William melemparkan botol plastik air mineral yang tadi dia remas hancur, lalu berjalan kearah Mayleen dan Hansen, "masih belum selesai?" tanya William.
Mayleen dan Hansen memakan gigitan terakhir dari roti sandwich mereka, lalu menyesap air mineral mereka, dan segera berdiri.
"Kami sudah selesai," jawab mereka serentak.
"Jika begitu lekas," ujar William.
Sebenarnya tanpa mensurvey, Gu Corporation bisa saja langsung membayar pembeliam tanah ini, namun Mayleen merasa curiga, karena keluarga pemilik tanah ini sama sekali tidak melakukan penawaran banding ketika Gu Corporation membuka dengan harga terendah standar Gu Corporation.
Bagi perusahaan lain angka yang Gu Corporation tawarkan mungkin dipandang tinggi, namun bagi Mayleen itu adalah harga terendah standar Gu Corporation, karena itu ketika William menugaskan untuk mensurvei ini, Mayleen sangat bersemangat. Karena ingin menyelidik melihat sendiri.
Mayleen berjalan mensisiri area tanah yang akan dibeli itu, melihat pemandangan yang begitu indah, dan akses yang mudah di jangkau, lalu mengapa mereka menerima tawaran tanpa menawar.
"Pikaaa bu!" canda Gu Hansen seraya menganggetkan lamunan mayleen.
"Hisssh," ujar Mayleen seraya memukul bahu Hansen.
Lagi-lagi hati William seperti tergelitiki oleh pisau ketika melihatnya, "kita berpencar untuk mengecek lokasi!" perintah William.
Lalu William membagi-bagi area pengecekan, William menempatkan Mayleen untuk mengecek area hutan, jelas hal ini ditolak keras oleh Gu Hansen.
"Biarkan aku yang mensurvey hutan," ujarnya.
"Tidak, karena Mayleen yang bertanggung jawab atas project ini, maka harus dia yang pergi," tukas William.
Mayleen menarik lengan Hansen, "Sudahlah, ini memang menjadi tanggung jawab aku," ujar Mayleen.
"Mereka pun mulai berpencar, tiga jam lagi kita bertemu di tempat ini," tukas William.
Mayleen pun mulai berjalan masuk ke dalam hutan, "hish dia itu memang benar-benar menyebalkan," gerutu Mayleen dalam hati.
Mayleen menemukan sebuah sungai, di sini sungguh sangat sejuk, Terpikir oleh Mayleen untuk nantinya membuat area makan dengan konsep alam terbuka, dan juga yang berfungsi untuk tempat pernikahan dengan konsep pesta kebun.
"Ini pasti akan sangat menguntungkan," ujar Mayleen sambil tertawa dan bertepuk tangan.
Gerimis kecil telah turun, karena menikmati kedamaian seperti ini yang jarang dia temui, maka Mayleen sedikit terbuai dan lupa waktu. Gerimis menyadarkan Mayleen jika dia harus kembali ke tempat yang telah ditentukan. Berlari kecil dengan terburu-buru, namun Maylen malah tersandung, Mayleen mencoba berdiri namun kakinya terkilir, ketika sedang berusaha berjalan tiba-tiba seekor ular menggigit kaki Mayleen.
Setelah ular itu melepaskan gigitannya, Kaki Mayleen bertambah sakit, namun tetap berusaha berjalan. Pandangan Mayleen lama-lama memudar dan mayleen kehilangan keseimbangan, lalu malah terjatuh beguling-guling.
Tiga jam lebih sudah berlalu, namun hanya tinggal Mayleen yang belum datang ke tempat semula. Tiba-tiba saja hujan besar turun dari langit. Tapi, tanda-tanda Mayleen keluar dari hutan belum juga terlihat. Gu Hansen benar-benar tidak bisa menahan dirinya, lalu berlari menuju ke arah hutan.
