Senja baru saja turun menyelimuti seluruh Mansion Batista membuatnya terlihat indah dari kejauhan. Lampu-lampu menyala terang, membuat Batista tampak dari kejauhan ladang yang menghampar dari ujung utara ke selatan.
Devin sengaja berhenti untuk melayangkan pandang ke arah Batista di kejauhan. Selepas dari gudang Salina Beauty dia hendak mampir lebih dulu ke rumah persembunyiannya sebelum pulang ke Batista. Ayahnya dan Levin pasti akan menunggu untuk makan malam, meski Devin terlalu sering terlambat.
Tiba-tiba patroli mobil polisi lewat. Devin masih belum matikan mesin mobilnya dan berpura-pura mengambil ponsel dan menelpon seseorang, padahal ponselnya dalam kondisi mati. Dia sengaja mematikannya karena berencana akan menjenguk Amanda Harper dan tidak ingin siapapun mengganggunya.
Mobil patroli berhenti
Liliana membuka pintu dan membelalak melihat Devin dan Amanda belia berada di depan rumahnya. Wajah gadis itu pucat dan bibirnya gemetar ketakutan.“Siapa, sayang?” seru suara dari arah belakang Liliana, suara suaminya.“Anda tahu kalau suamiku melarang saya bekerja lagi pada anda, Tuan Chayton. Anda membuat saya dalam kesulitan bila …”“Nama gadis ini Miranda,” sela Devin sembari mendorong bahu Amanda hingga gadis itu berdiri tepat di hadapan Liliana. “Dia akan tinggal di sini sampai waktu yang tidak ditentukan, karena dia kabur dari sepupu jauhmu, orang tuanya. Dia bertengkar dengan mereka karena kepergok berada di kamar dengan pacarnya, dan kurasa …. kamu hamil?”Amanda melotot ke arah Devin.
“Devin? Kau sudah siap?”Devin menoleh dan mendapati ayahnya sudah mengenakan pakaian hitam tanda berduka. Dan Levin berdiri di belakangnya. Keduanya menatap Devin yang masih duduk di kursi, menghadap keluar jendela kamarnya. Meski sudah mengenakan pakaian duka, namun dua Chayton di depan pintu kamarnya yang terbuka sudah bisa menilai bahwa Devin belum siap berangkat ke pemakaman.“Kau bisa menyusul setelah siap,” ucap Andrew datar. Devin sama sekali tidak menangkap nada bersedih di kalimat itu. Hoggart benar, Andrew adalah orang yang paling senang ketika dia sudah tak bernyawa, meski itu tidak akan bisa mengembalikan masa lalu.“Aku lebih dari siap,” ucap Devin sembari bangkit perlahan dari kursi, mengancingkan jasnya dan melangkah mendekati ayahnya. “Kurasa, tidak ada yang
Berita pemakaman Hoggart baru saja menghiasi halaman muka koran lokal, ketika polisi dan wartawan kembali disibukkan oleh berita yang lebih menghebohkan. Bahkan Chayton masih dalam perjalanan pulang ketika jalan menuju Mansion Batista diblokir oleh polisi. Para polisi berlarian melintasi deretan mobil yang terpaksa berhenti. “Ada apa Marcus?” tanya Andrew yang duduk di sebelah Marcus. Marcus membuka pintu mobil. “Saya pastikan ke depan, Tuan.” Levin melirik Devin. Kakaknya itu memang pendiam, jarang berkomentar. Namun dia akan menjawab bila ditanya. Sepertinya, peristiwa kematian Hoggart, si sulung mengetahui banyak hal yang tidak diketahuinya. Dan karena segala tentang Hoggart ternyata berkaitan dengan Sabrina Brice, maka lelaki itu tidak layak lagi menjadi bahan pembicaraan di antara mereka bertiga, apalagi men
Devin berusaha tidak menampakkan kepanikan dalam wajah dan tingkah lakunya. Terutama ketika Andrew melongok ke dalam kamarnya dan mendapati kamar itu masih belum dirapikan.“Sepertinya pelayanmu masih harus sering diingatkan. Aku akan menyuruh Irene agar membuat dia cepat beradaptasi.”“Aku sendiri yang akan melakukannya, Dad,” ucap Devin sembari mencoba menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri. Rentetan kejadian hari ini memerlukan kepala dingin untuk merunut dan mencari benang merahnya. Devin merasa semua berkaitan satu sama lain.“Hm, aku mau istirahat dulu di kamarku. Aku tidak ingin nanti malam Hoggart menggentayangiku karena aku belum memaafkannya.”Andrew memasuki kamar tidur di bawah tatapan kedua a
