“Perbesar gambar!”Di sebuah ruangan di Tower Robotic, Neo sedang memberikan perintah melalui earpiece-nya.Di depannya, sebuah layar datar komputer sedang menayangkan secara langsung apa yang sedang terjadi di helipad yang berada di atas gedung Teta Hospital.“Xenon! Apa Kamu sudah memantaunya?” Neo menyambungkan tayangan itu pada laki-laki yang entah sedang berada di mana itu.“Ya. Aku sedang melihatnya. Perintahkan untuk memperbesar suaranya!” pinta Xenon dengan cepat.“Andro, Kamu dengar itu,” ucap Neo pada seseorang yang sedang merekam secara diam-diam di rooftop gedung rumah sakit Teta.Seseorang yang sedang berada berkilo-kilometer dari gedung Robotic itu menjawab dengan memperbesar volume pada sebuah alat yang dapat menangkap suara beberapa meter di dekatnya dengan jelas.Neo memperhatikan dengan cermat bagaimana saat itu Zanzard Ducan sedang memasang sabuk pengaman pada Hana yang masih terlihat tak sadar.Sekilas ia melirik tampilan layar yang memantau grafik kondisi tubuh ga
“Penerbangan dalam jarak pandang lebih dari lima ribu meter diizinkan.” Zan mengulang apa yang dikatakan oleh seseorang dari Unit Pengawas Penerbangan.Sebuah senyum seringai tipis terukir di sudut bibirnya. “Kamu dengar itu, Hana?” Ia berkata seolah gadis itu dalam keadaan normal.“Hari ini aku akan menikmati salah satu penerbangan terindah dalam hidupku.” Kali ini senyum Zan terlihat lebar. Ia sekilas melirik ke arah Hana.“Dan jangan khawatir! Gini-gini aku memegang lisensi penerbangan.” Ia membanggakan diri seolah gadis itu baru saja memprotesnya.“Ah ... andai Kamu membuka mata.” Lalu, ia melihat pemandangan kota jauh di bawah sana. “Aku sengaja memilih helikopter dengan gelembung kaca ini agar nggak ada yang bisa menghalangi pandangan matamu untuk menikmati keindahan alam ini.”Tapi, kemudian Zan tertawa geli. “Tapi, mungkin jika Kamu membuka mata, Kamu justru akan menertawakan keklasikan helikopter ini. Jika ini milikmu, mungkin Kamu akan menambahkan teknologi ANFIS, MFCC atau
“Zan, Kamu sedang nggak ingin mencelakakan orang lain, bukan?” Alicia terlihat tak sabar.Zan menghela napas dalam. “Kalau boleh jujur, sebenarnya aku juga nggak pasti dengan hasil tindakanku ini. Hanya saja, aku nggak punya cara lain selain bertaruh dengan ini.”“Ah ...,” dengkus Alicia lelah. “Sepertinya makin hari kegilaanmu makin menjadi, Nak.”Zan tersenyum menyeringai. “Itu juga yang dikatakan, Ann.”“Alicia, kalau begitu kita harus memantau kondisi gadis ini dengan cermat,” sela Ryan dengan penuh penekanan. “Apakah kita harus mendatangkan alat-alat medis dari kota?”“Nah!” seru Zan antusias. “Itulah kenapa gadis ini kubawa ke sini. Kalian berdua adalah orang tua Ann, yang juga telah merawatku ketika itu. Jadi, aku percayakan gadis ini dibawah pengawasan kalian.” Zan tersenyum puas.“Ah ....” Kedua bahu orang tua Ann itu turun dengan lelah secara bersamaan.Siang berlalu.Dan malam itu, Zan memasang proyektor yang gambarnya ditembakan ke dinding kosong di samping ranjang Hana.
