Ini tidak benar. Apa yang dirasakannya salah. Ia harus menghancurkannya sebelum benar-benar tumbuh atau ia akan ada dalam masalah besar.Hari ini, Alya berangkat ke kantor seperti biasa. Ia fokus mengecek jadwal Arya hari ini, sementara Arya duduk di belakang sambil memainkan ponselnya.Sesampainya di kantor, Alya tidak ikut Arya naik ke lantai tujuh belas. Ia ke pantry lebih dulu untuk membuat kopi. Ketika naik ke lift, Alya bertemu dengan Ratna,sekretarisnya Pak Hendry, kepala HRD."Kopi untuk Pak Arya?" tebak Ratna."Iya, Mbak.""Panggil Ratna aja.""Ah, iya. Lupa." Ucap Alya tertawa."Bagaimana pekerjaanmu?Masih bisa kamu handle?"Alya mengedik. Yang ada di kepalanya bukan masalah pekerjaan, melainkan hubungannya dengan Arya mulai terasa aneh sekaligus rumit."Masih bisa aku handle."Ratna menoleh pada wanita yang berdiri di sampingnya. Sebagai lulusan jurusan psikologi, Ratna menyadari ada tekanan yang dihadapi Alya."Kalau kamu butuh orang untuk diajak ngobrol, aku ada, kok. Bag
Mencari pekerjaan di zaman modern ini benar-benar sangatlah susah. Sudah bebrapa kali Alya memasukkan Lamaran di beberapa Perusahaan. Namun tak satupun yang lolos. Siang itu Alya sedang duduk di koridor sebuah Hotel ternama. Alya bersama dengan Ratusan pelamar lainnya sedang menunggu Giliran untuk di panggil Interview. Jabatan yang dilamarnya adalah asissten pribadi.Alya yang tidak pernah bekerja sebagai asissten pribadi itu tidak begitu paham dengan tugas Seorang Asissten. "Alya Angraeni!" Ucap Salah seorang staf yang memanggil namanya di depan pintu sebuah ruang wawancara." Silahkan Masuk"Alya yang mendengar namanya dipanggil bergegas berdiri dan menuju sumber suara itu."Silahkan Masuk" Saat Alya memasuki Ruangan wawancara, tampak seorang wanita yang baru keluar dengan wajah yang tampak Frustasi.Alya yang melihat itu mencoba untuk tenang dan berpikir positif.Teapat di depan Alya, Ada tiga staf Hotel yang sedang duduk di belakang meja. Dan siap mewawancarai Alya. " Apakah
"Dasar Kampret! Kalau kau bukan Calon Bosku Akan ku colok matamu" Gerutu Alya dalam Hati.Alya yang sadar dirinya tidak dianggap berada di ruangan itupun merasa sangat Kesal." Ada perlu apa lagi?" Tanya Arya dengan Nada yang datar." Oh itu pak, Kopinya" Ucap Alya sambil menunjuk Kopi yang ada di depan Arya." Akan saya minum nanti."" Apa nggak sebaiknya diminum sekarang pak? Takutnya kalau nanti sudah dingin."Arya yang mendengar itu langsung meletakkan berkas yang ada di tangannya " Namamu siapa tadi?" Tanya Arya." Alya Angraeni pak."" Alya sudah berapa lama kamu bekerja disini?" Tanya Arya lagi." saya belum bekerja di sini pak. Hari ini saya datang wawancara untuk menjadi asissten pribadi pak Arya. Bukan bermaksud lancang pak, saya hanya menyarankan saja. Alangkah baiknya kalau kopi diminum selagi masih panas" Ucap Alya sembari meminta maaf pada Arya." HAHAHA, Kamu belum bekerja di sini, tapi sudah berani memerintah saya ya?" Ucap Arya sambil tertawa."Maaf pak, saya tidak ber
Hari ini hari pertama Alya bekerja jadi seorang Asissten Dari Arya Nugraha. Alya datang Tiga puluh menit lebih awal karena takut terlambat. Sambil menunggu waktu kerja Mulai, alya menunggu di Loby Hotel sambil membaca Informasi tentang Hotel. Saat Alya sedang asyik membaca Informasi. Tiba tiba Alya memanggil Mbak Ratna yang Baru saja melewatinya. " Mbak Ratna" Teriak Alya sambil melambaikan tangan." Eh, Alya. Ini hari pertama kamu bekerjakan kan. Slamat ya, kamu sudah diterima kerja di sini." Ucap Ratna sambil menyalami Alya." Siapa Yang harus saya temui pagi ini mbak? Soalnya saya belum tahu Apa yang harus saya kerjakan?" Tanya Alya pada Ratna." Kamu naik aja di Ruangan Kemarin. nanti kamu akan ketemu satu Ruangan Tepat di sebalah Ruangan pak Arya. nanti kamu bertanya dengan Sekertaris Pak Arya di sana. Namanya Dewi. Tapi mungkin kalau sekarang dia belum datang, Tapi paling sebentar lagi dia sampai kok." Ucap Ratna yang sambil mengarahkan Alya." Tapi mbak Ratna Bisa kan kasi Gamb
