Berita pemakaman Hoggart baru saja menghiasi halaman muka koran lokal, ketika polisi dan wartawan kembali disibukkan oleh berita yang lebih menghebohkan. Bahkan Chayton masih dalam perjalanan pulang ketika jalan menuju Mansion Batista diblokir oleh polisi. Para polisi berlarian melintasi deretan mobil yang terpaksa berhenti.
“Ada apa Marcus?” tanya Andrew yang duduk di sebelah Marcus.
Marcus membuka pintu mobil. “Saya pastikan ke depan, Tuan.”
Levin melirik Devin. Kakaknya itu memang pendiam, jarang berkomentar. Namun dia akan menjawab bila ditanya. Sepertinya, peristiwa kematian Hoggart, si sulung mengetahui banyak hal yang tidak diketahuinya. Dan karena segala tentang Hoggart ternyata berkaitan dengan Sabrina Brice, maka lelaki itu tidak layak lagi menjadi bahan pembicaraan di antara mereka bertiga, apalagi men
Devin berusaha tidak menampakkan kepanikan dalam wajah dan tingkah lakunya. Terutama ketika Andrew melongok ke dalam kamarnya dan mendapati kamar itu masih belum dirapikan.“Sepertinya pelayanmu masih harus sering diingatkan. Aku akan menyuruh Irene agar membuat dia cepat beradaptasi.”“Aku sendiri yang akan melakukannya, Dad,” ucap Devin sembari mencoba menarik napas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri. Rentetan kejadian hari ini memerlukan kepala dingin untuk merunut dan mencari benang merahnya. Devin merasa semua berkaitan satu sama lain.“Hm, aku mau istirahat dulu di kamarku. Aku tidak ingin nanti malam Hoggart menggentayangiku karena aku belum memaafkannya.”Andrew memasuki kamar tidur di bawah tatapan kedua a
Devin masih bergeming, malah merebahkan diri di tempat tidur. Membiarkan Levin mengoceh tentang keburukan Cindy Lau yang baru diketahuinya belakangan. Bahwa dia juga menjadi simpanan banyak pejabat, seperti halnya Sabrina Brice.Devin menulikan telinga. Dia tidak ingin menambah masalah dengan menambah pekerjaan yang bukan tugasnya. Saat ini yang penting adalah Amanda Harper? Ke mana gadis itu justru di saat Hoggart dimakamkan dan di Mansion Garcia sedang terjadi baku tembak …“Tidak … jangan-jangan ….”Devin melompat dari atas ranjang, membuat Levin sumringah tiba-tiba. Si Bungsu langsung memegang kedua lengan kakaknya dan melebarkan senyum. “Kau mau membantuku?”Devin mengibaskan tangan Levin, lalu meraih
Marcus dan Irene tidak bisa mengelak beragam dugaan dalam hati mereka, meski mereka berdua berusaha tidak memperhatikan. Saat mobil Devin memasuki garasi, Amanda alias Beverly melompat keluar dan berlari ke belakang. Penampilannya sungguh berbeda, seperti gadis yang pulang dari berkencan dan dijemput paksa oleh majikannya. Devin keluar dari mobil, melihat Marcus dan Irene mengamati gerak gerik Beverly, lalu kini mengamati dirinya. Sebagai majikan dan yang berkuasa, dia pun berusaha untuk bersikap wajar. Menutup pintu mobil dan berjalan menuju dua orang pelayan senior di dekat pintu. “Bila sampai Amanda menghilang lagi, kalian berdua yang harus bertanggungjawab!” ucap Devin dengan menekan nada bicaranya, agar terkesan berwibawa. Walau sebenarnya untuk meredakan gemuruh di dadanya. Beverly benar-benar membuatnya tidak bisa menguasai diri. Bisa-bisanya dia kemba
“Dev, aku minta untuk terakhir kali.” Devin hanya melirik Levin yang berdiri di pintu kamarnya yang terbuka separuh. Adiknya itu mengenakan celana jeans dan jacket SMA-nya. Sepertinya dia hendak menemui gadis. Siapa? Bella atau Cindy Lau?” “Aku sibuk.” Devin melemparkan ballpoint ke atas meja. Seharian dia membaca dokumen dan menandatangani semuanya. Dia berencana ke luar kota beberapa hari, menjenguk Amanda dan menyiapkan tempat tinggal yang layak untuknya. Meski alasan lain adalah agar tidak bertemu dengan Beverly selama beberapa hari. Dia tidak tahu bagaimana harus bersikap bila Beverly masuk ke dalam kamarnya. Sebagai pelayan pribadinya, tentu saja dia harus kerap memasuki kamarnya. Bila melihat gadis itu lagi, entah apa yang akan dilakukannya. Menariknya dalam pelukan dan membungkam mulutnya meski seda
