21+!
"Ed," Jenifer tersipu malu ketika Edward menatap lekat kewanitaannya yang terbuka karena laki-laki itu membuka kedua pahanya dengan lebar.
"Kau tahu, aku belum pernah melihat kewanitaan seorang wanita yang sangat tembam seperti ini." Edward mulai membelai kewanitaan Jenifer yang berwarna merah jambu yang dipenuhi bulu-bulu halus dan telah lembab oleh cairan bening.
"Aku penasaran, bagaimana rasanya?" gerakan jari Edward mulai memutar di atas tonjolan klirotisnya Jenifer.
"Ah …," desah Jenifer yang langsung menegang tubuhnya.
"N-nikahi aku dulu." napas Jenifer mulai memburu, ia mencengkram tepian meja kerjanya.
"Sudah?" tanya Jesica kepada Tracy yang baru keluar dari toilet."Beres," senyum Tracy mengembang, disertai tanda jempol dari tangan kanannya."Mana bayaranku?" tagih Tracy yang tidak sabar untuk melunasi hutang tagihan kartu kredit dan segera pergi berbelanja dengan sisa uang yang dijanjikan Jesica padanya."Tunggu dulu, kau berhasil dengan tugasmu atau tidak?""Apa maksudmu? Aku meletakkan ular itu tepat di toilet yang ditempati oleh musuhmu!" jawab Tracy sengit."Shh … pelankan suaramu. Kau ingin, kita digerebek karena melakukan rencana jahat ini." bisik Jesica."Baiklah," Tracy menghela
"Tante, apa yang terjadi dengan Edward?" Jenifer yang baru berjalan sampai di pertengahan tangga, langsung terkejut mendengar Eric menyebut kata putra. Edward adalah anak mereka satu-satunya."Jeny sayang, itu …." Casandra ragu untuk memberitahukan keadaannya Edward saat ini. Karena ia juga belum mendengarkan secara langsung keadaan Edward yang sebenarnya dari Eric.Eric memegang bahu Casandra, "Jeny sayang, Edward mengalami kecelakaan di lokasi pembangunan gedung perkantoran cabang yang barunya di Los Angeles.""Apa?" Jenifer menutup mulutnya. Matanya berkaca-kaca, mengkhawatirkan keadaan Edward. Pantas saja, beberapa hari ini hatinya tidak tenang. Kekasihnya itu untuk pertama kali tidak menepati janjinya. Tidak menghubunginya setelah keberangkatannya ke
"Toni, charge ponsel saya, sepertinya sudah kehabisan daya." ucap Edward sambil mengulurkan ponselnya kepada orang kepercayaannya."Baik, Bos." Toni menerima ponselnya Edward lalu terdiam."Bos, Anda tidak mau menghubungi Nona Watson?"Edward menoleh, ia hampir saja lupa, tidak menghubungi kekasihnya karena terlalu fokus bekerja. Pasti gadis itu sangat khawatir, ini pertama kalinya ia pergi tanpa memberi kabar setelah mendarat di kota tujuan."Baiklah, ingatkan saya untuk menelponnya setelah kunjungan ini selesai dan ponsel saya sudah terisi daya.""Siap, Bos." ucap Toni lalu meninggalkan Edward untuk melaksanakan perintahnya.
Edward menyesap bibir Jenifer dengan lama. Rasa rindu yang menggunung membuatnya tidak peduli jika saat ini mereka berada di ruang rawat rumah sakit. Suara cecapan dari kedua bibir manusia itu memenuhi ruangan VVIP di rumah sakit Kensington Los Angeles."Ehm … permisi, Bos." Toni merasa canggung melihat bos dan kekasihnya sudah perang bibir dalam melebur rindu mereka.Jenifer mendorong dada Edward ketika mendengar suara Toni yang menginterupsi mereka. Tautan bibir mereka terlepas sehingga Edward merasakan kehilangan. Suara desahan kecewa, keluar dari mulutnya, seiring dengan tatapan tajam kepada orang kepercayaannya itu.'Sorry, Bos,' kata-kata tanpa suara itu membentuk di bibir Toni sebelum keluar dari ruang rawat bosnya. Tidak lupa senyuman jahil mengembang di bibir
21+ ! Selesai mengunci pintu, Jenifer, berjalan malu-malu, mendekati Edward yang berbaring di atas brankar dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun. "Jen," panggil Edward tidak sabar. Jenifer mengangguk sambil tersipu malu. Pipinya memerah, detak jantungnya berlarian ke sana ke Mari, karena sebentar lagi, ia akan berusaha memuaskan hasrat kekasih tampannya. "Cari posisi yang nyaman, Jen." Edward mengarahkan. "Oke," Jenifer menurut seperti seorang murid yang tunduk dengan perintah gurunya. "Sebaiknya ikat dulu rambutmu, Jen." Edward tidak ingin saat ia merasakan kenikmatan nant
"Em … Ed," panggil Jennifer yang melepaskan kejantanannya Edward dari mulutnya. "Mereka akan menunggu lama." "Biarkan saja, Jen. Aku belum keluar, please …, aku sangat tersiksa." pinta Edward yang sangat tersiksa karena belum klimaks. "Baiklah," Jenifer membuka mulutnya lalu kembali mengulum kejantanannya Edward. Ia berusaha sebisa mungkin untuk membuat kekasihnya, secepatnya mencapai puncak. Lidahnya ia liukkan menyusuri kejantananya Edward dan bibirnya tidak henti-hentinya menyesap dan melepasnya seperti menikmati sebuah lolipop. "Jen, God …," Jantung Edward berdebar kencang. Darahnya berdesir hebat dan kulitnya meremang. "Jen … nifer." Nikmat itu telah mencapai kepalanya. Edward menembakkan pelepasannya tepat di mulut kekasihnya.