Sekian menit kemudian, helikopter Bell itu bergerak mendekati Teta Hospital.Pesan Radio dari dokter Ann disampaikan melalui radio yang berada di Teta Hospital. Pesan bahwa Zan harus mendarat di helipad Tower Teta Tech.Zan yang sudah hendak menuju ke helipad rumah sakit Teta mengurungkan niat. Ia mengarahkan helikopter itu seperti yang diperintahkan.Beberapa saat kemudian, helikopter mendarat di tempat tujuan dengan sukses. Kedatangannya disambut oleh dua orang laki-laki yang bertugas sebagai teknisi helikopter.Zan bergegas menuju lift yang karena kedatangannya sumber daya yang ada digunakan di sana.Lift itu membawa pemilik Teta Tech itu ke satu-satunya ruangan yang masih beroperasi di lantai dasar gedung itu, ruang IT.Zan berjalan di lorong-lorong yang hanya diterangi oleh lampu-lampu emergency. Gedung yang sebelumnya memperkerjakan ribuan orang itu kini bagaikan gedung terbengkalai tak perpenghuni.Lalu, ia tiba di ruangan yang dituju.“Selamat datang!” sambut Max dengan kesal.
Sementara itu, Neo yang baru saja keluar dari ruang pribadinya sedang dikejar oleh asisten pribadinya.“Bos, team ANFIS menemukan sesuatu,” bisik laki-laki muda yang mengenakan stelan jas lengkap itu.“ANFIS?” Dan kata itu membuat langkah Neo terburu. Ia memasang earpiece sambil berjalan dengan cepat menuju ruang yang dimaksud. “Sambungkan dengan Andro.”Dan ketika perintah itu dilaksanakan oleh orangnya, sambungan lain ikut bergabung.Neo masuk ke dalam ruangan dan melihat seorang laki-laki yang mengenakan jas putih duduk di depan layar-layar komputer. Laki-laki itu terlihat antusias melihat kedatangan bosnya.“Apa yang kalian temukan?” Neo mendekat dan duduk di dekat layar yang grafiknya menunjukan garis datar.“Layar yang memantau Hana memang tak bisa terbaca.” Laki-laki itu menunjuk layar komputer di dekat Neo.“Ya, jarak membuat kita kehilangan jejak chip di tubuh Hana,” balas Neo dengan cepat.“Tapi, layar yang memantau sinyal penerima di gedung Teta menunjukan aktivitas.” Laki-
“Wah! Kamu nggak tahu betapa bahagianya aku melihatmu bangun?” Zan mengabaikan kekagetan Hana. “Ka-” Keterkejutan Hana seolah tak berujung. Tapi, setelah keterkejutannya mereda gadis itu memukuli bahu Zan dan mendorong laki-laki itu dengan sisa-sisa tenaganya. “Pergi!” “Hana ....” Tapi, Zan terus berusaha memeluknya. Sampai akhirnya, gadis yang masih lemah itu kembali dalam pelukannya. Dan Hana kembali menangis. Ia terus berusaha mendorong bahu Zan menjauh, tapi makin ia lakukan itu, ia justru merasakan dekapan yang makin erat. Hana nggak lagi bisa menolak karena sisa-sisa tenaganya makin berkurang. Ia terpaksa membiarkan dirinya kembali mendengar detak jantung Zan yang ia akui sedikit membuatnya tenang. Hening dan sisa isak tangisnya mendominasi suara di ruangan itu. Hana menjauhkan tubuhnya dari dada Zan, lalu ia turun dari ranjang. Tapi, Zan tak melepaskan gadis itu begitu saja. Ia tetap menggenggam tangan Hana dengan erat. Dan apa yang diperkirakan Zan terjadi, gadis itu li
