew menunjuk ke arah hidangan yang tersedia dalam Buffet alias prasmanan. Sarapan kali ini, membuat ruangan tampak agak ramai dan padat. Informasi dari bellboy, semalam banyak pengunjung pindahan dari hotel yang seberang yang kini digaris polisi.
“Sepertinya suasana sedang tegang di kota ini,” ucap Andrew sembari menikmat
Devin tidak berharap gadis belia itu langsung percaya padanya. Namun ternyata, Amanda Harper langsung balas mendekapnya dan menenggelamkan wajahnya di mantel Devin. Dan Devin merasakan telapak gadis itu begitu dingin menyelusup ke dalam mantelnya. “Tolong aku, Tuan,” bisiknya gemetar. Devin perlahan menuntun Amanda menuju mobilnya. Sejurus kemudian, mereka berdua sudah berada di dalam mobil. Devin memundurkan mobilnya hingga mendekati tikungan, tapi masih bisa melihat pintu gang. “Mereka melukaimu?” tanya Devin melirik gadis di sebelahnya, yang tampak gemetar. Dia menatap ke arah gang dengan wajah memucat. Dia menggeleng, lalu melorotkan tubuhnya seolah takut ketahuan. “Ayo pergi dari sini, Tuan. Sebelum mereka menemukanku.”
Makan malam yang sedang disiapkan, sembari menunggu kedatangan Devin. Marcus sudah mengabari majikannya bahwa Devin akan datang sebentar lagi. Andrew meminta Levin tidak meninggalkan meja hingga Devin datang. “Aku perlu banyak bicara denganmu, Levin. Sembari menunggu Devin. Kurasa aku sangat sibuk beberapa hari ini, hingga tak sempat memperhatikan bungsuku.” Levin memainkan sendok di atas meja, memutar-mutarnya dengan tangan. Dia tahu, Andrew tidak menyukai bila dia memainkan sendok dan garpu di meja makan, karena pernah terpelanting dan mengenai kepalanya. Dan kemudian menjadi aturan di meja makan, yang kadang-kadang dilanggar oleh Levin dengan sengaja. Terutama bila sedang kesal pada ayahnya. “Kemarin kau menginap di mana?” Levin menghentikan sendok
Andrew benar-benar iba melihat kondisi Hoggar, teman baiknya. Lelaki itu terkapar di atas bed rumah sakit tanpa bisa memamerkan kegagahan, seperti yang selama ini biasa dia lakukan. Saat bermain bilyard, dia memang kerap menjadi icon kegagahan bagi teman seusia mereka. Menjadi icon penguasa kota kecil mereka.Tentu saja karena para pemain bilyard akhir pekan di cafe langganan mereka hanya berisi orang-orang berpengaruh di kota kecil ini. Hoggart sang Komisaris polisi, icon penegak hukum--meski semua temannya tahu dia tak begitu becus dalam pekerjaaannya. Lalu ada Cleve Adrwater, dokter senior yang bisa memberikan resep bebas pada siapa saja, apalagi teman baiknya. Mempunyai klinik dan apotek sendiri.Andrew adalah satu-satunya pengusaha sukses dan selalu membawa Marcus sebagai kawan mainnya, meski status lelaki itu hanyalak Kepala Pelayan. Tapi hu
Senja baru saja turun menyelimuti seluruh Mansion Batista membuatnya terlihat indah dari kejauhan. Lampu-lampu menyala terang, membuat Batista tampak dari kejauhan ladang yang menghampar dari ujung utara ke selatan.Devin sengaja berhenti untuk melayangkan pandang ke arah Batista di kejauhan. Selepas dari gudang Salina Beauty dia hendak mampir lebih dulu ke rumah persembunyiannya sebelum pulang ke Batista. Ayahnya dan Levin pasti akan menunggu untuk makan malam, meski Devin terlalu sering terlambat.Tiba-tiba patroli mobil polisi lewat. Devin masih belum matikan mesin mobilnya dan berpura-pura mengambil ponsel dan menelpon seseorang, padahal ponselnya dalam kondisi mati. Dia sengaja mematikannya karena berencana akan menjenguk Amanda Harper dan tidak ingin siapapun mengganggunya.Mobil patroli berhenti
Liliana membuka pintu dan membelalak melihat Devin dan Amanda belia berada di depan rumahnya. Wajah gadis itu pucat dan bibirnya gemetar ketakutan.“Siapa, sayang?” seru suara dari arah belakang Liliana, suara suaminya.“Anda tahu kalau suamiku melarang saya bekerja lagi pada anda, Tuan Chayton. Anda membuat saya dalam kesulitan bila …”“Nama gadis ini Miranda,” sela Devin sembari mendorong bahu Amanda hingga gadis itu berdiri tepat di hadapan Liliana. “Dia akan tinggal di sini sampai waktu yang tidak ditentukan, karena dia kabur dari sepupu jauhmu, orang tuanya. Dia bertengkar dengan mereka karena kepergok berada di kamar dengan pacarnya, dan kurasa …. kamu hamil?”Amanda melotot ke arah Devin.