21 +"Akhirnya …." Edward merentangkan tangannya yang Kaku saat tiba di apartemennya. Dengan susah payah, ia mengusir Mommynya. Laki-laki itu tidak mau diganggu oleh ibu kandungnya. Ia tidak leluasa untuk bermesraan dengan Jenifer, jika wanita itu berada di apartemennya.Apartemennya Edward masih sama, rapi, terawat dan bersih. Jenifer adakah sosok wanita yang rajin. Walaupun gadis itu bertubuh bongsor dan kelebihan berat badan untuk standar wanita seksi di negara maju seperti Amerika. Namun, tidak menghalangi aktivitas kekasihnya itu dalam mengerjakan kegiatan apa pun, termasuk membersihkan rumah."Ed, mandi dulu." Jenifer keluar dari dapur setelah meletakkan pakaian kotor milik Edward. Padahal tadi, Kekasihnya itu menyuruhnya untuk memanggil tukang laundry agar Jenifer tidak usah kerepotan. Mengurus pakaian-pakaian kotor miliknya. Namun, wanita bertubuh gempal itu menolak ide dari Edward. Alasanya simple, ia malu karena handuk dan pakaian Edward terdapat bekas-bekas cairan pelepasan
Jenifer menggigit bibir bawahnya, setiap sentuhan Edward membuatnya terhanyut lalu melambungkan angannya terbang ke atas yang berakhir dengan kepuasan yang diraihnya. Laki-laki itu sangat pandai memanjakannya. Bahkan tahu, titik-titik sensitif tubuhnya yang gampang membuatnya cepat terangsang."Aw … Jenifer terhenyak ketika Edward mengangkatnya dan mendudukkannya kembali ke atas mesin cuci. Kedua kakinya langsung dibuka lebar oleh laki-laki itu. Jenifer langsung menengadahkan kepalanya saat Edward sudah meniup kewanitaannya. Napas hangat Edward menerpa permukaan kulit kewanitaannya yang membuat Jenifer terkikik karena geli. Sesaat kemudian lidah basah kekasihnya sudah menempel dan menyesap cairan miliknya yang masih tersisa.Setelah itu, Edward mulai menusukkan lidahnya ke dalam kewanitaannya Jenifer. Tonjolan klirotisnya ia tarik-tarik dan mengusapnya pelan."Edward …," Jenifer mengerang saat Edward membenamkan wajahnya lebih dalam dan menghisap kewanitaan Jenifer dengan kuat. Gadis
Tiga tahun kemudian."Edric, kembalikan bando, Kakak!" pekik Jasmine yang kesal karena Edric mengambil bando warna merah muda miliknya.Edric hanya tersenyum tipis lalu berlari menuruni tangga."Edric, berhenti!" Jasmine mengejar Edric yang sudah naik ke atas sofa.Jennifer hanya menggeleng melihat Jasmine dan Edric dari dapur. Ia sedang memeriksa para pelayan yang sedang menyiapkan makan malam. Sebentar lagi Edward pulang dari kantor dan Jennifer hanya memastikan makanan yang akan disantap oleh anggota keluarganya. Menyiapkan makan malamnya Edward masih menjadi rutinitas kesehariannya Jennifer. Ia tidak ingin Edward hanya menyantap sedikit makanannya karena tidak cocok dengan lidahnya. Edward masih tetap pemilih soal makanan. Dan Jennifer dengan senang hati memperhatikan kebutuhan perut suaminya saat di rumah."Eric, cucumu yang satu itu sangat berbeda." Cassandra dan Eric menatap keempat cucunya dari lantai dua. Mereka akan turun ke bawah menjelang kepulangan Edward dari kantor untuk
Edward merasa ingin meledak karena setelah tujuh bulan berlalu kejantanannya bisa merasakan hangatnya kewanitaan Jennifer. Pijatan lembut yang berasal dari dinding kewanitaannya Jennifer itu membuat Edward melayang."Ed," begitu pula dengan Jennifer. Ia bersorak dalam hatinya karena rasa rindu akan kehangatan sentuhan Edward terlampiaskan sudah. Rasanya nikmat dan raganya seperti melayang."I love you, Jen." Napas Edward mulai memburu. Nafsunya menggelora. Dengan pelan ia menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang. Gerakan lambat yang lamat-lamat menimbulkan sensasi aneh tapi memabukkan. Hampir saja Edward kelepasan dan ingin menghujam kewanitaannya Jennifer dengan keras dan cepat.'Hah, hampir saja. Maafkan Daddy, sons." Edward kembali ke mode awal. Melakukannya dengan halus dan penuh ke hati-hatian. Besarnya cinta kepada istri dan anak-anaknya meampu membuat Edward yang maniak seks bisa mengontrol nafsu yang sering membakar jiwanya."Ed, terus, lebih dalam." rancu Jennifer sambil