William tertegun sesaat, namun tidak pergi menyusul Gu Hansen. Reina yang melihatnya tentu merasa senang karena William mengabaikan Mayleen, ini berarti kesempatan baginya. Reina merasa sangat senang, merasa seakaan alam tengah merestui dirinya dengan William, dan alam tengah berbaik hati karena telah mau menelan Mayleen sampai menghilang.
William malah masuk kedalam mobilnya, dan melaju pulang ke rumah utama. Tadi tepat ketika mereka baru saja tiba, supir William dan mobilnya juga tiba.
William meninggalkan Hansen dan Mayleen begitu saja. Namun, ketika sampai di rumah utama. William malah tidak tenang sendiri. William memasuki kamar Mayleen, kamar ini berwarna hitam dan putih. Terdapat beberapa foto-foto Mayleen dari remaja hingga sekarang. William membuka laci meja rias Mayleen, lalu menemukan satu foto figura kecil yang berisi foto Mayleen dengan Li Jancent.
Hati William seketika saja bergemuruh kembali, lalu melemparkan figura foto tersebut hingga pecah, lalu pergi melangkah pergi dari kamar Mayleen.Sementara itu, di hutan Gu Hansen masih terus mencari Mayleen, namun tidak menemukan tanda-tanda Mayleen.
Pada akhirnya Gu Hansen menghubungi polisi setempat untuk membantu mencari Mayleen. Hujan deras dan hari sudah mau mulai gelap sungguh itu menjadi menambah kesulitan Hansen untuk mencari Mayleen. Jelang jam makan malam, Reina dan William duduk di ruang makan menunggu pelayan menyajikan makan malam mereka.
William mengirimkan pesan kepada Asisten He, "Bagaiamana?" tanyanya.
"Polisi telah diturunkan untuk mencari Nyonya," jawab isi pesan asisten He.
William meletakan ponselnya, dan melihat sup hangat yang tersaji di mangkuknya, lalu melihat hujan deras dari balik jendela ruang makannya itu. Baru saja satu suap Reina menyesap sesendok sup ke dalam mulutnya, William tiba-tiba saja berdiri dan mengambil kunci mobilnya lalu melajukan kembali ke arah tempat Mayleen dan Hansen.
Di hutan team pencari dan Hansen tidak kehilangan semangat untuk mencari Mayleen, hati Hansen benar-benar cemas malam hari, hujan begitu deras. Ditambah melihat riwayat kesehatan Mayleen yang tidak begitu baik, jantung Gu Hansen berdetak dengan dua kali lipat lebih cepat.
"Hiks..." gumam Mayleen yang sedikit tersadar.
Daya juang hidup Mayleen sedari kecil sudah sangat besar, karena itu meskipun sudah terluka parah. Mayleen berusaha untuk tetap bertahan.
William pun tiba di lokasi, "Tuan," sapa salah satu polisi yang mencoba menghalangi William.
Polisi tersebut melihat William yang terburu-buru ingin pergi masuk kedalam hutan dan malah menghalanginya karena tak ingin ada korban baru lagi yang menghilang, itu malah nanti akan menambah pekerjaan mereka. Namun William malah memukul petugas tersebut sampai tersungkur jatuh dan denham cepat menerobos masuk ke hutan.
William mengeluarkan senter dari sakunya, dan mulai mensusuri jalan setapak hutan itu. William sempat terpeleset beberapa kali, tanah menjadi licin karena derasnya hujan. Dia bertemu dengan Gu Hansen dan yang lainnya, meski sedikit terkejut namun Hansen langsung saja mengabaikan keberadaan William.
Mereka berdua pun mengikuti langkah ketua team pencari, meski hujan namun aura panas dari William dan Hansen sangat kentara dilihat. Hujan sedikit mereda, mereka semua beristirahat sebentar. William memilih duduk menyendiri dari yang lainnya, sementara yang lainnya sibuk berdiskusi tentang pencarian ini.
