“Ini ...?” Suara Xenon masih terdengar bingung.“Meskipun bentuknya sangat kecil, chip memiliki gelombangnay sendiri. Yang Kamu lihat di layarmu adalah kode-kode chip yang berada di tubuh Hana. Kamu bisa menggunakan itu untuk melacak gelombangnya,” papar Neo dengan suara yang masih antusias.“Oke.” Jawaban itu menjadi akhir dari percakapan mereka.Neo berharap pelacakan Xenon akan membuahkan hasil.***Hari berganti.Di sebuah penthouse yang berada tak jauh dari Teta Hospital, Zan baru saja mengganti bajunya.“Ke mana?” tanya Max dengan melayangkan tatap curiga.“Apa aku harus melapor sebelum pergi?” balas Zan tak acuh.“Hufft.” Max mengembuskan napas dalam. “Semua orang mencarimu. Mereka ingin bicara denganmu.”“Oh, semua orang-orang bodoh yang bebal itu?” Zan berjalan ke arah pintu keluar dengan santai.“Ya, semua orang-orang bodoh dan bebal yang korporasinya bernasib sama dengan Teta Tech,” balas Max lemah.“Aku sudah memperingatkan mereka untuk nggak sembarangan dengan gadis itu,
“Ahh ....” Dengkus lelah seketika keluar dari mulut Zan ketika sekian langkah dari bangsal VVIP itu ia melihat seorang laki-laki paro baya berkaca mata dengan sebagian rambut yang memutih berjalan dengan diiringi oleh dua orang laki-laki yang lebih muda.Zan berhenti di tempat dan membiarkan ketiga laki-laki yang mengenakan stelan jas lengkap dengan dasi itu mendekat.Beberapa langkah kemudian ketiganya berhenti tepat di depan Zan.“Oh! Saya nggak menyangka menemukan pemilik Teta Tech di sini.” Laki-laki yang berkaca mata itu mengulurkan tangannya. “Saya Neoswald Maxwel, orang dari Robotic. Seharusnya Anda telah mendengar nama saya karena kami juga bekerja sama dalam bidang tertentu dengan perusahaan raksasa Anda.”Mulut Zan terkunci saat matanya menelisik tajam. Tapi, tak urung ia menyambut uluran tangan itu.Lalu, Zan mengangguk pelan. “Ya, saya telah mendengar tentang keberhasilan kerja sama kita yang sukses dalam waktu singkat.”Kemudian, Zan mengernyit. “Apa Robotic dalam keadaan
“Ann!” Zan menghadapkan ke arah dokter cantik itu begitu Neo meninggalkan ruangan itu. Pandangan matanya tajam.“Oh, oke.” Dokter Ann mengangkat kedua telapak tangan seolah ada yang menodongkan senjata ke arahnya.Lalu, Zan berbalik dan berjalan ke arah pintu. Ia berhenti sejenak ketika kedua orangnya menyambutnya. “Ingat! Hanya aku dan dokter Ann yang boleh masuk ke ruangan ini!”Kedua orangnya itu mengangguk patuh. Kemudian, Zan meninggalkan bangsal rawat itu.Beberapa saat kemudian ia sudah sampai di salah ruangan di lantai dasar Tower Teta Tech yang masih aktif.“Ah ... akhirnya bos kita sampai,” sambut Max yang sudah duduk menghadap ke sebuah layar besar.“Aku terlambat?” Zan duduk di samping Max.“Tidak, Bos. Kami sengaja menunggu Anda.” Seorang laki-laki muda yang merupakan kepala departemen IT Teta Tech berdiri di depan sebuah layar besar yang berada di ruangan itu.Di ruangan beberapa juga ada beberapa laki-laki yang duduk menghadap komputer mereka.Sekilas Zan mengedarkan pa
“Monster!” seru Max kesal dan tanpa daya. “Gadis itu ternyata nggak hanya barbar, tapi juga monster mengerikan yang tersembunyi dalam wajah seorang gadis cantik.”Zan menghela napas dalam. “Monster yang cantik, bukan?” Tapi, ia justru menyertakan senyum menyeringai.“Jadi, apa yang bisa kita lalukan, Zan? Kita nggak mungkin diam saja dan membiarkan Teta dan seluruh kekayaannya musnah.” Max menggeleng pelan. “Aku nggak mau mendadak jadi gelandangan!”“Max, nggak ada gelandangan yang menyewa penthouse di hotel mewah di dekat Teta Hospital,” sindir Zan dengan santai.Max bersungut-sungut. “Jadi, Kamu sudah tahu tindakan penyelamatan untuk Teta?”Zan mengedikan bahu. “Aku akan berusaha menemukannya.”Max mengernyit. “Kira-kira apa itu?”“Mencoba membangunkannya,” cetus Zan santai.“Huh!” dengkus Max menahan kesal.Zan mengarahkan pandangannya ke kepala IT. “Lakukan terus pemantauan pada sistem kita! Mungkin ada jalan keluar yang mungkin bisa kita temukan.”“Baik, Bos.” Kepala IT itu menga