Sekilas Hana melirik ke arah Zan. Tapi, laki-laki itu terlihat santai dan menikmati sarapannya.Tapi, ia melihat Ryan yang membaca reaksi samar Zan dan kemudian memutuskan untuk beranjak dan berjalan ke arah radio XBR itu.Tanpa pura-pura lagi, gadis itu memperhatikan Ryan yang sedang menekan tombol Push To Talk. Lalu, ia kembali ke kursi duduknya meskipun radio itu kini mengeluarkan bunyi gemerisik.Hana menoleh ke arah Ryan. “Apa itu satu-satunya alat komunikasi di sini?”Laki-laki yang sebagian rambutnya sudah memutuh itu mengangguk pelan. “Itu yang paling lancar, di sini telepon genggam bernasib buruk.” Lalu, ia tersenyum.“Oh.” Hana mengangguk pelan. “Tapi, apa Kamu nggak menjawabnya, bukankah pesan tadi berkode satu?” Ia menyelidik dengan samar.“Oh, itu.” Sekilas Ryan menoleh ke arah Zan. Tapi, ia melihat anak asuhnya itu tak melakukan sesuatu yang terlihat mencolok. “Em, biasanya pesan yang masuk diberi kode seperti itu biar cepat ditanggapi, jadi tak perlu dipusingkan.”Ryan
“Jadi, apa yang sebenarnya kalian hingga bisa terdampar di sini dan dianggap telah mati oleh orang-orang di luar sana?” Hana tak lagi bisa menahan rasa penasarannya.Laki-laki itu menghela napas dalam. Lalu, ia kembali mengalihkan pandangan dan menatap satu titik abstrak di awang-awang.“Ini salah kami yang serakah. Karena keserakan itu kami rela berurusan dengan pihak-pihak yang mendominasi dunia hitam,” sesalnya lirih.Kedua mata Hana menyipit. “Dunia hitam?” Pikirannya segera menangkap kata kunci itu.Laki-laki itu mengangguk tanpa ragu. “Dan karena kesalahan yang kami lakukan, beberapa pihak ingin kami lenyap dari muka bumi.”Kening Hana mengernyit. Ia seperti mendengar hal yang begitu familiar dengan seseorang yang dekat dengannya.“Lalu, siapa yang membawa kalian ke sini?” desak Hana yang seperti menemukan benang merahnya.Laki-laki itu tersenyum. “Hanya laki-laki yang bernama Zanzard Ducan yang bisa membawa kami ke sini. Kamu juga ‘kan, Nak?”Kemudian, ia mengarahkan pandangan
“Zan, para pengunjung adalah orang-orang penting yang juga pemeganga saham Teta Tech Corporation. Apa Kamu nggak khawatir jika mereka menganggap Victory ini salah kelola?” Melanie duduk di sofa tunggal yang ada di samping Zan.Zan diam, sedangkan pendapat itu direspon oleh Max dengan tawa sinis.“Melanie, meskipun Victory terkait dengan Teta Tech, tapi klub ini sepenuhnya ada dalam pengelolaanku. Siapa di antara pengunjung yang berani menghujatku sebagai si salah kelola.” Max menunjukkan telunjukanya dari tangan yang sedang memegang gelas.Melanie mengedikan bahu. “Kalau begitu, bisakah dijelaskan kenapa klub dengan pengelolaan top ini bisa mati lampu.”“Itu karena kesalahan teknis,” sahut Zan dengan cepat.Dan dengan cepat juga Max menoleh ke arah Zan, ia ternganga tak percaya dengan apa yang didengarnya karena ia yakin lampu mati itu berkaitan dengan penggerudukan yang dilakukan oleh gadis bernama Hana itu. “Zan!”“Ah ... Max.” Zan sedikit menelengkan kepala seraya menatap penuh art
Kenangan itu membuat mata Hana merebak dan air mata mengalir tanpa bisa ditahan lagi.Ia terisak.“Hana ....” Zan meregangkan pelukannya dan melihat wajah Hana dengan bingung. “Apa yang membuatmu menangis?”Hana menatap mata Zan. Kesedihan menggayut di wajahnya. “Kamu tahu? Bahkan, Henry bukan ayah kandungku.”“Ah, itu kenapa catatan tentang hubungan darah kalian nggak ditemukan oleh orang-orangku,” ucap Zan dalam hati di tengah keterkejutannya.“Tapi, lihat apa yang ayah lakukan untukku!” Hana menangis.Zan memeluk gadis itu.Hana mengusap air matanya. “Setelah menemukanku, ia berusaha mencari orang tuaku. Tapi, karena cinta yang ia berikan, aku meminta ia menghentikan itu dan memilih untuk menjadi anaknya.”Zan mempererat pelukannya.“Dan setelah aku dewasa, ia nggak hanya berjuang untuk membuat aku meraih cita-citaku, tapi juga mengorbankan nyawanya untukku.” Hana kembali menangis.“Meskipun fakta bahwa Kamu bukan anak biologis Henry, tapi sekarang aku paham kenapa Kamu merobohkan
