“Kau yakin?” tanya Andrew sembari mengerut kening, membuat dia kelihatan jauh lebih tua dari usia sebenarnya. Devin sedikit menyesal kenapa harus memberitahu kabar dari Salina sepagi ini. Kalau bukan karena Andrew mengetuk pintu kamarnya dan menanyakan hasil dari penyidikan polisi semalam.
“Anak buah Komisaris Hoggart semalam ada di lokasi, setelah api berhasil dipadamkan,” ucap Devin berusaha meyakinkan ayahnya. “Penyebabnya konsleting listrik. Padahal kata security, area gudang sana dipadamkan sejak sore hari karena ada perbaikan instalasi listrik di pintu masuk dan ruang kendali. Aku tidak mengira bila polisi bisa secepat itu menemukan penyebab kebakaran. Kupikir mereka akan mendatangkan beberapa ahli, karena kita pasti akan membayar mereka, agar anggaran belanja kepolisian tidak membengkak. Bukankah Chayton selalu seperti itu?”
“Gudang di pabrik Devin kebakaran.”Bella menaikkan alis mendengar kalimat ayahnya. Dia sedang membuat sarapan dan Cleve menunggu di meja makan sembari membentang koran lokal. Berita dari teman dekat justru mereka baca dari koran.“Aku akan menelpon Devin, setelah sarapan.” Bella menghidangkan sarapan di meja makan, untuknya dan untuk ayahnya. Mulai hari ini, dia mulai mengatur menu makanan mereka berdua, dan Bella memilih untuk mengikuti menu makan ayahnya.Cleve menutup koran dan meletakkannya di kursi sebelahnya. Menatap Bella sejenak sebelum mulai sarapan. “Sebaiknya kau temui saja dia di rumahnya. Aku yakin, semua Chayton sedang sibuk di jam kerja. Urusan dengan polisi pasti tidak sebentar.”Bella terdiam. Dia sudah
Baru pertama kali dalam hidupnya, Devin mendapat ancaman dengan surat kaleng seperti ini. Dan hal itu memunculkan dugaan bahwa ada yang mengintainya malam itu selain The Vow. Atau bisa jadi, The Vow yang telah mengancamnya untuk menjauhi Lusie Harper. Bukankah The Vow menelponnya untuk menghentikan pengejarannya pada seorang sniper yang telah melumpuhkan Lusie Harper.Dan sniper itu bekerja pada The Vow. Tugasnya bukan tidak selesai karena Lusie Harper tidak mati. Sepertinya, baik Komisaris Hoggart ataupun Lusie Harper adalah target The Vow yang punya benang merah, saling terkait.Dan Devin harus menemukan benang merah itu, karena sepertinya semua kejadian saat ini diawali dari pembunuhan keluarga Mansion Garcia. Lalu merembet pada Amanda Harper, Komisaris Hoggart dan Lusie Harper. Maka bukan tidak mungkin akan merembet pada orang-orang di Mansion Batista.
Ini baru sesuatu yang menarik, sekaligus mengejutkan. Amanda mengakui dirinya sebagai Beverly Brenon. Itu sebuah nama yang asing di telinga Devin, dan kesempatan ini harus digunakannya untuk membuka mulut Amanda lebih lebar. Gadis itu, mau tak mau akhirnya mengakui siapa dirinya. Dia sudah mulai merasa nyaman dan aman dalam perlindungan Devin. Devin menarik Amanda untuk duduk di ranjang dan dia duduk di kursi berjarak dua meter dari wanita itu. Situasinya menjadi seperti kamar di rumah persembunyian, bedanya semua perabot di sini adalah perabot mewah. Sedangkan di rumah persembunyian itu, semuanya dari kayu, laiknya rumah orang miskin. Beverly tidak bisa memahami jalan pikiran Devin. Kekayaan dan hidup mewah sepertinya tidak membuatnya bisa terlelap. Saat di rumah persembunyian, dia kerap mendapati Devin pulas tertidur di kotak perkakas, dalam
