Setelah kejadian tadi pagi, tidak mudah bagi keduanya untuk berkomunikasi. Devin memasuki rumah dalam diam, sementara Liliana segera menuju dapur untuk membuat sarapan. Devin melirik ke dalam kamar dan melihat Amanda membenamkan wajah ke bantal, dan menarik rapat selimutnya.
Devin menyusul Liliana ke dapur. “Kau tidak usah menyiapkan makanan sampai malam. Aku harus kembali ke Batista. Aku akan membawa Amanda ke sana.”
Liliana yang memunggungi Devin tersenyum-senyum. “Baik, Tuan. Oh iya, Amanda akan dibawa ke Batista. Apakah dia …”
“Tidak usah berpikiran macam-macam. Dia akan menjadi pelayanku, pengganti kamu.”
Liliana mendelik dan tiba-tiba tersedak air liurnya sendiri. Dia terbatuk-batuk, dan bergegas meraih gelas dan menuang air minum dari teko.
Kondisi dokter Cleve mulai menurun, meski lelaki itu berusaha untuk nampak bugar di hadapan putri semata wayangnya. Dia tidak ingin anak gadisnya itu menjadi lemah dan mempengaruhi pekerjaannya. Siang itu, Bella mengantar ayahnya ke rumah sakit untuk persiapan menjelang kemoterapi. Ada beberapa tes yang harus dilalui dan Bella tidak ingin ayahnya melalui semuanya sendirian. Dia ingin selalu berada di sebelahnya. “Kau bisa meninggalkanku, sayang,” ucap Cleve saat mobil yang dikendarai Bella memasuki pelataran parkir. “Rumah Sakit itu rumah keduaku. Aku tidak akan takut seperti para pasienku.” Bella mengembang senyum meski dadanya perih. Setelah mematikan mesin, dia memutar badan dan menatap ayahnya. “Siapa bilang aku mengantar ayahku karena dia penakut. Aku mengantarnya karena aku yakin dia akan kabur. Jadi aku ak
"Apa yang kaulihat bukan sebenarnya, Devin. Aku bisa menjelaskannya." Bella meraih tangan Devin dan menggenggamnya. Menatap lelaki itu penuh harap agar mau melihat ke dalam relung jiwanya. Dia benar-benar panik, khawatir Devin akan menutup telinga terhadap apa yang akan dijelaskannyaNamun lelaki itu justru tersenyum lebar, seolah tidak pernah ada kejadian penting beberapa hari ini. "Bella, jangan khawatir. Aku justru senang akhirnya kamu menerima Levin setelah sekian lama dia mengejar-ngejarmu."Bella membeliak lalu menghempas tangan Devin. Devin sedikit terkejut melihat reaksi spontan Bella, namun dia tetap mengembang senyum. "Aku sama sekali tidak menerima dia, Devin. Dia menjebakku. Dia membuat aku mengira kalau dia …""Bella, it's oke. Tenang saja," ucap Devin sembari menepuk-nepuk pu
“Kau yakin?” tanya Andrew sembari mengerut kening, membuat dia kelihatan jauh lebih tua dari usia sebenarnya. Devin sedikit menyesal kenapa harus memberitahu kabar dari Salina sepagi ini. Kalau bukan karena Andrew mengetuk pintu kamarnya dan menanyakan hasil dari penyidikan polisi semalam.“Anak buah Komisaris Hoggart semalam ada di lokasi, setelah api berhasil dipadamkan,” ucap Devin berusaha meyakinkan ayahnya. “Penyebabnya konsleting listrik. Padahal kata security, area gudang sana dipadamkan sejak sore hari karena ada perbaikan instalasi listrik di pintu masuk dan ruang kendali. Aku tidak mengira bila polisi bisa secepat itu menemukan penyebab kebakaran. Kupikir mereka akan mendatangkan beberapa ahli, karena kita pasti akan membayar mereka, agar anggaran belanja kepolisian tidak membengkak. Bukankah Chayton selalu seperti itu?”