Andrew Chayton memindai Devin dari ujung kepala hingga ujung kaki sembari mengerut kening. Devin berusaha untuk tetap tenang. Dia sudah menjalani profesi ini tidak satu atau dua hari. Jadi, sudah terbiasa dihadapkan pada situasi genting yang akan menyebabkan dia tertangkap basah bila gegabah dan terburu-buru. “Aku mau ke pabrik sebentar, Dad.” Andrew tampak tidak percaya. “Ke pabrik? Malam-malam begini? Kenapa tidak ditunda besok?” “Laporan security ada yang aneh di sana. Aku harus memastikan sendiri. Bye Dada.” Devin meraih leher ayahnya dan mengecup keningnya. Membuat Andrew sekali lagi terheran-heran. Tingkah Devin menjadi sedikit aneh. Biasanya dia mengecup kening ayahnya bila mereka semua sedang berbahagia. Saat hari raya atau mendengar berita kesuksesan Salina
Makan malam Chayton berlangsung menegangkan, bagi Levin. Dia berkali-kali mengelap keringat yang menganak sungai di pelipisnya. Baju bagian leher dan punggungnya juga basah. Membuat Andrew mengernyit heran. "Kamu habis maraton?" tanya Andrew tak melepaskan tatapannya dari si bungsu. Devin hanya melirik adiknya dengan cuek dan menyantap makan malam layaknya pekerja bangunan kelaparan. Andrew tidak menaruh curiga pada Devin, karena memaklumi bahwa dia baru saja datang dari pabrik. Kecurigaannya hanya tertuju pada Levin yang banjir keringat dan kelihatan tidak berselera makan. SEjak tadi dia hanya menatap piring makanan dan segelas susunya, padahal bisanya dia yang paling lahap menyantap semua hidangan. Dia tak pernah bermasalah dengan selera makan, meski tak pernah membuatnya sedikit lebih gemuk. "Ka
Ini bukan pertarungan, juga bukan gencatan senjata. Meski tak pernah menghendaki sosok perempuan yang dulu menyandang nama Chayton menginjak Batista, tapi Andrew hendak menyambutnya layaknya tuan rumah yang terhormat.Marcus mengawal Sabrina menuju ruang kerja Andrew Chayton. Sepanjang jalan wanita itu memindai sekitar sampai mendongak-dongak melihat bangunan rumah yang belum pernah ditinggalinya. Dulu, rumah yang didiaminya bersama Andrew hanyalah rumah kayu dengan peternakan dan ladang yang cukup luas.Selepas Sabrina membawa kabur obligasi Chayton dengan salah seorang pelayan, Andrew bertekad menunjukkan pada dunia bahwa takdirnya adalah sebagai orang terkaya di kota kecil ini. Tanpa Sabrina yang mencuri harta dan mengkhianati pernikahannya, Mansion Batista berdiri dan memberi kesenangan pada Levin dan Devin.
Marcus melirik Devin yang tampak cuek meninggalkan adiknya bersama ayahnya. Meninggalkannya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Sebagai kayak sulung, dia memang layak diacungi jempol. Meski selalu melindungi adiknya, tapi untuk beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab pribadi, Devin lepas tangan untuk membantu. “Apa yang telah terjadi, Tuan?” tanya Marcus ketika mereka sudah berada di dalam mobil dan hendak keluar dari garasi. Devin tidak menjawab, menghidupkan mobil dan melaju pelan. Sudah lewat tengah malam, sebaiknya mereka mempertimbangkan ulang untuk mengambil mobil, karena pasti menimbulkan kecurigaan. Namun, bila mobil itu lenyap, Levin bisa-bisa jadi anak pingit. Entah sampai kapan. Yang dia lakukan benar-benar fatal, melanggar ketentuan Andrew Chayton. “Akan banyak polisi di sana, Marcus. Le