"Ayah." Hana memeluk ayahnya begitu laki-laki paro baya itu menyambutnya. "Apa semua baik-baik saja? Kenapa setelah dua hari baru ke sini?" Henry memeluk putrinya erat. "Ada beberapa hal yang harus dikerjakan," bohong Hana tanpa melepas pelukan. Ia menikmati momen itu. "Oh, syukurlah jika tidak ada hal buruk." Henry mengusap-usap kepala Hana dengan penuh kasih. Tapi, sesaat kemudian ia menyadari ada yang salah dengan suhu tubuh putrinya itu. "Nak, Kamu sakit?"Henry melepas pelukannya, lalu meletakan punggung tangannya ke dahi anak gadisnya itu. Ia merasakan suhu tubuh Hana sedikit diatas suhu normal. Hana menggeleng pelan. "Aku hanya capek.""Sini! Istirahat dulu!" Henry menuntun Hana ke sofa yang ada di ruang tengah. "Ayah akan membuat sup pereda demam."Dans yang sejak kedatangan Hana terus memperhatikan interaksi antara ayah dan anak itu mendekat setelah mengambil sebuah selimut. "Ini.""Terima kasih." Henry mengambil selimut itu dan menyelimuti tubuh Hana. Hana memperhatik
“Hana?” Suara Xenon kembali terdengar saat Hana tengah fokus pada ketidaksukaannya.“Apa akan aman menerima panggilan Zan di tempat ini?” Hana menjawab dengan cepat.“Aman. Panggilan itu akan dilaihkan ke tempat lain,” jelas Xenon tanpa ragu.“Oke. Kalau begitu aku akan menerimanya,” putus Hana dengan cepat.“Tunggu!” perintah Xenon membuat Hana menurunkan telepon genggam yang tengah menempel di telinganya.Dalam jeda tunggu itu, Hana melihat Dans masuk kembali ke rumah itu.“Sudah?” Hana heran.Dans mengangguk. “Aku hanya mengirimkan pesan teks bahwa melapor akan membahayakan jiwaku.”“Begitu?” Hana mengernyit.“Hei! Apa Kamu bilang?” Andro yang baru saja dari dapur mendekat.“Kamu membahayakanku.” Lalu, Dans mengedikan bahu.“Hei! Hei! Tak tau diuntung manusia satu ini!” Lalu Andro menghambur ke arah Dans dan memitingnya.Tapi, pitingan becanda itu membuat Dans tertawa-tawa.“Ah ....” Hana menghela napas dalam. “Sepertinya Zan Ducan bakal pusing dengan perubahan dari salah satu anak
“Ah, dari reaksimu, sepertinya apa yang kuduga benar.” Suara Neo terdengar melalui speaker yang bocor.Andro menoleh ke arah telepon genggam yang sejengkal berjarak dari telinganya. “Iya, benar.” Ia menjawab dengan polos.“Kalau saat ini Kamu berada dekat dengan Hana, tolong berikan telepon ini! Aku akan bicara dengannya sebentar,” pinta Neo dengan santun.“Oh,” sahut Andro singkat. Lalu, ia menyerahkan telepon genggamnya pada Hana.Hana menyusut air matanya, kemudian beranjak dan berjalan menuju kamarnya.Sementara itu, Andro dan ayah gadis itu hanya bisa memandanginya dalam diam.“Sepertinya apa yang sedang kita kerjakan berhasil dengan baik.” Neo memulai penjelasannya.“Ha? Tentang apa ini?” Hana yang masih terfokus pada kesedihannya sedikit bingung. Ia membaringkan tubuhnya di atas kasur.“Ini tentang alat kendali jarak jauh,” balas Neo pelan.“Oh.” Hana mengangguk paham meskipun saat itu Neo sama sekali nggak melihat keadaannya secara langsung. “Aku siap mendengarkan.”“Seperti y
“Project baru yang sedang kita jalankan bersama dengan Tencez dan beberapa korporasi lain mengalami perkembangan pesat. Grafik keuntungan terus bergerak ke atas secara signifikan.” Kemudian seorang laki-laki mengganti slide pada layar besar dan menunjukan grafik yang ia maksud. Para petinggi Teta Tech yang berada di ruang rapat itu dengan serius menyimak paparan dari pegawai laki-laki itu. Pun, Zan dan Max. Lalu, pada satu momen, sekretaris pribadi Zan yang berdiri di dekat Zan menerima telepon. Ia menjauh beberapa langkah dari Zan dan menerima telepon itu selama sekian detik. Kemudian, ia mendekat ke arah Zan dan berbisik. Seketika mengepalkan tangan. Mendadak wajahnya berubah membesi. “Tunda meeting!” “Heh?!” Max yang duduk di sampingnya menoleh ke arah Zan dan melihat perubahan raut wajah pemilik Teta Tech itu. “Ada apa?” Tapi, alih-alih menjawab pertanyaan Max, Zan justru beranjak dan bergegas keluar ruangan. “Siapkan mobil!” “Heh?! Ada apa ini?” Seperti peserta rapat yang l