“Gudang di pabrik Devin kebakaran.”Bella menaikkan alis mendengar kalimat ayahnya. Dia sedang membuat sarapan dan Cleve menunggu di meja makan sembari membentang koran lokal. Berita dari teman dekat justru mereka baca dari koran.“Aku akan menelpon Devin, setelah sarapan.” Bella menghidangkan sarapan di meja makan, untuknya dan untuk ayahnya. Mulai hari ini, dia mulai mengatur menu makanan mereka berdua, dan Bella memilih untuk mengikuti menu makan ayahnya.Cleve menutup koran dan meletakkannya di kursi sebelahnya. Menatap Bella sejenak sebelum mulai sarapan. “Sebaiknya kau temui saja dia di rumahnya. Aku yakin, semua Chayton sedang sibuk di jam kerja. Urusan dengan polisi pasti tidak sebentar.”Bella terdiam. Dia sudah
Baru pertama kali dalam hidupnya, Devin mendapat ancaman dengan surat kaleng seperti ini. Dan hal itu memunculkan dugaan bahwa ada yang mengintainya malam itu selain The Vow. Atau bisa jadi, The Vow yang telah mengancamnya untuk menjauhi Lusie Harper. Bukankah The Vow menelponnya untuk menghentikan pengejarannya pada seorang sniper yang telah melumpuhkan Lusie Harper.Dan sniper itu bekerja pada The Vow. Tugasnya bukan tidak selesai karena Lusie Harper tidak mati. Sepertinya, baik Komisaris Hoggart ataupun Lusie Harper adalah target The Vow yang punya benang merah, saling terkait.Dan Devin harus menemukan benang merah itu, karena sepertinya semua kejadian saat ini diawali dari pembunuhan keluarga Mansion Garcia. Lalu merembet pada Amanda Harper, Komisaris Hoggart dan Lusie Harper. Maka bukan tidak mungkin akan merembet pada orang-orang di Mansion Batista.
Ini baru sesuatu yang menarik, sekaligus mengejutkan. Amanda mengakui dirinya sebagai Beverly Brenon. Itu sebuah nama yang asing di telinga Devin, dan kesempatan ini harus digunakannya untuk membuka mulut Amanda lebih lebar. Gadis itu, mau tak mau akhirnya mengakui siapa dirinya. Dia sudah mulai merasa nyaman dan aman dalam perlindungan Devin. Devin menarik Amanda untuk duduk di ranjang dan dia duduk di kursi berjarak dua meter dari wanita itu. Situasinya menjadi seperti kamar di rumah persembunyian, bedanya semua perabot di sini adalah perabot mewah. Sedangkan di rumah persembunyian itu, semuanya dari kayu, laiknya rumah orang miskin. Beverly tidak bisa memahami jalan pikiran Devin. Kekayaan dan hidup mewah sepertinya tidak membuatnya bisa terlelap. Saat di rumah persembunyian, dia kerap mendapati Devin pulas tertidur di kotak perkakas, dalam
Levin adalah Chayton yang tak pernah peduli dengan urusan orang lain. Dalam kamus hidupnya hanya ada satu kata : wanita. Dan hal itu yang kerap menyudutkan Batista Corp dalam masalah, meski bukan masalah fatal. Beberapa kali skandal Levin menyebabkan Batista Corp terutama Elecupt--pabrik elektronik yang diberikan pada Levin pengelolaannya, nyaris kehilangan saham-saham dari kolega terpercaya. Dan Andrew sudah kewalahan sehingga menghukum Levin dengan tidak mengijinkannya mengelola perusahaan di bawah Batista Corp. Ditambah satu hukuman lagi, yaitu tidak boleh ada wanita dalam hidupnya hingga di berusia tiga puluh tahun. Usia yang menurut Devin adalah usia matang untuk siap mengelola Elecupt. Levin melemparkan buku-buku tebal dari pangkuannya. Segala ilmu manajemen dan marketing tak pernah bisa masuk k
Devin mengunci pintu kamar, dan menatap ke arah Beverly yang berdiri di sebelah tempat tidur sembari memeluk cuciannya. “Sampai kapan kau akan membawa cucian itu, Bev?” tanya Devin. “Taruh di sudut sana.” Beverly sedikit tertegun mendengar namanya disebut. Bev adalah panggilan kesayagannya, dan hanya orang-orang terdekatnya saya yang memanggilnya demikian. Namun entah kenapa, Devin diijinkannya memanggilnya dengan nama itu. Padahal dia selalu menolak bila bukan orang terdekatnya memanggil Bev. Beverly mengikuti arah telunjuk Devin, tenyata di sudut kamar ada sebuah keranjang dari anyaman bambu. Tertutup oleh jacket yang digantung dan menjuntai ke atas keranjang. Sepatu kotor Devin ada di sudut seberangnya. Beverly segera mengambilnya dan meletakkan di dekat keranjang. Dia lalu berdiri di sebelah keranjang,