Tiba-tiba William berdiri tegak, dan memasang telinganya dalam-dalam. William seperti mendengar lenguhan yang dikenalnya, mencoba menajamkan pendengarannya. Lalu kedua mata William terbelalak, "Itu suaranya," William segera turun kebawah, itu adalah sebuah lubang yang tidak cukup dalam, namun cukup untuk menyembunyikan tubuh Mayleen.
Hansen dan yang lainnya terkejut melihat William tiba-tiba melompat kebawah, dan ketua team pencari dan pun malah ikut melompat kebawah sementara yang lainnya menunggu diatas. Dia menyenteri tubuh Mayleen yang terkulai, terlihat wajah istrinya itu sudah memutih seperti tidak ada darah yang mengalir, sementara bibirnya membiru karena kedinginan. William segera saja membuka jas hujannya, dan membuka sweater yang sedang dipakainya dan memakaikannya kepada Mayleen.
Ketua team pencari segera berteriak,"Kami menemukannya."William segera saja menggendong tubuh Mayleen, sementara ketika team pencari mendengar teriakan ketuanya segera menyiapkan alat-alat untuk dengan cepat mengevakuasi. Begitu Mayleen berhasil dibawa ke atas, William juga segera memanjat kembali. Namun sesampainya di atas William malah mendapati pemandangan yang merusak mata.Terlihat Gu Hansen sedang mengecupi tangan Mayleen yang sedang tidak sadarkan diri itu. William segera menarik Gu Hansen agar menjauh dari istrinya itu. Tim medis yang telah menunggu segera saja memeriksa Mayleen.Dokter segera memeriksanya dengan seksama, dan melihat ada bekas dua luka tusukan sehingga membuat Kaki Mayleen bengkak dan merah "Digigit ular," ujarnya. William dan Hansen sama-sama saling memandang dengan tatapan panik. Dokter tersebut segera mentutupi dengan perban dan juga kain yang bersih dan longgar, dan tidak menutup luka itu terlalu kencang.memberikan ruang agar luka tidak terlalu tertekan.
"Tidak, terima kasih," jawab Mayleen seraya sedikit manahan linu nyeri di seluruh badannya. Mayleen benar-benar tidak bisa tidur kembali ketika sudah bangun, karena merasakan sakit di sekujur tubuhnya itu. Salah satu hal yang kerap terjadi bagi seseorang yang terkena bisa ular adalah merasa sesak nafas, karena Mayleen pernah mengalami transpalasi jantung maka ini berpengaruh besar terhadap proses pernafasan Mayleen. Mayleen mulai mengalami sesak nafas yang parah, lalu tidak sadarkan diri kembali. Dokter jaga segera saja menangani Mayleen, dan berhasil menstabilkan keadaan Mayleen. Keesokan paginya William bangun dan segera merapihkan dirinya untuk pergi ke rumah sakit. Ketika sampai, William tertegun melihat ada satu tambahan dokter spesialis, itu adalah dokter bagian bedah jantung. "Ada apa ini?" tanya William. Dokter jaga pun menjelaskan keadaan Mayleen semalam kepada Gu William, "Pastikan jika tidak akan ada masalah dengan jantungnya!" perintah William kepada semuannya. Hal yan
Mayleen malah menyibakan selimutnya dan tertegun memandangi pemandangan malam dari balik jendela ruang rawat inapnya, bagaimana pun juga ini adalah kamar rawat inap VVIP. Mayleen bangun dan bersiap untuk kembali ke rumah utama, William bilang esok dia sudah harus kembali bekerja. Dia segera saja mengurus segala administrasi kepulangannya, lalu bergegas pergi. Menaiki taksi menuju rumah utama. Ketika sampai, Mayleen menghela nafas panjang. Meski sudah merasa lebih baik, namun saat di hutan dan di rumah sakit justru adalah saat-saat yang dia sukai karena lebih merasa tenang ketika berada disana daripada di rumah sendiri. Ketika sedang menuju kamar, tiba-tiba Reina terlihat keluar dari kamar William, melihat Mayleen ada di depannya. Reina sedikit terkejut, Reina merapihkan pakaian dan membetulkan rambutnya, "kau sudah kembali," ujarnya. Hati Mayleen telah terputus di hari William menikahinya, jadi Mayleen sudah benar-benar tidak perduli lagi. Dia berjalan ke kamarnya tanpa berkata-ka