" kenapa saya harus Tinggal di Rumah pak Arya?" Rumah saya tidak jauh kok dari sini pak. Bapak Bisa lihat saja kan sendiri, hari ini saya datang tiga puluh menit lebih awal dari jam Kantor. Lagian Nggak enak Pak kalau saya harus Tinggal di Rumah bapak. Apa Kata Orang nantinya, melihat Seorang Pria dan wanita yang bukan Muhrimnya sudah Tinggal Satu Atap." Ucap Alya.Arya yang mendengar perkataan Alya itu merasa Bingung. "Kan tadi saya sudah bilang. Kamu harus bisa mengontrol semua apa yang aku lakukan. Termasuk Saat aku di Rumah.Sebenarnya, kamu sudah tahu tugas kamu atau belum sih? Atau jangan jangan Kamu juga belum tanda tangan Kontrak?" tanya Arya yang bingung dengan semua jawaban Alya." Belum pak." Jawab Alya sambil menggelengkan kepalanya." Apa kamu bilang? Belum Tanda tangan Kontrak?. Pergi ke ruangan HRD sekarang!" Ucap Arya dengan Raut wajah yang sangat Emosi.Melihat kemarahan di wajah Arya. Alya buru buru keluar dan menuju Ruangan HRD. Saat Alya keluar dari Ruangan Arya, dia
Alya membuang semua ragu yang ada di Hatinya setelah melihat Jumlah gaji yang tertera di kontrak dan yang akan ia dapatkan. Ia tidak munafik. Sekarang ia sangat membutuhkan Uang. Ia yakin akan mendapatkan sangat banyak tekanan dalam pekerjaan ini. Tapi ia tidak menghawatirkan itu semua. Ia hanya perlu bertahan sambil mengumpulkan Uang Untuk modal usahanya sendiri. Ia akan hidup sehemat mungkin dan jika Uangnya sudah terkumpul, ia akan segera pergi dari Hotel ini dan membuat usahanya sendiri.Setelah menandatangani Kontrak. alya kemudian Begegas menuju Ruangan Arya. "Saya sudah membaca Kontrak kerjanya Pak. Saya akan membawa Barang barang saya nanti malam ke Ruamh Bapak."" Kalau begitu, Tak perlu ku jelaskan panjang lebar lagi. Kamu sudah pasti tahu apa yang harus kamu lakukan kan?" Tanya Arya." Iya Pak." Jawab Alya sambil mengangguk." Baguslah Kalau begitu." Ucap Arya sambil memberika sebuah ponsel pada Alya. "Ini ponsel kerjaku. Kamu berikan padaku kalau ada telepon dari orang pe
Alya kembali ke ruang rapat setelah menerima Telpon dari Monica. Ia berjalan Sepelan Mungkin agar tidak menimbulkan suara. Karena ia tidak mau menganggu karyawan yang sedang persentasi. Sejak Awal Rapat, alya sangat bingung dengan pembahasan rapat kali ini. Ia semakin bingun karena sempat keluar sebentar saat menerima Telpon dari Monica, Sementara pembahasn Rapat tetap terus berlanjut. Ia tidak Tahu apa yang harus Ia catat sekarang. Ia hanya menatap ke arah layar Monitor dan sesekali melirik ke Arah Ayra, Yang sedang fokus dengan Rapat kali ini.Setelah Satu jam Raptpun akhirnya selesai. Semua Staff satu per satu meninggalkan Ruangan Rapat.Hanya tersisa Alya dan Arya." apa yang dikatakan Monica tadi?" Tanya Arya." Bu Monica Sedang menunggu bapak di Butik Melati. Dan katanya bapak harus datang ke sana." Jelas Alya." Oke. Terima Kasih Atas Infonya." Ucap Arya sambil beranjak dari tempat duduknya." Apakah bapak Akan pergi ke Butik Itu?" tanya Alya Sembari berjalan di belakang Arya.