"Bukankah aku sudah transfer kemarin?" bantah Levin di sambungan telepon."Itu untuk penyelidikan dalam kota Tuan Chayton. Dan kami menemukan petunjuk bahwa Bella Artwater pergi ke luar negeri."Levin terdiam. Ke luar negeri pasti membutuhkan lebih banyak lagi dana. Tidak hanya untuk melacak, tapi juga untuk membawa Bella pulang. Sedangkan dia tidak punya lagi uang simpanan. Beberapa orang yang dikerahkannya selalu meminta uang tambahan bila penyelidikan semakin berlanjut karena menemukan bukti baru.Levin tak ingin melibatkan polisi. Melaporkan istrinya telah menghilang di kantor polisi hanya akan mempermalukannya karena status mereka belum tercatat resmi di negara. Apalagi Cleve tak lagi menghendaki Bella bersama Levin. Hanya karena kesalahan yang menurutnya sangat sepele. Toh dia biasa meladeni wanita-wanita peng
“Kau adalah satu-satunya orang yang tahu kalau aku sudah menikah.”Bella tercekat. Menatap Devin yang juga menatapnya dengan wajah berseri-seri dan pipi bersemu merah. Kepuasan dan kebahagian terpancar jelas di wajahnya. Mereka duduk berhadapan, di sebuah cafe dengan pemandangan menara Eiffel yang berselimut senja. Devin memintanya menunggu di sini, dan baru muncul dua jam kemudian.Pasti Devin masih menyelesaikan permainannya yang terhenti karena kedatangan Bella. Sementara Bella menanti di cafe, setelah mendapat pesan dari Devin untuk menunggunya di sana. Pesan yang dikirimkannya satu menit setelah lelaki itu menutup pintu rumahnya dan meninggalkan Bella berdiri di seberang rumahnya seperti perempuan bodoh.“Siapa dia?”“Istr
“Anda tidak akan percaya, Devin Chayton ada di Paris.” Bella tercekat, ludahnya terasa tertahan di kerongkongannya. Bagaimana mungkin Devin bisa ada di kota romantis itu? Kota idamannya yang akan dikunjunginya dengan lelaki pujaannya, Devin. “Bagaimana kau bisa menemukannya?” tanya Bella di sambungan telepon. Tangannya terasa gemetar dan dadanya serasa meledak, ketika mendengar kabar dari Detektif yang disewanya. Untuk mendapatkan Devin kembali, dia nekad melakukan apa saja, bahkan mengeluarkan uang tabungannya. Dia harus mendapatkan cinta Devin karena pada Levin dia tak lagi punya harapan. Meski sudah menyerahkan jiwa raganya pada bungsu Chayton, lelaki itu itu masih saja haus dan mereguknya dari wanita lain. Seolah Bella tak pernah bisa memuaskannya. Padahal setiap malam Bella selalu
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Andrew merasa hidup seorang diri. Makan malamnya sejak kepergian Devin, hanya ditemani Marcus. Dia meminta Marcus duduk di sebelahnya, bukan untuk melayaninya makan, tapi untuk makam malam bersamanya.“Sebentar lagi Tuan Levin pasti datang,” hibur Marcus, melihat gurat kecewa di wajah majikannya. Sudah hampir tengah malam, Levin belum juga memberi kabar apakah akan pulang ke Batista atau tidak. Sejak kepergok Marcus di cafe milik Bella, Marcus belum melihat Levin memasuki Batista hampir dua hari. Lelaki itu pasti disibukkan dengan memohon maaf pada Bella Artwater.Dan Andrew tak pernah menyebut nama Levin semenjak surat dari Devin datang. Lelaki sebaya Marcus itu diliputi kerinduan pada anak sulungnya, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Kadang tanpa sadar dia menanyakan pada Marcus apakah Devin sudah pula