Gu Hansen tidak langsung membawa Mayleen pulang ke rumah utama tapi membawanya kesalah satu restoran bambu. Disini makanan disajikan didalam bambu, juga ada makanan yang dibuat dari rebung bambu kuning.Rebung bambu kuning merupakan tunas bambu muda yang muncul dari dalam tanah dan berasal dari akar bambu. Bagi masyarakat Tiongkok rebung adalah bahan makanan yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka.Gu Hansen memilih restoran ini karena menilai ini adalah makanan sehat. Rebung termasuk jenis makanan yang mengandung rendah kalori, juga memiliki kandungan gula rendah dan memiliki tinggi protein dan tinggi serat, juga ada terkandung vitamin dan mineral seperti Rebung mengandung banyak vitamin seperti vitamin A, vitamin B6, vitamin E, thiamin, riboflavin, niasin, asam folat dan pantotenat. Mineral yang ditemukan di dalamnya termasuk kalsium, magnesium, fosfor, kalium, natr
"Bawang, daun Mint," sekali lagi Mayleen mengulang-ulang temuan tadi."Ular," pekiknya."Tanaman itu adalah tanaman yang ditakuti oleh ular," ujar Mayleen.Daun mint adalah tanaman dengan aroma yang dibenci ular. Daun mint ini memiliki tekstur kasar ini bisa membuat ular enggan melewati semak daun mint ini.Mayleen segera saja mememetik banyak-banyak daun Mint, lalu memasukannya kedalam bajunya. Ada beberapa yang dia remas-remas lalu dia baluri ke seluruh tubuhnya, dan juga rambutnya. Mayleen membuka stockingnya dan juga membalurkannya pada kaki dan betisnya. Bahkan wajahnya."Kemarin kobra, sekarang ular Weling," pikir Mayleen."Apakah ini adalah sarang ular," pikirnya lagi.
William terdiam, sebenarnya dirinya juga bingung mengapa memanggil Mayleen kembali ke kantor. William berdiri memandangi Mayleen duduk dengan menyilangkan kaki panjangnya yg terlihat indah itu."Apa kau sendiri yang memilih gaun itu?" tanya William yang terlihat tidak bisa menahan diri."Ini.... ini Hansen yang memilihkannya untuk-ku," jawab ringan Mayleen.Mayleen langsung saja berdiri, "apa kau memanggilku kemari hanya untuk menanyakan tentang gaun yang sedang kupakai sekarang?"William, "..."Asisten He masuk keruangan William, "Tuan, informasi yang Tuan pinta," ujarnya.Melihat Asisten He membawa berkas laporan yang dia pinta, itu terasa seperti sedang diselamatkan dari malu. William membuka map c
Melihatnya Mayleen ingin bangkit dari bathup besar itu, tapi tubuh Mayleen benar-benar melemas tiada tenaga meski hanya untuk menggeser tubuhnya saja. William mulai menarik tubuh Mayleen mendekat kepadanya. William menggigit telinga Mayleen karena merasa gemas."Tidak! Jangan," pinta Mayleen."Aku adalah suamimu, jadi kau tidak berhak menolak. Ingatlah priamu dalam seumur hidup ini hanya aku, dan hanya boleh aku," bisik parau William seraya menciumi bahu Mayleen yang lembut itu.William semakin tidak bisa menahan diri atas tubuh Mayleen ini, William mengangangkat tubuh Mayleen dan mendudukannya di kedua paha-nya. Mayleen yang sedari awal sudah tidak bisa melawan pada akhirnya hanya bisa mengikuti hentakan William pada tubuhnya. Kedua tangan William memeluki tubuh Mayleen dari belakang, sementara dirinya terus bergerak. Riak-riak air