" Kamu dengar Aku nggak sih? Ap kamu meremehkanku? Kamu nggak tahu siapa aku ya?"Ucap Monica Lalu melayangkan Tangannya Di udara dan Mendarat di Pipi alya.Alya merasakan Panas di pipinya."Kamu masih nggak mau bilang dimana Arya?" Tambah Monica."Maaf Bu. Bukannya sayaNggak mau. Tapi memang pak Arya pergi setelah menerima telpon tadi. Pak Arya Hanya Bilang ada Rapat di Luar. Tapi Dia tidak mengatakan kalau Tempatnya di mana." Jelas Alya sambil memegang pipinya yang masih memerah." Jadi.Dia sengaja menghindar dariku?. Oke. Aku Akan Buat Kamu agar tidak bisa kabur lagi dariku." Ucap Monica sambil bergegas pergi meninggalkan Alya.Setelah menica Pergi. barulah Dewi menghampiri Alya. " Kamu Nggak Apa apa Al? Maaf ya. Aku nggak Bisa Bantu kamu. Bu Monica Itu orangnya sangat keras kepala dan tidak mau mendengar apa yang orang lain katakan. Kalau ada yang tidak seseuai dengan Kehendaknya, Dia Pasti akan main tangan.Alya yang masih merasa sangat kesal tidak memperdulikan apa yang Dewi katak
Ini tidak benar. Apa yang dirasakannya salah. Ia harus menghancurkannya sebelum benar-benar tumbuh atau ia akan ada dalam masalah besar.Hari ini, Alya berangkat ke kantor seperti biasa. Ia fokus mengecek jadwal Arya hari ini, sementara Arya duduk di belakang sambil memainkan ponselnya.Sesampainya di kantor, Alya tidak ikut Arya naik ke lantai tujuh belas. Ia ke pantry lebih dulu untuk membuat kopi. Ketika naik ke lift, Alya bertemu dengan Ratna,sekretarisnya Pak Hendry, kepala HRD."Kopi untuk Pak Arya?" tebak Ratna."Iya, Mbak.""Panggil Ratna aja.""Ah, iya. Lupa." Ucap Alya tertawa."Bagaimana pekerjaanmu?Masih bisa kamu handle?"Alya mengedik. Yang ada di kepalanya bukan masalah pekerjaan, melainkan hubungannya dengan Arya mulai terasa aneh sekaligus rumit."Masih bisa aku handle."Ratna menoleh pada wanita yang berdiri di sampingnya. Sebagai lulusan jurusan psikologi, Ratna menyadari ada tekanan yang dihadapi Alya."Kalau kamu butuh orang untuk diajak ngobrol, aku ada, kok. Bag
Alya bukan orang yang suka memperpanjang masalah. Jika ada cara tercepat untuk menyelesaikannya, ia akan melakukan itu. Ia juga tidak terlalu peduli dengan orang-orang kurang kerjaan yang mengusik. Banyak mahasiswa lain yang mengganggunya saat kuliah karena Alya tak mau membalas. Bukan Alya takut, tapi ia tak ingin membuang waktu dengan meladeni orang-orang berotak dangkal.Namun, untuk hari ini, situasinya berbeda. Pikirannya sedang kacau.Sejak kemarin, ia bingung untuk meluapkan emosi aneh yang memenuhi dadanya. Jadi, dengan senang hati Alya meladeni Kevin serta lima teman pria itu.Alya mengepalkan tangan dan memasang kuda-kuda. "Maju," ujarnya dengan santai.Satu per satu teman-teman Kevin menerjang. Mereka melayangkan tongkat baseball sembarangan.Melihat serangan itu, Alya memutar bola matanya. "Serius, cuma seperti itu? Kalian dari mana sih dapat tongkat baseball? Kalian sama sekali nggak bisa main baseball atau main bola kasti? Kalian baru membelinya tadi, ya? Memukul saja ng
