Devin sudah mendapatkan kamar hotel sekaligus tiket konser. Hotel itu terletak tepat di depan stadion sepak bola yang akan menyelenggarakan konser. Devin menyewa dua kamar. Satu kamar untuk dirinya sendiri, dan satu kamar tepat di sebelahnya untuk melakukan eksekusi. Dia akan melakukannya serapi mungkin hingga polisi akan mengira kalau hater yang melakukannya.
Kekuatan media sangat membantu Devin menjalankan rencananya. Meski kandidat terkuat, Jack Northeen adalah orang yang paling dibenci di kotanya. Banyak bukti mengarah padanya terutama peredaran serbuk terlarang. Namun, produk amalnya untuk memerangi kecanduan narkoba jauh lebih dipublikasi daripada isu-isu di belakang.
Uang, bagaimanapun telah memenangkan segalanya.
Malam sudah larut. Devin bersiap memasang snipernya di kamar sebelah. Dia keluar dari jendela
Entah kenapa, sebelum melakukan pekerjaan kecilnya, Devin terpikir Beverly Brennon. Karena dia adalah target pembunuhan sebelumnya. The Vow berjanji memberikan konfirmasi terkait pekerjaannya yang direcoki oleh pekerja lain, meski Devin yakin jawabannya pasti perintah untuk bungkam dan tidak usah banyak bertanya.Urusan politik dan jalur hukum adalah urusan The Vow. Devin hanya eksekutor.“Marcus? Kau di rumah apa main bilyard?”Marcus yang sedang menerima sambungan telpon darinya, berpamitan pada Andrew Chayton untuk keluar dari ruang bilyard yang berisik. Dia meminta Devin menunggu hingga sampai di area parkir.“Ya, aku besama Tuan Andrew Chayton.”“Masuklah ke mobil, aku mau bica
Devin memutar otak, berpikir keras begitu mengetahui bahwa Kick101, wanita panggilan yang disewanya adalah ibu kandungnya sendiri. Keluarga Chayton sudah lama tahu bahwa Sabrina Brice berprofesi sebagai wanita panggilan dan menjadi simpanan orang-orang penting, baik itu di pemerintahan ataupun di dunia bisnis. Dia adalah wanita yang paling dibenci oleh istri-istri pejabat, namun tak ada yang bisa membuktikan perselingkuhan suami-suami mereka.Baik Devin maupun Levin sama jijiknya dengan Andrew mengetahui profesi Sabrina Brice. Wanita buruk selamanya akan buruk, meski dia bertemu dengan lelaki yang baik. Namun Devin tak pernah mengingkari bahwa Sabrina adalah wanita yang melahirkannya.Darah pendosa telah mengalir dalam tubuhnya. Membuatnya merasa bahwa melakukan sebuah dosa adalah bagian dari menangkap para penjahat yang tak tersentuh hukum. Bahkan Robinh
Devin membuka mata ketika mendengar pintu kamarnya diketuk. Dia sontak duduk dan mereload memorinya sejenak, dengan mengambil ponsel di sebelahnya dan melihat jam. Dia baru tidur dua jam. Dan sekarang masih dini hari.Sebuah panggilan dari ayahnya yang tak terjawab lima menit yang lalu. Lalu beberapa pesan. Belum sempat dia membukanya, pintu diketuk semakin keras. Perlahan Devin bangkit dan mengintip melalui lobang kecil di pintu.Andrew Chayton berdiri di depan pintu dengan mantel tebal selutut dan syal melilit leher. Andrew selalu melindungi dirinya dari dinginnya angin malam dengan mengenakan mantel dan syal seperti biasanya.Mana Amanda?Devin membuka pintu.“Lama sekali,” gerutu Andr
Dua jam sebelum matahari terbit, Beverly sudah membuka mata. Kebiasaan barunya di Mansion Batista yang mengharuskan pelayan untuk ON dua jam sebelum hari baru dimulai, mulai terasa ringan baginya. Semula Irene harus mengetuk pintu kamarnya berkali-kali untuk membangunkannya. Dia lalu melipat selimut yang menutupi badannya sepanjang malam, saat tidur di sofa. Keluarga Harper sangat baik padanya, meski sama sekali tidak mengenalnya. Saat dia hadir untuk menyampaikan pesan dari Lusie Harper bahwa dia tidak bisa datang untuk menghadiri pemakaman mertuanya--karena sakit, keluarga yang berduka itu menyambutnya hangat. Bahkan memberinya tempat menginap meski hanya satu malam. “Nona Brennon?” Seorang wanita sebaya Lusie Harper muncul di ruang tengah, tempat Beverly tidur. Sepasang mata keriputnya tam