Mayleen melapaskan tangannya ketika sampai di kamar William, "tidak bisakah kau untuk tidak mencampuri urusan-ku!" pinta Mayleen."Kita tidak pernah saling mencintai, jadi setidaknya bisakah kita tidak saling mencampuri urusan masing-masing," ungkap Mayleen.Hati William seperti baru saja dilempar oleh bara api, ini wanita yang kualitasnya seperti apa berani mengajukan syarat dengannya. Wanita yang sedang berdiri di depannya ini, bahkan jika itu bukan karena jantung Lisa maka sudah sejak lama mungkin wanita ini sudah mati.William mencoba menstabilkan dirinya untuk berdiri, "selama jantung Lisa ada di dalam tubuhmu, maka selama itu juga semua hidupmu adalah milik-ku, dibawah pengaturanku. Termasuk dengan siapa kau boleh berteman.""Kau sudah benar-benar gila!" tukas Mayleen denga
Li Jancent berjalan perlahan keluar dari markas geng Bamboo, merasa seolah beban berat yang selama ini menghimpitnya mulai terangkat. Udara malam terasa lebih segar, dan untuk pertama kalinya, dia bisa merasakan harapan untuk masa depan yang berbeda. Namun, di balik rasa lega itu, ada juga kekhawatiran yang terus menghantui pikirannya.Apakah dia benar-benar bisa melepaskan dirinya dari kehidupan kelam yang selama ini ia jalani? Dan lebih dari itu, apakah ia bisa membangun hubungan yang tulus dengan Niu Nuan, wanita yang ia jaga lebih karena janji daripada cinta?Keesokan harinya, suasana di rumah sakit terasa tegang namun penuh harapan. Li Jancent duduk di ruang tunggu, memandang jam di dinding yang seolah bergerak begitu lambat. Operasi transplantasi kornea Niu Nuan sedang berlangsung, dan meski ia berusaha tetap tenang, kegelisahannya tak bisa disembunyikan. Pikirannya melayang ke masa depan, membayangkan saat Niu Nuan membuka matanya dan bisa melihat dunia dengan jelas, bisa melih
Hari Ini Li Jancent berdiri di sudut kamar rumah sakit, memandang Niu Nuan yang duduk di ranjang dengan raut wajah sedikit gugup. Hubungan mereka masih terasa canggung meski ia selalu berusaha memperlakukannya dengan baik. Dia tahu bahwa perasaannya pada Niu Nuan bukanlah cinta, melainkan sebuah bentuk tanggung jawab dan janji yang pernah ia buat pada Fang Fang—wanita yang baru saja wafat, yang dulu adalah bagian penting dalam hidupnya.Li Jancent berdiri dengan tatapan kosong. Ia tersenyum kecil, meski terlihat ada keraguan di matanya. Namun, dia berusaha menenangkan Niu Nuan.” Aku tahu, ini pasti berat untukmu," katanya lembut.Niu Nuan mengangguk pelan, mencoba memberikan senyum yang tulus meskipun sulit. Li jancent pun berkata lagi "Kau tidak perlu sungkan. Aku di sini karena aku ingin memastikan semuanya berjalan dengan baik untukmu."Suasana di antara mereka kembali hening. Niu Nuan tahu bahwa Li Jancent selalu ada di sampingnya, namun ia juga merasakan jarak yang tidak kasat ma