“Ahh ....” Zan mendesah lelah kemudian tertawa getir ketika mengakhiri apa yang ditayangkan ingatan dalam benaknya.Lalu, ia menatap wajah damai Hana yang terus tertidur. “Tahukah Kamu? Aku sudah mengerahkan orang-orangku untuk menemukan laki-laki ini. Dan betapa senangnya ketika aku menemukannya di basement The Bodyguard.”Lalu, ia diam sejenak. “Hanya saja aku harus membayar mahal rasa senangku karena aku harus berhadapan dengan korporasi-korporasi yang menderita kerugian yang sama akibat perbuatannya. Karena ... mereka ingin mereka bertiga dilenyapkan.”“Huft ....” Satu napas panjang terembus dari mulut Zan. “Aku ingin membocorkan satu rahasia padamu, Hana.”Lalu, ia kembali diam sejenak. “Alasan aku menjamin laki-laki paro baya yang cacat itu karena aku berpikir bahwa gadis remaja yang bersamanya itu pasti akan mencarinya.”Lalu, ia kembali tertawa getir. “Hmm ... perkiraanku benar. Akhirnya penantianku tiba. Sekian tahun kemudian, tiba-tiba gadis itu muncul di Victory. Em, tepatn
“Zan!” teriak Veronika lantang. “Jangan egois! Kamu pasti tahu jika saat ini kami nggak bisa mengatasi ini sendiri.”“Vero, egois adalah ketika Kalian memilih bertindak bodoh tanpa memikirkan akibatnya!”“Zan.” Seorang laki-laki dari sebuah korporasi menyela.Zan menoleh ke arahnya.Laki-laki itu berdiri. “Aku harap kita nggak terburu melompat pada pemutusan kerja sama. Siapapun yang membuat kita kalang kabut ini telah menempatkan posisi seperti gembel. Serangan ini nggak berhenti di korporasi saja, bahkan masing-masing dari kita nggak bisa melakukan transaksi pribadi.”“Ya, bagaimana mau melakukan transaksi pribadi jika harta kita dibekukan sampai waktu yang tak terbatas,” sela seorang laki-laki lain.“Transaksi hanya bisa dilakukan dengan uang cash. Dan uang cash yang ada di tanganku terbatas,” keluh seorang laki-laki yang duduk di sampingnya.Zan mengetuk-ngetukan jarinya di meja. Dan itu membuat para laki-laki itu menghentikan ucapannya. “Menurut kalian kami nggak mengalami hal ya
“Ada apa?” Max yang baru saja merogoh telepon genggamnya heran dengan reaksi orang-orang yang berada di sekitarnya.Sementara itu, Zan yang baru saja melihat layar telepon genggamnya, duduk dengan tak berdaya. “Aku pikir serangannya hanya sampai pada sistem kita.”“Ternyata apa?” Max segera melihat layar telepon genggamnya yang menyala.Ia menekan notifikasi yang menyembul di bagian atas layar. Sebuah link terlihat begitu pesan itu terbuka.Lalu, ia menekan link itu.Layar segera berganti dengan halaman lain yaitu sebuah website yang sedang dikunjungi oleh ratusan ribu pengunjung.“Ha?!” Max berekasi sama ketika melihat website itu yang sedang membongkar kejahatan-kejahatan korporasi-korporasi yang berkaitan dengan kasus informan ganda, termasuk Teta Tech.Max menggulir website lain dan menemukan kehebohan yang sama dengan website sebelumnya.Lalu, ia keluar dari website itu dan masuk ke media sosial. Dan di sana ia menemukan hal yang lebih heboh dari apa yang ia temukan di website.M
“Melanie!” Arnold memeluk anak gadisnya dari belakang.“Huft.” Zan mengembuskan napas dalam. “Bawa dia ke kamarnya, Arnold!”Lalu, Zan menekan-nekan pangkal hidung mancungnya. Ia merasa nggak akan ada gunanya bicara dengan Melanie saat itu.Max hanya bisa geleng-geleng kepala ketika menyaksikan bagaimana Arnold menyeret paksa Melanie keluar dari ruang meeting itu. Sedangkan, gadis itu terus mengumpat Zan.“Ah ....” Max membanting punggungnya ke sandaran kursi dengan kasar.Zan melakukan hal yang sama ketika merasa sangat lelah.“Zan.” Max menatap langit-langit ruangan.Zan menjawab dengan gumam lirih.“Apa benar Kamu terpapar virus seperti diagnosa Ann?” tanya Max lirih.“Virus?” Lalu, Zan tertawa.“Oh, engga ya? Kalau begitu, Kamu pasti Kamu punya kelainan atau paling tidak punya kepribadian ganda.” Max menoleh dan menatap penuh selidik.“Jangan ngaco!” Zan meluruskan kaki. Pikirannya sedang mencoba mencerna rentetan kejadian yang baru saja terjadi.“Kepribadianmu berubah ketika bers