Hana bergeming ketika pintu ruang operasi terbuka.Petugas medis mendorong ranjang yang membawa Zan yang masih belum sadar.Max menyambut Zan dan mengikuti para petugas medis itu ke bangsal rawat yang akan ditempati laki-laki itu.Hana menatap wajah Zan yang masih terlihat seperti sedang tertidur pulas dan bahu yang dibebat perban ketika ranjang itu lewat di depannya.Max berhenti dan menatap Hana yang masih bergeming di tempatnya.Gadis itu sadar dan segera mengikuti para petugas medis yang membawa Zan. Dan ia harus menahan diri untuk mengatakan apa yang ia tahu karena suaminya itu belum sadar.Gadis menunggu di sofa dengan memeluk lututnya. Sedangkan, Max duduk di samping ranjang pasien.Menit berlalu.Zan tersadar.Max menyambutnya dengan senyum. “Apa karena sekarang sudah punya istri jadi satu peluru saja membuatmu terlihat lemah?” Ia tersenyum mengejek.Zan tersenyum. Ia mengedarkan pandangan untuk mencari Hana. Dan ia tersenyum ketika melihat gadis itu sedang duduk seraya menatap
Zan melihat Max yang berusaha mengejar mobil yang kedua daun pintu bagian belakangnya belum itu.“Zara, kita selesaikan urusan kita nanti!” Zan menjatuhkan diri seraya mengambil pistol di lantai. Dan ia menodongkan pistol itu ke arah Zara.Zara yang kembali hendak menerjang mengurungkan niat.“Aku nggak punya waktu untuk main-main.” Zan beranjak dan berjalan dengan tergesa.“Set!”Sebuah pisau melesat ke arah Zan. Pisau itu menyasar punggung laki-laki itu.Dengan cepat Zan menoleh, merunduk dan-“Dor!”Peluru dari pistol Zan menyasar dada Zara.“Agh!”Zara menghindar, tapi peluru itu menembus bahunya.Zan tahu jika luka tembak itu nggak akan menghentikan mantan pembunuh bayaran itu.“Dor!”“Dor!”Zan menembak kedua paha Zara.“Agh!”Mantan kepala The Bodyguard itu ambruk.“Orang kita akan segera mengurusmu Zara.” Dan Zan bergerak ke arah mobil anak buahnya yang semula membawa Hana ke tempat itu.Ia melarikan mobil itu dengan kecepatan penuh.Dan sekian meter dari gedung terbengkelai i
“Dor!”Tembakan dari orang-orang yang menghindar dengan panik itu mengenai kaca depan mobil Zan.Kondisi tanpa pembatas itu justru dimanfaatkan Max untuk menghabisi para penyerang yang berada dalam jangkauan tembaknya.“Dor!”“Dor!”“Agh!”Beberapa penyerang itu roboh di jalan ketika peluru-peluru Max menembus kepala mereka.“Dor!”“Agh! Setan!” Max mengumpat ketika sebuah peluru mengenai bingkai jendela mobil di dekatnya.Dan sisi lain, Zan juga menyasar beberapa penyerang yang berada dalam jangkauan tembaknya.“Dor!”“Agh!”Peluru-peluru Zan tidak terbuang sia-sia. Mangsa-mangsanya bertumbangan di jalan.Dan-“Brak!!”Mobil Zan menabrak sebuah mobil penyerang yang merintangi jalan tanpa ampun. Mobil itu bergeser ke samping jalan.Dan mobil Zan berhasil lolos dari rintangan.“Kejar!” Perintah pengejaran itu terdengar dari arah belakang.Zan mempercepat laju mobilnya.Max menekan earpiece-nya. Lalu, “Orang-orang kita sudah dekat.”“Bagus!” Tapi, kekhawatiran di wajah Zan makin pekat.