Berita tentang tertangkapnya Anton menyebar dengan cepat kepada William dan Li Jancent Meskipun mereka semua merasa lega, ada perasaan yang lebih mendalam di hati mereka akhirnya, setelah semua ketegangan dan ancaman yang mereka hadapi, mereka bisa merasa sedikit amanWilliam menatap Li Jancent, matanya berbinar. “Jadi… kita benar-benar bebas sekarang?” imbuhnya sembari berdiri di balkon rumah sakit. Mereka berbicara santai tapi serius.Li Jancent mengangguk sambil tersenyum kecil. “Ya, dia tidak akan kembali lagi. Anton sudah di tangan orang yang tepat, dan dia tidak akan punya kekuatan untuk melawan balik.” Li menghela napas panjang. Seolah-olah beban yang selama ini menekan dirinya perlahan mulai menghilang.Li jancent yang sedang berdiri di sebelah William juga tampak lega, tetapi ada sedikit kecemasan di wajahnya. "Meskipun Anton sudah tertangkap, apakah kita benar-benar aman? Maksudku, dunia ini selalu penuh dengan bahaya yang tak terduga."William menghela napas, menenangkan d
Li Jancent berdiri di koridor rumah sakit, matanya tertuju ke arah ruangan tempat Mayleen berada. Di dalam, William tampak gelisah, berdiri di samping ranjang istrinya yang masih terlihat lemas. Li Jancent tidak pernah melihat adik iparnya begitu panik, begitu cemas. Biasanya William adalah orang yang tenang, selalu penuh perhitungan. Tapi malam ini, semuanya berubah. Tak lama kemudian, william menemui dokter yang baru saja masuk ke ruangan dengan wajah tenang namun penuh arti. "Tuan Gu, kami telah mendapatkan hasil tes Mayleen." William segera menghampiri, wajahnya penuh kekhawatiran. "Apa yang terjadi, Dok? Ada apa dengan istriku?" Dokter itu tersenyum kecil. "Sebenarnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nyonya Gu baik-baik saja, hanya sedikit kelelahan dan... ada kabar baik." William mengerutkan kening, mencoba mencerna kata-kata dokter. "Kabar baik? "Ya," jawab dokter sambil melirik berkas di tangannya. "Selamat, Tuan Gu. Istri Anda hamil." Seketika, seluruh dunia William
"Apa sekarang kita harus mundur?" tanya Bear, nadanya tegas tapi menyiratkan rasa takut yang mulai menghantui dirinya. William menatap Li Jancent yang masih memandang Anton dan sosok misterius di sebelahnya. Di matanta, ada kebimbangan yang jelas. “Tidak,” jawab Li dengan dingin, tanpa mengalihkan pandangannya. "Kita tidak bisa mundur sekarang. Jika kita biarkan mereka pergi kali ini, tidak ada yang tahu kapan mereka akan menyerang lagi," imbuh Li Jancent lagi "Tapi kita kehabisan waktu!" William membalas, matanya berkeliaran ke arah ledakan yang masih membara di belakang mereka. Setidaknya mereka merasa lega karena Mayleen dan Niu Nuan sudah aman berada dibawah perlindungan asisten He. Sementara itu, perdebatan pun berlanjut kembali. “Jangan bodoh,” potong Bear, mendekatkan diri ke Li jancent. "Ini bunuh diri! Kita bahkan tidak tahu siapa orang itu. Dia bisa saja lebih berbahaya dari Anton," imbuh Bear berapi-api. Li Jancent hanya mengeraskan rahangnya, berusaha menyusun rencan
“Kita diserang dari dua sisi!” seru William, suaranya terdengar tenang meskipun situasi semakin mencekam.Mayleen menggenggam erat tangan Niu Nuan yang masih pingsan di sebelahnya, sementara Bear dan anggota tim lain bersiap menghadapi serbuan dari musuh yang sudah mulai mendekat.Jendela-jendela van bergetar oleh desingan peluru yang diarahkan ke mobil mereka, untung saja kaca jendela dan bagian mobil lainnya dibuat anti peluru, meski begitu tetap saja menciptakan suasana semakin tak terkendali.“Kita harus keluar dari sini, atau kita akan jadi daging panggang!” teriak Bear sambil mengokang senapan otomatisnya.“Kita tidak bisa melawan mereka di sini,” kata Li Jancent, tatapannya tajam ke arah William. “Apakah ada jalan keluar lain?”William menggertakkan giginya. “Tidak ada yang mudah. Mereka sudah mengepung kita.”Suara desingan itu semakin intens, membuat mereka semua berjongkok dan berlindung. Lalu, dengan cepat dan tak terduga, Li Jancent meraih benda yang sama yang dipakai oleh