Jennifer tengkurap dengan Edward yang berada di atasnya. Tubuh kekar itu menindih tubuh Jennifer. Napas mereka terengah-engah dan tubuh mereka basah dengan keringat. Edward benar-benar merealisasikan ucapannya tadi. Perjalanan panjang dari kota New York tidak menjadikan stamina Edward berkurang. Laki-laki itu seperti tidak mengenal kata lelah. Memasuki kewanitaan Jennifer dari depan dan belakang dalam berbagai gaya."Ed, berat." keluh Jennifer."Hehehe, maaf," Edward mengecup punggung polos Jennifer lalu berguling di sampingnya. Ia menengadah ke atas menatap langit-langit gazebo. Rasa puas membuat wajahnya berseri-seri. Mereka sudah empat tahun menikah. Tapi Edward merasa masih bergelora saat bercinta dengan Jennifer. Tidak merasa bosan dan semakin mencintai wanita itu.Edward teringat dengan ucapan Cassandra. Ibunya mengatakan jika benar-benar mencintai seseorang. Tidak akan membuat kita berpaling, semakin lama semakin besar cintanya untuk seseorang yang dicintainya. Dan Edward meras
"Puaskan aku, Jen." Edward melepas kimono handuknya Jennifer."Aku ….""Kalau begitu, biarkan aku yang akan memuaskanmu." Edward menarik tangannya Jennifer lalu mendorong tubuhnya ke atas ranjang."Jangan membuatku tersiksa dengan menolakku." Edward membuka kancing kemejanya lalu melucuti satu-persatu baju yang menempel di tubuhnya.Jujur saja Jennifer merasa tergoda oleh tubuh polos Edward yang begitu memanjakan matanya. Dada bidang, lengat berotot dan bisepnya yang mempunyai lekukan beberapa ruas. Suami tampannya itu rajin gym dan menjaga pola makannya sehingga seiring bertambahnya umur, Edward semakin memesona."Kau tidak tergoda dengan ini?" Edward sedikit narsis sambil menyentuh otot-otot di perutnya."Atau … kau sudah bosan dengan ini?" Edward yang berdiri menjulang di hadapan Jennifer sengaja menggerak-gerakkan kejantanannya yang sudah tegak mengacung.Jennifer yang berada di atas ranjang, hanya mampu menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang sudah memerah. Bohong jika dirinya
Mereka memang sepakat untuk tidak melakukan USG untuk mengetahui jenis gender bayi. Edward dan Jennifer ingin jenis kelamin bayinya menjadi kejutan karena bayi mereka adalah cucu pertama dari keluarga Williams dan Watson. Edward yang merupakan anak tunggal dan kakak laki-laki nya Jennifer yang belum menikah.Suster jaga yang berada di ruangan itu pun menggeleng sambil tersenyum mendengar perdebatan suami istri itu. "Pasti mirip denganmu, Ed." "Oh, ya?" Senyum Edward mengembang. "Ya, karena saat mengandung aku sangat terobsesi padamu." "Benarkah?" Mata Edward berbinar karena tersanjung. "Ya, aku … aduh, Ed, panggil dokter ke mari. Rasanya sakit sekali." Jennifer mencengkram tangan Edward karena rasa sakit yang berlebih itu tiba-tiba datang. "Suster, istri saya." "Sebentar saya periksa dulu, Tuan." Sebelum memeriksa Jennifer, suster itu menghubungi Dokter terlebih dahulu." "Sepertinya sudah siap dan saat ini adalah waktu yang tepat." Suster itu menyiapkan alat-alat bantu melahirk