Andrew meremas surat di tangannya. Dadanya terasa berat, sepertinya sesak napasnya akan kambuh. Marcus yang berada di sebelahnya, sudah melihat gelagat majikannya. Napas Andrew mulai pendek dan berat.“Saya ambilkan obat, Tuan?”Andrew menggeleng. Dia lalu melemparkan surat yang sudah diremasnya ke lantai. Marcus hanya melirik gumpalan kertas itu jatuh tak berdaya. Masih bagus Andrew tidak merobeknya, jadi dia bisa menyimpan surat itu nanti. Biasanya Andrew akan mencari surat itu lagi bila hati dan kepalanya sudah dingin.“Mana Levin?”Marcus menelan ludah. Pertanyaan tentang Levin adalah soal yang paling sulit untuk dijawab. Marcus tidak ingin anak itu menjadi sasaran kemarahan ayahnya lagi. Lagipula dengan dimarahi, tidak akan membuat Levin menj
Devin tak melepas sedetik pun tangan istrinya. Meski Beverly berjanji untuk tidak melepaskan diri, namun kini Devin bukan lagi orang yang sama dengan dua puluh empat jam sebelumnya. Kini mereka sama-sama tahu bahwa pasangan mereka adalah orang yang diberi tugas untuk membunuh pasangannya.Bukan hal yang mudah bagi keduanya kini untuk membangun rasa saling percaya, meski setelah semua rahasia itu terbongkar, napas dan kulit mereka menyatu berbalur peluh. Baik Devin maupun Beverly tak hendak menanyakan apakah masih ada cinta di dada mereka masing-masing setelah apa yang terjadi. Bahwa mereka telah saling mengejar untuk saling membunuh–demi sebuah tugas dari organisasi tempat mereka bernaung.Kapal yang ditumpangi keduanya sudah memasuki perairan lepas dan mereka kini bebas hendak pergi ke manapun. Meski yakin para polisi pasti akan memburu bahkan mungkin me
Wajah Andrew mengerut, menampakkan usianya yang semakin renta. Ditambah dengan kemarahan yang tampak berusaha ditahannya. Napasnya tak lagi sesak, tapi semua orang bisa melihat lelaki yang masih tampak gagah di usianya itu, mengepal kedua tangan hingga gemetar. Marcus menarik lengan Levin, menyuruhnya menyingkir, masuk ke dalam kamar. Semula Levin menolak. Dia ingin menikmati momen di mana akhirnya Devin berhasil membuat Andrew Chayton murka. Selama ini, hanya Levin yang selalu berulah, membuat Mansion Batista berkali-kali heboh, kisruh dan pusing tujuh keliling. Kini giliran Devin, begitu mudahnya terkuak di depan semua orang. Dan tanpa ada yang bersangkutan hadir untuk membela diri. “Sejak kapan kau tahu, Irene? Apa yang sudah mereka lakukan?” tanya Andrew, sembari melangkah mendekati Irene, mengesampingk
Mansion Batista bangun sebelum waktunya. Para pelayan dikumpulkan di halaman oleh polisi, dan Irene menjadi orang yang paling sibuk. Semua pelayan diinterogasi, membuat suasana dini hari menjadi sangat kacau, karena mereka terpaksa dibangunkan oleh suara tembakan.Andrew berada di ruang kerjanya, mengenakan piyama. Duduk di kursi dengan kening berkerut. Polisi telah mengganggu istirahatnya, dan itu artinya harus ada harga yang harus dibayar. Mereka telah masuk dengan paksa dan membuat Andrew benar-benar marah.Komisaris berdiri di hadapannya dengan beberapa anak buahnya.“Kalian telah mengusik mansionku, tanpa seijinku!” sergah Andrew dengan nada meninggi, dan Marcus terpaksa menyentuh bahu majikannya, berusaha agar Andrew lebih tenang. Bagaimana tidak, Komisaris baru pengganti Komisaris Ho
“Berapa orang yang diperlukan untuk menangkap Devin Chayton?” gumam Devin, sembari merunduk di balik sebongkah batu. Cahaya senter tak satupun mengenainya. Para pengejar telah melewatinya, membuat Devin bisa beristirahat sejenak. Namun tak lama kemudian, terdengar langkah mendekat. Devin mengintip dari balik batu, dan dia mengenali gestur dalam kegelapan–yang rupanya ketinggalan jauh dari teman-temannya. Saat gestur itu mendekat, Devin langsung melompat dan menyergapnya. Mereka berdua jatuh terguling-guling, dan semakin terguling-guling karena ternyata berada di lereng bahu sungai. Seingat Devin, sungai ini sudah lama kering karena hulunya sudah dibuntu. Orang yang berhasil ditangkapnya, hanya mengerang kesakitan dalam pelukannya saat mereka akhirnya terbanting dan sama-sama terkapar di dasar sungai yang dipenuhi daun kering.