“Devin? Kau sudah siap?”Devin menoleh dan mendapati ayahnya sudah mengenakan pakaian hitam tanda berduka. Dan Levin berdiri di belakangnya. Keduanya menatap Devin yang masih duduk di kursi, menghadap keluar jendela kamarnya. Meski sudah mengenakan pakaian duka, namun dua Chayton di depan pintu kamarnya yang terbuka sudah bisa menilai bahwa Devin belum siap berangkat ke pemakaman.“Kau bisa menyusul setelah siap,” ucap Andrew datar. Devin sama sekali tidak menangkap nada bersedih di kalimat itu. Hoggart benar, Andrew adalah orang yang paling senang ketika dia sudah tak bernyawa, meski itu tidak akan bisa mengembalikan masa lalu.“Aku lebih dari siap,” ucap Devin sembari bangkit perlahan dari kursi, mengancingkan jasnya dan melangkah mendekati ayahnya. “Kurasa, tidak ada yang
Berita pemakaman Hoggart baru saja menghiasi halaman muka koran lokal, ketika polisi dan wartawan kembali disibukkan oleh berita yang lebih menghebohkan. Bahkan Chayton masih dalam perjalanan pulang ketika jalan menuju Mansion Batista diblokir oleh polisi. Para polisi berlarian melintasi deretan mobil yang terpaksa berhenti. “Ada apa Marcus?” tanya Andrew yang duduk di sebelah Marcus. Marcus membuka pintu mobil. “Saya pastikan ke depan, Tuan.” Levin melirik Devin. Kakaknya itu memang pendiam, jarang berkomentar. Namun dia akan menjawab bila ditanya. Sepertinya, peristiwa kematian Hoggart, si sulung mengetahui banyak hal yang tidak diketahuinya. Dan karena segala tentang Hoggart ternyata berkaitan dengan Sabrina Brice, maka lelaki itu tidak layak lagi menjadi bahan pembicaraan di antara mereka bertiga, apalagi men
Devin berusaha tidak menampakkan kepanikan dalam wajah dan tingkah lakunya. Terutama ketika Andrew melongok ke dalam kamarnya dan mendapati kamar itu masih belum dirapikan.“Sepertinya pelayanmu masih harus sering diingatkan. Aku akan menyuruh Irene agar membuat dia cepat beradaptasi.”“Aku sendiri yang akan melakukannya, Dad,” ucap Devin sembari mencoba menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri. Rentetan kejadian hari ini memerlukan kepala dingin untuk merunut dan mencari benang merahnya. Devin merasa semua berkaitan satu sama lain.“Hm, aku mau istirahat dulu di kamarku. Aku tidak ingin nanti malam Hoggart menggentayangiku karena aku belum memaafkannya.”Andrew memasuki kamar tidur di bawah tatapan kedua a