Jessica tidak menyangka jika hari di mana ia meminta izin mengunjungi Alex akan berakhir seperti ini. Bukan benihnya Alex, tapi benih laki-laki yang tidak dikenalnya. Jessica yang merasa bersalah karena menyebabkan Alex harus mendekam di penjara selama sepuluh tahun. Karena rasa bersalah, ia mencari hiburan dengan minum-minum di klub. Dirinya yang mabuk berat tidak sadar telah dibawa seseorang ke hotel dan berakhir bercinta dengan laki-laki yang tidak dikenal itu. Ia bahkan sudah lupa akan kejadian itu. Tapi kini benih tersebut sudah menjadi nyawa baru di rahimnya.'Bagaimana ini? Aku hamil, bagaimana kalau Alex tahu aku hamil anak laki-laki lain?'***Dua bulan kemudian."Ed," Jennifer sudah muncul di kantornya Edward. Padahal mereka baru saja bepisah selama dua jam."Sayang," Edward hanya bisa menghela napasnya saat Jennifer datang ke kantor hanya menggunakan daster tidur dan sandal rumahan. Tanpa make up dan rambutnya acak-acakan. "Kau tidak menyukai kehadiranku?" mata Jennifer
"Jen, bertahanlah." Edward langsung mengambil pakaian di lemari lalu mengenakannya. Ia lalu membantu Jennifer mengenakan piyama handuk untuk mempercepat waktu.Jantung Edward berdebar saat Jennifer pingsan dalam gendongannya. Ia berteriak saat melihat beberapa orang sedang berdiri di depan lift apartemennya."Minggir, minggir, istriku pingsan dan kami butuh lift secepatnya."Beruntung beberapa orang itu mengerti dengan keadaan gawat yang sedang dialami oleh Edward dan Jennifer."Terima kasih," ucap Edward saat seseorang menekan tombol open untuknya."Sayang, jangan tidur. Bangunlah, Jen." Edward menjejakkan kakinya beberapa kali. Waktu terasa sangat lambat agar lift yang mereka tumpangi sampai ke lantai dasar.Beruntung mobil Edward terparkir persis di depan pintu lift, sehingga ia tidak usah berjalan jauh untuk mencarinya."Sayang, bertahanlah." Edward membaringkan Jennifer di jok belakang mobilnya. Ia tidak menghubungi sopir pribadinya karena akan memakan waktu lebih lama jika menun
"Itu tidak ada hubungannya, kita berdua sudah periksa ke dokter ahli kandungan dan hasilnya kita sehat-sehat saja. Rahimmu bagus, sel telurmu dan spermaku juga normal.""Tapi kenapa aku belum hamil juga." Jennifer menggigit bibirnya.Edward sangat gemas. Ingin ia menjelaskan dengan suara yang lebih lantang tapi takut membuat Jennifer semakin sedih."Anggap saja, Tuhan ingin kita mempunyai banyak waktu untuk bermesraan. Sebelum menikah kau tidak mengizinkanku untuk menyentuhmu. Aku sangat tersiksa selama hampir setahun lamanya. Mungkin ini balasan dari Tuhan agar aku bisa memanjakan nafsuku untuk menyalurkannya padamu, Sayang.""Tapi ….""Mari manfaatkan waktu yang ada agar hubungan kita semakin erat. Setelah kita punya anak nanti, pasti aku tidak bisa menguasaimu sepenuhnya. Kasih sayangmu akan terbagi. Dan pasti mereka berdua menjadi milik anak kita." Edward mencubit puncak dadanya Jennifer yang hanya tertutup oleh selimut."Ed, jangan mulai.""Aku serius, Jen. Aku yakin kau pasti in
"Tunggu, aku panggil, Dokter." Jennifer ingin memencet tombol yang berada di atas ranjangnya Edward."Tidak perlu, Jen. Hanya sedikit sakit.""Tapi aku khawatir lukamu akan memburuk.""Tidak, Sayang. Hanya tersenggol tanganmu dan sedikit nyeri. Itu saja.""Tapi," wajah Jennifer terlihat khawatir."Cium aku.""Apa?""Aku tidak perlu Dokter, cium saja aku untuk meredakan rasa nyeri di perutku."Jennifer tersenyum lalu dengan senang hati melumat bibir Edward dengan sepenuh hati. "Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dirimu, Ed. Jangan pernah tinggalkan aku." ucap Jennifer tulus."Aku menagih janjimu, Jen.""Janji yang mana?" "Kau bilang akan mengabulkan apapun permintaanku padamu.""Oh itu," pipi Jennifer bersemu merah. "Kau belum mengiyakan permintaanku." Jennifer balik menagih."Yang mana?""Ed ….""Hahaha, aduh, aduh." Edward memegang perutnya. Karena tertawa membuat jahitan di perut Edward bergerak dan itu menimbulkan rasa nyeri."Ed, kau baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, Say