Ketika asap mulai mereda, siluet besar seorang pria muncul dari pintu darurat yang sudah terjatuh ke lantai. Li Jancent menyipitkan mata, mencoba melihat lebih jelas. “Siapa itu?” gumamnya, tangan masih menggenggam erat pistol yang baru saja dia rebut dari salah satu penjaga.Pria itu melangkah keluar dari asap, wajahnya penuh dengan tekad. Itu adalah salah satu orang William, seorang pria yang dikenal dengan panggilan "Bear." Nama itu bukan tanpa alasan—tubuhnya besar dan kekar seperti seekor beruang, dan di tangannya dia membawa sebuah senapan otomatis.“William, kalian semua baik-baik saja?” teriak Bear sambil berlari mendekat.“Bear!” seru William, senyum lega melintas di wajahnya. “Kau datang tepat waktu.”Bear menatap Li Jancent, Mayleen, dan Niu Nuan yang masih tak sadar dalam gendongan. “Kelihatannya kalian butuh sedikit bantuan.”Anton, yang sebelumnya teralihkan, kini menegakkan tubuhnya kembali, senyum dingin muncul di wajahnya. “Jadi, kalian berpikir bantuan kecil ini bisa
Namun, sebelum Anton bisa mengambil langkah lain, suara keras dari arah pintu masuk membuat semua orang menoleh. Sekelompok pria dengan pakaian seragam taktis lengkap menyerbu masuk, bergerak dengan cepat dan terlatih. Dalam hitungan detik, mereka telah melumpuhkan para penjaga Anton dan mengepung pria itu. “Menyerahlah!” teriak salah satu dari mereka, yang ternyata adalah asisten He. Tim ini adalah bantuan yang sudah dipanggil William sebelumnya. Anton menoleh dengan tatapan marah, tetapi dia tidak punya pilihan lain. Dengan perlahan, dia mengangkat tangannya, menatap dingin ke arah Li Jancent dan kawan-kawannya. "Kalian pikir ini sudah berakhir? Ini baru permulaan." “Diam kau!” seru salah satu anggota tim William sambil memaksa Anton berlutut, lalu memborgol tangannya. Sementara itu, William yang tampak lega dengan kedatangan asisten He, mendekat ke Li Jancent. “Orang-orangku sudah di sini,” ujar William sambil menepuk bahu Li Jancent. “Tapi kita belum selesai. Niu Nuan...
Li Jancent merasakan keringat dingin merembes di tengkuknya saat sekelompok preman itu memenuhi ruangan. Jian berdiri tegar di sampingnya, sorot matanya tajam, tetapi Li Jancent tahu pria itu tidak menyangka situasi ini akan berubah secepat itu.Mayleen tampak panik, matanya melirik ke arah William yang sedang menggenggam erat tangannya. Waktu terasa melambat, dan keheningan menyergap ruangan dalam ketegangan. Pria yang memimpin kelompok itu mendekat, senyum lebar masih menghiasi wajahnya, seolah-olah dia sudah mengantisipasi setiap langkah yang diambil Li Jancent dan kawan-kawannya.Pria itu adalah sosok yang belum mereka pernah lihat di balik layar, seorang pengatur yang kini muncul di depan mereka. “Selamat datang,” pria itu berbicara dengan nada licin. “Kalian datang jauh-jauh untuk menyelesaikan misteri ini, bukan?”Li Jancent merasakan darahnya mendidih, tetapi dia berusaha tetap tenang. “Siapa kau? Apa maumu?”tanyanya, meskipun jauh di dalam hati, dia sudah memiliki dugaan yan