Devin masih bergeming, malah merebahkan diri di tempat tidur. Membiarkan Levin mengoceh tentang keburukan Cindy Lau yang baru diketahuinya belakangan. Bahwa dia juga menjadi simpanan banyak pejabat, seperti halnya Sabrina Brice.Devin menulikan telinga. Dia tidak ingin menambah masalah dengan menambah pekerjaan yang bukan tugasnya. Saat ini yang penting adalah Amanda Harper? Ke mana gadis itu justru di saat Hoggart dimakamkan dan di Mansion Garcia sedang terjadi baku tembak …“Tidak … jangan-jangan ….”Devin melompat dari atas ranjang, membuat Levin sumringah tiba-tiba. Si Bungsu langsung memegang kedua lengan kakaknya dan melebarkan senyum. “Kau mau membantuku?”Devin mengibaskan tangan Levin, lalu meraih
Marcus dan Irene tidak bisa mengelak beragam dugaan dalam hati mereka, meski mereka berdua berusaha tidak memperhatikan. Saat mobil Devin memasuki garasi, Amanda alias Beverly melompat keluar dan berlari ke belakang. Penampilannya sungguh berbeda, seperti gadis yang pulang dari berkencan dan dijemput paksa oleh majikannya. Devin keluar dari mobil, melihat Marcus dan Irene mengamati gerak gerik Beverly, lalu kini mengamati dirinya. Sebagai majikan dan yang berkuasa, dia pun berusaha untuk bersikap wajar. Menutup pintu mobil dan berjalan menuju dua orang pelayan senior di dekat pintu. “Bila sampai Amanda menghilang lagi, kalian berdua yang harus bertanggungjawab!” ucap Devin dengan menekan nada bicaranya, agar terkesan berwibawa. Walau sebenarnya untuk meredakan gemuruh di dadanya. Beverly benar-benar membuatnya tidak bisa menguasai diri. Bisa-bisanya dia kemba
“Dev, aku minta untuk terakhir kali.” Devin hanya melirik Levin yang berdiri di pintu kamarnya yang terbuka separuh. Adiknya itu mengenakan celana jeans dan jacket SMA-nya. Sepertinya dia hendak menemui gadis. Siapa? Bella atau Cindy Lau?” “Aku sibuk.” Devin melemparkan ballpoint ke atas meja. Seharian dia membaca dokumen dan menandatangani semuanya. Dia berencana ke luar kota beberapa hari, menjenguk Amanda dan menyiapkan tempat tinggal yang layak untuknya. Meski alasan lain adalah agar tidak bertemu dengan Beverly selama beberapa hari. Dia tidak tahu bagaimana harus bersikap bila Beverly masuk ke dalam kamarnya. Sebagai pelayan pribadinya, tentu saja dia harus kerap memasuki kamarnya. Bila melihat gadis itu lagi, entah apa yang akan dilakukannya. Menariknya dalam pelukan dan membungkam mulutnya meski seda
Andrew Chayton memindai Devin dari ujung kepala hingga ujung kaki sembari mengerut kening. Devin berusaha untuk tetap tenang. Dia sudah menjalani profesi ini tidak satu atau dua hari. Jadi, sudah terbiasa dihadapkan pada situasi genting yang akan menyebabkan dia tertangkap basah bila gegabah dan terburu-buru. “Aku mau ke pabrik sebentar, Dad.” Andrew tampak tidak percaya. “Ke pabrik? Malam-malam begini? Kenapa tidak ditunda besok?” “Laporan security ada yang aneh di sana. Aku harus memastikan sendiri. Bye Dada.” Devin meraih leher ayahnya dan mengecup keningnya. Membuat Andrew sekali lagi terheran-heran. Tingkah Devin menjadi sedikit aneh. Biasanya dia mengecup kening ayahnya bila mereka semua sedang berbahagia. Saat hari raya atau mendengar berita kesuksesan Salina