Arya benar-benar bingung dengan apa yang terjadi antara dia dan Alya. Jika yang ada di kepalanya bukan mimpi, berarti ia yang menyebabkan tanda merah di leher Alya. Arya memijat keningnya. Ia benar-benar tidak ingat bagaimana rasanya saat bibirnya menyentuh leher Alya hingga tanda merah itu ada di sana."Sekarang Papa dan Kevin pergi dari sini. Aku yang akan membuat keputusan untuk hidupku sendiri. Jadi, jangan ikut campur apa pun." Ucap Arya menarik tangan Pak Hendra dan Kevin ke arah pintu.Awalnya, Arya berencana untuk mencium Alya di depan Pak Hendra langsung seperti yang sudah mereka sepakati. Ia ingin melihat kemarahan ayahnya hingga titik tertinggi. Namun, melihat tanda merah yang ada di leher Alya itu, rasanya ia tak perlu melakukan apa pun lagi. Pak Hendra dan Kevin pasti bisa membayangkan mereka sudah melakukan hal yang lebih jauh."Kak Arya!" Ucap Kevin sambil menahan pintu."Pergi dari sini!" Ucap Arya sambil menendang bokong adiknya itu.Arya menahan kakinya agar tidak me
Alya keluar kamar mandi dengan tangan di leher sedangkan Bi Iyem masih saja berdiri di samping meja makan."Kenapa Mbak Alya?" tanya Bi Iyem."Digigit nyamuk kayaknya, Bi. Badanku jadi nggak enak gini. Aku ke kamar bentar ya, Bi.""Ke dokter aja, Mas.""Nggak usah, Bi. Kayaknya, aku kecapean, doang. Paling bentar lagi baikan. Habis sarapan, aku akan tidur lagi"Tidak mau memperpanjang percakapan itu lagi, Alya bergegas ke kamar. Ia mengambil hoodie untuk menyembunyikan tanda merah dileher.Matahari di luar cukup terik, membuat Alya sedikit kegerahan memakai hoodie. Namun, ia tak punya pilihan. Tanda merah di lehernya bukan sesuatu yang dibanggakan.Alya lantas turun kembali ke meja makan. Bi Iyem sudah menyiapkan mangkuk, kotak sereal, dan susu untuknya. la tinggal makan saja.Rumah tampak sepi seperti biasa. Jadi, Alya makan dengan santai. Diturunkannya penutup kepala karena kegerahan."Bi Iyem!"Terdengar suara Arya dari arah ruang tengah menuju meja makan. Tangan Alya dengan sigap m
Semakin Alya mencoba melepaskan diri, semakin kuat cengkeraman Arya. Ia berusaha menjaga bibirnya tetap mengatup. Namun, pada akhirnya ia membuka mulut untuk bernapas.Lidah Arya menerobos bibir Alya. Dapat Alya rasakan ujung lidah pria itu bersentuhan dengan lidahnya sendiri.Degup jantung Alya semakin kencang. Dadanya naik turun dengan cepat. Tangan Arya perlahan ia rasakan mulai masuk lewat bagian bawah bajunya, menahan punggung agar tidak menjauh.Saat Alya tak melakukan perlawanan, ciuman Arya perlahan berubah lembut. Bibir yang tadi terasa seperti buah mengkudu, pahit dan menyiksa, kini bagaikan permen kapas yang lembut, manis dan menyenangkan.Tangan Alya berpindah ke leher Arya. Lidahnya mulai mengimbangi permainan lidah pria itu. Ia pun mulai mengambil alih. Ia melahap bibir Arya layaknya santapan yang tak boleh disia-siakan.Arya mendorong dada Alya, memberi waktu mereka untuk bernapas. Mata keduanya saling bersirobok.Sudut bibir Arya terangkat, membentuk senyuman yang sanga
Celine menarik celana panjang yang dikenakan oleh Arya. Dilemparnya celana itu ke samping kemeja yang sudah ada di lantai lebih dulu.Tak sabar, ia pun menarik paksa celana dalam, satu-satunya pakaian yang tersisa di tubuh Arya." Wow!" Seru Celine menatap bagian tubuh Arya yang tersembunyi di balik celana dalam. Senyuman Celine semakin lebar sambil membayangkan bagaimana permainan Arya di ranjang nanti.Celine kemudian berdiri di pinggir ranjang. Ia berpikir sejenak, apakah lebih baik ia berbaring menunggu Arya sadar atau mandi saja.Setelah berpikir panjang, ia kemudian memutuskan untuk mandi. Ia tak ingin sedikit pun bau keringat mengganggu malam indahnya bersama Arya nanti.Di dalam kamar mandi, Celine bersenandung riang. Setelah menunggu bertahun-tahun, Akhirnya kesempatan ini datang juga. Ia yang dulunya hanya bisa menggigit jari ketika mendengar Arya berpacaran dengan wanita yang berbeda setelah putus dari pacar sebelumnya, kini punya kuasa penuh atas tubuh Arya. Kini ia bebas me