“A-” Hana yang ternganga menoleh. Gadis yang baru saja melempar ke arah para penembak itu belum menyadari apa yang terjadi.Dan begitu fokusnya kembali, ia melihat wajah ayahnya yang sedang panik. Lalu, ia mengalihkan pandangannya ke arah apa yang membuatnya panik. Dan ia melihat seorang pengendara motor dengan helm hitamnya yang tengah mengacungkan pistol ke arahnya.Dan sebelum ia bergerak-“Dor!”Moncong pistol itu mengeluarkan bunga api ketika menyalak. Dan peluru yang meluncur dari moncong pistol itu meluncur ke arah Hana.Mata Hana melotot. Ia hendak menghindar, tapi peluru itu tak terhentikan.Dan tiba-tiba-“Agh!” Tanpa ragu Henry bergerak. Ia menghalangi peluru yang memburu Hana.“A-” Hana membeku ketika peluru itu menebus punggung ayahnya dan tembus ke jantung.Andro dan Dans yang mendengar suara tembakan dari belakang menoleh dengan cepat. Mereka melihat ketika tubuh Henry roboh ke tanah.Suara tubuh Henry yang bergedebum di tanah membuat orang-orang yang dikirim Neo menole
“Max ...,” keluh Zan lelah. Lalu, ia menghela napas dalam. “Tidak sekarang.”Max menelan kejengkelannya.“Saat ini aku belum bisa mengatakan apa pun. Semuanya masih belum jelas.” Zan menambahkan. “Untuk sekarang, akan lebih baik jika mobil ini segera sampai di Teta Hospital.”“Ugh!” Max mengeluarkan sedikit yang mengganjal di dadanya. Lalu, dia mempercepat laju mobil mereka.Sekilas ia melihat ke belakang dan melihat bagaimana Zan memeluk Hana. Tapi, sekali lagi, ia harus menahan apa yang berkecamuk dalam pikirannya. “Ini pertama kalinya dalam hidupku melihat Zan memperlakukan seorang gadis selembut itu.”Sedangkan, Zan yang duduk di bagian belakang menatap wajah Hana yang seolah sedang tertidur pulas dengan lembut.Bebarapa saat kemudian mobil mereka memasuki halaman Teta Hospital.“Agh ...!” dengkus Max kesal ketika melihat salah satu rumah sakit milik Teta Tech itu dalam keadaan kacau.Listrik di rumah sakit itu padam dan penerangan hanya di beberapa titik yang terpasang lampu emer
Pembicaraan di bawah penerangan lampu emergency itu sesaat hening.Kemudian, laki-laki berkepala botak itu sedikit mengangkat pandang. “Begitu jenazah Henry tiba di Teta Hospital, seorang laki-laki muda mengklaim jenazah itu dan membawanya pulang untuk dimakamkan.”“Begitu tiba?” Kening Zan berkerut.“Ya, Bos. Begitu ambulance yang membawanya memasuki halaman rumah sakit Teta. Bahkan, laki-laki sudah berdiri di sana,” jelas salah satu orang Zan itu dengan lebih detail.“Bagaimana dia bisa tahu secepat itu?” Tatapan mata Zan menajam.“Seseorang yang berada di tempat kejadian merekam video dan mengunggahnya di media sosial. Seperti yang ia katakan, ia mengenali seorang laki-laki tua yang keluar dari mobil yang terguling itu sebagai seorang yang dulu tinggal di bangunan Halle.” Laki-laki botak itu sejenak menjeda ucapannya.“Ia mengaku bahwa Henry adalah ayah dari teman dekatnya,” pungkas laki-laki itu.Kening Zan kembali berkerut. “Laki-laki itu menyebutkan namanya?”“Alex,” balas orang
Mobil Neo yang melaju kencang berbelok di persimpangan. Dan bersamaan dengan itu iring-iringan mobil mewah milik Teta memasuki area pemakaman.Neo yang memperhatikan itu dari dalam mobilnya menghela napas lega.Sementara itu, di dalam salah satu mobil mewah yang berada di iring-iringan itu, Zan sedang kembali menyaksikan sebuah video pendek yang berdasarkan laporan anak buahnya di The Bodyguard telah menjadi petunjuk untuk seseorang bernama Alex dalam mengklaim jenazah Henry.Tayangan video pendek itu memberitahukan bahwa ada seorang laki-laki muda lain yang membersamai Hana ketika mobil yang ditumpanginya terguling.“Apa sopir mobil ini sudah teridentifikasi?” tanya Zan pada Max yang duduk di sampingnya.“Belum. Orang-orang kita kesulitan melakukan perintahmu. Apalagi, di tengah sistem Teta yang shutdown,” balas Max tanpa basa-basi. “Apa ada kemungkinan orang itu adalah satu dari orang-orang yang dekat dengan Hana?”Max menoleh ke arah Zan.Tapi, Zan menggeleng pelan. “Laporan sebelu