Levin adalah Chayton yang tak pernah peduli dengan urusan orang lain. Dalam kamus hidupnya hanya ada satu kata : wanita. Dan hal itu yang kerap menyudutkan Batista Corp dalam masalah, meski bukan masalah fatal. Beberapa kali skandal Levin menyebabkan Batista Corp terutama Elecupt--pabrik elektronik yang diberikan pada Levin pengelolaannya, nyaris kehilangan saham-saham dari kolega terpercaya. Dan Andrew sudah kewalahan sehingga menghukum Levin dengan tidak mengijinkannya mengelola perusahaan di bawah Batista Corp. Ditambah satu hukuman lagi, yaitu tidak boleh ada wanita dalam hidupnya hingga di berusia tiga puluh tahun. Usia yang menurut Devin adalah usia matang untuk siap mengelola Elecupt. Levin melemparkan buku-buku tebal dari pangkuannya. Segala ilmu manajemen dan marketing tak pernah bisa masuk k
Devin mengunci pintu kamar, dan menatap ke arah Beverly yang berdiri di sebelah tempat tidur sembari memeluk cuciannya. “Sampai kapan kau akan membawa cucian itu, Bev?” tanya Devin. “Taruh di sudut sana.” Beverly sedikit tertegun mendengar namanya disebut. Bev adalah panggilan kesayagannya, dan hanya orang-orang terdekatnya saya yang memanggilnya demikian. Namun entah kenapa, Devin diijinkannya memanggilnya dengan nama itu. Padahal dia selalu menolak bila bukan orang terdekatnya memanggil Bev. Beverly mengikuti arah telunjuk Devin, tenyata di sudut kamar ada sebuah keranjang dari anyaman bambu. Tertutup oleh jacket yang digantung dan menjuntai ke atas keranjang. Sepatu kotor Devin ada di sudut seberangnya. Beverly segera mengambilnya dan meletakkan di dekat keranjang. Dia lalu berdiri di sebelah keranjang,
“Aku akan pergi selama beberapa hari, Marcus.” Marcus memandangi punggung Devin Chayton. Mereka berdua berada di kamar Devin dan mengunci pintu. Dibandingkan Andrew, Devin kerap memberikan instruksi pada Marcus di kamarnya, tertutup dan singkat. Dan pada kepala pelayan itu, Devin memberikan kepercayaan penuh sebagaimana dulu sejak Sabrina Brice kabur dengan kekasih gelapnya--Devin hanya percaya pada Marcus. “Boleh saya tahu, apakah ini berkaitan dengan Salina Beauty atau Amanda Harper?” Devin terdiam. Marcus cukup cerdas untuk mengetahui bahwa dia punya pekerjaan lain di luar Salina Beauty, meski tidak tahu apa. Sebagaimana Levin yang menjadi playboy di luar sana, Marcus tak hendak mengurusnya dengan detail. Kecuali Andrew yang memerintahkan. “Keduanya.”
Levin baru saja keluar dari Bank ketika tiba-tiba lengannya digamit seseorang. Dengan cepat lelaki itu menyadari bahwa yang menyeretnya ke sisi samping halaman Bank adalah seorang gadis yang telah dibuatnya kesal.Cindy Lau. Seorang gadis blasteran Asia-Eropa dengan kulit kuning langsat. Wanita yang selalu bisa memenuhi hasratnya namun belakangan ayahnya menunjukkan bukti bahwa dia adalah anak dari mantan ibunya. Jadi, gadis yang menyeret tangannya tanpa peduli Levin berusaha melepasnya tak lain dan tak bukan adalah saudara sedarahnya.“Lepaskan aku,” sergah Levin dan sekali hentak tangannya sudah terlepas dari cengkeraman Cindy. Gadis bermata setengah sipit itu membeliak marah, mengetahui reaksi Levin menolaknya.“Levin!” serunya marah, berkacak pinggang di hadapan lelaki yang lebih ti
“Nurse, apa itu Bella?” Suara berat Cleve dari dalam kamar membuyarkan ketegangan ketiga orang itu di depan kamar Cleve yang terbuka. Levin melepaskan pelukannya dari Bella, lalu membungkuk mengambil buket bunga mawar yang tergeletak di lantai. Sumpah, Bella sangat ingin menginjak-injak buket bunga itu seperti saat mendapatkan buket bunga yang sama di cafe. “Benar, Tuan Cleve. Nona Bella Artwater.” Levin mengerti kenapa perawat di depan mereka berdua memberikan penekanan di nama Bella dan mengucapkannya dengan sedikit menjulurkan lidah--mengejek, sebelum dia berlalu dengan nampan yang sempat disenggolkannya ke lengan Levin. Levin mendenguskan hidung, demikian juga si perawat yang dalam sekejap sudah tak nampak karena berbelok ke selasar yang mengarah ke lift.