“Segera, Mr. Ducan. Dan saya meminta Anda terhubung secara khusus dengan saya dan tim untuk perkembangannya,” balas Neo tegas.Zan menyanggupi itu.Max mengamati ketegangan di wajah Zan. “Apa yang terjadi?”“Zara menghilang bersama dengan hilangnya Hana.” Zan menjelaskan itu seraya berjalan keluar ruangan. Langkahnya tergesa menuju lift.Max mengejarnya. “Aku agak bingung. Zara bukan jenis orang yang memiliki dendam pribadi.”“Tapi, dia jenis orang yang akan menjalankan apa yang diperintahkan oleh penyuruhnya dengan sempurna,” timpal Zan cepat.Lift bergerak pelan ke lantai dasar.Zan berharap lift itu bisa lebih cepat bergerak.Lalu, keduanya masuk ke mobil tanpa bicara.Zan memacu mobil itu dengan kecepatan penuh.“Kita akan ke mana?” Max yang berada di samping kemudi menatap Zan yang mengemudi dengan tegang.“The Bodyguard. Aku nggak tahu apa mungkin kita dapat sesuatu di sana. Hanya saja aku nggak tahu harus ke mana kita untuk menemukan titik awal mencari Hana.” Mendung menggelap
Wanita berwajah dingin itu berdiri tepat di hadapan Hana. Ia menatap sinis. “Kali ini kupastikan nggak akan ada lagi yang menolongmu,” sumbarnya dengan penuh keyakinan.Hana mencoba tetap tenang.Tapi-“Hat!” Mendadak tendangan sabit wanita itu menyasar kepala Hana.Dengan cepat Hana mengelak.Wanita itu tak membiarkan serangannya tanpa hasil. Ia terus melancarkan serangan pada titik-titik kritis di tubuh gadis itu.Hana terus berusaha mengelak tanpa bisa membalas serangan bertubi-tubi itu. Ia tak mampu mengimbangi kecepatan serangan maut itu.Gadis itu harus mengakui bahwa perkelahian itu cukup membuatnya ketar-ketir karena ia sama sekali tak memiliki back up seperti perkelahian sebelumnya.Hana terus berusaha bertahan. Tapi, wanita yang memang bukan tandingannya itu menghabiskan energinya dengan cepat. Dan-“Aaa!” Hana menjerit ketika satu tendangan membobol pertahanannya. Tendangan itu membuatnya terlempar beberapa langkah.Gadis itu menahan sakit ketika tubuhnya mendarat di lantai
Hana menahan keterkejutannya. Ia makin mencondongkan badannya ke depan untuk lebih memastikan temuan itu.Tapi, berapa kali pun ia memastikan itu, gadis itu makin yakin kalau pengawal yang sedang membawa mobil mewah itu adalah wanita yang dokter Ann sebut sebagai The Black Poisson.Hana kembali menyandarkan tubuhnya dengan tegang. Ia mulai bertanya-tanya dalam hati apakah pengawal Zan yang duduk di depannya mengetahui fakta itu atau ia juga salah satu dari kaki tangan Si Racun Hitam itu.Alarm tanda bahaya di hati gadis itu menyala.Gadis itu menyentuh layar di gelang pipihnya untuk mengaktifkan alat pelacak. Ia juga mengirim tanda bahaya pada Xenon.Mobil hitam mewah itu menambah kecepatannya hingga dalam waktu sekian menit kendaraan roda empat itu meninggalkan kota.Hana meminta sopir itu untuk membuka jendelanya begitu mobil itu memasuki kota yang berada di tepi pantai itu.Jantung gadis itu berdetak tak karuan seiring dengan angin laut yang menerpa wajahnya.Ia memperhatika bangun
Zan menelisik wajah Hana. Ia menyeringai penuh arti dan segera menarik tangan gadis itu dengan lembut.Tarikan lembut itu membuat gadis itu terpaksa berdiri.Lalu, Zan memeluknya dari belakang dan mendekatkan mulutnya di telinga gadis itu. “Jangan sekali pun berpikir untuk berlari dari pernikahan ini! Orang-orang yang mendukungmu itu jaminannya,” bisik Zan lirih.Seketika mata Hana terbelalak. Ia menoleh ke arah dengan cepat ke arah suami barunya itu. “Bagaimana Kamu tahu?!”“Aku bisa membaca pikiranmu,” seloroh Zan santai.Hana hanya bisa menatapnya dengan heran.Lalu, Zan membawa gadis itu ke arah teman-temanya. “Maaf atas ketidaknyamanan ini. Resepsi akan diadakan di Victory beberapa waktu lagi. Aku harap kalian bisa menghadirinya.”Ia mengangguk hormat.Orang-orang Hana beranjak dan membalas anggukan hormat itu.Zan menyentuh puncak kepala Hana dengan lembut. “Aku akan meninggalkan Kamu bersama dengan teman-temanmu. Ada hal penting yang harus kulakukan.”Lalu, ia mengkode Max. Tan