Andrew membuka mata karena mendengar pintu diketuk. Dilihatnya Devin masih terlelap di bed-nya. Saat itu dia setuju, bahwa memesan dua bed memang jauh lebih baik daripada satu bed.“Devin, ada yang mengetuk pintu.”Dengkur halus anak sulungnya terdengar samar.Perlahan Andrew turun dari tempat tidur, karena ketukan di pintu tidak berhenti. Dari ketukannya menunjukkan orangnya tahu adab dan tata krama, seperti ketukan pelayan di rumahnya, Mansion Batista. Semua pelayannya selalu melakukannya bila hendak membangunkannya atau hendak masuk ke dalam ruang kerjanya.Dan Andrew tertegun saat mengintip siapa si pengetuk pintu yang berdiri di depan pintu kamarnya. Pantas saja dia tidak asing dengan gaya mengetuk pintunya. Tanpa berpikir panjang, Andrew membuka pintu.
Devin, Beverly dan Andrew sarapan bersama. Satu dua pelanggan hotel yang juga menginap menyapa Andrew. Andrew mengenalkan mereka pada Devin si sulung dan Beverly sebagai teman baik. Devin melirik Beverly. Gadis itu awalnya tampak canggung sarapan bersama, duduk satu meja dengan majikannya. Namun Andrew, seperti biasa tak pernah membedakan pelayan dengan teman baiknya saat di luar rumah. Sebagaimana Marcus juga menjadi teman bilyardnya. “Kau boleh makan sesukamu, Amanda. Jangan sungkan.” Andrew menunjuk ke arah hidangan yang tersedia dalam Buffet alias prasmanan. Sarapan kali ini, membuat ruangan tampak agak ramai dan padat. Informasi dari bellboy, semalam banyak pengunjung pindahan dari hotel yang seberang yang kini digaris polisi. “Sepertinya suasana sedang tegang di kota ini,” ucap Andrew sembari menikmat
Devin tidak berharap gadis belia itu langsung percaya padanya. Namun ternyata, Amanda Harper langsung balas mendekapnya dan menenggelamkan wajahnya di mantel Devin. Dan Devin merasakan telapak gadis itu begitu dingin menyelusup ke dalam mantelnya. “Tolong aku, Tuan,” bisiknya gemetar. Devin perlahan menuntun Amanda menuju mobilnya. Sejurus kemudian, mereka berdua sudah berada di dalam mobil. Devin memundurkan mobilnya hingga mendekati tikungan, tapi masih bisa melihat pintu gang. “Mereka melukaimu?” tanya Devin melirik gadis di sebelahnya, yang tampak gemetar. Dia menatap ke arah gang dengan wajah memucat. Dia menggeleng, lalu melorotkan tubuhnya seolah takut ketahuan. “Ayo pergi dari sini, Tuan. Sebelum mereka menemukanku.”
Makan malam yang sedang disiapkan, sembari menunggu kedatangan Devin. Marcus sudah mengabari majikannya bahwa Devin akan datang sebentar lagi. Andrew meminta Levin tidak meninggalkan meja hingga Devin datang. “Aku perlu banyak bicara denganmu, Levin. Sembari menunggu Devin. Kurasa aku sangat sibuk beberapa hari ini, hingga tak sempat memperhatikan bungsuku.” Levin memainkan sendok di atas meja, memutar-mutarnya dengan tangan. Dia tahu, Andrew tidak menyukai bila dia memainkan sendok dan garpu di meja makan, karena pernah terpelanting dan mengenai kepalanya. Dan kemudian menjadi aturan di meja makan, yang kadang-kadang dilanggar oleh Levin dengan sengaja. Terutama bila sedang kesal pada ayahnya. “Kemarin kau menginap di mana?” Levin menghentikan sendok