Sebelum Celine naik ke mobil, Arya mengirimkan alamat apartemen wanita itu pada Alya. Ia malas naik taksi. Ia berpikir apa gunanya punya asissten pribadi yang dibayar mahal, kalau menjemputnya saja tidak bisa. Itu pasti bukanlah hal yang sulit,mengingat mengingat mereka masih dalam satu kota. Dan tidak terlalu jauh untuk menjemput.Namun Celine berdehem begitu masuk ke dalam mobil. Dan membuat Arya terkejut hingga hampir melemparkan ponselnya." Sudah aku bilang, jangan ganggu Alya. Ini kan malam minggu. Biarkan dia menghabiskan malam minggunya dengan tenang. Aku yakin dia itu juga butuh hiburan. Pasti dia sudah mearasa sangat lelah dengan semua pekerjaannya selama seminggu ini, masa kamu nggak ngerti sih?" Ucap Celine yang masih memegang perutnya." Maaf." Arya memasukkan ponsel kembali ke dalam saku.Ia hanya sempat mengirim alamat tanpa mengirim perintah apapun lagi.Setelah mengemudi hampir dua puluh menit, Arya dan Celine sampai di apartemen.Arya memarkirkan mobil, lalu segera ber
Sabtu tiba. Alya bermalas-malasan di dalam kamar. Ia hanya sarapan ke bawah, lalu naik lagi ke kamarnya.Dinyalakannya TV untuk menonton salah satu series favoritnya. Ada beberapa telpon dan chat yang masuk ke ponsel Arya yang ada padanya. Namun, ia mengabaikan semua chat dan panggil itu. Hari ini, ia tidak mau berurusan dengan pekerjaan. Bahkan, ia tidak ingin bertemu Arya hari ini. Bahkan Alya juga berharap tidak akan bertemu dengan salah satu anggota keluarga Arya lagi.Pukul lima sore, pintu kamar Alya diketuk oleh seseorang. Ia pun berjalan untuk membuka pintu." Pak Arya?" Alya terkesiap melihat Arya yang sudah berdiri di depan kamarnya. Pria itu mengenakan kaos hitam dengan rambut yang acak-acakan seperti orang yang baru bangun." Ini Hari sabtu pak. Ini hari libur." Ucap Alya mengingatkan sebelum Arya kembali memberinya pekerjaan." Ini memang hari libur. Tapi, kamu sendiri yang mencari masalah. Kenapa kamu mematikan Hp yang aku berikan?" Tanya Arya.Alya menoleh melihat ponse
Semalaman, Alya memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan pada Arya besok pagi. Hati kecilnya berseru untuk setuju, namun ada penolakan besar dari sisi hatinya yang lain.Alarm di ponsel Alya berbunyi. Ia bangun dan bergegas mandi. Pukul enam ia turun ke lantai satu. Sebelum turun ke bawah, ia lebih dulu membangunkan Arya. Namun, saat ia baru saja tiba di kamar Arya yang tidak terkunci itu, Alya melihat sudah tidak ada orang di sana. ia menghela napas lega ketika mendengar suara shower dari kamar mandi.Dengan wajah lesu, Alya pergi ke meja makan. Ia duduk menatap meja yang masih kosong." Mba Alya lagi sakit ya?" Tanya Bi Iyem yang datang menghampiri Alya." Nggak kok Bi. Saya baik-baik aja. Cuma sedikit kecapean saja." Jawab Alya." Mba itu harus bisa mengatur waktu. Jangan terlalu kecapean. Kemarin,Bibi lihat Mba Alya sudah bisa bersikap sedikit tegas. Kalau mba nggak begitu, Pak Arya nggak akan sarapan Mba."" Pak Arya tetap sarapan kok di kantor, kalau dia nggak sarapan di sini